Professional Documents
Culture Documents
Bab II Salin Nifas
Bab II Salin Nifas
B. PERSALINAN
1. Pengertian
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi
pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai
adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan
menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan
berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika
kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (APN, 2008:39).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam, tanpa
komplikasi pada ibu maupun janin (Saifuddin, 2001:100).
2. Tanda Gejala
Sebelum terjadi persalinan, beberapa minggu sebelumnya wanita
memasuki kala pendahuluan, dengan tanda-tanda sebagai berikut.
a. Terjadi lightening
Menjelang minggu ke-36 pada primigravida,terjadi penurunan fundus
uterus karena kepala bayi sudah masuk ke dalam panggul.
b. Terjadinya his permulaan.
Pada saat hamil sering terjadi kontraksi Braxton Hicks yang bersifat
nyeri ringan berdurasi pendek yang datang tidak teratur dan tidak
bertambah bila beraktivitas serta tidak ada perubahan pada serviks.
c. Perut kelihatan melebar, fundus uteri turun.
d. Perasaan sering atau susah buang air kecil karena kandung kemih
tertekan oleh bagian terbawah janin.
e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah,
kadang bercampur darah (bloody show).
34
4. Faktor Persalinan
a. Power (tenaga)
Kekuatan yan mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot
perun, diafragma dan aksi dari ligamen. Kekuatan primer yang diperlukan
dalam persalianan adalah his, sedangkan kekuatan skundernya adalah
tenaga meneran ibu
b. Passage (jalan lahir)
Jalan lahir terdiri atas panggul ibu yakni bagian tulang yang padat, Dasar
panggul, vagina, introitus. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya
terhadap jalan lahir yang relatif kaku, oleh karena itu ukuran dan bentuk
panggul harus ditentukan sebelumpersalinan dimulai.
c. Passanger (janin dan plasenta)
Cara penumpang (passanger) tau janin bergerak di sepanjang jalan lahir
merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yaitu ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Plesenta juga harus melalui jalan
lahir sehingga dapat juga dianggap sebagai penumpang yang menyertai
janin.
d. Psikis (psikologi)
Faktor psikologis meliputi hal hal sebagai berikut :
1) Melibatkan psikologi ibu, emosi, dan persiapan intelektual
2) Pengalaman melahirkan bayi sebelumnya
3) Kebiasaan adat
38
6. Tahapan Persalinan
KALA I
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur
dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10
cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
a. Fase laten
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan da pembukaan
serviks secara bertahap. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4
cm dan pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
b. Fase Aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
(kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam
39
waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih. Dari pembukaan
4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan
kecepatan rata-rata 1 cm per jam (multipara atau primipara) atau lebih dari
hingga 2 cm (multipara) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin (APN,
2008:40).
KALA II
Kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap sampai bayi lahir.
Proses ini biasanya berlagsung 2 jam pada primigarvida dan 1 jam pada
multigravida. Diagnosis persalinan kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan
dalam yang menunjukkan pembukaan serviks sudah lengkap dan terlihat bagian
kepala bayi pada introitus vagina
Tanda dan gejala kala II persalinan:
1. His semakin kuat, dengan interval 2-3 menit
2. Ibu merasa ingin meneran bersama dengan terjadinya kontraksi.
3. Ibu merasakan adanya peningkatan pada rektum dan vaginanya.
4. Perineum menonjol.
5. Vulva-vagina dan spingter ani terlihat membuka.
6. Peningkatan pengeluaran lendir bercampur darah (Rohani, 2011:7).
40
KALA III
Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi
lahir (Rohani, 2011:8).
Tanda-tanda lepasnya plasenta mancakup beberapa atau semua hal dibawah
ini :
1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum
miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat (diskoid) dan tinggi
fundus berada 3 jari dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta
terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah alpukat dan
fundus setinggi pusat
2. Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda
Ahfeld)
3. Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul di
retroplasenter (diantara tempat implantasi dan permukaan maternal plasenta)
akan melepas plasenta (dengan gaya gravitasi) dari tempat perlekatannya di
dinding uterus (APN, 2008:100).
tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah
uterus (di atas simfisis pubis). Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan
jalan memilin keduanya akan membantu mencegah tertinggalnya selaput
katuban di uterus dan jalan lahir.
3. Rangsangan taktil (masase) fundus uteri
Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada
fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam
waktu 15 detik, lakukan panatalaksanaan atonia uteri. Periksa kontraksi uterus
setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit
selama satu jam kedua. (APN, 2008: 101)
Gambar 2.1
PTT dan dorso-kranial pada segmen bawah rahim
(Sumber: JNPK-KR. 2012. ASUHAN PERSALINAN NORMAL. Penerbit: USAID,
Jakarta)
Gambar 2.2
Masase Fundus Uteri
(Sumber: WHO, 2013. ASUHAN PERSALINAN NORMAL. Penerbit: USAID, Jakarta)
42
KALA IV
Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah proses
tersebut. Observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kesadaran
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan pernapasan
3. Kontraksi uterus
4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya
tidak melebihi 400-500 cc. (Rohani, 2011: 9)
Gambar 2.3
Derajat Laserasi Perineum
(Sumber:WHO, 2008. ASUHAN PERSALINAN NORMAL. Penerbit: USAID, Jakarta)
43
Untuk ibu :
e. Menggelar kain di bawah perut ibu.
f. Menyiapkan oksitosin 10 unit.
g. Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3.Pakai celemek plastik atau dari bahan yang tidak tembus cairan
4.Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan
tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
5.Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa
dalam.
6.Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai
sarung tangan DTT atau Steril dan pastikan tidak terjadi kontaminasi pada
alat suntik.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda
(relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas normal (120-160
x/menit).
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam, DJJ, semua temuan
pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke dalam partograf.
g. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah
pembukaan lengkap dan dipimpin meneran > 120 menit (2 jam) pada
primigravida atau > 60 menit (1 jam) pada multigravida.
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam selang
waktu 60 menit.
Lahirnya Bahu
22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan
kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus
pubis dan kemudian gerakkan ke arah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
27. Periksa kembali uterus untukmemastikan hanya satu bayi yang lahir
(hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemeli).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi
dengan baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (IM)
di 1/3 distal lateral paha (dilakukan aspirasi sebelum menyuntikkan
oksitosin).
30. Setelah 2 menit sejjak bayi (cukup bulan) lahir, pegang talipusat dengan
satu tangan pada sekitar 5 cm dari pusar bayi, kemudian jari telunjuk dan
jari tengah tangan lain menjepit tali pusat dan geser hingga 3 cm proksimal
dari pusar bayi. Klem tali pusat pada titik tersebut kemudian tahan klem
ini pada posisinya, gunakan jari telunjuk dan tengah tanagan lain untuk
mendorong isi tali pusat ke arah ibu (sekitar 5 cm) dan klem taki pusat pda
sekitar 2 cm distal dari klem pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat.
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut
bayi). Dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara dau klem tersebut.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan lagi benang tersebut dan ikat tali pusat dengan simpul kunci
pada sisi lainnya.
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
32. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu-bayi.
Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya
usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih
rendah dari puting susu atau aerola mame ibu.
a. Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, passang topi di kepala
bayi.
b. Biarkan bayi melakukan kontak kuli ke kulit di dada inu paling sedikit
1 jam.
c. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam waktu 30-60
menit. Menyusu untuk pertama kali akan berlangsung sekitar 10-15
menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.
49
d. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
berhasil menyusu.
Mengeluarkan Plasenta
36. Bila pada penekanan pada bagian bawah dinding depan uterus ke arah
dorsal ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat kearah distal maka
lanjutkan dorongan ke arah kranial hingga plasenta dapat dilahirkan.
a. Ibu boleh meretan tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan ditarik
secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi) sesuai dengan sumbu
jalan lahir ( ke arah bawah-sejajar lantai-atas).
b. jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak
sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
c. Jika pasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :
1) Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
2) Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptik) jika kandung kemih
penuh.
3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
4) Ulangi tekanan dorso-kranial dan penegangan tali pusat 15 menit
berikutnya.
50
5) Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejk bayi lahir atau terjadi
perdarahan maka segerakan lakukan tindakan plasenta manual.
37. Saat plsenta muncul di introitus vagina lairkan plasenta dengan kedua
tanagan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin
kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah
disediakan.
a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tanagn DTT/steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan
atau klem ovum DTT/steril untuk mengeluarkan slaput yang tertinggal.
menit. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, keringkan
tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
Evaluasi
43. Pastikan kandung kemih kosong.
44. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
45. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
46. Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik.
47. Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-
69 kali/ menit)
a. Jika bayi sulit bernapas, merintih, atau retraksi, diresusitasi dan segera
merujuk kerumah sakit.
b. Jika bayi napas terlalu cepat atau sesak, segera rujuk ke RS rujukan.
c. Jika kaki teraba dingin, pastika ruangan hangat. Lakukan kembali
kontak kulit ibu ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam satu selimut.
55. Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk melakukan pemeriksaan fisik bayi.
56. Dalam satu jam pertama, beri salep/tetes mata profilaksis infeksi, vit. K 1 1
mg IM di paha kiri lateral,pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pernapasan
bayi (normal 40-60 kali/menit) dan temperatur tubuh (normal 36,5-37.5°C)
setiap 15 menit.
57. Setelah satu jam pemberian vit. K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B
di paha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar
sewaktu-waktu dapat disusukan.
58. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam di dalam
larutan klorin 0.5% selama 10 menit.
59. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan
dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
Dokumentasi
60. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa TTV dan
asuhan kala IV persalinan. (Prawirohardjo, 2014:341-347)
53
C. NIFAS dan KB
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas atau peurperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan
pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan
pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta
penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarabgkan kehamilan,
imunisasi, dan nutrisi bagi ibu (Prawirohardjo, 2014: 356).
Tujuan asuhan masa nifas yaitu :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, Keluarga Berencana (KB), menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat
d. Memberikan pelayanan KB
(Saifudin dkk, 2001:122)
Tabel 2.9
Kunjungan Masa Nifas
c. Peurperium remote
55
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila
ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Dewi dan
Sunarsih, 2011:4).
2) Curah jantung
57
b. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat
mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidur dan
membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Ibu postpartum sudah
diperbolehkan bangun dan tempat tidur selama 24-48 jam postpartum.
Keuntungannya yaitu: merasa lebih sehat dan lebih kuat, faal usus dan
kandung kemih menjadi lebih baik, memungkinkan bidan untuk memberikan
bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat bayinya dan lebih sesuai
dengan keadaan Indonesia.
Ambulasi dini dilakukan secara perlahan namun meningkat secara
berangsur-angsur, mulai dari jalan-jalan ringan dari jam ke jam sampai
hitungan hari hingga pasien dapat melakukannya sendiri tanpa pendamping
sehingga tujuan memandirikan pasien dapat terpenuhi (Saleha, 2009:72).
c. Eliminasi
Setelah ibu melahirkan, terutama bagi ibu yang pertama kali melahirkan
akan terasa pedih bila BAK. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh iritasi
pada uretra sebagai akibat persalinan sehingga penderita takut BAK. Semakin
lama urine ditahan, maka dapat mengakibatkan infeksi. Maka dari itu bidan
harus dapat meyakinkan ibu supaya segera buang air kecil, karena biasany ibu
malas buang air kecing karena takut akan merasa sakit. Segera buang air kecil
setelah melahirkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi
post partum.
60
Buang Air Besar (BAB) harus ada dalam 3 hari postpartum. Bila ada
obstipasi dan timbul feses yang mengeras tertimbun di rektum, akan terjadi
febris. Buang air besar tidak akan memperparah luka jalan lahir, maka dari itu
buang air besar tidak boleh ditahan-tahan. Untuk memperlancar buang air
besar, anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat dan minum air
putih (Saleha, 2009:73).
d. Personal hygiene
Seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi pada masa postpartum. Oleh
karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi.
Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk
tetap dijaga
Ada beberapa langkah dalam perawatan diri ibu post partum, antara lain :
1) Jaga kebersihan seluruh tubuh ibu untuk mencegah infeksi dan alergi
kulit pada bayi.
2) Membersihakan daerah kelamin dengan sabun dan air, yaitu dari daerah
depan ke belakang, baru setelah itu anus.
3) Mengganti pembalut minimal 2 kali dalam sehari.
4) Mencuci tangan denag sabun dan air setiap kali selesai membersihkan
daerah kemaluan
5) Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untuk menyentuh daerah luka
agar terhindar dari infeksi sekunder (Saleha, 2009:73).
f. Aktivitas seksual
Dinding vagina kembali pada keadaan sebelum hamil dalam waktu 6-8
minggu. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina
tanpa rasa nyeri (Dewi dan Sunarsih, 2011:77).
4) Implan
a) Implan berisi progestin, dan tidak mengganggu produksi ASI
b) Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pascasalin,
pemasangan implan dapat dilakukan setiap saat tanpa kontrasepsi
lain bila menyusui penuh ( full breastfeeding )
c) Bila lebih dari 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid,
pemasangan dapat dilakukan saja kapan saja tetapi menggunakan
kontrasepsi lain atau jangan melakukan hubungan seksual selama 7
hari
d) Masa pakai dapat mencapai 3 tahun ( 3-keto-desogestrel ) hingga 5
tahun (levonogestrel)
5) Suntikan Progestin
a) Suntikan progestin tidak mengganggu produksi ASI
b) Jika ibu tidak menyusui, suntikan dapat segera dimulai
c) Jika ibu menyusui, suntikan dapat dimulai setelah 6 minggu
pascasalin
d) Jika ibu tidak menyusui, dan sudah lebih dari 6 minggu pascasalin,
atau sudah dapat haid, suntikan sudah dapat dimulai setelah yakin
tidak ada kehamilan
e) Injeksi diberikan setiap 2 bulan (depo noretisteron enantat) atau 3
bulan (medroxiprogesteron asetat).
6) Minipil
a) Minipil berisi progestin dan tidak mengganggu produksi ASI
b) Pemakaian setiap hari, satu trip untuk satu bulan
7) Kondom
a) Pilihan kontrasepsi untuk pria
b) Sebagai kontrasepsi sementara
(Kemenkes RI, 2013)
c. Kontrasepsi Progestin
63
Metode ini sangat efektif dan aman, dapat dipakai oleh semua perempuan
dalam usia reproduksi, kembalinya kesuburan lebih lambat (rata-rata 4 bulan),
serta cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan produksi ASI.
1) Jenis Kontrasepsi Progestin
Tersedia dua jenis kontrasepsi suntikan menurut yang hanya mengandung
progestin, yaitu:
a) Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera), mengandung 150
mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik secara
intramuskular (di daerah bokong)
b) Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200
mg Noretisteron Enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara
disuntik secara intramuskular
3) Efektivitas
Kontrasepsi progestin memiliki efektivitas yang tinggi dengan 0,3
kehamilan per 100 perempuan per tahun asal penyuntikannya dilakukan
secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan.
4) Keuntungan
a) Sangat efektif
b) Pencegahan kehamilan jangka panjang
c) Tidak berpengaruh terhadap hubungan suami istri
d) Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius
terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah
e) Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI
64
a) Usia reproduksi
b) Nulipara dan yang telah memiliki anak
c) Menghendakai kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki
efektivitas tinggi
d) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai
e) Setelah melahirkan tidak menyusui
f) Setelah abortus atau keguguran
g) Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi
h) Perokok
i) Tekanan darah <180/110, dengan masalah gangguan pembekuan
darah atau anemia bulan sabit
j) Menggunakan obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat
tuberkulosis (rifampisin)
k) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen
l) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi
m) Anemia defisiensi besi
n) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh
menggunakan pil kontrasepsi kombinasi
c) Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diberikan setiap saat,
asalkan saja ibu tersebut tidak hamil. Selama 7 hari setelah suntikan
tidak boleh melakukan hubungan seksual
d) Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin
mengganti dengan kontrasepsi suntukan. Bila ibu telah menggunakan
kontrasepsi hormonal sebelumnya secara benar, dan ibu tersebut
tidak hamil, suntikan pertama dapat segera diberikan. Tidak perlu
menunggu sampai haid berikutnya datang.
e) Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin
menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi,
kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal
kontrasepsi suntikan yang sebelumnya.
f) Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ingin
menggantinya dengan kontrasepsi hormonal, suntikan pertama
kontrasepsi hormonal yang aka diberikan dapat segera dberikan, asal
saja ibu tidak hamil, dan pemberiannya tidak perlu menunggu haid
berikutnya datang. Bila ibu disuntik setelah 7 hari haid, ibu tersebut
selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan
seksual.
g) Ibu ingin mengganti AKDR dengan kontrasepsi hormonal. Suntika
pertama dapat diberikan pada hari pertama sampai hari ke-7 siklus
haid, atau dapat diberikan setiap saat setelah hari ke-7 siklus haid,
asal saja yakin ibu tersebut tidak hamil.
h) Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur. Suntukan
pertama dapat diberikan setiap saat, asal saja ibu tersebut tidak
hamil, dan selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan
hubungan seksual.
(Saifuddin, 2010: MK-41–MK-44).