Professional Documents
Culture Documents
Bab 2
Bab 2
TINJAUAN UMUM
7
a) Tahun 1919 - 1942 oleh Pemerintah Hindia Belanda.
b) Tahun 1942 – 1945 oleh Pemerintahan Militer Jepang.
c) Tahun 1945 – 1947 oleh Pemerintah Belanda (Agresi II)
d) Tahun 1947 – 1949 sampai sekarang oleh pemerintah Republik Indonesia yang
terdiri dari :
1) Tahun 1959 Sampai dengan tahun 1960 oleh Biro Perusahaan Tambang
Negara (BUPTAN) berdasarkan PP No. 86 tahun 1958
2) Tahun 1961 sampai dengan tahun 1967 oleh Badan Pimpinan Umum (BPU)
perusaan-perusaan tambang baubara. BPU juga membawahi tiga perusaan
negara yaitu :
a) PN. Batubara Ombilin di Sumatera Barat
b) PN. Tambang Arang Bukit Asam di Tanjung Enim Sumatera Selatan
c) PN. Tambang Batubara Mahakam di kalimantar Timur.
3) Tahun 1968 s.d 1980 oleh PN. Tambang Batubara berdasarkan PP No. 23
tahun 1968
4) Tahun 1981 sampai dengan sekarang oleh PT. Tambang Batubara Bukit Asam
berdasarkan PP No. 42 tahun 1980.
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, Bertujuan untuk memenuhi permintaan industri
baik dalam maupun luar negeri terutama untuk memasok kebutuhan batubara bagi
PLTU Suralaya, Jawa Barat, Dalam rangka memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut,
maka dikembangkan beberapa site di wilayah IUP PTBA tanjung Enim, yaitu :
a) Tambang Muara Tiga Besar Utara (MTBU), merupakan tambang yang
dioperasikan dengan metode penambangan menggunakan Bucket Wheel
Excavaror (BWE). Site ini telah memasuki wilayah kebupaten lahat yang IUP
nya pun Izin dari Bupati Lahat.
b) Tambang Muara Tiga Besar Selatan (MTBS), merupakan bagian dari Tambang
Muara Tiga Besar yang berada disebalah Selatan. Site ini juga telah memasuki
wilayah Kabupaten Lahaty yang IUP-nya pun izin dari bupati Lahat, yang
dioperasikan dengan metode konvensional
8
c) Tambang Air laya (TAL) merupakan site terbesar di wilaya IUP PTBA yang
dioperasikan teknologi penambangan terbuka secara excavator-truk.
d) Tambang Bangko Barat terdiri dari Pit dan Pit 3 yang dioperasikan dengan
metode kombinasi excavator-truk.
2.2 Keadaan Topografi
Secara umum di lokasi tambang mempunyai topografi berupa daerah perbukitan
dan ketinggian yang meneru dari timur ke barat dengan daerah landai menepati sisi
bagian selatan yaitu dengan daerah yang terdapat aliran sungai-sungai kecil yang
bermuara disungai lawai dan sungai endikat dengan ketinggian ± 50 m diatas
permukaan laut, sedangkan daerah puncak terdapat dibagian barat dengan tinggi ± 90
m
9
(Sumber : Peta Daerah Sumatra, Tahun 2018)
10
2.4 Kondisi Geologi Regional Tanjung Enim
2.4.1 Fisiografi
11
Secara fisiografis bagian selatan dari Sumatera ini dapat dibagi menjadi 4
(empat) bagian, yaitu :
1. Cekungan Sumatera Selatan,
2. Bukit Barisan dan Tinggian lampung,
3. Cekungan Bengkulu, meliputi lepas pantai antara daratan Sumatera dan
rangkaian pulau-pulau di sebelah barat Sumatera, dan
4. Rangkaian kepulauan (fore arc ridge) di sebelah barat Sumatera, yang
membentuk suatu busur tak bergunung-api di sebelah barat P. Sumatera
Berdasarkan konsep Tektonik Lempeng, kedudukan cekungan batubara
Tersier di Indonesia bagian barat berkaitan dengan sistem busur kepulauan. Dalam
sistem ini dikenal adanya cekungan busur belakang, cekungan busur depan dan
cekungan antar busur. Masing-masing cekungan tersebut memiliki karakteristik
endapan batubara yang berbeda antara satu dengan lainnya. Menurut
Koesoemadinata dkk. (1978), semua cekungan batubara Tersier di Indonesia
(termasuk Cekungan Sumatera Selatan) digolongkan jenis cekungan paparan karena
berhubungan dengan kerak benua pada semua sisinya, kecuali Cekungan Kutai dan
Cekungan Tarakan di Kalimantan Timur yang digolongkan sebagai continental
margin.
Daerah penambangan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk termasuk dalam zona
fisiografis cekungan Sumatera Selatan dan merupakan bagian dari antiklinorium
Muara Enim dari Cekungan Sumatera Selatan. Lithologi utama yang dijumpai adalah
Formasi Muara Enim sebagai pembawa batubara yang didominasi batuan lempung
lanau dengan umur mio-pliosen.
2.4.2 Stratigrafi
Geologi regional daerah PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Termasuk ke dalam
Sub Cekungan Palembang yang merupakan bagian dari Cekungan Sumatera Selatan
dan terbentuk pada zaman tersier. Sub Cekungan Sumatera Selatan yang diendapkan
selama zaman kenozoikum terdapat urutan litologi yang terdiri dalam 2 (dua)
12
kelompok, yaitu Kelompok Telisa dan Kelompok Palembang. Kelompok Telisa
terdiri dari Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja dan Formasi
Gumai.Kelompok Palembang terdiri dari Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim
dan Formasi Kasai.
Endapan Tersier pada Cekungan Sumatera Selatan dari yang tua sampai
dengan yang muda dapat dipisahkan menjadi beberapa formasi, yaitu antara lain :
a. Formasi Lahat
Formasi Lahat diendapkan tidak selaras diatas batuan Pra-Tersier pada
lingkungan darat. Formasi ini berumur Oligosen Bawah, tersusun oleh tuff breksi,
lempung tufaan, breksi dan konglomerat.Pada tempat yang lebih dalam, fasiesnya
berubah menjadi serpih, serpih tuffan, batulanau dan batupasir dengan sisipan
batubara. Ketebalan formasi ini berkisar antara 0 sampai 300 meter.
c. Formasi Baturaja
Formasi ini terdiri dari batugamping terumbu dan batugamping detritus, ke
arah cekungan berubah fasies menjadi serpih, napal dengan sisipan tipis batu
gamping dari formasi gumai.Formasi terletak tidak selaras di atas batuan pra tersier.
Ketebalan formasi ini pada daerah paparan adalah 60 – 75 meter, tetapi apabila
terletak diatas batuan dasar, variasinya akan lebih besar antara 60 – 120 meter,
bahkan pada singkapan bukit Gerbah mencapai 520 meter. Formasi ini berumur
miosen awal.
13
d. Formasi Gumai
Puncak Transgesi pada cekungan Sumatera Selatan dicapai pada waktu
pengendapan Formasi Gumai sehingga formasi ini mempunyai penyebaran yang
sangat luas pada cekungan Sumatera Selatan. Formasi ini diendapkan selaras di atas
Formasi Baturaja dan anggota transisi foraminifera dengan sisipan batupasir
gampingan pada bagian bawah dan sisipan batugamping pada bagian tengah dan
atasnya. Ketebalan formasi ini mencapai 200 – 500 meter.
g. Formasi Kasai
Formasi ini dicirikan oleh tufa yang berwarna putih, seperti yang tersingkap di
daerah Suban maupun Klawas. Terdiri dari interbed tuff, batupasir tufaan, batu lanau
14
tufaan, batulempung tufaan dan batubara tipis.Lingkungan pengendapannya dari darat
sampai transisi dengan ketebalan 500 – 1000 meter.
15
Gambar 2.4 Kolom stratigrafi cekungan Sumatera Selatan (De Coaster, 1974)
16
(sumber : S. Gafoer, T. Cobrie dan J. Purnomo, 1986)
17
2.4.4 Kebencanaan Geologi
Secara konsep, bencana alam ialah fenomena alam yang menyebabkan kerugian
materi maupun non-materi terhadap manusia, salah satu dari bencana alam ialah
bencana geologi yang merupakan bencana alam sebagai akibat dari kondisi geologis
di suatu daerah. Zakaria (2010) menggolongkan jenis-jenis kebencanaan geologi,
dimana longsor termasuk ke dalam bencana geologi.
Longsor merupakan bencana geologi yang cukup beresiko, selain gempa bumi,
apabila terjadi pada lereng bukaan terutama pada tambang terbuka seperti di
Tambang Air Laya. Adapun tipe longsoran dapat dikategorikan berdasarkan tipe
material dan tipe pergerakannya. Dikarenakan Intrusi Tambang Air Laya memiliki
material dominan batuan beku, maka yang paling mungkin terjadi ialah longsoran
dengan mekanisme batuan seperti rock fall, rock topple, rock slide, dan lain
sebagainya (lihat Tabel 2.1 sistem klasifikasi longsoran).
Tabel 2.1 Sistem klasifikasi longsor berdasarkan IS4680, 1999, dalam Singh
(2011)
Tipe material
Tipe pergerakan Tanah
Batuan
Dominan Halus Dominan Kasar
Jatuhan Earth fall Debris fall Rock fall
Toppling Earth topple Debris topple Rock topple
Rotasional Earth slump Debris slump Rock slump
Slide Debris block Rock block
Translasional (Planar) Earth block slide
slide slide
Earth slide Debris slide Rock slide
Lateral Earth spread Debris spread Rock spread
Aliran Earth flow Debris flow Rock flow
Soil creep Deep creep
Kompleks Kombinasi dari dua atau lebih tipe pergerakan
18
2.4.5 Kondisi Hidrologi
Kondisi hidrologi sangat penting diketahui, hal ini dikarenakan tekanan air
pori yang berada didalam permukaan bumi (air tanah) dianggap beban bagi lereng
galian (Supandi, 2013). Tekanan air pori saat pembuatan piezometric line dianggap
1/3 jenuh pada lereng tidak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah
hujan) yang dapat pengolahan data menggunakan software Geoslope W/2012.
Menurut Zakaria (2009), kehadiran air tanah dalam tubuh lereng biasanya
menjadi masalah bagi kestabilan. Kondisi ini meningkatkan kadar air tanah, derajat
kejenuhan atau muka air tanah. Kehadiran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan
sifat mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan air pori, yang
berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material tanah
(soil).
19
retaining wall, bendungan, bench dan sebagainya, dimana perekayasaan tersebut
harus didasarkan pada sifat-sifat material
20
2.5.1 Strip Mine
Metode penambangan di PT Bukit Asam Indonesia menggunakan metode
tambang terbuka yaitu Strip Mine atau metode penambangan yang mengikuti
arah perlapisan bahan galian.
21