Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kasus Choledocholitiasis
Laporan Kasus Choledocholitiasis
“CHOLEDOCHOLITIASIS”
Disusun Oleh :
Wisnu Pradhana Merta
N 111 19 074
Pembimbing :
dr. Agung Kurniawan, Sp.B-KBD, M.Kes
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan membran
mukosa yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.1 ikterus obstruktif merujuk
pada sumbatan dari saluran-saluran yang menyalurkan empedu dari hepar ke
kandung empedu maupun dari kandung empedu ke usus halus. Hal ini dapat
terjadi pada berbagai tingkatan dalam sistem bilier. Choledocholithiasis
adalah adanya batu di dalam saluran empedu common bile duct (CBD). 1
Batu pada CBD dapat dialami sebagai suatu proses primer pemadatan
pada duktus koledokus, namun batu tersebut bisa saja merupakan batu
sekunder yang berasal dari kandung empedu yang melewati duktus sistikus
dan menjadi batu saluran empedu ekstrahepatik.2,3
Masalah pada penyakit gallblader merupakan penyebab kematian ke
dua puluh empat di dunia dan penyebab kematian ke tiga puluh satu
akibat kanker di Indonesia. Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20
juta orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil otopsi
menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada
wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. 4
Pasien dengan ikterus obstruksi karena batu pada CBD datang dengan
keluhan kuning yang muncul tiba-tiba dan disertai dengan nyeri pada kuadran
kanan atas perut.4 kolesistostomi merupakan penanganan awal pada ikterus
obstruksi, bertujuan sebagai penanganan awal terhadap pasien yang belum
dapat dilakukan kolesistektomi. Setelah gejala teratasi dan kondisi pasien
stabil, terapi definitive berupa pengangkatan gallbladder dapat dilakukan.5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Choledocholithiasis adalah satu atau lebih batu empedu di saluran
empedu. Biasanya ini terjadi sebagai akibat dari pembentukan batu di
saluran empedu atau lewatnya batu empedu yang terbentuk di kantong
empedu ke dalam CBD. Stasis empedu, baktibilia, ketidak seimbangan
kimia, peningkatan ekskresi bilirubin, ketidakseimbangan pH, dan
pembentukan lumpur adalah beberapa faktor yang menyebabkan
pembentukan batu-batu ini.1,2,3
Choledocholithiasis merupakan adanya batu dalam saluran
empedu dan merupakan suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan
berbagai komplikasi. Pada umumnya komposisi utama batu adalah
kolesterol.6,7 Letak batu di saluran empedu yaitu di : saluran
empedu utama atau di ductus choledochus
(choledocholithiasis), di saluran sistikus (sistikolitiasis)
jarang sekali ditemukan dan biasanya bersamaan dengan batu di
dalam kandung empedu, dan di saluran empedu intrahepatal
(intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.8
Ikterus berasal dari bahasa yunani ikteros atau perancis jaunisse yang
berarti sebuah sindrom yang ditandai dengan hiperbilirubinemia dan
penumpukan pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan sklera dengan
akibat pasien tampak kuning. Ikterus sendiri merupakan tanda dari
penyakit yang mendasarinya.secara umum ikterus yang disebabkan oleh
obstruksi dapat dibedakan menjadi ikterus intrahepatik serta ekstrahepatik.
Ikterus ekstrahepatik dapat disebabkan oleh penyumbatan pada berbagai
tingkatan saluran bilier. Sumbatan oleh batu pada saluran CBD merupakan
3
salah satu penyebabnya. Batu CBD atau choledocolithiasis adalah
didapatkannya batu empedu pada saluran empedu yaitu pada duktus
koledokus.5,9
Batu saluran empedu atau koledokolitiasis adalah suatu penyakit
dimana terdapat batu empedu di dalam duktus koledokus. Batu ini dapat
kecil atau besar, tunggal atau multiple, ditemukan 6 – 12% pasien dengan
batu kandung empedu.5
Gambar 1.
Lokasi Batu Saluran Empedu5
2.2 ANATOMI
4
2.2.1 Vesica Fellea
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah
advokat yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang
sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu tertutup
seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung
empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum.
Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh
batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut
kantong Hartmann.1
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus
berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan
permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
komunis membentuk duktus koledokus.9
2.1.2 Ductus
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm.
Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup
spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu masuk kedalam
kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya. Saluran empedu
ekstrahepatik terletak didalam ligamentum hepatoduodenale yang
batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla
Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari
saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang
meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke
duktus lobaris dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.1
5
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-
4 cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi,
bergantung pada letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus
berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pankreas dan
dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di sebelah
medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot
sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum.
Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama oleh
duktus koledokus di dalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.1
Saluran bilier ekstrahepatik terdiri atas percabangan dari duktus
hepatikus kiri dan duktus hepatikus kanan, duktus hepatikus komunis,
duktus koledokus(CBD), duktus sistikus serta gallbladder. Duktus
hepatikus komunis terletak ekstrahepatik dan anterior dari percabangan
vena porta hepatika. Duktus hepatikus komunis menggantung didepan
dari ligamentum hepatoduodenal dan menyatu dengan duktus sistikus
untuk membentuk duktus koledokus(CBD). CBD memanjang dari
pertemuan antara duktus sistikus dan duktus hepatikus komunis kearah
inferior menuju papilla Vater yang berhubungan dengan duodenum.
Panjang CBD bervariasi mulai 5cm sampai 9cm tergantung pada
penyatuannya dengan duktus sistikus dan pembagiannya ke tiga
segmen; supraduodenal, retroduodenal, dan intrahepatika. Bagian
distal duktus koledokus berhubungan dengan duktus pankreatikus
diluar dari duodenum.2
6
Gambar 2. Anatomi Sistem Bilier2
2.1.3 Perdarahan
7
Gambar 3. Vaskularisasi kandung empedu (a). Arteri hepatika dextra
(b). Arteri koledokus dextra (c). Arteri retroduodenal (d). Cabang
sinistra arteri hepatika (e). Arteri hepatika (f). Arteri koledokus sinistra
(g). Arteri hepatika komunis (h). Arteri gastroduodenal.9
8
a.hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam
vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga
berjalan antara hati dan kandung empedu.9
2.3 FISIOLOGI
Gambar 4.
10
memasuki saluran perilobular atau intralobular yang lebih besar. Radikal
bilier terkecil ini berdiameter kurang dari 15 hingga 20 μm, dengan lumen
yang dikelilingi oleh sel epitel kuboid. Pada tingkat paling proksimal, satu
atau lebih sel duktular berbentuk fusiform dapat berbagi lumen kanalikuli
dengan hepatosit; lambat laun, duktula menjadi dibatasi oleh 2 sampai 4 sel
epitel kuboid saat mendekati kanal portal. Empedu mengalir dari sel lobular
sentral menuju triad portal (dari zona 3 ke zona 1 asinus hati). Duktula
empedu terminal diperkirakan berkembang biak sebagai akibat dari obstruksi
saluran empedu ekstrahepatik kronis.5
11
Gambar 5 : Ultrastruktur dari saluran empedu interlobular. Duktus dilapisi olehlapisan
sel epitel berbentuk kubus yang disatukan oleh persimpangan ketat ( panah panjang ) dan
menunjukkan arsitektur mikrovillar pada permukaan luminalnya ( panah pendek ).5
Saluran hati umum muncul dari porta hepatis setelah penyatuan saluran
hati kanan dan kiri, masing-masing panjangnya 0,5 sampai 2,5 cm ( Gambar 6 ).
Pertemuan dari saluran hati kanan dan kiri berada di luar hati pada sekitar 95%
kasus; tidak biasa, saluran bergabung di dalam hati, atau saluran hati kanan dan kiri
tidak bergabung sampai saluran kistik bergabung dengan saluran hati kanan.
Karena saluran hati meninggalkan porta hepatis, mereka berada di dalam 2 lapisan
serosa ligamentum hepatoduodenal. Selubung jaringan fibrosa ini mengikat
saluran hati ke pembuluh darah yang berdekatan. Pada orang dewasa, saluran hati
umum sekitar 3 cm dan bergabung dengan saluran kistik, biasanya di sisi
kanannya, untuk membentuk saluran empedu yang umum (atau hanya saluran
empedu). Panjang dan sudut sambungan duktus sistikus dengan duktus hepatika
umum adalah bervariasi. Duktus kistik memasuki duktus hepatika umum langsung
pada 70% pasien; sebagai alternatif, saluran kistik dapat berjalan anterior atau
posterior ke saluran empedu dan spiral di sekitarnya sebelum bergabung dengan
12
saluran empedu di sisi medialnya. Duktus kistik dapat juga sejajar dengan duktus
hepatika umum selama 5 sampai 6 cm dan masuk setelah berjalan posterior ke
bagian pertama duodenum.5
13
anastomosis yang memungkinkan pertukaran bahan antara saluran empedu
yangbesar.5
14
keunggulan, papilla duodenum. Pada 10% hingga 15% pasien, saluran
empedu dan pankreas terbuka secara terpisah ke dalam duodenum. Saluran
empedu mengecil dengan diameter 0,6 cm atau kurang sebelum
penyatuannya dengan saluran pankreas.5
15
gastroduodenal memasok saluran empedu. Bagian supraduodenal dari saluran
disuplai oleh pembuluh darah yang berjalan di sepanjang dinding inferior
dari arteri retroduodenal dan superior dari arteri hepatik kanan. Cedera pada
pembuluh darah ini dapat menyebabkan iskemia saluran empedu dan
penyempitan.5
Pleksus kapiler yang luar biasa kaya mengelilingi saluran empedu saat
melewati saluran portal. Darah yang mengalir melalui pleksus peribiliary
bermuara ke sinusoid hepatik melalui cabang interlobular dari vena porta.
Pleksus peribiliaris dapat memodifikasi sekresi bilier melalui pertukaran dua
arah protein, ion anorganik, dan asam empedu antara darah dan empedu.
Karena darah mengalir ke arah (dari yang besar menuju saluran kecil) yang
berlawanan dengan aliran empedu, pleksus peribiliaris menyajikan aliran arus
balik dari zat yang diserap empedu ke hepatosit. 5
Pembuluh limfatik dari bagian hati, kistik, dan proksimal dari saluran
16
empedu kosong ke kelenjar di hilus hati. Pengeluaran limfatik dari bagian
bawah saluran empedu mengalir ke kelenjar di dekat kepala pankreas.
18
Gambar 7a. Kontraksi sfingter Oddi dan pengisian empedu ke kandung
empedu.4
Gambar 7b. Relaksasi sfingter Oddi dan pengosongan kandung empedu.4
19
2.3.5 Garam Empedu
Fungsi garam empedu adalah:
a) Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang
terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar
dapat dipecah menjadi partikel- partikel kecil untuk dapat dicerna
lebih lanjut.
b) Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan
vitamin yang larut dalam lemak.4
Prekursor dari garam empedu adalah kolesterol. Garam empedu
yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90%)
garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh
mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses
dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi
disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah
tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi
garam empedu akan terganggu. 4
2.3.6 Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi
heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti
pyrole menjadi biliverdin yang segera berubah menjadi bilirubin
bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian
bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan
misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4
Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu.
20
Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hati: bagian awal disekresikan oleh sel-sel
fungsional utama hati, yaitu sel hepatosit; sekresi awal ini mengandung sejumlah
besar asam empedu, kolesterol dan zat-zat organik lainnya. Kemudian empedu
disekresikan kedalam kanalikuli biliaris kecil yang terletak diantara sel- sel hati (2)
kemudian empedu mengalir didalam kanalikuli menuju septa interlobularis, tempat
kanalikuli mengeluarkan empedu kedalam kanalis biliaris terminal kemudian secara
progresif ke dalam duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan
duktus hepatika komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan kedalam
duodenum atau dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam melalui
duktus sistikus ke dalam kandung empedu. 4
2.4 EPIDEMIOLOGI
22
Insidensi koledokolitiasis meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Sekitar 25% pasien usia lanjut yang dilakukan kolesistektomi memiliki
batu pada CBD (common bile duct) nya. Terbentuknya batu pada saluran
empedu dapat disebabkan karena adanya stasis bilier yang dapat
disebabkan oleh striktur, stenosis papilla, tumor atau batu sekunder
lainnya.
Koledokolitiasis telah ditemukan pada 4,6% hingga 18,8% pasien
yang menjalani kolesistektomi. Insiden choledocholithiasis pada pasien
dengan cholelithiasis meningkat seiring bertambahnya usia. Kolelitiasis
lebih sering terjadi pada pasien wanita, pasien hamil, pasien lanjut usia,
dan pasien dengan kadar lipid serum yang tinggi. Batu kolesterol
biasanya ditemukan pada pasien obesitas dengan aktivitas fisik rendah
atau pasien yang baru saja kehilangan berat badan dengan sengaja. Batu
pigmen hitam ditemukan pada pasien dengan sirosis, pasien yang
menerima nutrisi parental total, dan pada mereka yang telah menjalani
reseksi ileum. Faktor nukleasi, seperti bakteri, adalah sumber pigmen
coklat primer batu saluran empedu.5,6
Di negara Asia prevalensi koledokolitiasis berkisar
antara 3% sampai 10 %. Berdasarkan data terakhir prevalensi
koledokolitiasis di Negara Jepang 3,2%, China 10,7%, India
Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0%. Angka kejadian
koledokolitiasis di Indonesia diduga tidak berbeda jauh
dengan angka negara lain di Asia Tenggara. Di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 didapatkan 101
kasus kolelitiasai/koledokolitiasis yang dirawat.
Koledokolitiasis terutama ditemukan di negara Barat, namun
frekuensinya di negara-negara Afrika dan Asia terus
23
meningkat selama abad ke 20. Di Tokyo angka kejadian
penyakit ini telah meningkat manjedi dua kali lipat sejak
tahun 1959.5
Penyebab koledokoliasis/kolelitiasis dipengaruhi oleh
umur dan jenis kelamin. Terdapat peningkatan kejadian yang
progresif berhubungan dengan peningkatan usia seseorang,
dimana usia 40 tahun ke atas lebih beresiko dibanding usia
dibawah 40 tahun sedangkan jenis kelamin perempuan lebih
rentan dari pada pria yang dipengaruhi oleh hormone
endogen. Di Amerika serikat 5%- 6%populasi yang berusia
kecil dari 40 tahun menderita koledokoliasis/kolelitiasi,
dan pada populasi besar dari 80 tahun angka kejadian
koledokoliasis/kolelitiasis menjadi 25%-30%. Amerika
Serikat memiliki prevalensi yaitu 7,9% pada laki-laki lebih
tinggi dibanding perempuan 16,6% menurut National Health and
Nutrition ezamination Survey (NHANES III).5
24
usia, faktor ras (keturunan asia), kondisi inflamasi kronis dan
kemungkinan hipotiroid.5
3. Usia
2.6 ETIOLOGI
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui
dengan sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3
Terdapat dua mekanisme pembentukan batu pada CBD yaitu primer dan
sekunder;
1. Batu CBD primer merupakan batu yang terbentuk secara de novo pada
duktus hepatikus ataupun duktus koledokus, kejadian ini terjadi lebih
sering pada keturunan Asia dibandingkan keturunan Barat, batu ini
biasanya berwarna cokelat kekuningan dengan konsistensi seperti
lumpur; secara biokimia batu ini tersusun atas kalsium bilirubinat
yang tercampur dengan sejumlah kolesterol dan garam kalsium.
Penyebabnya masih belum dapat diduga secara pasti namun infeksi
bakteri serta statis bilier diperkirakan merupakan dua faktor penyebab
yang utama.3
26
2. Batu CBD sekunder merupakan batu yang berasal dari kandung
empedu komposisinya identik dengan batu pada kandung empedu,
dimana kebanyakan berwarna kuning kolesterol, atau pigmen kalkuli
hitam dengan konsistensi keras. Masih belum jelas kenapa batu
kandung empedu bisa bermigrasi ke CBD. Sebuah penelitian
menyatakan bahwa ukuran dari duktus sistikus menjadi determinan
tunggal yang penting.3
Gambar 8.
Tipe Batu Empedu.4
27
di dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel.
hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu
28
(±80%) dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai
2.8 PATOGENESIS
a. Fase Supersaturasi
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan
ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan
berikut:3,19
29
Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan
tinggi.
Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan
sirkulasi enterohepatik).
Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan
kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya
melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.
Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya
sampai tiga tahun.
b. Fase Pembentukan Inti Batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti
batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau
sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup
normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam
yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.
30
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada
a) Saturasi Bilirubin
31
dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur
Gambar 9.
Skema menunjukkan patogenesis pembentukan batu empedu.14
2.9 PATOFISIOLOGI
35
Empedu biasanya steril, tetapi dalam beberapa keadaan yang
tidak biasa (misalnya, di atas striktur empedu), empedu dapat menjadi
dijajah dengan bakteri. Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi,
dan hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan
presipitasi kristal kalsium bilirubinat.1
Bakteri juga menghidrolisis lesitin untuk melepaskan asam
lemak, yang juga dapat mengikat kalsium dan mengendap darilarutan.
Konkret yang dihasilkan memiliki konsistensi seperti tanah liat dan
disebut batu pigmen coklat. Tidak seperti kolesterol atau batu empedu
pigmen hitam, yang terbentuk hampir secara eksklusif di kantong
empedu, batu empedu pigmen coklat sering membentuk de novo di
saluran empedu. Batu empedu pigmen coklat tidak biasa di Amerika
Serikat tetapi cukup umum di beberapa bagian Asia Tenggara,
mungkin terkait dengan infestasi cacing hati.1
3. Campuran
Batu kolesterol dapat dijajah dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim litik dari
bakteri dan leukosit menghidrolisis konjugat bilirubin dan asam
lemak. Akibatnya, lama-kelamaan, batu kolesterol dapat menumpuk
sebagian besar kalsium bilirubinat dan garam kalsium lainnya,
menghasilkan batu empedu campuran. Batu-batu besar dapat
mengembangkan tepi kalsium yang menyerupai kulit telur yang
mungkin terlihat pada film sinar-X biasa.1
Empedu yang dibuat di hati dan disimpan di kantong empedu
dapat menyebabkan pembentukan batu empedu. Pada beberapa pasien
dengan batu empedu, batu akan keluar dari kandung empedu ke
dalam duktus sistikus dan kemudian ke duktus biliaris komunis.
36
Sebagian besar kasus choledocholithiasis sekunder untuk batu
empedu lewat dari kantong empedu ke CBD. Koledokolitiasis primer
yang merupakan pembentukan batu di dalam saluran empedu umum
terlihat lebih jarang. Koledokolitiasis primer terjadi pada keadaan
stasis empedu, yang menghasilkan pembentukan batu intraduktal.
Ukuran saluran empedu meningkat seiring bertambahnya usia. Orang
dewasa yang lebih tua dengan saluran empedu yang melebar dan
divertikula bilier beresiko untuk pembentukan batu saluran empedu
primer. Sumber choledocholithiasis yang kurang umum termasuk
sindrom Mirizzi yang rumit atau hepatolitiasis. Aliran empedu
terhambat oleh batu di dalam saluran empedu, yang menyebabkan
ikterus obstruktif dan kemungkinan hepatitis. Empedu yang stagnan
juga dapat menyebabkan bacteribilia dan ascending cholangitis.
Kolangitis dan sepsis lebih sering terjadi pada pasien dengan
choledocholithiasis daripada sumber lain dari obstruksi saluran
empedu karena biofilm bakteri biasanya menutupi batu saluran
empedu. Duktus pankreatikus bergabung dengan duktus biliaris
komunis di dekat duodenum, dan oleh karena itu, pankreas juga dapat
meradang oleh obstruksi enzim pankreas. Ini disebut pankreatitis batu
empedu.4,5
37
yang mengancam jiwa yang disebut ascending cholangitis.
Obstruksi saluran pankreas oleh batu empedu di ampula Vater dapat
memicu aktivasi enzim pencernaan pankreas di dalam pankreas itu sendiri,
yang menyebabkan pankreatitis akut .1
2.11.1. Anamnesis
38
tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.7
Sekitar ¾ penderita mengeluh nyeri yang letaknya di perut kanan
atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam.Lokasi nyeri
bisa juga di kiri dan prekordial. Pada saat serangan timbul kolik empedu
yang intermiten, sehingga membuat gelisah penderita. Kadang- kadang
sifat nyeri tersebut menetap yang menjalar ke punggung dan di daerah
scapula kanan, sering disertai muntah. Pada palpasi teraba nyeri tekan di
epigastrium dan perut kanan atas. Penderita dapat berkeringat banyak
atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas
tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak,
nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.7
39
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi,
koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan
oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap
banyak tes biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai
tes fungsi hati. Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak
langsung dan langsung dari reaksi Van den bergh, dengan sendirinya sangat
pankreas jinak.15
1) Blilirubin Serum
memuncak 25 sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi
40
bilirubin sama dengan produksi harian. Nilai >30 mg per 100 ml berarti
terjadi bersamaan dengan hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati.
obstruksi neoplastik.1
41
empedu, terutama obstruksi saluran empedu.15
3) Fosfatase Alkali
(peningkatan terlihat pada 94% dan 91% dari kasus, masing- masing).
plasenta.15
2. Pemeriksaan Radiologis
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatika.7
lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
43
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
teknik penyaring, tidak hanya dilatasi duktus biliaris ekstra dan intra
dalam parenkim hati atau pankreas (seperti massa atau kista) juga
44
kalsium yang bervariasi.
Kadar bilirubin lebih tinggi dan kadar kolesterol lebih rendah
daripada batu saluran empedu sekunder
2. Sekunder
Batu saluran empedu terbentuk di kantong empedu dan pindah ke
saluran empedu yang umum melalui saluran kistik.
Komposisi mirip dengan batu empedu, dengan sebagian besar
batu kolesterol.
4. CT – Scan
periampula.13
Gambar 10.
spllenikus.26,27
47
Gambar 11.
teknik dan kontras yang lebih baru, gambaran anatomik dapat lebih
48
Gambar 12.
49
membutuhkan keterampilan dan gambar yang memuaskan, serta
Gambar 13.
ERCP.12,18
51
Gambar 14.
52
untuk komplikasi utama. Perkembangan penyakit simtomatik dan
empedu (CBD). Batu saluran empedu stone (CBDS) dapat tangani dengan
Riwayat alami CBDS tidak dijelaskan dengan baik, tetapi data dari
tempatnya. Selama masa tindak lanjut, mulai dari 0 sampai 4 tahun, 25,3%
CBDS kurang dari 4 mm adalah 5,9% vs 8,9% untuk CBDS yang lebih
53
besar (OR 0,52, 95 %CI 0,34 – 0,79).
pancreatography.
54
2.13 PENATALAKSANAAN
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan
pembatasan makanan.7
lateral kiri, atau terlentang, meskipun rawan adalah posisi yang paling
batu akan dilepaskan dengan manuver ini. Berbagai jerat dan keranjang
elektif juga dianjurkan, selama masuk rumah sakit yang sama, untuk
56
Kolesistektomi pada pasien dengan choledocholithiasis masih
57
juga memiliki kolesistitis atau kolangitis.14,15,16
Gambar 15
Tehnik ERCP.26
58
Endoscopic papillary large-balloon dilation (EPLBD)29
sphincterotomy
sfingterotomi endoskopi telah menjadi luas untuk pengelolaan CDBS yang sulit.
59
pankreatitis, perdarahan, dan perforasi, antara kedua kelompok adalah serupa
pada 6 dari 7 RCT, sedangkan secara signifikan lebih rendah untuk EPLBD
endoskopi saja di studi oleh Stefani- dis dkk. Dalam tinjauan sistematis (30 studi
Gambar 16.
Tehnik EPLBD30
60
2.14 PROGNOSIS
Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di
demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil
61
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Desa Pajeko, BUOL
Status : Belum Menikah
Tanggal masuk RS : 13 November 2021
Pekerjaan : Sopir
B. Anamnesis
Keluhan utama : Mata berwarna kuning
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki masuk rumah sakit umum daerah Undata dengan keluhan
mata berwarna kuning sejak >1 bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri pada
perut bagian kanan atas yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluh nyeri
seperti tertindih beban tumpul. Pasien mengeluh perut terasa cepat penuh dan
cepat kenyang sehingga nafsu makan menjadi menurun disertai berat badan
menurun ±4 kg. Pasien juga mengeluhkan BAB pucat seperti dempul konsistensi
lunak, dengan frekuensi 3 hari sekali, tidak disertai lendir maupun darah yang
dialami sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh saat BAK urin berwarna
kuning pekat seperti teh. Keluhan lain yang dirasakan badan yang terasa gatal (-),
mual (-), muntah (-), demam (-), perut membesar (-)
62
Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku sering mengonsumsi makanan yang berminyak dengan proses
penggorengan dan makanan bersantan tetapi tidak memiliki riwayat konsumsi
alkohol dan kebiasaan merokok.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat keluhan dan penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat Hipertensi (-), riwayat DM (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan dan penyakit yang sama.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4M6 V5)
Tanda – Tanda Vital : TD: 120/70 mmHg Respiratory Rate : 20x/menit
Nadi : 84x/m Suhu : 36,6 C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (+/+), Pupilisokor (+/+),
Raccon Eye (-/-)
Hidung : Nafas Cuping (-), Sekret (-), Septum Deviasi (-), Rhinorrhea (-)
Telinga : Ottorhea(-)
Mulut : Bibir Sianosis (-), Parrese (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Cor : I : Iktus cordis tidak tampak
P : Iktus cordis teraba di SIC 5 2cm dari linea medioclavicularis
sinistra
P : Batas jantung kanan SIC 5 linea sternalis dextra
63
Batas jantung kiri SIC 5 linea medioclavicularis sin dan SIC
5 linea parasternalis sinistra
Batas jantung atas SIC 2 Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung SIC 3 Linea Parasternalis sinistra
A : Bunyi jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-)
64
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Hasil Laboratorium Darah Lengkap (15 November 2021)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
HCT 40 36-47 %
65
Tabel 3. Hasil Laboratorium Kimia Darah (25 Oktober 2021)
Hasil Rujukan Satuan
SGPT 62 ↑ ≤ 35 U/L
SGPT 66 ≤ 35 U/L
66
Tabel 5. Hasil Laboratorium Seroimmunologi (13 November 2021)
Hasil Rujukan
Tabel 6. Hasil Laboratorium Darah Lengkap (17 November 2021) (post op)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
67
2. Pemeriksaan Radiologi
1. Hasil pemeriksaan Thorax pada tanggal 9 November 2021
68
2. Hasil pemeriksaan CT Scan Abdomen dengan kontras pada tanggal 19
Oktober 2021
Kesan :
- Cholestatic extrahepatic ec suspek stenosis distal CBD dd/ batu lusen
69
- Spondylosis lumbosacralis
E. Resume
Pasien laki-laki 45 tahun masuk RSUD Undata dengan keluhan ikterus
sejak >1 bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri abdomen pada region
hipokondrium kanan yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluh nyeri
seperti tertindih beban tumpul. Pasien mengeluh perut terasa cepat penuh dan
cepat kenyang sehingga nafsu makan menjadi menurun disertai berat badan
menurun ±4 kg. Pasien juga mengeluhkan BAB pucat seperti dempul konsistensi
lunak, dengan frekuensi 3 hari sekali, lender (-), darah (-) yang dialami sejak 1
bulan yang lalu. Pasien mengeluh saat BAK urin berwarna kuning pekat seperti
teh. Keluhan lain yang dirasakan badan yang terasa gatal (-). Pasien mengaku
sering mengonsumsi makanan yang berminyak dengan proses penggorengan dan
makanan bersantan. Riwayat penyakit dalam keluarga tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 120/70mmHg, nadi 84x/Menit,
pernapasan 20x/menit, suhu 36,6ºC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera
ikterik (+/+) status lokalis abdomen pada palpasi nyeri tekan pada regio
hipokondrium kanan (+).
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin tanggal 15
November 2021 didapatkan kadar RBC↑ 5.13 x 106/uL, SGPT↑ 62 U/L, Bilirubin
indirect↑ 0,12mg/dl. Pada pemeriksaan penunjang radiologi CT Scan Abdomen
dengan kontras didapatkan kesan Cholestatic extrahepatic ec suspek stenosis
distal CBD dd/ batu lusen.
F. Diagnosis Kerja
Batu Distal CBD
70
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Non-Operatif
Pre-op :
- IVFD RL 20 tpm
- Anbacim 1gr/12jam/iv
- Omeprazole 40 mg/24 jam/iv
- Ketorolac 1 gr/8 jam/iv
Post-op :
- IVFD RL : Dextrose 5 % : Aminofluid 1:1:2 20 tpm
- Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Metronidazole 0,5 gr/8 jam
- Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
- Omeprazole 40 mg/12 jam/iv
- Minum 1-2 sdm pagi minum bebas
- Mobilisasi duduk
71
I. Follow Up Post Operasi
1. POH 1 (17 November 2021)
Keluhan : nyeri perut bekas operasi (+)
TTV :
- TD : 140/90 mmHg
- N : 74x/menit
- R : 22x/menit
- S : 37,1 ºC
- SpO2 : 98%
- VAS : 3
Urin : 1000 cc
Drain atas (CBD) : 300 cc
Drain bawah : ± 100 cc
Tabel 6. Hasil Laboratorium Darah Lengkap (17 November 2021) (post op)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
72
RBC 4.17 4,1-5,1 106/ul
73
3. POH 3 (19 November 2021)
Keluhan : nyeri perut bekas operasi(+), Flatus (+)
TTV :
- TD : 130/70 mmHg
- N : 78x/menit
- R : 22x/menit
- S : 36,5 ºC
- SpO2 : 98%
- VAS : 3
- Urin : 600 cc
- Drain atas (CBD) : ±200 cc
- Drain bawah : ± 20cc
74
- N : 64x/menit
- R : 20x/menit
- S : 36,6 ºC
- SpO2 : 98%
- VAS : 3
- Aff Kateter
- Drain atas (CBD) : ±300 cc
- Drain bawah : ± 50cc
75
- SpO2 : 98%
- Drain atas (CBD) : ±500 cc
- Drain bawah : ± 150cc
76
J. Dokumentasi
77
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, berdasarkan hasil yang diperoleh dari anamnesis pasien
dengan keluhan ikterus sejak >1 bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri abdomen
pada region hipokondrium kanan yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluh
nyeri seperti tertindih beban tumpul. Pasien mengeluh perut terasa cepat penuh
dan cepat kenyang sehingga nafsu makan menjadi menurun disertai berat badan
menurun ±4 kg. Pasien juga mengeluhkan BAB pucat seperti dempul konsistensi
lunak, dengan frekuensi 3 hari sekali, yang dialami sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien mengeluh saat BAK urin berwarna kuning pekat seperti teh. Keluhan lain
yang dirasakan badan yang terasa gatal (-). Pasien mengaku sering mengonsumsi
makanan yang berminyak dengan proses penggorengan dan makanan bersantan.
Riwayat penyakit dalam keluarga tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,
kesadaran composmentis, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik (+/+) status lokalis abdomen pada
palpasi nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan (+).
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin didapatkan kadar
RBC↑, SGPT↑, Bilirubin indirect↑. Pada pemeriksaan penunjang radiologi CT
Scan Abdomen dengan kontras didapatkan kesan Cholestatic extrahepatic ec
suspek stenosis distal CBD dd/ batu lusen.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis kerja pra
operasi yaitu batu distal CBD.
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan
sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
78
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3 Terdapat dua
mekanisme pembentukan batu pada CBD yaitu primer dan sekunder;
1. Batu CBD primer merupakan batu yang terbentuk secara de novo pada
duktus hepatikus ataupun duktus koledokus, batu ini biasanya
berwarna cokelat kekuningan dengan konsistensi seperti lumpur;
secara biokimia batu ini tersusun atas kalsium bilirubinat yang
tercampur dengan sejumlah kolesterol dan garam kalsium.
Penyebabnya masih belum dapat diduga secara pasti namun infeksi
bakteri serta statis bilier diperkirakan merupakan dua faktor penyebab
yang utama.3
2. Batu CBD sekunder merupakan batu yang berasal dari kandung
empedu komposisinya identik dengan batu pada kandung empedu,
dimana kebanyakan berwarna kuning kolesterol, atau pigmen kalkuli
hitam dengan konsistensi keras. Masih belum jelas kenapa batu
kandung empedu bisa bermigrasi ke CBD. Sebuah penelitian
menyatakan bahwa ukuran dari duktus sistikus menjadi determinan
tunggal yang penting.3
Manifestasi klinis yang khas dari batu CBD terjadi pada 70% pasien
terdiri atas; nyeri perut, ikterus dan urin berwarna pekat, feses dempul.22
79
disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu,
menyebabkan tekanan di duktus biliaris meningkat dan terjadi
peningkatan kontraksi di tempat penyumbatan yang mengakibatkan
timbulnya nyeri visera pada daerah epigastrium dan kuadran kanan
atas abdomen
80
berdasarkan pada gambaran CT scan dengan kontras didapatkan Cholestatic
extrahepatic ec suspek stenosis distal CBD dd/ batu lusen. Sehingga pada kasus
ini masuk kategori batu distal CBD. Pada identifikasi gallbladder didapatkan
Tampak gallbladder mengalami adhesi dengan intestinal, sehingga dilakukan
cholesistectomy secara fundus down.
81
BAB V
KESIMPULAN
Batu pada CBD dapat dialami sebagai suatu proses primer pemadatan
pada duktus koledokus, namun batu tersebut bisa saja merupakan batu
sekunder yang berasal dari kandung empedu yang melewati duktus sistikus
dan menjadi batu saluran empedu ekstrahepatik.3
82
DAFTAR PUSTAKA
1. Anastasios A Mihas, Jeff Allen, dkk. Batu Empedu (Cholelithiasi).
Emedicine. 2019.
2. Frybova B, Drabek J, et all. Cholelithiasis and choledocholithiasis in
children; risk factors for development. PLoS ONE. 2018.
3. Wilkins T, Agabin E, et all. Gallbladder Dysfunction: Cholecystitis,
Choledocholithiasis, Cholangitis, and Biliary Dyskinesia. Prim. Care.
2017.
4. Costi R, et all. Diagnosis and management of choledocholithiasis in the
golden age of imaging, endoscopy and laparoscopy. World J
Gastroenterol. 2014.
5. Frederick J. Suchy and Cara L. Mack. Sleisenger and Fordtran's
Gastrointestinal and Liver Disease. Anatomy, Histology, Embryology,
Developmental Anomalies, and Pediatric Disorders of the Biliary Tract. Ed
11th. Hal: 975-977. Elsevier. 2021.
6. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2014.570-579.
7. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah
(Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2012.459-64.
8. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi
6. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2016.380-4.
9. Center SA. Diseases of the gallbladder and biliary tree. Vet Clin North Am
Small Anim Pract. May 2015;39(3):543-98. Diakses pada tanggal 20
November 2021 melalui
(http://reference.medscape.com/medline/abstract/19524793)
10. Nakeeb, Attila, Ahrendt, Steven A., et al. Calculous Biliary Disease. In :
83
Greenfield's Surgery: Scientific Principles and Practice. 6th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2012.
11. Dauer M, Lammert F. Mandatory And Optional Function Tests For
Biliary Disorders. Best Pract Res Clin Gastroenterol. 2017;23(3):441-51.
Diakses pada tanggal 20 November 2021 melalui
(http://reference.medscape.com/medline/abstract/19505670)
12. Snell, RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke 6.
Jakarta: EGC; 2012.
13. Douglas M. Heuman. 2015. Gallstones (Cholelithiasis). Emedicine
Medscape Updated, Jan 20, 2015. Diakses pada tanggal 20 November
2021 melalui (http://emedicine.medscape.com/article/175667)
14. Gilani SN, Bass G, Leader F, Walsh TN. Collins' sign: validation of a
clinical sign in cholelithiasis. Ir J Med Sci. Aug 14 2013; Diakses pada
tanggal 20 November 2021 melalui
(http://reference.medscape.com/medline/abstract/19685000)
15. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2012, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
16. Beckingham, IJ. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary
System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari
2011: 322 (7278): 91–94. Diakses pada tanggal 19 November 2021
melalui (http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=1119388).
17. Britton, Julian, Bickerstaff, Kenneth I., et al. Benign Diseases of The
Biliary Tract. Oxford Textbook of Surgery. Oxford University Press.
2012.
18. Keshav.S. The Gastrointestinal System at a Glance. London: Blackwell
Science; 2014.
84
19. Al-saad MH., et al. Surgical Management of Cholelithiasis. Egypt: The
Egyption Journal of Hospital Medicine, 2020.
20. A Hedjoudje, et al. Original Article: Outcomes of endoscopic ultrasound-
guided biliary drainage: A systematic review and meta analysis. Europe:
United European Gastroenterology UEG Journal. 2019.
21. Townsend, Courtney. Sabiston Textbook of Surgery. Galvestone : Elsevier,
2012
22. Arthur Guyton, John Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC,
2007.
23. Murray, Robert. Porfirin dan Pigmen Empedu. [book auth.] Robert
Murray, Granner Daryl and Rodwell Victor. Biokimia Harper. Jakarta :
EGC, 2009.
24. Ng, Enders. Common bile duct and stones and cholangitis. GastroHep.
Blackwell Publishing, 2014. Diakses pada tanggal 20 November 2021
http://www.gastrohep.com/ebooks/ebook.asp?book=1405120789&id=3#h
10.
25. Gianawati, Indah. Diagnosis Approach and Treatment of
Choledocolithiasis. The Indonesian Journal of Gastroenterology
Hepatology and Digestive Endoscopy. August, 2004, Vol. 5, 2.
26. Ct scan, et al. 2005. Harrison’s principle of internal medicine 16th edition.
USA: McGraw-Hill Companies.
27. Sjamsuhidayat, R, De jong W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
28. Paulsen F, Waschke J. 2013. Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol. 3,
English/Latin: Head, Neck and Neuroanatomy. Elsevier,
Urban&FischerVerlag; Mar 21.
29. Manes Gianpiero et al. Endoscopic management of common bile duct
stones:European Society of Gastrointestinal Endoscopy (ESGE)
85
guideline. 2019.
30. Mitsuka Okuno, et al. Significance of Endoscopic Sphincterotomy
Preceding Endoscopic Papillary Large Balloon Dilation in the
Management of Bile Duct Stones. 2016.
86