You are on page 1of 12

NAMA: RACHEL GRACE ELFRIDA SIAHAAN

NIM: 1818205

KELAS: 3B

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS PETROKIMIA

I. JUDUL
“Analisis Zat Warna Sintetik”

II. TUJUAN
Percobaan ini bertujuan untuk menetapkan jenis zat warna yang terdapat dalam
sampel serta menetapkan kadar zat warna tersebut.

III. PRINSIP
Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mengamati perubahan warna pada wol atau
sutera apabila dicelupkan dengan berbagai pereaksi antara lain NaOH 10%, H 2SO4
pekat, NH4OH 12%, HCl 10% dan HCl pekat. Perubahan warna kemudian
dibandingkan dengan standar. Sedangkan analisis kualitatif dilakukan secara
gravimetri, yaitu berdasarkan selisih penimbangan sebelum dan sesudah perlakuan
terhadap benang wool.

IV. DASAR TEORI


Menurut Elbe dkk., (1996), zat pewarna merupakan suatu bahan kimia baik alami
maupun sintetik yang memberikan warna. Berdasarkan sumbernya, zat pewarna untuk
makanan dapat diklasifikasikan menjadi pewarna alami dan sintetik (Winarno, 1992).
Pewarna alami yaitu zat warna yang diperoleh dari hewan seperti : warna merah muda
pada flamingo dan ikan salem sedangkan dari tumbuh-tumbuhan seperti: karamel,
coklat dan daun suji. Pewarna buatan sering juga disebut dengan zat warna sintetik.
Proses pembuatan zat warna sintetik ini biasanya melalui perlakuan pemberian asam
sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain
yang bersifat racun (Winarno, 1994).
Pewarna buatan memiliki kelebihan yaitu warnanya homogen dan penggunaannya
sangat efisien karena hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi
kelemahannya adalah jika pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis
ini akan berbahaya. Proses pembuatan zat warna sintetik biasanya melalui perlakuan
pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen
atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat warna organik sebelum
mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang
berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir atau terbentuk senyawasenyawa
baru yang berbahaya.
Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan lakes. Dyes merupakan
zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran
warna, dan pasta. Digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, miuman ringan,
roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dll. Lakes adalah pigmen yang dibuat
melalui pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada
pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.
Pewarna sintetis memiliki kelebihan dibandingkan dengan pewarna alami, yaitu
mewarnai dengan lebih kuat meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit,
lebih seragam, lebih stabil terhadap factor lingkungan seperti cahaya, pH, oksidasi dll
dan biasanya lebih murah. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap
cerah walaupun sudah mengalami proses dan pemanasan, sedangkan pewarna alami
mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan.
Pewarna sintetik ditemukan oleh William Henry Perkin pada tahun 1856. Sejak
itu, berbagai jenis pewarna sintetik berhasil disintesis (www.wikipedia.com). Pada
tahun 1876 Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan gabungan dari zat
organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai
pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas zat warna tersusun dari
hidrokarbon tak jenuh,Chromogen, Auxocrome dan zat aditif (migration, levelling,
wetting agent, dsb).
Zat pewarna sintetik mulanya dibuat dari ter batubara dan saat ini dari minyak
bumi. Zat pewarna sintetik terdiri atas dye dan lake. Dye adalah zat pewarna yang
umumnya larut dalam air dan larutannya dapat mewarmai. Dye terbagi atas 4
kelompok yaitu azo, tifenilmetan, fluorescein dan sulfonated indigo. Contoh:
amaranth, tartrazin, brilliant bhte, erytrosin dan indigo carmine. Sementara lake
merupakan gabungan dari dye dan ridikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan
hidrat alumina. Zat pewarna sintetik memiliki karakteristik lebih cerah, lebih
homogen, lebih ekonomis karena dibutuhkan daim jumlah sdikit, memiliki variasi
lebih banyak dibandingkan zat warna alami. Saat ini zat pewarna sintetik merupakan
sumber utama pewarna komersial untuk hampir seluruh industri makanan dan tekstil.

V. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
• Gelas piala 250 mL
• Pipet tetes
• Cawan porselen
• Labu semprot
• Alumunium foil
• Oven
• Desikator
• Hot plate
• Gunting
• Neraca analitik (digital)
• Hairdryer

b. Bahan
•Benang wol
• n-heksana
• KHSO4
• HCl (pekat dan 10%)
• H2SO4 (pekat)
• NH4OH (12%)
• NaOH (10%)
• Air suling
• Wantex merah
• Wantex kuning
• Tartrazine
• Ponceau

VI. CARA KERJA


a. Analisis Kualitatif

Sampel ditimbang Lalu sampel yang sudah


sebanyak 30-50 mL lalu dilarutkan diambil
dilarutkan dengan air sebanyak 30-50 mL lalu
hingga homogen. diasamkan dengan HCl 10
%.

Benang wol diangkat lalu Benang wol dimasukkan ±


dicuci dengan air dingin lalu 20 cm ke larutan dan
dikeringkan dan dipotong dididihkan selama 30
menjadi 4 bagian. menit.
Masing-masing bagian Masing-masing bagian
ditempatkan pada lempengditetesi dengan NaOH 10%,
tetes. H2SO4 pekat, NH4OH 12%,
HCl 10% dan HCl pekat

Perubahan warna diamati


dan dibandingkan dengan warna pada standar.

b. Analisis Kuantitatif

Benang wol dipotong Lalu dikeringkan dalam


sepanjang 20 cm lalu oven dan didinginkan
dicuci dengan n-heksana. dalam desikator.
Ditimbang sebagai bobot
(a).

Benang wol dimasukkan ke Sampel ditimbang


dalam larutan dan sebanyak 50 g dan
didihkan selama 30 menit. dilarutkan dengan KHSO4
encer sebanyak 30-50 mL.
Benang wol diangkat lalu Selisih penimbangan
dicuci dengan air panas dihitung sebagai kadar
lalu dikeringkan dan zat warna.
ditimbang kembali
sebagai bobot (b).

VII. DATA PENGAMATAN


a. Analisis Kualitatif
Pereaksi Perubahan Warna pada Benang Wol
Tartrazin Saus A Saus B Ponceau
HCl (p) Kuning > Merah > Kuning > Putih kemerahan >
hitam hitam abuabu biru kehitaman
H2SO4 (p) Kuning > Merah > ungu Kuning > Putih kemerahan >
putih ungu putih
NaOH 10 % Kuning > Merah > Kuning > Putih kemerahan >
abuabu merah kuning putih
kehitaman
NH4OH 12 % Kuning > Merah > Kuning > Putih kemerahan >
putih merah pudar putih kemerahan

b. Analisis Kuantitatif
Bobot (g)
Uraian
Tartrazin Saus A Saus B Ponceau
Bobot sebelum
23,1350 30,8481 23,3365 27,3539
perlakuan (W0)
Bobot sesudah
23,1530 30,9887 23,3370 27,3545
perlakuan (W1)
Bobot sampel 25,0290 25,0596 25,0464 25,0174

VIII. PERHITUNGAN
Analisis Kuantitatif

Kadar Zat Warna =


Keterangan:
a. : berat benang wol sebelum perlakuan (g) b : berat benang wol sesudah perlakuan
(g)
IX. PEMBAHASAN
Zat warna merupakan salah satu jenis bahan tambahan pangan. Bahan tambahan
pangan adaah bahan atau zat yang ditambahkan secara sengaja ke dalam bahan
pangan secara sengaja yang bertujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa,
tekstur, dan memperpanjang daya simpan dari makanan tersebut. Zat pewarna sebagai
bahan tambahan pangan sudah diatur kadarnya dalam Peraturan BPOM No. 11 Tahun
2019 tentang bahan tambahan pangan dan dalam peraturan tersebut juga disebutkan
beberapa jenis zat pewarna yang tidak boleh digunakan pada makanan. Zat pewarna
dibagi menjadi dua, yaitu zat warna alami dan zat warna sintetik. Zat warna alami
diperoleh dari tumbuhan dan lebih aman untuk dikonsumsi, sementara zat warna
sintetik dibuat dengan mereaksikan beberapa bahan kimia dan berbahaya bagi tubuh
apabila digunakan dalam jumlah yang melewati ambang batas. Zat warna sintetik
merupakan hasil kondensasi proses destilasi batubara sehingga masuk ke dalam pohon
petrokimia.
Pada percobaan ini dilakukan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif pada saus
A dan saus B. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mereaksikan sampel dan
standar dengan berbagai macam pereaksi. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara
mengamati perubahan warna pada wol atau sutera apabila dicelupkan dengan berbagai
pereaksi antara lain NaOH 10%, H2SO4 pekat, NH4OH 12%, dan HCl pekat.
Perubahan warna kemudian dibandingkan dengan standar. Jika sampel mengalami
perubahan warna yang cenderung mirip dengan standar maka sampel positif
mengandung zat warna seperti standar. Standar yang digunakan pada percobaan ini
adalah standar tartrazin dan standar ponceau.
Hasil percobaan pada saus A diperoleh hasil bahwa pada larutan HCl pekat warna
sampel berubah dari merah menjadi hitam dan pada larutan amonium hidroksida 12%
warnanya tidak berubah. Perubahan warna ini sama dengan perubahan warna pada
standar ponceau dimana pada larutan HCl pekat standar terjadi perubahan warna yang
memekat yaitu dari putih kemerahan menjadi biru kehitaman dan pada larutan
amonium hidroksida 12% tidak terjadi perubahan warna. Dari hasil ini dapat
disimpulkan bahwa saus A positif mengandung zat warna ponceau.
Pada percobaan sampel saus B diperoleh hasil bahwa pada larutan HCl pekat
terjadi pemekatan warna dari kuning menjadi abu-abu, pada larutan NaOH 10%
terjadi pemekatan warna juga dari kuning menjadi kuning kehitaman, dan pada
larutan amonium hidroksida 12% terjadi pemudaran warna dari warna kuning menjadi
kuning pudar. Perubahan warna ini sama dengan perubahan warna pada standar
tartrazin dimana pada larutan HCl pekat warna memekat dari kuning menjadi hitam,
pada larutan NaOH 10% terjadi pemekatan warna juga dari kuning menjadi abu-abu
sementara pada larutan amonium hidroksida 12% terjadi pemudaran warna dari warna
kuning menjadi warna putih. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa sampel saus B
positif mengandung zat warna tartrazin. Untuk hasil yang lebih akurat, uji kualitatif
zat warna dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT)
dengan menggunakan eluen yang sesuai.
Uji kuantitatif pada sampe dilakukan dengan metode gravimetri yaitu dengan
membagikan selisih berat sesudah dan sebelum perlakukan pada benang wol. Larutan
sampel saus A dan saus B terlebih dahulu diasamkan karena standar tartrazin dan
ponceau bersifat asam. Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh kadar tartrazin pada
standar tartrazin sebesar 0,07 % b/b, kadar ponceau pada standar ponceau sebesar
0,0024 % b/b, kadar zat warna pada sampel saus A sebesar 0,56 % b/b, dan kadar zat
warna pada sampel saus B sebesar 0,002 % b/b. Uji kuantitatif yang dilakukan adalah
uji proksimat sehingga nilai kadar pada sampel merupakan kadar keseluruhan zat
warna. Pada Peraturan BPOM No. 11 Tahun 2019 tentang bahan tambahan pangan
sudah diatur batasan kadar untuk masing-masing zat pewarna makanan, namun karena
pada percobaan ini kadar yang didapatkan adalah kadar proksimat atau kadar total zat
warna tidak dapat disimpulkan apakah nilai kadar yang diperoleh masih memenuhi
syarat keberterimaan atau tidak.

X. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Sampel saus A mengandung zat warna ponceau.
2. Sampel saus B mengandung zat warna tartrazin .
3. Kadar tartrazin pada standar tartrazin sebesar 0,07 % b/b.
4. Kadar ponceau pada standar ponceau sebesar 0,0024 % b/b.
5. Kadar zat warna pada sampel saus A sebesar 0,56 % b/b.
6. Kadar zat warna pada sampel saus B sebesar 0,002 % b/b.

XI. DAFTAR PUSTAKA


Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan Edisi
Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Walford, John. 1980. Developments In Food Colours 1. New York : Elsevier


Science Publishing.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Panduan dan Gizi. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka
Utama.

You might also like