You are on page 1of 86

BAGIAN ILMU BEDAH November 2021

UNIVERSITAS TADULAKO REFLEKSI KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN

“CHOLEDOCHOLITIASIS”

Disusun Oleh :
Wisnu Pradhana Merta
N 111 19 074

Pembimbing :
dr. Agung Kurniawan, Sp.B-KBD, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan membran
mukosa yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.1 ikterus obstruktif merujuk
pada sumbatan dari saluran-saluran yang menyalurkan empedu dari hepar ke
kandung empedu maupun dari kandung empedu ke usus halus. Hal ini dapat
terjadi pada berbagai tingkatan dalam sistem bilier. Choledocholithiasis
adalah adanya batu di dalam saluran empedu common bile duct (CBD). 1

Batu pada CBD dapat dialami sebagai suatu proses primer pemadatan
pada duktus koledokus, namun batu tersebut bisa saja merupakan batu
sekunder yang berasal dari kandung empedu yang melewati duktus sistikus
dan menjadi batu saluran empedu ekstrahepatik.2,3
Masalah pada penyakit gallblader merupakan penyebab kematian ke
dua puluh empat di dunia dan penyebab kematian ke tiga puluh satu
akibat kanker di Indonesia. Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20
juta orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil otopsi
menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada
wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. 4

Pasien dengan ikterus obstruksi karena batu pada CBD datang dengan
keluhan kuning yang muncul tiba-tiba dan disertai dengan nyeri pada kuadran
kanan atas perut.4 kolesistostomi merupakan penanganan awal pada ikterus
obstruksi, bertujuan sebagai penanganan awal terhadap pasien yang belum
dapat dilakukan kolesistektomi. Setelah gejala teratasi dan kondisi pasien
stabil, terapi definitive berupa pengangkatan gallbladder dapat dilakukan.5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Choledocholithiasis adalah satu atau lebih batu empedu di saluran
empedu. Biasanya ini terjadi sebagai akibat dari pembentukan batu di
saluran empedu atau lewatnya batu empedu yang terbentuk di kantong
empedu ke dalam CBD. Stasis empedu, baktibilia, ketidak seimbangan
kimia, peningkatan ekskresi bilirubin, ketidakseimbangan pH, dan
pembentukan lumpur adalah beberapa faktor yang menyebabkan
pembentukan batu-batu ini.1,2,3
Choledocholithiasis merupakan adanya batu dalam saluran
empedu dan merupakan suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan
berbagai komplikasi. Pada umumnya komposisi utama batu adalah
kolesterol.6,7 Letak batu di saluran empedu yaitu di : saluran
empedu utama atau di ductus choledochus
(choledocholithiasis), di saluran sistikus (sistikolitiasis)
jarang sekali ditemukan dan biasanya bersamaan dengan batu di
dalam kandung empedu, dan di saluran empedu intrahepatal
(intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.8
Ikterus berasal dari bahasa yunani ikteros atau perancis jaunisse yang
berarti sebuah sindrom yang ditandai dengan hiperbilirubinemia dan
penumpukan pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan sklera dengan
akibat pasien tampak kuning. Ikterus sendiri merupakan tanda dari
penyakit yang mendasarinya.secara umum ikterus yang disebabkan oleh
obstruksi dapat dibedakan menjadi ikterus intrahepatik serta ekstrahepatik.
Ikterus ekstrahepatik dapat disebabkan oleh penyumbatan pada berbagai
tingkatan saluran bilier. Sumbatan oleh batu pada saluran CBD merupakan
3
salah satu penyebabnya. Batu CBD atau choledocolithiasis adalah
didapatkannya batu empedu pada saluran empedu yaitu pada duktus
koledokus.5,9
Batu saluran empedu atau koledokolitiasis adalah suatu penyakit
dimana terdapat batu empedu di dalam duktus koledokus. Batu ini dapat
kecil atau besar, tunggal atau multiple, ditemukan 6 – 12% pasien dengan
batu kandung empedu.5

Gambar 1.
Lokasi Batu Saluran Empedu5

2.2 ANATOMI

4
2.2.1 Vesica Fellea
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah
advokat yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang
sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu tertutup
seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung
empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum.
Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh
batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut
kantong Hartmann.1
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus
berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior
hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan
permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
komunis membentuk duktus koledokus.9

2.1.2 Ductus
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm.
Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup
spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu masuk kedalam
kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya. Saluran empedu
ekstrahepatik terletak didalam ligamentum hepatoduodenale yang
batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla
Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari
saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang
meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke
duktus lobaris dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.1

5
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-
4 cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi,
bergantung pada letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus
berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pankreas dan
dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di sebelah
medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot
sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum.
Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama oleh
duktus koledokus di dalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.1
Saluran bilier ekstrahepatik terdiri atas percabangan dari duktus
hepatikus kiri dan duktus hepatikus kanan, duktus hepatikus komunis,
duktus koledokus(CBD), duktus sistikus serta gallbladder. Duktus
hepatikus komunis terletak ekstrahepatik dan anterior dari percabangan
vena porta hepatika. Duktus hepatikus komunis menggantung didepan
dari ligamentum hepatoduodenal dan menyatu dengan duktus sistikus
untuk membentuk duktus koledokus(CBD). CBD memanjang dari
pertemuan antara duktus sistikus dan duktus hepatikus komunis kearah
inferior menuju papilla Vater yang berhubungan dengan duodenum.
Panjang CBD bervariasi mulai 5cm sampai 9cm tergantung pada
penyatuannya dengan duktus sistikus dan pembagiannya ke tiga
segmen; supraduodenal, retroduodenal, dan intrahepatika. Bagian
distal duktus koledokus berhubungan dengan duktus pankreatikus
diluar dari duodenum.2

6
Gambar 2. Anatomi Sistem Bilier2

Kandung empedu/gallbladder merupakan sebuah penampung


yang berbentuk seperti buah pir yang berhubungan dengan duktus
koledokus melalui duktus hepatikus. Kandung empedu menggantung
pada permukaan inferior dan sebagian ditutupi oleh lapisan
peritoneum. Kandung empedu secara umum dibagi atas fundus,
corpus, infundibulum serta leher. Kandung empedu serta duktus
sistikus memiliki mukosa dengan orientasi melingkar yang dikenal
sebagai valve of Heister. Panjang duktus sistikus bervariasi mulai dari
1 cm sampai 4 cm.2

2.1.3 Perdarahan

7
Gambar 3. Vaskularisasi kandung empedu (a). Arteri hepatika dextra
(b). Arteri koledokus dextra (c). Arteri retroduodenal (d). Cabang
sinistra arteri hepatika (e). Arteri hepatika (f). Arteri koledokus sinistra
(g). Arteri hepatika komunis (h). Arteri gastroduodenal.9

Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri


sistikus yang terbagi menjadi anterior dan posterior dimana arteri
sistikus merupakan cabang dari arteri hepatikus kanan yang terletak di
belakang dari arteri duktus hepatis komunis tetapi arteri sistikus
asesorius sesekali dapat muncul dari arteri gastroduodenal. Arteri
sistikus muncul dari segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus,
common hepatic ducts, dan ujung hepar).
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a.cystica, cabang

8
a.hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam
vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga
berjalan antara hati dan kandung empedu.9

2.1.4 Pembuluh Limfe dan Persarafan


Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae
yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe
berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a.
hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke
kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.9

2.3 FISIOLOGI

2.3.1 Sekresi Empedu

Gambar 4.

Anamtomi Saluran Empedu 4


Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam
9
kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang
terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar
dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian
keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini
sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu
yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
empedu sebelum disalurkan ke duodenum.9 Empedu melakukan dua
fungsi penting yaitu :
a) Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan
absorpsi lemak karena asam empedu yang melakukan dua hal
antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-
partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil
dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas.
Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak
yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
b) Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin,
suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan
kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.4

Sekresi empedu dimulai pada tingkat canaliculus empedu, cabang


terkecil dari saluran empedu. Batas-batasnya dibentuk oleh membran khusus
dari kutub apikal sel-sel hati yang berdekatan. Kanaliculi membentuk suatu
jalinan saluran poligon antara hepatosit dengan banyak interkoneksi
anastomosis. Empedu kemudian memasuki saluran terminal kecil (kanal
Hering), yang memiliki membran dasar dan sebagian dilapisi oleh hepatosit
dan sebagian oleh kolangiosit. Kanal Hering menyediakan saluran melalui
mana empedu dapat melintasi lempeng pembatas hepatosit untuk

10
memasuki saluran perilobular atau intralobular yang lebih besar. Radikal
bilier terkecil ini berdiameter kurang dari 15 hingga 20 μm, dengan lumen
yang dikelilingi oleh sel epitel kuboid. Pada tingkat paling proksimal, satu
atau lebih sel duktular berbentuk fusiform dapat berbagi lumen kanalikuli
dengan hepatosit; lambat laun, duktula menjadi dibatasi oleh 2 sampai 4 sel
epitel kuboid saat mendekati kanal portal. Empedu mengalir dari sel lobular
sentral menuju triad portal (dari zona 3 ke zona 1 asinus hati). Duktula
empedu terminal diperkirakan berkembang biak sebagai akibat dari obstruksi
saluran empedu ekstrahepatik kronis.5

Saluran empedu interlobular membentuk jaringan anastomosis kaya


yang erat mengelilingi cabang-cabang vena portal. Saluran empedu ini (
Gambar 5 ) awalnya berdiameter 30 hingga 40 μm dan dilapisi oleh lapisan
epitel berbentuk kubus atau kolumnar yang menampilkan arsitektur
microvillar pada permukaan luminalnya. Sel-sel memiliki alat Golgi yang
menonjol dan banyak vesikel yang kemungkinan berpartisipasi dalam
pertukaran zat antara sitoplasma, empedu, dan plasma melalui proses
eksositosis dan endositosis. Saluran-saluran ini bertambah kaliber dan
memiliki serat otot polos di dalam dindingnya saat mendekati hilus hati.
Komponen otot dapat memberikan dasar morfologis untuk penyempitan
saluran pada tingkat ini, seperti yang diamati pada kolangiografi. Karena
saluran menjadi semakin besar, epitel menjadi lebih tebal, dan lapisan
jaringan ikat di sekitarnya tumbuh lebih tebal dan mengandung banyak serat
elastis. Saluran-saluran ini anastomosa lebih jauh untuk membentuk saluran
intrahepatik hilar besar, yang berdiameter1 hingga 1,5 mm dan menimbulkan
saluran hepatik utama.5

11
Gambar 5 : Ultrastruktur dari saluran empedu interlobular. Duktus dilapisi olehlapisan
sel epitel berbentuk kubus yang disatukan oleh persimpangan ketat ( panah panjang ) dan
menunjukkan arsitektur mikrovillar pada permukaan luminalnya ( panah pendek ).5

Saluran hati umum muncul dari porta hepatis setelah penyatuan saluran
hati kanan dan kiri, masing-masing panjangnya 0,5 sampai 2,5 cm ( Gambar 6 ).
Pertemuan dari saluran hati kanan dan kiri berada di luar hati pada sekitar 95%
kasus; tidak biasa, saluran bergabung di dalam hati, atau saluran hati kanan dan kiri
tidak bergabung sampai saluran kistik bergabung dengan saluran hati kanan.
Karena saluran hati meninggalkan porta hepatis, mereka berada di dalam 2 lapisan
serosa ligamentum hepatoduodenal. Selubung jaringan fibrosa ini mengikat
saluran hati ke pembuluh darah yang berdekatan. Pada orang dewasa, saluran hati
umum sekitar 3 cm dan bergabung dengan saluran kistik, biasanya di sisi
kanannya, untuk membentuk saluran empedu yang umum (atau hanya saluran
empedu). Panjang dan sudut sambungan duktus sistikus dengan duktus hepatika
umum adalah bervariasi. Duktus kistik memasuki duktus hepatika umum langsung
pada 70% pasien; sebagai alternatif, saluran kistik dapat berjalan anterior atau
posterior ke saluran empedu dan spiral di sekitarnya sebelum bergabung dengan
12
saluran empedu di sisi medialnya. Duktus kistik dapat juga sejajar dengan duktus
hepatika umum selama 5 sampai 6 cm dan masuk setelah berjalan posterior ke
bagian pertama duodenum.5

Gambar 6 : Representasi skematis dari kantong empedu, saluran empedu


ekstrahepatik, dan persimpangan choledochoduodenal ( A ), dengan
pandanganyang diperbesar dari persimpangan saluran empedu dan saluran
pankreas ( B ) dan sfingter Oddi ( C ).5

Pada manusia, saluran empedu intrahepatik yang besar di hilus


(diameter 1-1,5 mm) memiliki banyak cabang dan kantung samping yang tidak
beraturan (diameter 150 hingga 270 mm) yang berorientasi pada satu
bidang, yang secara anatomis sesuai dengan celah transversal. Kantung-
kantung kecil dari cabang samping juga ditemukan. Banyak cabang
samping berakhir sebagai kantong buta, tetapi yang lain, terutama di hilum,
saling berkomunikasi. Pada bifurkasi, cabang samping dari beberapa saluran
empedu utama terhubung untuk membentuk pleksus. Signifikansi fungsional
dari struktur ini tidak diketahui. Kantong buta dapat berfungsi untuk
menyimpan atau memodifikasi empedu, sedangkan pleksus bilier memberikan

13
anastomosis yang memungkinkan pertukaran bahan antara saluran empedu
yangbesar.5

Anatomi hilus hepatik sangat penting bagi ahli bedah. Sepiring


jaringan ikat berserat di hilus hepatika termasuk pelat umbilikalis yang
membungkus bagian umbilikal dari vena portal, pelat kistik di dasar kantong
empedu, dan lempeng Arantian yang menutupi ligamentum venosum.
Pemeriksaan histologis pada bagian sagital dari lempeng hilar menunjukkan
jaringan ikat yang melimpah, termasuk serat saraf, pembuluh limfatik, kapiler
kecil, dan saluran empedu kecil. Saluran empedu dalam sistem pelat sesuai
dengan saluran empedu ekstrahepatik, dan panjangnya bervariasi di setiap
segmen.5

Mirip dengan usus, saluran empedu, hati, dan empedu memiliki


mukosa, submukosa, dan muskularis. Saluran dibatasi oleh satu lapisan epitel
kolumnar. Kelenjar tubulus yang mengeluarkan lendir dapat ditemukan secara
berkala di submukosa, dengan bukaan pada permukaan mukosa. Saluran
empedu yang umum adalah 6,0 hingga 8,0 cm, membentang di antara lapisan-
lapisan omentum yang lebih rendah, dan terletak di anterior vena porta dan
di sebelah kanan arteri hepatik. Saluran empedu biasanya berdiameter
0,5 hingga 1,5 cm. Dinding saluran empedu ekstrahepatik didukung oleh
lapisan jaringan ikat dengan campuran serat otot halus sesekali. Komponen
otot polos hanya mencolok di leher kantong empedu dan di ujung bawah
saluran empedu. Saluran empedu lewat secara retroperitoneal di belakang
bagian pertama duodenum dengan lekukan di belakang kepala pankreas dan
memasuki bagian kedua duodenum. Saluran kemudian melewati secara miring
melalui aspek medial posterior dari dinding duodenum dan bergabung dengan
saluran pankreas utama untuk membentuk ampula Vater ( Gambar 6 ).
Tonjolan selaput lendir yang diproduksi oleh ampula membentuk suatu

14
keunggulan, papilla duodenum. Pada 10% hingga 15% pasien, saluran
empedu dan pankreas terbuka secara terpisah ke dalam duodenum. Saluran
empedu mengecil dengan diameter 0,6 cm atau kurang sebelum
penyatuannya dengan saluran pankreas.5

Saat berjalan melalui dinding duodenum, saluran empedu dan


pankreas diinvestasikan oleh penebalan lapisan longitudinal dan melingkar
otot polos ( Gambar 6) dari sfingter Oddi. Ada variasi yang cukup besar
dalam struktur ini, tetapi biasanya terdiri dari beberapa bagian: (1) sfingter
choledochus - serat otot melingkar yang mengelilingi bagian intramural dari
saluran empedu segera sebelum persimpangan dengan saluran pankreas; (2)
sphincter pancreaticus, yang ada pada sekitar sepertiga orang dan
mengelilingi bagian intraduodenal dari saluran pankreas sebelum
bersinggungan dengan ampula; (3) fasciculi longitudinales — bundel otot
longitudinal yang menjangkau interval antara saluran empedu dan pankreas;
dan (4) sphincter ampullae — serat otot longitudinal yang mengelilingi
lapisan tipis serat melingkar di sekitar ampula Vater. Sfingter choledochus
mengkonstriksi lumen saluran empedu dan, dengan demikian, mencegah
aliran empedu. Kontraksi fasciculi longitudinales mempersingkat panjang
saluran empedu dan, dengan demikian, meningkatkan aliran empedu ke
dalam duodenum. Kontraksi sphincter ampullae memperpendek ampula dan
mendekati lipatan ampula untuk mencegah refluks isi usus ke dalam saluran
empedu dan pankreas. Namun, ketika kedua saluran berakhir di ampula,
kontraksi sphincter dapat menyebabkan refluks empedu ke dalam saluran
pankreas.5

Saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik sangat tergantung


pada pasokan darah arteri untuk oksigenasi. Jaringan anastomosis yang
melimpah dari pembuluh darah dari cabang-cabang hepatik dan

15
gastroduodenal memasok saluran empedu. Bagian supraduodenal dari saluran
disuplai oleh pembuluh darah yang berjalan di sepanjang dinding inferior
dari arteri retroduodenal dan superior dari arteri hepatik kanan. Cedera pada
pembuluh darah ini dapat menyebabkan iskemia saluran empedu dan
penyempitan.5

Permukaan saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik dikeringkan


oleh pleksus vena halus yang berkomunikasi satu sama lain. Pleksus vena
epicholedochal retikularis halus terletak pada permukaan saluran empedu, dan
pleksus vena paracholedochal terletak di luar saluran empedu dan jalur paralel
dengan saluran.5

Pleksus kapiler yang luar biasa kaya mengelilingi saluran empedu saat
melewati saluran portal. Darah yang mengalir melalui pleksus peribiliary
bermuara ke sinusoid hepatik melalui cabang interlobular dari vena porta.
Pleksus peribiliaris dapat memodifikasi sekresi bilier melalui pertukaran dua
arah protein, ion anorganik, dan asam empedu antara darah dan empedu.
Karena darah mengalir ke arah (dari yang besar menuju saluran kecil) yang
berlawanan dengan aliran empedu, pleksus peribiliaris menyajikan aliran arus
balik dari zat yang diserap empedu ke hepatosit. 5

Arteri intrahepatik, vena, saluran empedu, dan hepatosit dipersarafi


oleh saraf adrenergik dan kolinergik. Dalam sistem saraf otonom, ada
sejumlah peptida pengatur, seperti neuropeptida tirosin, peptida terkait gen
kalsitonin, somatostatin, polipeptida usus vasoaktif, enkephalin, dan
bombesin. Neuropeptide tyrosine-positive nerves hadir dalam saluran empedu
ekstrahepatik dapat berfungsi untuk mengatur aliran empedu dengan
mekanisme otokrin atau parakrin.5

Pembuluh limfatik dari bagian hati, kistik, dan proksimal dari saluran

16
empedu kosong ke kelenjar di hilus hati. Pengeluaran limfatik dari bagian
bawah saluran empedu mengalir ke kelenjar di dekat kepala pankreas.

2.3.2 Penyimpanan dan Pemekatan Empedu


Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per
hari. Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel
hati disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di
duodenum. Volume maksimal kandung empedu hanya 30-60 ml.
Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar
450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium,
klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus menerus
diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu, memekatkan zat-zat
empedu lainnya, termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin, dan
bilirubin. Kebanyakan absorpsi ini disebabkan oleh transpor aktif
natrium melalui epitel kandung empedu, dan keadaan ini diikuti oleh
absorpsi sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat terlarut
lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat
dengan cara ini, sampai maksimal 20 kali lipat.4

2.3.3 Pengosongan Kandung Empedu


Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi
empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter
koledokus. Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan
pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan
masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum.
Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari
mukosa duodenum, kemudian masuk kedalam darah dan
menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,
otot polos yang terletak pada ujung distal duktus koledokus dan
17
sfingter Oddi mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan
masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum.4
Proses koordinasi aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
a) Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai
duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon
kolesistokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar
peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
1. Neurogen :
a. Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik
dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-
intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu.
b. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai
ke duodenum dan mengenai sfingter Oddi. Sehingga pada
keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan
empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
Secara normal pengosongan kandung empedu secara menyeluruh
berlangsung selama sekitar 1 jam. Pengosongan empedu yang lambat
akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran
penting dalam perkembangan inti batu.4

18
Gambar 7a. Kontraksi sfingter Oddi dan pengisian empedu ke kandung
empedu.4
Gambar 7b. Relaksasi sfingter Oddi dan pengosongan kandung empedu.4

2.3.4 Komposisi Cairan Empedu

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen


terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak,
dan garam anorganik.1

19
2.3.5 Garam Empedu
Fungsi garam empedu adalah:
a) Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang
terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar
dapat dipecah menjadi partikel- partikel kecil untuk dapat dicerna
lebih lanjut.
b) Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan
vitamin yang larut dalam lemak.4
Prekursor dari garam empedu adalah kolesterol. Garam empedu
yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90%)
garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh
mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses
dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi
disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah
tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi
garam empedu akan terganggu. 4

2.3.6 Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi
heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti
pyrole menjadi biliverdin yang segera berubah menjadi bilirubin
bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian
bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan
misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4

FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI SISTEM BILIAR

Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu.
20
Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hati: bagian awal disekresikan oleh sel-sel
fungsional utama hati, yaitu sel hepatosit; sekresi awal ini mengandung sejumlah
besar asam empedu, kolesterol dan zat-zat organik lainnya. Kemudian empedu
disekresikan kedalam kanalikuli biliaris kecil yang terletak diantara sel- sel hati (2)
kemudian empedu mengalir didalam kanalikuli menuju septa interlobularis, tempat
kanalikuli mengeluarkan empedu kedalam kanalis biliaris terminal kemudian secara
progresif ke dalam duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan
duktus hepatika komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan kedalam
duodenum atau dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam melalui
duktus sistikus ke dalam kandung empedu. 4

Senyawa Hepatik Kandung Empedu


Na 160.0 270.0
K 5 10
Cl 90 15
HCO3 45 10
Ca 4 25
Mg 2 -
Bilirubin 1.5 15
Protein 150 -
Garam Empedu 50 150
Fosfolipid 8 40
Kolesterol 4 18
Solid total - 125
pH 7.8 7.2
Tabel. 2 Komposisi Empedu Hepatik dan Kandung Empedu5

Empedu disekresikan secara terus menerus oleh sel-sel hati, namun


sebagian besar normalnya disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan
21
di dalam duodenum. Volume maksimal yang dapat ditampung kandung
empedu hanya 30 sampai 60 mililiter. Meskipun demikian, sekresi empedu
selama 12 jam (sekitar 450mililiter) dapat disimpan dalam kandung empedu
karena air, natrium, klorida dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara
terus-menerus di absorbsi melalui mukosa kandung empedu, memekatkan sisa
zat-zat empedu yang mengandung garam empedu, kolesterol, dan bilirubin. 5

Gambar 8. Hepatosit dan Eksresi Bilier 4

Bilirubin merupakan zat yang menyebabkan ikterus pada pasien dengan


obstruksi karena batu pada CBD, jika bilirubin darah melebihi 1 mg/dl maka
akan terjadi hiperbilirubinemia. Bilirubin merupakan hasil dari katabolisme
heme. Kebanyakan bilirubin (70%-90%) merupakan turunan dari derivate
hemoglobin, sebagian kecil berasal dari hemoprotein lainnya. Dalam serum,
bilirubin yang biasa diukur adalah bilirubin direk dan total bilirubin. Bilirubin
direk berhubungan dengan bilirubin terkonjugasi. Rujukan untuk nilai normal
bilirubin direk adalah 0.1-0.4 mg/dL, sementara untuk bilirubin total adalah
0.2-1.2 mg/dL.4

2.4 EPIDEMIOLOGI

22
Insidensi koledokolitiasis meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Sekitar 25% pasien usia lanjut yang dilakukan kolesistektomi memiliki
batu pada CBD (common bile duct) nya. Terbentuknya batu pada saluran
empedu dapat disebabkan karena adanya stasis bilier yang dapat
disebabkan oleh striktur, stenosis papilla, tumor atau batu sekunder
lainnya.
Koledokolitiasis telah ditemukan pada 4,6% hingga 18,8% pasien
yang menjalani kolesistektomi. Insiden choledocholithiasis pada pasien
dengan cholelithiasis meningkat seiring bertambahnya usia. Kolelitiasis
lebih sering terjadi pada pasien wanita, pasien hamil, pasien lanjut usia,
dan pasien dengan kadar lipid serum yang tinggi. Batu kolesterol
biasanya ditemukan pada pasien obesitas dengan aktivitas fisik rendah
atau pasien yang baru saja kehilangan berat badan dengan sengaja. Batu
pigmen hitam ditemukan pada pasien dengan sirosis, pasien yang
menerima nutrisi parental total, dan pada mereka yang telah menjalani
reseksi ileum. Faktor nukleasi, seperti bakteri, adalah sumber pigmen
coklat primer batu saluran empedu.5,6
Di negara Asia prevalensi koledokolitiasis berkisar
antara 3% sampai 10 %. Berdasarkan data terakhir prevalensi
koledokolitiasis di Negara Jepang 3,2%, China 10,7%, India
Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0%. Angka kejadian
koledokolitiasis di Indonesia diduga tidak berbeda jauh
dengan angka negara lain di Asia Tenggara. Di Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 didapatkan 101
kasus kolelitiasai/koledokolitiasis yang dirawat.
Koledokolitiasis terutama ditemukan di negara Barat, namun
frekuensinya di negara-negara Afrika dan Asia terus

23
meningkat selama abad ke 20. Di Tokyo angka kejadian
penyakit ini telah meningkat manjedi dua kali lipat sejak
tahun 1959.5
Penyebab koledokoliasis/kolelitiasis dipengaruhi oleh
umur dan jenis kelamin. Terdapat peningkatan kejadian yang
progresif berhubungan dengan peningkatan usia seseorang,
dimana usia 40 tahun ke atas lebih beresiko dibanding usia
dibawah 40 tahun sedangkan jenis kelamin perempuan lebih
rentan dari pada pria yang dipengaruhi oleh hormone
endogen. Di Amerika serikat 5%- 6%populasi yang berusia
kecil dari 40 tahun menderita koledokoliasis/kolelitiasi,
dan pada populasi besar dari 80 tahun angka kejadian
koledokoliasis/kolelitiasis menjadi 25%-30%. Amerika
Serikat memiliki prevalensi yaitu 7,9% pada laki-laki lebih
tinggi dibanding perempuan 16,6% menurut National Health and
Nutrition ezamination Survey (NHANES III).5

2.5 FAKTOR RESIKO


Berdasarkan studi epidemiologi, di Amerika diperkirakan sekitar 6
sampai 12 persen pasien dengan penyakit kandung empedu memiliki batu
pada CBD, temuan ini meningkat sesuai usia. Sekitar 20 sampai 25 persen
dari pasien diatas usia 60 tahun dengan gejala batu empedu memiliki batu
pada CBD sama seperti pada kandung empedu. Pada penelitian lainnya
disebutkan bahwa 8 sampai 18 persen pasien dengan batu kandung
empedu yang bergejala memiliki batu pada CBD, koeksistensi antara batu
kandung empedu serta batu pada CBD berhubungan dengan peningkatan

24
usia, faktor ras (keturunan asia), kondisi inflamasi kronis dan
kemungkinan hipotiroid.5

Dalam perkembangannya terdapat beberapa faktor yang


menyebabkan terbentuknya batu dalam CBD, beberapa diantaranya
adalah;3

1. Ras dan faktor genetik

2. Jenis kelamin wanita dan kehamilan

3. Usia

4. Obesitas, kehilangan berat badan serta aktifitas fisik

5. Tingkat serum lipid

6. Obat serta infeksi bakteri

2.6 ETIOLOGI
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui
dengan sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3

a. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor


terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu
empedu kolesterol, mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk
membentuk batu empedu. Perubahan komposisi lainnya yaitu yang
menyebabkan batu pigmen adalah terjadi pada penderita dengan high
heme turnover. Penyakit hemolisis yang berkaitan dengan batu pigmen
adalah sickle cell anemia, hereditary spherocytosis, dan beta-thalasemia.
25
Selain itu terdapat juga batu campuran, batu ini merupakan campuran
dari kolesterol dan kalsium bilirubinat.
Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90% pada penderita
kolelitiasis. 3
b. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan
unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme
spingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor
hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan
keterlambatan pengosongan kandung empedu. 3
c. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu.
Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri
dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih
timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding panyebab terbentuknya
batu. 3

Terdapat dua mekanisme pembentukan batu pada CBD yaitu primer dan
sekunder;

1. Batu CBD primer merupakan batu yang terbentuk secara de novo pada
duktus hepatikus ataupun duktus koledokus, kejadian ini terjadi lebih
sering pada keturunan Asia dibandingkan keturunan Barat, batu ini
biasanya berwarna cokelat kekuningan dengan konsistensi seperti
lumpur; secara biokimia batu ini tersusun atas kalsium bilirubinat
yang tercampur dengan sejumlah kolesterol dan garam kalsium.
Penyebabnya masih belum dapat diduga secara pasti namun infeksi
bakteri serta statis bilier diperkirakan merupakan dua faktor penyebab
yang utama.3

26
2. Batu CBD sekunder merupakan batu yang berasal dari kandung
empedu komposisinya identik dengan batu pada kandung empedu,
dimana kebanyakan berwarna kuning kolesterol, atau pigmen kalkuli
hitam dengan konsistensi keras. Masih belum jelas kenapa batu
kandung empedu bisa bermigrasi ke CBD. Sebuah penelitian
menyatakan bahwa ukuran dari duktus sistikus menjadi determinan
tunggal yang penting.3

2.7 KLASIFIKASI TIPE BATU EMPEDU

Ada 3 tipe batu empedu :

Gambar 8.
Tipe Batu Empedu.4

1) Batu Empedu Kolesterol

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70%

kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium

palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi

dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu

27
di dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel.

Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan

ada yang seperti buah murbei. Batu Kolesterol terjadi kerena

konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat

dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam

kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama

kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan

cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna,

masih adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah

proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.4,18

2) Batu Empedu Pigmen

Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga

batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering

ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil- kecil, dapat berjumlah

banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai

hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu

pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran

empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam

bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.4,18

3) Batu Empedu Campuran

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai

28
(±80%) dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai

garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung

kalsium sehingga bersifat radioopaque.

2.8 PATOGENESIS

2.8.1 Batu Kolesterol

Pembentukan batu kolesterol melalui tiga fase:

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah

komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan

tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung

empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.

Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin

dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30.

Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio

ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan

mengendap. Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai

berikut:3,19

 Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu


dan lecithinjauh lebih banyak.
 Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi.
 Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

29
 Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan
tinggi.
 Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan
sirkulasi enterohepatik).
 Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan
kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya
melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.
Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya
sampai tiga tahun.
b. Fase Pembentukan Inti Batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti

batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau

sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari

kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio

dengan asam empedu.19

c. Fase Pertumbuhan Batu Menjadi Besar

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup

waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal

dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu

normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam

usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol

yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.

30
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada

pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal

vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu

kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung

empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.3,20

2.8.2 Batu Bilirubin/Batu Pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:

a) Batu kalsium bilirubinat (batu infeksi).

b) Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:

a) Saturasi Bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena

pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria

dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin

terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi

unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya

enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli.

Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4

lakton yang menghambat kerja glukuronidase.14

b) Pembentukan Inti Batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium

31
dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur

cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen

dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris

lumbricoides. sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70

% inti batu adalah dari cacing tambang.14,16

Gambar 9.
Skema menunjukkan patogenesis pembentukan batu empedu.14

2.9 PATOFISIOLOGI

Empedu yang dibuat di hati dan disimpan di kantong empedu dapat


menyebabkan pembentukan batu empedu. Pada beberapa pasien dengan batu
32
empedu, batu-batu akan melewati dari kantong empedu ke saluran kistik dan
kemudian ke saluran empedu yang umum. Sebagian besar kasus
choledocholithiasis adalah sekunder dari saluran batu empedu dari kantong
empedu ke CBD. Choledocholithiasis primer yang merupakan pembentukan
batu dalam saluran empedu umum, terlihat lebih jarang. Choledocholithiasis
primer terjadi dalam pengaturan stasis empedu, yang menghasilkan
pembentukan batu intraductal. Ukuran saluran empedu meningkat seiring
bertambahnya usia. Orang dewasa yang lebih tua dengan saluran empedu
melebar dan divertikula bilier beresiko untuk pembentukan batu saluran
empedu primer. Sumber koledocholithiasis yang kurang umum termasuk
sindrom Mirizzi atau hepatolithiasis yang rumit.5

Aliran empedu terhambat oleh batu di dalam saluran empedu, yang


mengarah ke ikterus obstruktif dan mungkin hepatitis. Empedu yang mandek
juga dapat menyebabkan baktibilia dan kolangitis asendens. Kolangitis dan
sepsis lebih sering terjadi pada pasien dengan choledocholithiasis daripada
sumber lain dari obstruksi saluran empedu karena biofilm bakteri biasanya
mencakup batu saluran empedu yang umum. Saluran pankreas bergabung
dengan saluran empedu dekat duodenum, dan oleh karena itu, pankreas juga
dapat meradang oleh obstruksi enzim pankreas. Ini disebut pankreatitis batu
empedu.Kolangitis dan sepsis lebih sering terjadi pada pasien dengan
choledocholithiasis daripada sumber lain dari obstruksi saluran empedu
karena biofilm bakteri biasanya mencakup batu saluran empedu yang umum.
Saluran pankreas bergabung dengan saluran empedu dekat duodenum, dan
oleh karena itu, pankreas juga dapat meradang oleh obstruksi enzim pankreas.
Ini disebut pankreatitis batu empedu. 5,6

Cholangitis dan sepsis lebih sering terjadi pada pasien dengan


choledocholithiasis daripada sumber lain dari obstruksi saluran empedu karena
biofilm bakteri biasanya mencakup batu saluran empedu umum. Saluran
33
pankreas bergabung dengan saluran empedu dekat duodenum, dan oleh
karena itu, pankreas juga dapat meradangoleh obstruksi enzim pankreas. Ini
disebut pankreatitis batu empedu.9
Pembentukan batu empedu terjadi karena zat-zat tertentu dalam
empedu hadir dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya.
Ketika empedu terkonsentrasi di kantong empedu, empedu dapat menjadi
jenuh dengan zat-zat ini, yang kemudian mengendap dari larutan sebagai
kristal mikroskopis. Kristal-kristal tersebut terperangkap dalam lendir
kantong empedu, menghasilkan lumpur kantong empedu. Seiring waktu,
kristal tumbuh, agregat, dan sekering untuk membentuk batu makroskopik.
Penyumbatan saluran oleh lumpur dan / atau batu menghasilkan komplikasi
penyakit batu empedu. Dua zat utama yang terlibat dalam pembentukan batu
empedu adalah kolesterol dankalsium bilirubinat.1
1. Kolestrol
Lebih dari 80% batu empedu di Amerika Serikat mengandung
kolesterol sebagai komponen utama mereka. Sel-sel hati
mengeluarkan kolesterol menjadi empedu bersama dengan fosfolipid
(lesitin) dalam bentuk gelembung membran kecil, disebut vesikel
unilamellar. Sel-sel hati juga mengeluarkan garam empedu, yang
merupakan deterjen kuat yang dibutuhkan untuk pencernaan dan
penyerapan lemak makanan.

Garam empedu dalam empedu melarutkan vesikel unilamellar


untuk membentuk agregat terlarut yang disebut misel campuran. Ini
terjadi terutama di kantong empedu, di mana empedu
terkonsentrasi oleh reabsorpsi elektrolit dan air.1

Dibandingkan dengan vesikel (yang dapat menampung hingga


1 molekul kolesterol untuk setiap molekul lesitin), misel campuran
memiliki daya dukung kolesterol yang lebih rendah (sekitar 1 molekul
34
kolesterol untuk setiap 3 molekul lesitin). Jika empedu mengandung
proporsi kolesterol yang relatif tinggi untuk memulai, maka ketika
empedu terkonsentrasi, pembubaran vesikel yang progresif dapat
menyebabkan keadaan di mana kapasitas pembawa kolesterol dari
misel dan sisa vesikel terlampaui. Pada titik ini, empedu jenuh dengan
kolesterol, dan kristal kolesterol monohidrat dapat terbentuk.1

Dengan demikian, faktor utama yang menentukan apakah batu


empedu kolesterol akan terbentuk adalah (1) jumlah kolesterol yang
dikeluarkan oleh sel-sel hati, relatif terhadap lesitin dan garam
empedu, dan (2) tingkat konsentrasi dan tingkat stasis empedu dalam
darah. kantong empedu.1
2. Kalsium, bilirubin, dan batu empedu pigmen
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari penguraian heme,
secara aktif disekresi menjadi empedu oleh sel-sel hati. Sebagian
besar bilirubin dalam empedu adalah dalam bentuk konjugat
glukuronida, yang larut dalam air dan stabil, tetapi sebagian kecil
terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi,
seperti asam lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya, cenderung
membentuk endapan yang tidak larut dengan kalsium. Kalsium
memasuki empedu secara pasif bersama dengan elektrolit lainnya. 1
Dalam situasi pergantian heme tinggi, seperti hemolisis kronis atau
sirosis, bilirubin tak terkonjugasi dapat hadir dalam empedu pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari normal. Kalsium bilirubinat
kemudian dapat mengkristal dari larutan dan akhirnya membentuk
batu. Seiring waktu, berbagai oksidasi menyebabkan endapan
bilirubin berubah warna menjadi hitam pekat, dan batu yang terbentuk
dengan cara ini disebut batu empedu pigmen hitam. Batu pigmen
hitam mewakili 10% -20% batu empedu di Amerika Serikat.1

35
Empedu biasanya steril, tetapi dalam beberapa keadaan yang
tidak biasa (misalnya, di atas striktur empedu), empedu dapat menjadi
dijajah dengan bakteri. Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi,
dan hasil peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan
presipitasi kristal kalsium bilirubinat.1
Bakteri juga menghidrolisis lesitin untuk melepaskan asam
lemak, yang juga dapat mengikat kalsium dan mengendap darilarutan.
Konkret yang dihasilkan memiliki konsistensi seperti tanah liat dan
disebut batu pigmen coklat. Tidak seperti kolesterol atau batu empedu
pigmen hitam, yang terbentuk hampir secara eksklusif di kantong
empedu, batu empedu pigmen coklat sering membentuk de novo di
saluran empedu. Batu empedu pigmen coklat tidak biasa di Amerika
Serikat tetapi cukup umum di beberapa bagian Asia Tenggara,
mungkin terkait dengan infestasi cacing hati.1
3. Campuran
Batu kolesterol dapat dijajah dengan bakteri dan dapat
menimbulkan peradangan mukosa kandung empedu. Enzim litik dari
bakteri dan leukosit menghidrolisis konjugat bilirubin dan asam
lemak. Akibatnya, lama-kelamaan, batu kolesterol dapat menumpuk
sebagian besar kalsium bilirubinat dan garam kalsium lainnya,
menghasilkan batu empedu campuran. Batu-batu besar dapat
mengembangkan tepi kalsium yang menyerupai kulit telur yang
mungkin terlihat pada film sinar-X biasa.1
Empedu yang dibuat di hati dan disimpan di kantong empedu
dapat menyebabkan pembentukan batu empedu. Pada beberapa pasien
dengan batu empedu, batu akan keluar dari kandung empedu ke
dalam duktus sistikus dan kemudian ke duktus biliaris komunis.

36
Sebagian besar kasus choledocholithiasis sekunder untuk batu
empedu lewat dari kantong empedu ke CBD. Koledokolitiasis primer
yang merupakan pembentukan batu di dalam saluran empedu umum
terlihat lebih jarang. Koledokolitiasis primer terjadi pada keadaan
stasis empedu, yang menghasilkan pembentukan batu intraduktal.
Ukuran saluran empedu meningkat seiring bertambahnya usia. Orang
dewasa yang lebih tua dengan saluran empedu yang melebar dan
divertikula bilier beresiko untuk pembentukan batu saluran empedu
primer. Sumber choledocholithiasis yang kurang umum termasuk
sindrom Mirizzi yang rumit atau hepatolitiasis. Aliran empedu
terhambat oleh batu di dalam saluran empedu, yang menyebabkan
ikterus obstruktif dan kemungkinan hepatitis. Empedu yang stagnan
juga dapat menyebabkan bacteribilia dan ascending cholangitis.
Kolangitis dan sepsis lebih sering terjadi pada pasien dengan
choledocholithiasis daripada sumber lain dari obstruksi saluran
empedu karena biofilm bakteri biasanya menutupi batu saluran
empedu. Duktus pankreatikus bergabung dengan duktus biliaris
komunis di dekat duodenum, dan oleh karena itu, pankreas juga dapat
meradang oleh obstruksi enzim pankreas. Ini disebut pankreatitis batu
empedu.4,5

2.10 MANIFESTASI KLINIK


Sebuah batu empedu di saluran empedu umum dapat berdampak distal
di ampula Vater, titik di mana saluran empedu umum dan saluran pankreas
bergabung sebelum membuka ke dalam duodenum. Obstruksi aliran
empedu oleh batu pada titik kritis ini dapat menyebabkan sakit perut dan
penyakit kuning. Empedu yang stagnan di atas batu empedu yang
menghalangi sering menjadi terinfeksi, dan bakteri dapat menyebar dengan
cepat kembali ke sistem duktus ke dalam hati untuk menghasilkan infeksi

37
yang mengancam jiwa yang disebut ascending cholangitis.
Obstruksi saluran pankreas oleh batu empedu di ampula Vater dapat
memicu aktivasi enzim pencernaan pankreas di dalam pankreas itu sendiri,
yang menyebabkan pankreatitis akut .1

Banyak pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak menunjukkan


tanda-tanda klinis. Hingga 50% pasien dengan batu saluran biasa tidak
menunjukkan gejala.4 Adapun gejalanya meliputi:6

 Nyeri kolik, biasanya di kuadran kanan atas atau epigastrium

 Nyeri berlangsung lebih lama daripada biasanya untuk kolik bilier

 Dapat menyebar ke bahu kanan

 Mual dan muntah

 Ikterus intermiten, disertai tinja acholic (pucat) dan urin


berwarna gelap
 Pruritus

2.11 PENEGAKAN DIAGNOSIS

2.11.1. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita choledocholithiasis adalah


asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang
disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis,
keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan

38
tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.7
Sekitar ¾ penderita mengeluh nyeri yang letaknya di perut kanan
atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam.Lokasi nyeri
bisa juga di kiri dan prekordial. Pada saat serangan timbul kolik empedu
yang intermiten, sehingga membuat gelisah penderita. Kadang- kadang
sifat nyeri tersebut menetap yang menjalar ke punggung dan di daerah
scapula kanan, sering disertai muntah. Pada palpasi teraba nyeri tekan di
epigastrium dan perut kanan atas. Penderita dapat berkeringat banyak
atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas
tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak,
nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.7

2.11.2. Pemeriksaan Fisik

Tanda murphy positif ditemukan pada pemeriksaan fisik. Kulit


atau mata menguning merupakan suatu tanda penting untuk obstruksi
biliaris. Dan pada choledocholithiasis atau pankreatitis sering ditemukan
pula adanya ikterus, feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu
akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Claycolored”.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat
gelap. Selain tanda- tanda tersebut, jika didapatkan demam dan
menggigil, maka diagnosa yang dipertimbangkan adalah cholangitis
ascendes.5

2.11.3. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak

menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi

39
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi,

akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus

koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan

oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan

mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap

kali terjadi serangan akut.7

Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan penggunaan

banyak tes biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang dinamai

tes fungsi hati. Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai komponen tak

langsung dan langsung dari reaksi Van den bergh, dengan sendirinya sangat

tak spesifik. Walaupun sering peningkatan bilirubin serum menunjukkan

kelainan hepatobiliaris, bilirubin serum bisa meningkat tanpa penyakit

hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna

hemolisis intravaskular dan sepsis sistemik. Tetapi lebih lazim peningkatan

bilirubin serum timbul sekunder terhadap kolestatis intrahepatik, yang

menunjukkan disfungsi parenkim hati atau kolestatis ekstrahepatik sekunder

terhadap obstruksi saluran empedu akibat batu empedu, keganasan, atau

pankreas jinak.15

1) Blilirubin Serum

Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bilirubin serum

memuncak 25 sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi

40
bilirubin sama dengan produksi harian. Nilai >30 mg per 100 ml berarti

terjadi bersamaan dengan hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati.

Keganasan ekstrahepatik paling sering menyebabkan obstruksi lengkap

(bilirubin serum 20 mg per 100 ml), sedangkan batu empedu biasanya

menyebabkan obstruksi sebagian, dengan bilirubin serum jarang

melebihi 10 sampai 15 mg per 100 ml.15

Batu CBD harus dicurigai pada setiap pasien dengan kolesistitis

yang kadar bilirubin serumnya> 85,5 μmol / L (5 mg / dL). Kadar

bilirubin maksimum jarang> 256,5 μmol / L (15,0 mg / dL) pada pasien

dengan koledocholitiasis kecuali ada penyakit hati yang menyertai atau

faktor lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia. Kadar bilirubin

serum ≥ 342,0 μmol / L (20 mg / dL) menunjukkan kemungkinan

obstruksi neoplastik.1

2) Alanin Aminotransferase (SGOT/SGPT)

Alanin aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat-

oksalat transaminase) danAspartat aminotransferase (dulu SGPT,

serum glutamat-piruvat transaminase) merupakan enzim yang

disintesisi dalam konstelasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan

dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan sel hati, tetapi

peningkatan enzim ini ( 1-3 kali normal atau kadang-kadang cukup

tinggi tetapi sepintas) bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran

41
empedu, terutama obstruksi saluran empedu.15

3) Fosfatase Alkali

Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesisi dalam sel

epitel saluran empedu. Paling sering kelainan biokimia dilihat

ditinggikan serum γ-glutamyltransferase dan alkali fosfatase

(peningkatan terlihat pada 94% dan 91% dari kasus, masing- masing).

Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel

duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi,

sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetapi fosfatasi

alkali juga ditemukan di dalam tulang dan dapat meningkat pada

kerusakan tulang. Juga meningkat selama kehamilan karena sintesis

plasenta.15

4) Complete Blood Count (CBC)

Leukositosis yang ditandai mungkin disertai infeksi (misalnya


kolangitis) atau patologi kandung empedu (misalnya kandung empedu
gangren); leukositosis juga sering disertai dengan kolesistitis akut
(51% -53%)11,12

2. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang

khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat

radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu


42
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada

peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,

kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di

kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di

fleksura hepatika.7

3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas

yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran

saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG

juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena

fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab

lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
43
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG

punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang

ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.12

Ultrasonografi sangat bermanfaat pada pasien ikterus. Sebagai

teknik penyaring, tidak hanya dilatasi duktus biliaris ekstra dan intra

hepatik yang bisa diketahui secara meyakinkan, tetapi kelainan lain

dalam parenkim hati atau pankreas (seperti massa atau kista) juga

bisa terbukti. Pada tahun belakangan ini, ultrasonografi jelas telah

ditetapkan sebagai tes penyaring awal untuk memulai evaluasi

diagnostik bagi ikterus. Bila telah diketahui duktus intrahepatik

berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestatis ekstrahepatik.

Jika tidak didapatkan dilatasi duktus, maka ini menggambarkan

kolestatis intrahepatik. Ketepatan ultrasonografi dalam membedakan

antara kolestatis intra dan ekstrahepatik tergantung pada derajat dan

lama obstruksi saluran empedu, tetapi jelas melebihi 90%. Distensi

usus oleh gas mengganggu pemeriksaan ini.15

Choledocholithiasis adalah adanya batu di saluran empedu.6


1. Primer
 Batu membentuk de novo di saluran empedu yang umum, atau
terbentuk secara intrahepatik dan tetap berada di dalam saluran
yang sama.
 Biasanya muncul sebagai batu pigmen coklat yang terutama
terdiri dari kalsium bilirubinat dan jumlah kolesterol dan garam

44
kalsium yang bervariasi.
 Kadar bilirubin lebih tinggi dan kadar kolesterol lebih rendah
daripada batu saluran empedu sekunder
2. Sekunder
 Batu saluran empedu terbentuk di kantong empedu dan pindah ke
saluran empedu yang umum melalui saluran kistik.
 Komposisi mirip dengan batu empedu, dengan sebagian besar
batu kolesterol.

Choledocholithiasis adalah satu atau lebih batu empedu di saluran


empedu yang umum. Biasanya, ini terjadi ketika batu empedu melewati dari
kantong empedu ke saluran empedu.26

Gambar 10 : Batu saluran empedu yang umum (choledocholithiasis).


Sensitivitasultrasonografi transabdominal untuk choledocholithiasis adalah
sekitar 75% di hadapan saluran dilatasi dan 50% untuk saluran nondilated.26

4. CT – Scan

CT – Scan abdomen berada di bawah USG dalam

mendiagnosis batu kandung empedu. CT – Scan digunakan untuk


45
menentukan kondisi dari saluran bilier ekstrahepatik dan struktur

sekitarnya. Pemeriksaan ini dilakukan paada pasien yang dicurigai

keganasan pada kandung empedu, sitem bilier ekstrahepatik, dan

kaput pankrea. Penggunaan CT – Scan sebagai prosedur untuk

menyingkirkan diagnosis banding pada ikterus obstruktif (Gambar

10). CT – Scan dapat memberikan informasi menngenai stadium,

termasuk gambaran vascular pada pasien dengan tumor

periampula.13

Gambar 10.

CT – Scan pada abdomen kuadran atas terhadap pasien dengan kanker

pada distal CBD. Kanker mengobstruksi CBD dan duktus

pankreatikus. 1. Vena porta. 2. Duktus intrahepatik yang berdilatasi. 3.

Dilatasi duktus sistikus dan leher kandung empedu. 4. Dilatasi duktus

hepatikus komunis. 5. Bifurkasi aarteri hepatic komunis ke dalam


46
arteri gastroduodenal dan. 6. Dilatasi duktus pankreatikus. 7. Vena

spllenikus.26,27

5. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)

Duktus bilier intrahepatik dapat dijangkau secara

perkutaneus dengan menggunakan jarum kecil dengan panduan

fluoroskopik. Bila posisi dari duktus bilier telah dipastikan, kateter

dapat dimasukkan (Gambar 11). Melalui kateter, kolangiogram

dapat dilakukan dan terapi dapat dilakukan, seperti drainase dan

pemasangan sten. PTC dapat berperan dalam penatalaksanaan

bbatu kandung empedu tanpa komplikasi, tetapi paling bermanfaat

dalam memberi tatalaksana pada striktur dan tumor duktus bilier.

PTC dapat menyebabkan kolangitis akibat perdarahan, kebocoran

bilier, dan masalah lainnya akibat penggunaan kateter.12

47
Gambar 11.

Skematik PTC dan drainase untuk obstruksi proksimal

kolangiokarsinoma. A. Dilatasi duktus bilier intrahepatik dimasuki oleh

jarum secara perkutan. B. Kawat kecil dimasukkan melalui jarum ke

duktus. C. Kateter yang masukkan bersama kawat, kawat lalu

dilepaskan. Kolangiogram dilakukan melalui kateter. D. kateter

drainaase eksternal dipasang. E. kawat panjang dipasang melalui kateter

dan melewati tumor ke duodenum. F. sten internal dipasang.

6. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Sejak pertengahan tahun 1990, MRI dapat memberikan gambaran

jelas hepar, kandung empedu, dan pancreas. Penggunaan MRI dengan

teknik dan kontras yang lebih baru, gambaran anatomik dapat lebih

jelas. MRI memiliki sensitivitas dan spesifitas 95 % dan 89 % dalam

mendeteksi koledokolelitiasis. MRCP (magnetic resonance

cholangiopancreatography) dapat menjadi pemeriksaan non invasive

dalam mendiagnosis penyakit pada salurana bilier dan pankreas.12

48
Gambar 12.

MRCP menunjukkan penebalan pada duktus bilier ekstrahepatik (garis)

dan duktuspankreatikus (garis berkepala).12

7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP mapu memberikan informasi mengenai kondisi

saluran bilier dan duktus pankreatikus serta melihat ampuula dari

papilla Vateri. Tidak hanya sebagai diagnostik ERCP juga mampu

menjadi salah satu teknik terapetik. Pemeriksaan ERCP

49
membutuhkan keterampilan dan gambar yang memuaskan, serta

tidak begitu dalam seperti pada pemeriksaan PTC. Jalur endoskopi

cenderung aman karena tidak kontak dengan peritoneum.14

Gambar 13.

A. ERCP, endoskop masuk ke duodenum dan kateter pada duktus


koledokus.
B. endoscopic retrograde cholangiogram, menunjukkan batu pada duktus
koledokus.
Pasien ini telah menjalani gastrektomi partial Polya sehingga endoskop

mencapai ampula melalui fleksura duodenojejunal. 26,28

Endoscopic ultrasound membutuhkan endoskop yang khusus.


50
Hasilnya sangat tergantung pada operator, tetapi menawarkan gambaran

non invasif dari duktus bilier dan struktur sekitarnya. Ia memiliki

bagian untuk biopsy, sehingga dapat digunakan pada kasus dengan

tumor. Ia juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi batu pada

duktus bilier, namun kurang sensitive bila dibandingkan dengan

ERCP.12,18

8. Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage (PTBD)

Pasien yang gagal dilakukan ERCP secara konvensional

ditawarkan untuk dilakkukan PTBD. Walaupun PTBD efektif, ia

terkait dengan komplikasi terkait nyeri dan kualitas hidup yang

buruk. EUS-BD adalah pilihan endoskopi minimal invasif yang

ditawarkan sebagai alternative PTBD. Hal ini memiliki tingkat

morbiditas mulai mulai dari 9% hingga 67% dan mortalitas hingga

3% pada periode pasca operasi. 17,18,19

51
Gambar 14.

(a) 1. Transgastric. 2. Transduodenal. (b) Choledochoduodenostomy. (c)

Hepaticogastrostomy. (d) Endoskopi teknik pertemuan terpandu USG

(EUS). Langkah 1: tusukan saluran empedu transgastrik dan kabel

petunjuk transpapillary antegrade penyisipan (EUS scope) Langkah 2:

retrograde biliary stenting di atas kawat transpapillary (duodenoscope).

(e) Teknik antegrade.18,21

9. Gastrointestinal Endoscopy (ESGE)

Sebagian besar pasien dengan batu empedu bersifat asimtomatik

sepanjang hidup mereka, sekitar 10% – 25% dari mereka dapat

berkembang dengan timbulnya nyeri atau komplikasi bilier, dengan risiko

tahunan sekitar 2% – 3% untuk gejala simtomatik. Hanya sekitar 1% - 2%

52
untuk komplikasi utama. Perkembangan penyakit simtomatik dan

komplikasi sebagian besar terkait dengan migrasi batu ke dalam saluran

empedu (CBD). Batu saluran empedu stone (CBDS) dapat tangani dengan

endoskopi retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau pembedahan

selama kolesistektomi. Tujuan dari Pedoman berbasis bukti dan konsensus

ini, yang ditugaskan oleh European Society of Gastro-intestinal

Endoscopy (ESGE), adalah untuk memberikan saran praktis tentang

bagaimana mengelola pasien dengan CBDS. Ini mempertimbangkan

strategi diagnostik pada pasien dengan CBDS yang dicurigai, serta

berbagai pilihan terapi yang tersedia untuk CBDS.

Riwayat alami CBDS tidak dijelaskan dengan baik, tetapi data dari

studi GallRiks menunjukkan bahwa, jika CBDS terdeteksi, harus segera

dihilangkan untuk mengurangi risiko komplikasi dari waktu ke waktu: dari

3969 pasien dengan CBDS di IOC , 594 CBDS mereka tertinggal di

tempatnya. Selama masa tindak lanjut, mulai dari 0 sampai 4 tahun, 25,3%

pasien dengan CBDS in situ mengalami komplikasi (pankreatitis,

kolangitis, atau obstruksi saluran empedu) dibandingkan sekitar 12,7%

pasien yang telah menjalani pengangkatan CBDS (rasio odds 0,44, 95 %

CI 0,35 – 0,55). Kemungkinan hasil yang tidak menguntungkan

meningkat dengan ukuran CBDS, tetapi kejadian komplikasi bahkan untuk

CBDS kurang dari 4 mm adalah 5,9% vs 8,9% untuk CBDS yang lebih

53
besar (OR 0,52, 95 %CI 0,34 – 0,79).

ESGE merekomendasikan tes fungsi hati dan ultrasonografi perut

sebagai langkah diagnostik awal untuk dugaan batu saluran empedu.

Menggabungkan tes ini menentukan kemungkinan memiliki batu saluran

empedu. Rekomendasi kuat, bukti kualitas sedang.

2.12 Algoritma Diagnosis29

Symptomatic gallstone disease

Low likelihood of CBDS Intermediate likelihood of CBDS High likelihood of CBDSfeatures of


cholangitis orCBDSs identified at US
(no CBD dilation at on US
US)

Positive Proceed to preoperative ERCP


Proceed to Negative
or direct to cholecystectomy
cholecystectomy
with CBD exploration

pancreatography.

54
2.13 PENATALAKSANAAN
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan

pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi

dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.7

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri

berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka

dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu

(kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan

kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan

pembatasan makanan.7

Pengobatan untuk choledocholithiasis adalah menghilangkan

batu- batu yang menghalangi melalui cara endoskopi. ERCP dapat

dilakukan dengan anestesi umum, dengan pasien dalam posisi rawan,

lateral kiri, atau terlentang, meskipun rawan adalah posisi yang paling

umum digunakan. Endoskopi kemudian akan menempatkan

duodenoskop kedalam bagian kedua dari duodenum dan memajukan

kateter dan kawat pemandu ke saluran empedu bersama.

Sphincterotome kemudian digunakan untuk memotong papilla,

menggunakan kauterisasi, dan memperbesar ampula Vater. Seringkali,

batu akan dilepaskan dengan manuver ini. Berbagai jerat dan keranjang

dapat digunakan untuk menangkap batu dan menghilangkannya jika

diperlukan. Kateter balon juga dapat digunakan untuk menyapu


55
saluran empedu untuk menghilangkan batu.5

Endoskopi juga dapat menempatkan stent di saluran empedu

bersama, yang akan melayani dua tujuan. Pertama,setiap batu yang

tersisa akan melunak, dan berpotensi lebih mudah dihilangkan dengan

ERCP kedua. Kedua, stent akan memungkinkan drainase empedu

terjadi, mencegah penyakit kuning obstruktif. Jika batu-batu besar,

macet, atau ada banyak batu di dalam pohon bilier, pengangkatan

dengan operasi diindikasikan. Diperlukan eksplorasi saluran empedu

laparoskopi atau terbuka untuk menghilangkan batu yang tidak dapat

dihilangkan melalui metode endoskopi. Kolesistektomi elektif juga

dianjurkan, selama masuk rumah sakit yang sama, untuk mencegah

episode koledocholithiasis di masa depan.5,29

Diperlukan eksplorasi saluran empedu laparoskopi atau terbuka

untuk menghilangkan batu yang tidak dapat dihilangkan melalui

metode endoskopi. Kolesistektomi elektif juga dianjurkan, selama

masuk rumah sakit yang sama, untuk mencegah episode

koledocholithiasis di masa depan.Diperlukan eksplorasi saluran

empedu laparoskopi atau terbuka untuk menghilangkan batu yang

tidak dapat dihilangkan melalui metode endoskopi. Kolesistektomi

elektif juga dianjurkan, selama masuk rumah sakit yang sama, untuk

mencegah episode koledocholithiasis di masa depan.14

56
Kolesistektomi pada pasien dengan choledocholithiasis masih

kontroversial, tetapi kebanyakan ahli merekomendasikannya.

Argumen dapat dibuat terhadap kolesistektomi pada pasien yang tidak

dapat mentoleransi operasi dengan baik (misalnya karena usia,

masalah medis), selama organ tidak menunjukkan gejala.15,16

Kolesistektomi tidak diindikasikan untuk batu CBD primer.

Pilihan bedah lainnya termasuk choldochotomy terbuka, eksplorasi

transkistik (teknik untuk membersihkan CBD batu selama

kolesistektomi laparoskopi), ekstraksi perkutan, dan lithotripsy

gelombang kejut ekstrakorporeal. Pilihan pengobatan untuk

choledocholithiasis yang ditemukan selama operasi yang dilakukan

untuk cholelithiasis atau kolesistitis termasuk eksplorasi saluran

empedu umum intraoperatif, ERCP intraoperatif, dan ERCP pasca

operasi. Prosedur intraoperatif dapat dilakukan jika persetujuan

diperoleh sebelum operasi. Kalau tidak, ERCP direkomendasikan di

lain waktu, tetapi selama rawat inap yang sama.26

Tidak ada obat yang akan menyembuhkan

choledocholithiasis. Namun, satu kali dosis indometasin rektal 50 mg

hingga 100 mg dapat digunakan, untuk mencegah pankreatitis pasca

prosedur jika saluran pankreas dimanipulasi selama ERCP. Antibiotik

biasanya tidak diperlukan untuk choledocholithiasis kecuali pasien

57
juga memiliki kolesistitis atau kolangitis.14,15,16

Gambar 15

Tehnik ERCP.26

58
Endoscopic papillary large-balloon dilation (EPLBD)29

Common bile duct stones

Not “difficult” “Difficult”

angled common bile


duct)

sphincterotomy

Failed extraction or above

Penggunaan endoscopic papillary large-balloon dilation (EPLBD) setelah

sfingterotomi endoskopi telah menjadi luas untuk pengelolaan CDBS yang sulit.

Secara keseluruhan, tujuh RCT dan lima meta-analisis telah membandingkan

kemanjuran dan keamanan EPLBD dengan sfingterotomi endoskopik dengan

sfingterotomi endoskopik saja.29

Singkatnya, sfingterotomi endoskopik + EPLBD mengurangi kebutuhan

untuk lithotripsy mekanis sekitar 30% – 50% dibandingkan dengan

sfingterotomi endoskopi saja, sementara tingkat keberhasilan pengangkatan batu

secara keseluruhan tetap sama. Tingkat efek samping utama, terutama

59
pankreatitis, perdarahan, dan perforasi, antara kedua kelompok adalah serupa

pada 6 dari 7 RCT, sedangkan secara signifikan lebih rendah untuk EPLBD

ditambah sfingterotomi endoskopi dibandingkan dengan sfingterotomi

endoskopi saja di studi oleh Stefani- dis dkk. Dalam tinjauan sistematis (30 studi

dipertimbangkan), tingkat efek samping keseluruhan (pankreatitis, perdarahan,

perforasi) lebih rendah untuk sfingterotomi endoskopik dengan EPLBD dari

pada sfingterotomi endoskopi saja presentase antara 8,3% dengan 12,7%. 29

Gambar 16.

Tehnik EPLBD30

Indikasi lain yang mungkin untuk melakukan EPLBD adalah pengobatan

CBDS berulang pada pasien dengan sfingterotomi endoskopik sebelumnya

karena perpanjangan sfingterotomi endoskopi dapat dikaitkan dengan risiko

tinggi perdarahan dan perforasi. 29

60
2.14 PROGNOSIS

Sekitar 10 – 15 % pasien mengalami choledocholithiasis.

Prognosis bergantung pada kehadiran dan tingkat keparahan komplikasi.

Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di

dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun

demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil

yang didapatkan biasanya baik.10

61
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Desa Pajeko, BUOL
Status : Belum Menikah
Tanggal masuk RS : 13 November 2021
Pekerjaan : Sopir

B. Anamnesis
Keluhan utama : Mata berwarna kuning
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki masuk rumah sakit umum daerah Undata dengan keluhan
mata berwarna kuning sejak >1 bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri pada
perut bagian kanan atas yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluh nyeri
seperti tertindih beban tumpul. Pasien mengeluh perut terasa cepat penuh dan
cepat kenyang sehingga nafsu makan menjadi menurun disertai berat badan
menurun ±4 kg. Pasien juga mengeluhkan BAB pucat seperti dempul konsistensi
lunak, dengan frekuensi 3 hari sekali, tidak disertai lendir maupun darah yang
dialami sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh saat BAK urin berwarna
kuning pekat seperti teh. Keluhan lain yang dirasakan badan yang terasa gatal (-),
mual (-), muntah (-), demam (-), perut membesar (-)

62
Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku sering mengonsumsi makanan yang berminyak dengan proses
penggorengan dan makanan bersantan tetapi tidak memiliki riwayat konsumsi
alkohol dan kebiasaan merokok.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat keluhan dan penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat Hipertensi (-), riwayat DM (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan dan penyakit yang sama.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4M6 V5)
Tanda – Tanda Vital : TD: 120/70 mmHg Respiratory Rate : 20x/menit
Nadi : 84x/m Suhu : 36,6 C
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (+/+), Pupilisokor (+/+),
Raccon Eye (-/-)
Hidung : Nafas Cuping (-), Sekret (-), Septum Deviasi (-), Rhinorrhea (-)
Telinga : Ottorhea(-)
Mulut : Bibir Sianosis (-), Parrese (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax :
Cor : I : Iktus cordis tidak tampak
P : Iktus cordis teraba di SIC 5 2cm dari linea medioclavicularis
sinistra
P : Batas jantung kanan SIC 5 linea sternalis dextra

63
Batas jantung kiri SIC 5 linea medioclavicularis sin dan SIC
5 linea parasternalis sinistra
Batas jantung atas SIC 2 Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung SIC 3 Linea Parasternalis sinistra
A : Bunyi jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-)

Pulmo : I : Simetris bilateral


P : Vocal fremitus kanan = kiri
P : Sonor seluruh lapangan paru
A : Vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)

Abdomen : I : Perut tampak cembung (-), Distensi (-)


Bowel contour(-), Bowel motion(-)
A : Bising usus (+) kesan normal
Pe : Pekak (-) pada abdomen, Hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Pa : Massa (-), Nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan (+)

Extremitas : Superior Inferior


Oedema : -/- -/-
Sianosis : -/- -/-
Akral dingin : -/- -/-

64
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Hasil Laboratorium Darah Lengkap (15 November 2021)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

WBC 5.6 4,0-11,0 103/ul

RBC 5.13 ↑ 4,1-5,1 106/ul

HGB 15.0 14,0-18,0 g/dl

HCT 40 36-47 %

PLT 246 150-450 103/ul

Bleeding Time 4 Menit 1-5

Clotting Time 6 Menit 1-15

Tabel 2. Hasil Laboratorium Penanda Tumor (1 November 2021)


Hasil Rujukan Satuan

Ca 19-9 18.5 <=39 U/mL

65
Tabel 3. Hasil Laboratorium Kimia Darah (25 Oktober 2021)
Hasil Rujukan Satuan

Glukosa Sewaktu 91.4 70-200 mg/dl

Ureum 23 < 50 mg/dl

Kreatinin 0.90 0.6 – 1.1 mg/dl

SGOT 32 ≤45 U/L

SGPT 62 ↑ ≤ 35 U/L

Bilirubin Total 0,20 <1.0 mg/dl

Bilirubin Direct 0,08 0.0-0.5 mg/dl

Bilirubin Indirect 0,12 ↑ 0-0.7 mg/dl

Albumin 4,2 3.4-4.8 g/dL

Tabel 4. Hasil Laboratorium Kimia Darah dan Elektrolit (13 November


2021)
Hasil Rujukan Satuan

SGOT 41 ≤45 U/L

SGPT 66 ≤ 35 U/L

Natrium 140.19 136 - 146 mmol/L

Kalium 3.68 3.5 – 5.0 mmol/L

Clorida 102.56 98 - 106 mmol/L

66
Tabel 5. Hasil Laboratorium Seroimmunologi (13 November 2021)
Hasil Rujukan

HbsAg Non-reaktif Non-reaktif

SARS CoV-2 Antibody Non reaktif Non reaktif

Tabel 6. Hasil Laboratorium Darah Lengkap (17 November 2021) (post op)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

WBC 5.6 4,0-11,0 103/ul

RBC 4.17 4,1-5,1 106/ul

HGB 12.0 14,0-18,0 g/dl

HCT 32.6 36-47 %

PLT 185 150-450 103/ul

67
2. Pemeriksaan Radiologi
1. Hasil pemeriksaan Thorax pada tanggal 9 November 2021

- Corarakan bronchovasculer prominent


- Cor ukuran normal
- Sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang yang tervisualisasi intak

68
2. Hasil pemeriksaan CT Scan Abdomen dengan kontras pada tanggal 19
Oktober 2021

Kesan :
- Cholestatic extrahepatic ec suspek stenosis distal CBD dd/ batu lusen

69
- Spondylosis lumbosacralis

E. Resume
Pasien laki-laki 45 tahun masuk RSUD Undata dengan keluhan ikterus
sejak >1 bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri abdomen pada region
hipokondrium kanan yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluh nyeri
seperti tertindih beban tumpul. Pasien mengeluh perut terasa cepat penuh dan
cepat kenyang sehingga nafsu makan menjadi menurun disertai berat badan
menurun ±4 kg. Pasien juga mengeluhkan BAB pucat seperti dempul konsistensi
lunak, dengan frekuensi 3 hari sekali, lender (-), darah (-) yang dialami sejak 1
bulan yang lalu. Pasien mengeluh saat BAK urin berwarna kuning pekat seperti
teh. Keluhan lain yang dirasakan badan yang terasa gatal (-). Pasien mengaku
sering mengonsumsi makanan yang berminyak dengan proses penggorengan dan
makanan bersantan. Riwayat penyakit dalam keluarga tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 120/70mmHg, nadi 84x/Menit,
pernapasan 20x/menit, suhu 36,6ºC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera
ikterik (+/+) status lokalis abdomen pada palpasi nyeri tekan pada regio
hipokondrium kanan (+).
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin tanggal 15
November 2021 didapatkan kadar RBC↑ 5.13 x 106/uL, SGPT↑ 62 U/L, Bilirubin
indirect↑ 0,12mg/dl. Pada pemeriksaan penunjang radiologi CT Scan Abdomen
dengan kontras didapatkan kesan Cholestatic extrahepatic ec suspek stenosis
distal CBD dd/ batu lusen.

F. Diagnosis Kerja
Batu Distal CBD

70
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Non-Operatif
Pre-op :
- IVFD RL 20 tpm
- Anbacim 1gr/12jam/iv
- Omeprazole 40 mg/24 jam/iv
- Ketorolac 1 gr/8 jam/iv
Post-op :
- IVFD RL : Dextrose 5 % : Aminofluid 1:1:2 20 tpm
- Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Metronidazole 0,5 gr/8 jam
- Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
- Omeprazole 40 mg/12 jam/iv
- Minum 1-2 sdm pagi minum bebas
- Mobilisasi duduk

2. Penatalaksanaan Operatif: (16 November 2021)


- Laparatomy Explorasi CBD (51.41)
- Cholesistektomi (51.23)

H. Diagnosis Post Operasi


Batu Distal CBD (K80.50)

71
I. Follow Up Post Operasi
1. POH 1 (17 November 2021)
Keluhan : nyeri perut bekas operasi (+)
TTV :
- TD : 140/90 mmHg
- N : 74x/menit
- R : 22x/menit
- S : 37,1 ºC
- SpO2 : 98%
- VAS : 3
Urin : 1000 cc
Drain atas (CBD) : 300 cc
Drain bawah : ± 100 cc

Tabel 6. Hasil Laboratorium Darah Lengkap (17 November 2021) (post op)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

WBC 5.6 4,0-11,0 103/ul

72
RBC 4.17 4,1-5,1 106/ul

HGB 12.0 14,0-18,0 g/dl

HCT 32.6 36-47 %

PLT 185 150-450 103/ul

2. POH 2 (18 November 2021)


Keluhan : Nyeri perut bekas operasi (+), Flatus (+)
TTV :
- TD : 140/90 mmHg
- N : 82x/menit
- R : 22x/menit
- S : 36,7 ºC
- SpO2 : 98%
- VAS : 3
- Urin : 1000 cc
- Drain atas (CBD) : ±100 cc
- Drain bawah : ± 50cc

73
3. POH 3 (19 November 2021)
Keluhan : nyeri perut bekas operasi(+), Flatus (+)
TTV :
- TD : 130/70 mmHg
- N : 78x/menit
- R : 22x/menit
- S : 36,5 ºC
- SpO2 : 98%
- VAS : 3
- Urin : 600 cc
- Drain atas (CBD) : ±200 cc
- Drain bawah : ± 20cc

4. POH 4 (20 November 2021)


Keluhan : nyeri perut bekas operasi(+), Flatus (+), BAK (+)
TTV :
- TD : 120/60 mmHg

74
- N : 64x/menit
- R : 20x/menit
- S : 36,6 ºC
- SpO2 : 98%
- VAS : 3
- Aff Kateter
- Drain atas (CBD) : ±300 cc
- Drain bawah : ± 50cc

5. POH 5 (21 November 2021)


Keluhan : nyeri perut bekas operasi(+), BAK (+), BAB (+)
TTV :
- TD : 140/90 mmHg
- N : 74x/menit
- R : 20x/menit
- S : 36,7 ºC
- SpO2 : 97%
- VAS : 3
- Drain atas (CBD) : ±500 cc
- Drain bawah : ± 100cc

6. POH 6 (22 November 2021)


Keluhan : BAB (+),BAK (+), Flatus (+)
TTV :
- TD : 140/100 mmHg
- N : 84x/menit
- R : 18x/menit
- S : 36,7 ºC

75
- SpO2 : 98%
- Drain atas (CBD) : ±500 cc
- Drain bawah : ± 150cc

76
J. Dokumentasi

77
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, berdasarkan hasil yang diperoleh dari anamnesis pasien
dengan keluhan ikterus sejak >1 bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri abdomen
pada region hipokondrium kanan yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengeluh
nyeri seperti tertindih beban tumpul. Pasien mengeluh perut terasa cepat penuh
dan cepat kenyang sehingga nafsu makan menjadi menurun disertai berat badan
menurun ±4 kg. Pasien juga mengeluhkan BAB pucat seperti dempul konsistensi
lunak, dengan frekuensi 3 hari sekali, yang dialami sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien mengeluh saat BAK urin berwarna kuning pekat seperti teh. Keluhan lain
yang dirasakan badan yang terasa gatal (-). Pasien mengaku sering mengonsumsi
makanan yang berminyak dengan proses penggorengan dan makanan bersantan.
Riwayat penyakit dalam keluarga tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang,
kesadaran composmentis, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik (+/+) status lokalis abdomen pada
palpasi nyeri tekan pada regio hipokondrium kanan (+).
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin didapatkan kadar
RBC↑, SGPT↑, Bilirubin indirect↑. Pada pemeriksaan penunjang radiologi CT
Scan Abdomen dengan kontras didapatkan kesan Cholestatic extrahepatic ec
suspek stenosis distal CBD dd/ batu lusen.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis kerja pra
operasi yaitu batu distal CBD.
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan
sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan

78
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3 Terdapat dua
mekanisme pembentukan batu pada CBD yaitu primer dan sekunder;

1. Batu CBD primer merupakan batu yang terbentuk secara de novo pada
duktus hepatikus ataupun duktus koledokus, batu ini biasanya
berwarna cokelat kekuningan dengan konsistensi seperti lumpur;
secara biokimia batu ini tersusun atas kalsium bilirubinat yang
tercampur dengan sejumlah kolesterol dan garam kalsium.
Penyebabnya masih belum dapat diduga secara pasti namun infeksi
bakteri serta statis bilier diperkirakan merupakan dua faktor penyebab
yang utama.3
2. Batu CBD sekunder merupakan batu yang berasal dari kandung
empedu komposisinya identik dengan batu pada kandung empedu,
dimana kebanyakan berwarna kuning kolesterol, atau pigmen kalkuli
hitam dengan konsistensi keras. Masih belum jelas kenapa batu
kandung empedu bisa bermigrasi ke CBD. Sebuah penelitian
menyatakan bahwa ukuran dari duktus sistikus menjadi determinan
tunggal yang penting.3

Manifestasi klinis yang khas dari batu CBD terjadi pada 70% pasien
terdiri atas; nyeri perut, ikterus dan urin berwarna pekat, feses dempul.22

1. Ikterus terjadi pada 80 persen kasus, obstruksi menyebabkan


meningkatnya bilirubin terkonjugasi, akibat obstruksi bilirubin
diglukoronida tidak dapat diekskresikan sehingga bilirubin ini
kemudian mengalami regurgitasi ke vena hepatika dan saluran limfe
hati, dan bilirubin terkonjugasi muncul di darah dan urin yang
nantinya juga menyebabkan pekatnya warna urin.

2. Nyeri perut biasanya memiliki ciri kolik bilier, melibatkan kuadran


atas abdomen, terjadi pada 90 persen pasien. Serangan kolik bilier ini

79
disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu,
menyebabkan tekanan di duktus biliaris meningkat dan terjadi
peningkatan kontraksi di tempat penyumbatan yang mengakibatkan
timbulnya nyeri visera pada daerah epigastrium dan kuadran kanan
atas abdomen

3. Feses dempul biasa terjadi pada ikterus obstruksi yang sistem


biliernya mengalami obstruksi total, hal ini dikarenakan empedu yang
tidak dapat dialirkan ke sistem pencernaan sehingga tidak adanya
sterkobilinogen pada feses.
Penentuan diagnosis Pasien dengan keluhan kuning pada seluruh tubuh
dapat didiagnosa dengan berbagai penyakit, anamnesa dan pemeriksaan fisik
yang cermat serta pemeriksaan penunjang yang tepat dapat membantu
mendiagnosa keadaan klinis Terdapat banyak pilihan pemeriksaan radiologi
untuk mendiagnosa batu pada CBD beberapa diantaranya adalah USG
abdominal, endoscopic ultrasonograpgy, CT-scan abdomen, Magnetic
Resonance Cholangio Pancreatography (MRCP) serta kolangiografi.
Kolangiografi masih menjadi pemeriksaan yang paling dipercaya untuk
mendiagnosa batu CBD, namun pemeriksaan ini bersifat invasif serta
memiliki biaya yang tinggi menyebabkan pemeriksaan ini tidak dijadikan
pilihan pemeriksaan untuk skrining.22
Tatalaksana pada pasien ini adalah dengan pemberian infus RL 20 tetes
per menit untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang, pemberian
antibiotik spektrum luas golongan cephalosporin yaitu Anbacim, pemberian
Omeprazole untuk mengurangi rasa mual pada pasien, dan pemberian
Ketorolac sebagai analgetik.
Pada saat pembedahan, dilakukan identifikasi CBD didapatkan tampak
slight dilatation (diameter 1 cm) di putuskan untuk melakukan explorasi dan

80
berdasarkan pada gambaran CT scan dengan kontras didapatkan Cholestatic
extrahepatic ec suspek stenosis distal CBD dd/ batu lusen. Sehingga pada kasus
ini masuk kategori batu distal CBD. Pada identifikasi gallbladder didapatkan
Tampak gallbladder mengalami adhesi dengan intestinal, sehingga dilakukan
cholesistectomy secara fundus down.

Penanganan awal yang dilakukan pada penderita adalah kolesistostomi.


Hal ini ditujukan untuk membuat drainase empedu. Drainase empedu
dilakukan sebagai penanganan temporer untuk pasien kritis yang belum bisa
mendapatkan terapi definitif. Salah satu cara melakukan drainase adalah
dengan menggunakan saluran buatan yang mengalirkan empedu melalui
gallbladder.2,22

Penanganan definitif dari batu pada saluran empedu adalah mengeluarkan


batu tersebut. Pengeluaran batu tersebut dapat dilakukan dengan berbagai
teknik salah satunya adalah dengan eksplorasi pada CBD. Pada penderita
dilakukan eksplorasi CBD untuk mengeluarkan batu pada duktus. Operasi
juga dilanjutkan dengan melakukan kolesistektomi, hal ini bertujuan untuk
menurunkan kemungkinan rekurensi dari sumbatan pada CBD.2,22

81
BAB V
KESIMPULAN

Batu pada CBD dapat dialami sebagai suatu proses primer pemadatan
pada duktus koledokus, namun batu tersebut bisa saja merupakan batu
sekunder yang berasal dari kandung empedu yang melewati duktus sistikus
dan menjadi batu saluran empedu ekstrahepatik.3

Penatalaksanaan batu CBD yaitu berupa pembedahan, terapi sistemik


neoadjuvant dan adjuvant, evaluasi patologis, radioterapi, hingga tatalaksana
paliatif dan suportif.22
Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis pre-operasi dengan batu distal
CBD. Pasien direncanakan untuk tindakan operasi kolesistostomi. Dilakukan
cholesistectomy secara fundus down. Setelah dilakukan operasi, ditegakkan
diagnosis post-operasi yaitu Batu distal CBD.

82
DAFTAR PUSTAKA
1. Anastasios A Mihas, Jeff Allen, dkk. Batu Empedu (Cholelithiasi).
Emedicine. 2019.
2. Frybova B, Drabek J, et all. Cholelithiasis and choledocholithiasis in
children; risk factors for development. PLoS ONE. 2018.
3. Wilkins T, Agabin E, et all. Gallbladder Dysfunction: Cholecystitis,
Choledocholithiasis, Cholangitis, and Biliary Dyskinesia. Prim. Care.
2017.
4. Costi R, et all. Diagnosis and management of choledocholithiasis in the
golden age of imaging, endoscopy and laparoscopy. World J
Gastroenterol. 2014.
5. Frederick J. Suchy and Cara L. Mack. Sleisenger and Fordtran's
Gastrointestinal and Liver Disease. Anatomy, Histology, Embryology,
Developmental Anomalies, and Pediatric Disorders of the Biliary Tract. Ed
11th. Hal: 975-977. Elsevier. 2021.
6. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2014.570-579.
7. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah
(Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2012.459-64.
8. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi
6. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2016.380-4.
9. Center SA. Diseases of the gallbladder and biliary tree. Vet Clin North Am
Small Anim Pract. May 2015;39(3):543-98. Diakses pada tanggal 20
November 2021 melalui
(http://reference.medscape.com/medline/abstract/19524793)
10. Nakeeb, Attila, Ahrendt, Steven A., et al. Calculous Biliary Disease. In :
83
Greenfield's Surgery: Scientific Principles and Practice. 6th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2012.
11. Dauer M, Lammert F. Mandatory And Optional Function Tests For
Biliary Disorders. Best Pract Res Clin Gastroenterol. 2017;23(3):441-51.
Diakses pada tanggal 20 November 2021 melalui
(http://reference.medscape.com/medline/abstract/19505670)
12. Snell, RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke 6.
Jakarta: EGC; 2012.
13. Douglas M. Heuman. 2015. Gallstones (Cholelithiasis). Emedicine
Medscape Updated, Jan 20, 2015. Diakses pada tanggal 20 November
2021 melalui (http://emedicine.medscape.com/article/175667)
14. Gilani SN, Bass G, Leader F, Walsh TN. Collins' sign: validation of a
clinical sign in cholelithiasis. Ir J Med Sci. Aug 14 2013; Diakses pada
tanggal 20 November 2021 melalui
(http://reference.medscape.com/medline/abstract/19685000)
15. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2012, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
16. Beckingham, IJ. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary
System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari
2011: 322 (7278): 91–94. Diakses pada tanggal 19 November 2021
melalui (http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=1119388).
17. Britton, Julian, Bickerstaff, Kenneth I., et al. Benign Diseases of The
Biliary Tract. Oxford Textbook of Surgery. Oxford University Press.
2012.
18. Keshav.S. The Gastrointestinal System at a Glance. London: Blackwell
Science; 2014.

84
19. Al-saad MH., et al. Surgical Management of Cholelithiasis. Egypt: The
Egyption Journal of Hospital Medicine, 2020.
20. A Hedjoudje, et al. Original Article: Outcomes of endoscopic ultrasound-
guided biliary drainage: A systematic review and meta analysis. Europe:
United European Gastroenterology UEG Journal. 2019.
21. Townsend, Courtney. Sabiston Textbook of Surgery. Galvestone : Elsevier,
2012
22. Arthur Guyton, John Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC,
2007.
23. Murray, Robert. Porfirin dan Pigmen Empedu. [book auth.] Robert
Murray, Granner Daryl and Rodwell Victor. Biokimia Harper. Jakarta :
EGC, 2009.
24. Ng, Enders. Common bile duct and stones and cholangitis. GastroHep.
Blackwell Publishing, 2014. Diakses pada tanggal 20 November 2021
http://www.gastrohep.com/ebooks/ebook.asp?book=1405120789&id=3#h
10.
25. Gianawati, Indah. Diagnosis Approach and Treatment of
Choledocolithiasis. The Indonesian Journal of Gastroenterology
Hepatology and Digestive Endoscopy. August, 2004, Vol. 5, 2.
26. Ct scan, et al. 2005. Harrison’s principle of internal medicine 16th edition.
USA: McGraw-Hill Companies.
27. Sjamsuhidayat, R, De jong W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
28. Paulsen F, Waschke J. 2013. Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol. 3,
English/Latin: Head, Neck and Neuroanatomy. Elsevier,
Urban&FischerVerlag; Mar 21.
29. Manes Gianpiero et al. Endoscopic management of common bile duct
stones:European Society of Gastrointestinal Endoscopy (ESGE)

85
guideline. 2019.
30. Mitsuka Okuno, et al. Significance of Endoscopic Sphincterotomy
Preceding Endoscopic Papillary Large Balloon Dilation in the
Management of Bile Duct Stones. 2016.

86

You might also like