You are on page 1of 15

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah PT. Bukit Asam (Persero) Tbk.


PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang didirikan pada tanggal 2 Maret 1981 dengan dasar Peraturan Pemerintahan No.
42 tahun 1980 yang berkantor di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Diawali
penyelidikan eksplorasi yang dilakukan oleh bangsa Belanda Pada tahun 1915 sampai
1918 yang dipimpin Ir. Van Haat yang hasilnya menunjukkan ditemukannya
kandungan batubara yang besar dikawasan Bukit Asam mulai berproduksi, wilayah
operasi penambangan pertama dilakukan di area Tambang Air Laya dengan sistem
penambangan tambang bawah tanah. Batubaraynag dihasilkan dihubungkan melalui
pelabuhan Kertapati Palembang melalui kereta api sejauh kurang lebih 165 km dan
jalan darat sejauh kurang lebih 200 km. Seiring dengan berakhirnya kekuasaan
kolonial belanda di tanah air, para karyawan Indonesia kemudian berjuang menuntut
perubahan status tambang menjadi Pertambangan Nasional. Pada 1950 Pemerintah
Republik Indonesia kemudian mengesahkan pembentukan Perusahaan Negara
Tambang Arang Bukit Asam (PNTABA).
Pada tahun 1981. PNTABA berubah status menjadi Perseroan terbatas dengan
nama PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. Dalam rangka
meningkatkan pengembangan industri betubara dengan perseroan. Sesuai dengan
meningkatkan pengembangan ketahanan energi nasional, pada 1993 pemerintah
menugaskan perseroan unntuk mengembangkan usaha briket batubara. Pada tanggal
23 Desember 2002, perseroan mencatatkan diri sebagai perusahaan publik di Bursa
Efek Indonesia dengan kode “PTBA” sejak saat itulah menjadi PT. Bukit Asam
(Persero) Tbk.
Tinjauan dari lembaga yang megurusnya sampai saat ini PT. Bukit Asam
(Persero) Tbk, Secara berturut-turut dikelola oleh lembaga-lembaga yang mengurus
Tambang batubara Bukit Asam diantaranya :

7
a) Tahun 1919 - 1942 oleh Pemerintah Hindia Belanda.
b) Tahun 1942 – 1945 oleh Pemerintahan Militer Jepang.
c) Tahun 1945 – 1947 oleh Pemerintah Belanda (Agresi II)
d) Tahun 1947 – 1949 sampai sekarang oleh pemerintah Republik Indonesia yang
terdiri dari :
1) Tahun 1959 Sampai dengan tahun 1960 oleh Biro Perusahaan Tambang
Negara (BUPTAN) berdasarkan PP No. 86 tahun 1958
2) Tahun 1961 sampai dengan tahun 1967 oleh Badan Pimpinan Umum (BPU)
perusaan-perusaan tambang baubara. BPU juga membawahi tiga perusaan
negara yaitu :
a) PN. Batubara Ombilin di Sumatera Barat
b) PN. Tambang Arang Bukit Asam di Tanjung Enim Sumatera Selatan
c) PN. Tambang Batubara Mahakam di kalimantar Timur.
3) Tahun 1968 s.d 1980 oleh PN. Tambang Batubara berdasarkan PP No. 23
tahun 1968
4) Tahun 1981 sampai dengan sekarang oleh PT. Tambang Batubara Bukit Asam
berdasarkan PP No. 42 tahun 1980.
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, Bertujuan untuk memenuhi permintaan industri
baik dalam maupun luar negeri terutama untuk memasok kebutuhan batubara bagi
PLTU Suralaya, Jawa Barat, Dalam rangka memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut,
maka dikembangkan beberapa site di wilayah IUP PTBA tanjung Enim, yaitu :
a) Tambang Muara Tiga Besar Utara (MTBU), merupakan tambang yang
dioperasikan dengan metode penambangan menggunakan Bucket Wheel
Excavaror (BWE). Site ini telah memasuki wilayah kebupaten lahat yang IUP
nya pun Izin dari Bupati Lahat.
b) Tambang Muara Tiga Besar Selatan (MTBS), merupakan bagian dari Tambang
Muara Tiga Besar yang berada disebalah Selatan. Site ini juga telah memasuki
wilayah Kabupaten Lahaty yang IUP-nya pun izin dari bupati Lahat, yang
dioperasikan dengan metode konvensional

8
c) Tambang Air laya (TAL) merupakan site terbesar di wilaya IUP PTBA yang
dioperasikan teknologi penambangan terbuka secara excavator-truk.
d) Tambang Bangko Barat terdiri dari Pit dan Pit 3 yang dioperasikan dengan
metode kombinasi excavator-truk.
2.2 Keadaan Topografi
Secara umum di lokasi tambang mempunyai topografi berupa daerah perbukitan
dan ketinggian yang meneru dari timur ke barat dengan daerah landai menepati sisi
bagian selatan yaitu dengan daerah yang terdapat aliran sungai-sungai kecil yang
bermuara disungai lawai dan sungai endikat dengan ketinggian ± 50 m diatas
permukaan laut, sedangkan daerah puncak terdapat dibagian barat dengan tinggi ± 90
m

2.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian


Lokasi penelitian terletak pada tambang batubara Pit Tambang Air laya milik PT
Bukit Asam di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan.
Secara geografis daerah penelitian berada pada posisi koordinat 103 36’ 26’’BT
– 103 54’ 34’’BT dan 04 20’ 48’’LS – 04 02’40’’ LS dengan luas daerah penelitian
3000 Ha. Daerah dapat dicapai dari Kota Palembang menggunakan kendaraan roda
empat selama 6 jam perjalanan.

9
(Sumber : Peta Daerah Sumatra, Tahun 2018)

Gambar 2.1 Peta Lokasi Daerah Penelitian

10
2.4 Kondisi Geologi Regional Tanjung Enim
2.4.1 Fisiografi

(sumber : PT Bukit Asam Tbk.Tahun 2018)


Gambar 2.2 Peta geologi regional Tanjung Enim

11
Secara fisiografis bagian selatan dari Sumatera ini dapat dibagi menjadi 4
(empat) bagian, yaitu :
1. Cekungan Sumatera Selatan,
2. Bukit Barisan dan Tinggian lampung,
3. Cekungan Bengkulu, meliputi lepas pantai antara daratan Sumatera dan
rangkaian pulau-pulau di sebelah barat Sumatera, dan
4. Rangkaian kepulauan (fore arc ridge) di sebelah barat Sumatera, yang
membentuk suatu busur tak bergunung-api di sebelah barat P. Sumatera
Berdasarkan konsep Tektonik Lempeng, kedudukan cekungan batubara
Tersier di Indonesia bagian barat berkaitan dengan sistem busur kepulauan. Dalam
sistem ini dikenal adanya cekungan busur belakang, cekungan busur depan dan
cekungan antar busur. Masing-masing cekungan tersebut memiliki karakteristik
endapan batubara yang berbeda antara satu dengan lainnya. Menurut
Koesoemadinata dkk. (1978), semua cekungan batubara Tersier di Indonesia
(termasuk Cekungan Sumatera Selatan) digolongkan jenis cekungan paparan karena
berhubungan dengan kerak benua pada semua sisinya, kecuali Cekungan Kutai dan
Cekungan Tarakan di Kalimantan Timur yang digolongkan sebagai continental
margin.
Daerah penambangan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk termasuk dalam zona
fisiografis cekungan Sumatera Selatan dan merupakan bagian dari antiklinorium
Muara Enim dari Cekungan Sumatera Selatan. Lithologi utama yang dijumpai adalah
Formasi Muara Enim sebagai pembawa batubara yang didominasi batuan lempung
lanau dengan umur mio-pliosen.

2.4.2 Stratigrafi
Geologi regional daerah PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Termasuk ke dalam
Sub Cekungan Palembang yang merupakan bagian dari Cekungan Sumatera Selatan
dan terbentuk pada zaman tersier. Sub Cekungan Sumatera Selatan yang diendapkan
selama zaman kenozoikum terdapat urutan litologi yang terdiri dalam 2 (dua)

12
kelompok, yaitu Kelompok Telisa dan Kelompok Palembang. Kelompok Telisa
terdiri dari Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja dan Formasi
Gumai.Kelompok Palembang terdiri dari Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim
dan Formasi Kasai.
Endapan Tersier pada Cekungan Sumatera Selatan dari yang tua sampai
dengan yang muda dapat dipisahkan menjadi beberapa formasi, yaitu antara lain :

a. Formasi Lahat
Formasi Lahat diendapkan tidak selaras diatas batuan Pra-Tersier pada
lingkungan darat. Formasi ini berumur Oligosen Bawah, tersusun oleh tuff breksi,
lempung tufaan, breksi dan konglomerat.Pada tempat yang lebih dalam, fasiesnya
berubah menjadi serpih, serpih tuffan, batulanau dan batupasir dengan sisipan
batubara. Ketebalan formasi ini berkisar antara 0 sampai 300 meter.

b. Formasi Talang Akar


Formasi ini terdiri dari anggota gritsand (grm) dan anggota transisi lokasi
tipenya di Sumur Limau kurang lebih barat daya Prabumulih dengan nama asal
“Talang Akar Stage”. Anggota gritsand dari batupasir kasar hingga sangat kasar
dengan interkalasi serpih dan lanau yang diendapkan di lingkungan fluviatil hingga
delta.Anggota ini diendapkan tidak selaras di atas formasi lahat selama oligoasen
dalam ketebalan 550 meter.

c. Formasi Baturaja
Formasi ini terdiri dari batugamping terumbu dan batugamping detritus, ke
arah cekungan berubah fasies menjadi serpih, napal dengan sisipan tipis batu
gamping dari formasi gumai.Formasi terletak tidak selaras di atas batuan pra tersier.
Ketebalan formasi ini pada daerah paparan adalah 60 – 75 meter, tetapi apabila
terletak diatas batuan dasar, variasinya akan lebih besar antara 60 – 120 meter,
bahkan pada singkapan bukit Gerbah mencapai 520 meter. Formasi ini berumur
miosen awal.

13
d. Formasi Gumai
Puncak Transgesi pada cekungan Sumatera Selatan dicapai pada waktu
pengendapan Formasi Gumai sehingga formasi ini mempunyai penyebaran yang
sangat luas pada cekungan Sumatera Selatan. Formasi ini diendapkan selaras di atas
Formasi Baturaja dan anggota transisi foraminifera dengan sisipan batupasir
gampingan pada bagian bawah dan sisipan batugamping pada bagian tengah dan
atasnya. Ketebalan formasi ini mencapai 200 – 500 meter.

e. Formasi Air Benakat


Litologi satuan ini adalah serpih gampingan yang kaya akan foraminifera di
bagian bawahnya, makin ke atas dijumpai batupasir yang mengandung gloukonit.
Pada puncak satuan ini pasirnya meningkat, kadang dijumpai sisipan tipis batubara
atau sisa – sisa tumbuhan.Fomasi ini diendapkan pada lingkungan neritik yang
berangsur – angsur menjadi laut dangkal dan prodelta. Diendapkan selaras di atas
Formasi Gumai pada miosen tengah hingga miosen akhir dengan ketebalan kurang
dari 60 meter.

f. Formasi Muara Enim


Merupakan indikasi yang mengandung batubara (coal measure) dicirikan
dengan adanya batulempung, batulanau dan batupasir yang dominan.Di daerah Air
Laya, Formasi Muara Enim tertinggi oleh endapan Sungai Tua secara tidak
selaras.Endapan sungai – sungai yang berumur kuarter ini belum mengalami
pemadatan secara sempurna.

g. Formasi Kasai
Formasi ini dicirikan oleh tufa yang berwarna putih, seperti yang tersingkap di
daerah Suban maupun Klawas. Terdiri dari interbed tuff, batupasir tufaan, batu lanau

14
tufaan, batulempung tufaan dan batubara tipis.Lingkungan pengendapannya dari darat
sampai transisi dengan ketebalan 500 – 1000 meter.

(sumber : PT Bukit Asam Tbk.Tahun 2018)


Gambar 2.3. Fisiografi cekungan Sumatra Selatan (Hutchison, 1996)

15
Gambar 2.4 Kolom stratigrafi cekungan Sumatera Selatan (De Coaster, 1974)

2.4.3 Struktur Geologi


Struktur yang dijumpai pada cekungan Sumatra Selatan adalah lipatan, sesar
dan kekar yang sebagian besar terjadi pada batuan Tersier. Lipatan yang terjadi pada
umumnya berarah baratlaut – tenggara sampai barat-timur, pada batuan yang berumur
Oligosen-Miosen sampai Plio-Plistosen. Sesar turun, berarah baratlaut-tenggara,
terjadi pada batuan yang berumur Oligosen-Miosen sampai Miosen Tengah, dan pada
batuan yang berumur Miosen sampai Plio-Plistosen memiliki arah timurlautbaratdaya
sampai utara-selatan. Kekar yang terjadi pada umumnya berarah timurlaut - baratdaya
sampai timur-barat. Cekungan Sumatra Selatan merupakan bagian dari cekungan
belakang busur Sumatra, dan dipisahkan dari cekungan Sumatra Tengah pada bagian
utara, oleh pegunungan Duabelas/Tigapuluh, yang merupakan singkapan batuan pra-
Tersier, pada bagian selatan dibatasi oleh Tinggian Lampung. Pada bagian barat
Cekungan Sumatera Selatan dibatasi oleh Bukit Barisan dan batas timur berupa
Paparan Sunda.
Struktur yang berkembang didaerah penelitian adalah antiklin yang
membentuk kubah, sesar normal, sesar-sesar minor dengan pola radial, dan sesar
yang tidak menerus sampai bagian bawah dari lapisan batuan yang ada. Hal ini terjadi
sebagai akibat dari intrusi andesit di daerah cadangan, adapun selain intrusi batuan
beku andesit, struktur geologi pada Tambang Air Laya juga dipengaruhi adanya gaya
tektonik pada zaman pliosen dengan arah utama utara-selatan.

16
(sumber : S. Gafoer, T. Cobrie dan J. Purnomo, 1986)

Gambar 2.5 Peta Geologi Regional Lembar Lahat Sumatra Selatan

17
2.4.4 Kebencanaan Geologi
Secara konsep, bencana alam ialah fenomena alam yang menyebabkan kerugian
materi maupun non-materi terhadap manusia, salah satu dari bencana alam ialah
bencana geologi yang merupakan bencana alam sebagai akibat dari kondisi geologis
di suatu daerah. Zakaria (2010) menggolongkan jenis-jenis kebencanaan geologi,
dimana longsor termasuk ke dalam bencana geologi.
Longsor merupakan bencana geologi yang cukup beresiko, selain gempa bumi,
apabila terjadi pada lereng bukaan terutama pada tambang terbuka seperti di
Tambang Air Laya. Adapun tipe longsoran dapat dikategorikan berdasarkan tipe
material dan tipe pergerakannya. Dikarenakan Intrusi Tambang Air Laya memiliki
material dominan batuan beku, maka yang paling mungkin terjadi ialah longsoran
dengan mekanisme batuan seperti rock fall, rock topple, rock slide, dan lain
sebagainya (lihat Tabel 2.1 sistem klasifikasi longsoran).

Tabel 2.1 Sistem klasifikasi longsor berdasarkan IS4680, 1999, dalam Singh
(2011)

Tipe material
Tipe pergerakan Tanah
Batuan
Dominan Halus Dominan Kasar
Jatuhan Earth fall Debris fall Rock fall
Toppling Earth topple Debris topple Rock topple
Rotasional Earth slump Debris slump Rock slump
Slide Debris block Rock block
Translasional (Planar) Earth block slide
slide slide
Earth slide Debris slide Rock slide
Lateral Earth spread Debris spread Rock spread
Aliran Earth flow Debris flow Rock flow
Soil creep Deep creep
Kompleks Kombinasi dari dua atau lebih tipe pergerakan

18
2.4.5 Kondisi Hidrologi
Kondisi hidrologi sangat penting diketahui, hal ini dikarenakan tekanan air
pori yang berada didalam permukaan bumi (air tanah) dianggap beban bagi lereng
galian (Supandi, 2013). Tekanan air pori saat pembuatan piezometric line dianggap
1/3 jenuh pada lereng tidak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah
hujan) yang dapat pengolahan data menggunakan software Geoslope W/2012.
Menurut Zakaria (2009), kehadiran air tanah dalam tubuh lereng biasanya
menjadi masalah bagi kestabilan. Kondisi ini meningkatkan kadar air tanah, derajat
kejenuhan atau muka air tanah. Kehadiran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan
sifat mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan air pori, yang
berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material tanah
(soil).

2.4.6 Kondisi Geoteknik


Keadaan geoteknik berkaitan erat dengan keadaan geologi, hal ini dilihat dari
karakteristik dan sifat pembentukan tanah/batuan. Menurut Yadi dkk (2015),
geoteknik merupakan salah satu faktor yang sangat diperhatikan dalam
perencanaan/desain tambang. Data geoteknik yang digunakan harus digunakan secara
benar dengan kewaspadaan dan dengan asumsi-asumsi serta batasan-batasan yang ada
untuk dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan.
Pada sistem penambangan secara terbuka (open pit), sudut kemiringan (angle)
merupakan salah satu faktor utama yang memepengaruhi bentuk dari final pit dan
lokasi dari jenjang-jenjangnya. Hal ini dilihat dari keadaan geologinya dan beberapa
faktor lainnya. (Yadi dkk, 2015).
Balfas (2015), geoteknik adalah cabang teknik sipil yang mempelajari
struktur dan sifat berbagai macam tanah maupun batuan dalam menopang suatu
bangunan yang akan berdiri diatasnya. Geoteknik membahas tentang perekayasaan
(mekanika) suatu bangunan sipil seperti pondasi, jalan, terowongan, basement,

19
retaining wall, bendungan, bench dan sebagainya, dimana perekayasaan tersebut
harus didasarkan pada sifat-sifat material

2.5 Sistem Penambangan


Saat ini PT Bukit Asam Indonesia menerapkan sistem penambangan yaitu
tambang terbuka. Sistem tambang terbuka di PT Bukit Asam Indonesia diterapkan
pada tambang terbuka TAL (Tambang Air Laya), Bangko, dan MTB (Muara Tiga
Besar).

(Sumber : Dokumentasi Lapangan)

Gambar 2.6 Tahapan Penambangan di PT. Bukit Asam

20
2.5.1 Strip Mine
Metode penambangan di PT Bukit Asam Indonesia menggunakan metode
tambang terbuka yaitu Strip Mine atau metode penambangan yang mengikuti
arah perlapisan bahan galian.

(Sumber gambar : Hasil dokumentasi Penulis)


Gambar 2.7 Bentuk penambangan PT Bukit Asam (Strip mine)

21

You might also like