You are on page 1of 19

MASALAH-MASALAH PERILAKU DALAM PEMBELAJARAN

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi


Pendidikan

Disusun oleh:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN


BIOLOGI DEPARTEMEN
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA 2015
1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul
“MASALAH-MASALAH PERILAKU DALAM PEMBELAJARAN” dapat
terselesaikan. Makalah ini berisi tentang konsep dan indikator dari masalah-
masalah perilaku dalam pembelajaran, dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Psikologi Pendidikan.
Tanpa kerja sama antara dosen mata kuliah, rekan-rekan dan berbagai
pihak yang memberi masukan bagi penyusun demi tersusunnya makalah ini.
Untuk itu penyusun mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi
kelancaran penyusunan makalah iniTiada gading yang tak retak, begitu pula
dengan makalah ini. Kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak
yang bersifat membangun
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan para
pembaca pada umumnya.

Bandung, November 2015

Penyusun

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1


1.2 Batasan Masalah....................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.4 Tujuan....................................................................................................2
1.5 Manfaat..................................................................................................2

BAB II ISI

2.1 Hakikat Masalah Perilaku dalam Belajar.................................................3


2.2 Konsep dan Ciri Siswa Terisolir..............................................................5
2.3 Konsep dan Ciri Siswa Underachiever....................................................7
2.4 Konsep dan Ciri Siswa Maladaptif..........................................................8
2.5 Konsep dan Ciri Siswa yang Mengalami Stres Akademik.......................9

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan..............................................................................................13
3.2 Saran........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekolah mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan dan


perkembangan peserta didik. Sekolah dipandang dapat memenuhi
beberapa kebutuhan peserta didik dan menentukan kualitas kehidupan
mereka di masa depan. Tetapi pada saat yang sama, sekolah ternyata juga
dapat menjadi sumber masalah, yang pada gilirannya memicu terjadinya
stres di kalangan peserta didik. Bahkan menurut Fimian dan Cross, 1987
(dalam Desmita, 2012, hlm. 288), sekolah, di samping keluarga,
merupakan sumber stres yang utama bagi anak.
Beberapa penelitian di Indonesia juga menunjukkan ada
fenomena stres siswa yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa hidup di
sekolah. Fenomena stres sekolah yang dirasakan oleh peserta didik ini
telah banyak disadari dan menjadi wilayah perhatian yang luas di
kalangan ilmuwan, peneliti, pendidik, dan pengambil kebijakan
(pemerintah) di berbagai negara.

1.2 Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini hanya dibatasi pada:
1. Hakikat masalah perilaku dalam belajar
2. Konsep dan ciri siswa terisolir
3. Konsep dan ciri siswa underachiever
4. Konsep dan ciri siswa maladaptive
5. Konsep dan ciri siswa yang mengalami stress akademik

5
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini diantaranya sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi hakikat masalah perilaku dalam belajar?
2. Bagaimana konsep dan ciri siswa terisolir?
3. Bagaimana konsep dan ciri siswa underachiever?
4. Bagaimana konsep dan ciri siswa maladaptive?
5. Bagaimana konsep dan ciri siswa yang mengalami stress akademik?

1.4 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai
yaitu untuk menjelaskan materi mengenai:
1. Hakikat masalah perilaku dalam belajar
2. Konsep dan ciri siswa terisolir
3. Konsep dan ciri siswa underachiever
4. Konsep dan ciri siswa maladaptive
5. Konsep dan ciri siswa yang mengalami stress akademik

1.5 Manfaat
Manfaat yang penyusun harapkan dari pembuatan makalah ini
diantaranya:

1. Memahami hakikat masalah perilaku dalam belajar


2. Memahami konsep dan mampu mengidentifikasi ciri siswa terisolir
3. Memahami konsep dan mampu mengidentifikasi ciri siswa
underachiever
4. Memahami konsep dan mampu mengidentifikasi ciri siswa maladaptive
5. Memahami konsep dan mampu mengidentifikasi ciri siswa yang
mengalami stress akademik

6
BAB II
ISI

2.1 Hakikat Masalah Perilaku Dalam Belajar

Perilaku Belajar dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas belajar.


Sebenarnya konsep dan pengertian belajar itu sangat beragam tergantung
dari sudut pandang setiap orang yang mengamatinya. Belajar sendiri
diartikan sebagai perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada
perilaku yang diperoleh kemudian dari pengalaman-pengalaman (Davidoff,
1998, hlm. 178). Morgan dkk (dikutip oleh Walgito 2003, hlm. 166)
memberikan definisi tentang belajar sebagai berikut; belajar dapat diartikan
sebagai perubahan yang relatif menetap pada perilaku yang terjadi sebagai
akibat dari latihan atau pengalaman.
Masalah-masalah perilaku belajar dapat muncul sebelum kegiatan
belajar dapat berhubungan dengan karakteristik siswa, baik berkenaan dengan
minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman. Berikut ini adalah
beberapa faktor internal yang mempengaruhi masalah perilaku belajar siswa.

1. Ciri khas/karakteristik siswa


Dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran,
mempersiapkan buku, alat-alat tulis atau hal-hal yang diperlukan.
Namun, bila siswa tidak memiliki minat untuk belajar, maka siswa
tersebut cenderung mengabaikan kesiapan belajar.

2. Sikap terhadap belajar.


Sikap siswa dalam proses belajar, terutama sekali ketika memulai
kegiatan belajar merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena
aktivitas belajar siswa banyak ditentukan oleh sikap siswa ketika akan
memulai kegiatan belajar. Namun, bila lebih dominan sikap menolak
sebelum belajar maka siswa cenderung kurang memperhatikan atau
mengikuti kegiatan belajar.

7
3. Motivasi belajar.
Di dalam aktivitas belajar, motivasi individu dimanifestasikan
dalam bentuk ketahanan atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan
dalam menyimak, mengerjakan tugas dan sebagainya. Umumnya kurang
mampu untuk belajar lebih lama, karena kurangnya kesungguhan di
dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu, rendahnya motivasi
merupakan masalah dalam belajar yang memberikan dampak bagi
tercapainya hasil belajar yang diharapkan.

4. Konsentrasi belajar.
Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah
belajar yang dihadapi siswa, karena hal itu akan menjadi kendala di
dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk membantu siswa
agar dapat berkonsentrasi dalam belajar tentu memerlukan waktu yang
cukup lama, di samping menuntut ketelatenan guru.

5. Mengolah bahan belajar.


Siswa mengalami kesulitan di dalam mengelola bahan, maka
berarti ada kendala pembelajaran yang dihadapi siswa yang
membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru tersebut hendaknya dapat
mendorong siswa agar memiliki kemampuan sendiri untuk terus
mengelola bahan belajar, karena konstruksi berarti merupakan suatu proses
yang berlangsung secara dinamis.

6. Rasa percaya diri.


Salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap
aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran adalah rasa percaya
diri. Rasa percaya diri umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan
atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu di mana pikirannya terarah
untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya. Hal-hal ini bukan
merupakan bagian terpisah dari proses belajar, akan tetapi merupakan

8
tanggung jawab yang harus diwujudkan guru bersamaan dengan proses
pembelajaran yang dilaksanakan.

7. Kebiasaan belajar.
Adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam
waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar
yang dilakukan. Ada beberapa bentuk kebiasaan belajar yang sering
dijumpai seperti, belajar tidak teratur, daya tahan rendah, belajar hanya
menjelang ulangan atau ujian, tidak memiliki catatan yang lengkap,
sering datang terlambat, dan lain-lain.

2.2 Konsep dan Ciri Siswa Terisolir

Menurut Andi Mappiare (1982:172–173) dalam Sri Sulistia Rini


(2015) siswa terisolasi adalah siswa yang jarang dipilih atau sering kali
mendapat penolakan dari lingkungannya, salah satunya adalah kemampuan
daya pikirnya yang rendah atau bodoh.
Dapat disimpulkan bahwa siswa terisolir adalah siswa yang tidak
mempunyai sahabat, jarang dipilih, selalu ditolak di antara teman
sebayanya, tidak mempunyai minat untuk mengikuti kegiatan–kegiatan
kelompok, tidak dapat menyerap dan menerima norma–norma kedalam
kepribadiannya, tidak mampu untuk berperilaku yang pantas atau
menyesuaikan diri menurut tuntutan lingkungan yang ada, siswa yang
jarang dipilih atau sering kali mendapat penolakan dari lingkungannya.

Menurut Elizabeth B.Hurlock (1991:217) dalam Sri Sulistia Rini


(2015) ciri-ciri siswa terisolir yakni:
a) Penampilan diri yang kurang menarik,
b) Kurang sportif,
c) Penampilan yang tidak sesuai dengan standar teman,
d) Penampilan yang menonjolkan diri, menggangu orang lain, suka
memerintah, tidak bekerjasama dan kurang bijaksana,

9
e) Mementingkan diri sendiri dan mudah marah.
Andi Mappiare (1982:20) dalam Sri Sulistia Rini (2015) menyatakan
keterkaitan dengan penerimaan dan penolakan sosial mengemukakan
beberapa hal yang menyebabkan seorang remaja diterima atau ditolak
dalam kelompoknya, adapun faktor-faktor yang menyebabkan diterima
dalam kelompoknya yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Penampilan (performance) dan perbuatan yang meliputi tampang
baik, paling rapi serta aktif dalam urusan kelompok belajar
b. Kemampuan pikir, antara lain: mempunyai inisiatif dalam belajar,
banyak memikirkan kepentingan kelompok belajar, dan
mengemukakan buah pikiran dalam belajar.
c. Sikap, sifat, perasaan, antara lain: bersikap sopan dalam belajar,
memperhatikan orang lain dalam belajar, penyabar dan dapat
menahan amarah dalam belajar.
d. Pribadi, meliputi: jujur pada saat belajar, dapat dipercaya,
bertanggung jawab dan suka menjalankan pekerjaannya, menaati
aturan kelompok belajar.
e. Aspek lain meliputi: pemurah dan tidak pelit, suka bekerja sama
dan membantu anggota kelompok belajar.
Hubungan sosial adalah salah satu yang mempengaruhi tingkah laku,
karena hubungan sosial merupakan sebuah interaksi seseorang terhadap
lingkungan sosial. Hubungan sosial individu berkembang karena adanya
dorongan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada di dunia
sekitarnya. Hubungan sosial mula-mula dimulai dari lingkungan rumah,
sekolah dan tempat berkumpulnya teman sebaya. Kesulitan hubungan sosial
dengan teman sebaya atau teman di sekolah sangatlah mungkin terjadi apalagi
bila anak yang salah. Menurut Thibaut daan Kelley (1979) interaksi adalah
peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua atau lebih hadir
bersama, mereka menghasilkan suatu hasil satu sama lain atau
berkomunikasi satu sama lain. Jadi, adanya interaksi atau hubungan sosial
sangatlah mempengaruhi perilaku dan pemikiran anak, seperti pada perilaku
belajarnya.

10
2.3 Konsep dan Ciri Siswa Underachiever

Underachiever adalah suatu keadaan siswa yang memiliki tingkat


intelegensi yang tinggi, namun tingkat prestasi akademiknya tidak sesuai
dengan kapasitas kemampuan yang dimilikinya. Makmun (2001: 274) dalam
Sri Sulistia Rini (2015) mengungkapkan bahwa yang dimaksud ”underachiever
adalah mereka yang prestasinya ternyata lebih rendah dari apa yang
diperkirakan berdasar hasil tes kemampuan belajarnya”. Rimm (Del Siegle &
McCoah, 2008) dalam Sri Sulistia Rini (2015) menyatakan bahwa
underachiever adalah suatu kondisi di mana siswa tidak dapat menampilkan
potensinya.
Natawidjaja (Husein, 1999:1; Sulistiana, 2009) dalam Sri Sulistia Rini
(2015) mengemukakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal dalam belajar adalah faktor-faktor yang ada pada individu yang
mencakup intelegensi atau kecerdasan, kepribadian, bakat, motivasi, metode
belajar, serta sikap dan kebiasaan belajar, sedangkan faktor eksternal yang
mempengaruhi belajar pada individu yaitu lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Seseorang yang mengalami
underachievement pada umumnya
menunjukan karakteristik yang berbeda dengan lainnya. Berikut ini
merupakan penjelasan mengenai ciri-ciri siswa underachiever. Menurut
Clark (1992: 471) dalam Sri Sulistia Rini (2015) ada beberapa karakeristik
yang ditunjukan siswa
underachiever, yaitu sebagai berikut:
1) Menunjukan prestasi yang berlawanan dengan harapan atau potensi
yang dimilikinya.
2) Merasa tidak senang dengan sekolah atau gurunya dan cenderung
bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap
sekolah.
3) Kurang termotivasi untuk belajar, tidak mengerjakan tugas, sering
mengantuk ketika belajar dan tidak tuntas dalam mengerjakan tugas.
4) Kurang mampu melakukan penyesuaian intelektual.

11
5) Merasa kurang bersemangat, kurang tegas dan sering ribut di kelas.
6) Memiliki disiplin yang rendah, sering telat sekolah, enggan

12
mengerjakan tugas, sering ribut, dan mudah terpengaruh.
7) Tidak memiliki hobi atau minat terhadap kegiatan untuk mengisi waktu
luang.
8) Takut ujian dan berprestasi rendah.

2.4 Konsep dan Ciri Siswa Maladaptive

Perilaku mal-adaptif adalah perbuatan dari individu yang tidak


mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan keadaan sekeliling
secara wajar. Misalnya yang bersangkutan memperlihatkan ketakutan,
kecurigaan (paraoid), gangguan menilai realitas, gangguan dalam fungsi
sosial dan pekerjaan. Perilaku maladaptif ini sering meninbulkan konflik,
pertengkaran, tindak kekerasan dan perilaku antisosial lainnya terhadap
orang-orang di sekelilingnya (Dadang Aswari;2007 dalam Rumini, 2008,
hlm. 2).
Kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa
kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa
dewasa yang harmonis.
Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
a. Menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan bagi pelaku
maupun lingkungannya,
b. Tidak sesuai dengan peranan dan fungsi individu pelakunya,
c. Tidak sesuai dengan stimulus yang dimunculkan oleh
lingkungannya.
Menurut Rumini (2008, hlm.4), beberapa indikator siswa yang
berperilaku maladaptif, diantaranya:
a. Mengucapkan kata-kata kasar dan kotor.
b. Menyakiti (memukul) teman lain yang cenderung normatif.
c. Membuat gaduh di kelas saat PBM
d. Mengambil barang teman lain
e. Destruktif terhadap fasilitas sekolah

13
2.5 Konsep dan Ciri Siswa yang Mengalami Stress Akademik

Stres akademik ialah respon yang muncul karena terlalu banyaknya


tuntutan dan tugas yang harus dikerjakan siswa (Olejnik dan Holschuh, 2007
dalam Sri Sulistia Rini, 2015). Stress akademik yang dialami siswa
merupakan hasil persepsi yang subjektif terhadap adanya ketidaksesuaian
antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang dimiliki siswa
(Gusniarti, 2002). Dalam praktiknya, stress akademik sering dikaitkan
dengan stress di sekolah. Karena pengalaman akademik yang didapatkan oleh
siswa berasal dari sekolah.

Verma, dkk. (dalam Desmita, 2012, hlm. 291) mendefinisikan school


stress sebagai school demands (tuntutan sekolah), yaitu stres siswa (student
stress) yang bersumber dari tuntutan sekolah (school demands). Tuntutan
sekolah yang dimaksud Verma, dkk. lebih difokuskan pada tuntutan tugas-
tugas sekolah (schoolwork demands) dan tuntutan dari guru-guru (the
demands of tutors). Desmita (2005) mendefinisikan stres sekolah (school
stress) sebagai ketegangan emosional yang muncul dari peristiwa-peristiwa
kehidupan di sekolah dan perasaan terancamnya keselamatan atau harga diri
siswa, sehingga memunculkan reaksi-reaksi fisik, psikologis, dan tingkah laku
yang berdampak pada penyesuaian psikologis dan prestasi akademis.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan


stress sekolah adalah kondisi stress atau perasaan tidak nyaman yang dialami
oleh siswa akibat adanya tuntuan sekolah yang dinilai menekan, sehingga
memicu terjadinya ketegangan fisik, psikologis, dan perubahan tingkah laku,
serta dapat memengaruhi prestasi belajar mereka. Sehingga pada intinya
stress sekolah salahsatu pemicu terjadinya stress akademik.

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi stress akademik. Alvin


(2007) mengemukakan bahwa stres akademik ini diakibatkan oleh dua faktor
yaitu internal dan eksternal.

1) Faktor internal

14
a. Pola pikir, Individu yang berfikir mereka tidak dapat
mengendalikan situasi mereka cenderung mengalami stres
lebih besar.
b. Kepribadian, seorang siswa dapat menentukan tingkat
toleransinya terhadap stres.
c. Keyakinan, sebab dapat mengubah cara berfikirnya terhadap
suatu hal bahkan dalam jangka panjang dapat membawa stres
secara psikologis.
2). Faktor eksternal
a. Pelajaran lebih padat, kurikulum dalam sistem pendidikan
telah ditambah bobotnya dengan standar lebih tinggi.
Akibatnya persaingan semakin ketat, waktu belajar bertambah
dan beban pelajar semakin berlipat.
b. Tekanan untuk berprestasi tinggi, para siswa sangat ditekan
untuk berprestasi dengan baik dalam ujian-uijan mereka.

Dalam upaya menanggulangi atau menangani kondisi stres peserta


didik, sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai peranan yang sangat
penting. Berikut ini adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan guru dalam
mengatasi stres yang dialami peserta didik.

1. Menciptakan Iklim Sekolah yang Kondusif


Iklim sekolah (school climate) adalah situasi atau suasana yang
muncul akibat hubungan antara kepala sekolah dengan guru, guru
dengan guru, guru dengan peserta didik, dan hubungan antarpeserta
didik, yang memengaruhi sikap (attitude), kepercayaan (beliefs), nilai
(values), motivation (motivation) dan prestasi orang-orang (personalia) yang
terlibat dalam suatu (sekolah) tertentu. Seperti disinggung di atas bahwa
stres sekolah yang dialami peserta didik di antaranya bersumber dari
hubungan interpersonal di sekolah.
Karena itu, sejumlah pemikir dan praktisi dunia pendidikan
kontemporer, menyarankan kepada pihak sekolah agar mampu
menciptakan iklim sekolah yang sehat dan menyenangkan, yang

15
memungkinkan siswa dapat menjalin interaksi sosial secara memadai di
lingkungan sekolah. Iklim sekolah yang sehat juga diperlukan untuk
mengantisipasi timbulnya perasaan tidak nyaman dan stres dalam diri
siswa, yang pada gilirannya akan memengaruhi prestasi belajar mereka.

2. Melaksanakan Program Pelatihan Penanggulangan Stres


Kondisi stres yang dialami peserta didik di sekolah dapat diatasi
oleh guru dengan melaksanakan program pelatihan inokulasi stres (stress
inoculation training). Inokulasi stres merupakan salah satu strategi atau
teknik kognitif-perilaku (cognitive-behavior) dalam program-program
terapi dan konseling.
Konsep inokulasi stres ini didasarkan pada asumsi bahwa
manusia dapat meningkatkan kapasitas diri dalam mengatasi stres
dengan cara mengubah keyakinan dan pernyataan diri tentang
keberhasilan menghadapi stres. Berdasarkan asumsi ini, maka program
inokulasi stres dirancang untuk mempersiapkan individu dalam
melakukan intervensi dan memotivasi mereka untuk merubah diri, serta
berhadapan dengan kemungkinan resistensi dan relapse (kambuh). Melalui
pelatihan inokulasi stres ini, individu akan mendapat pengetahuan,
pemahaman diri, dan keterampilan-keterampilan coping yang memadai
guna memfasilitasi penggunaan cara-cara penanganan stres yang lebih
baik (Lazarus & Folkman, 1988, dalam Desmita, 2012, hlm. 303).
Dari beberapa penemuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
training inokulasi stres mempunyai dampak positif bagi peningkatan
kualitas hidup peserta didik. Dengan pemberian training inokulasi stres,
memungkinkan peserta didik untuk menghadapi situasi-situasi yang
stressfull di sekolah dengan cara-cara penanganan yang lebih rasional. Di
samping itu, melalui training inokulasi stres, peserta didik juga dapat
meningkatkan keterampilan-keterampilan penyesuaian psikososial,
sehingga lebih mampu menjalin hubungan interpersonal secara
memuaskan.

16
3. Mengembangkan Resiliensi Peserta Didik
Resiliensi merupakan salah satu aspek potensi yang perlu
dikembangkan dalam diri peserta didik. Sebab, resiliensi merupakan
kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki peserta didik yang
memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan
bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-
kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah kondisi
kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk
diatasi.
Bagi mereka yang resilien, resiliensi membuat hidupnya menjadi
lebih kuat. Artinya, resiliensi akan membuat seseorang berhasil
menyesuaikan diri dalam berhadapan dengan kondisi-kondisi yang tidak
menyenangkan, perkembangan sosial, akademis, kompetensi vokasonal,
dan bahkan dengan tekanan hebat yang inheren dalam dunia sekarang
sekalipun.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masalah-masalah perilaku belajar dapat muncul sebelum kegiatan


belajar dapat berhubungan dengan karakteristik siswa, baik berkenaan
dengan minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman. Beberapa
akibat yang terjadi dari masalah-masalah perilkau belajar diantaranya
adalah siswa terisolasi, underachiever, maladaptif dan stres akademik.
Siswa terisolasi adalah siswa yang jarang dipilih atau sering kali
mendapat penolakan dari lingkungannya, salah satunya adalah
kemampuan daya pikirnya yang rendah. Sedangkan underachiever
adalah suatu keadaan siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang
tinggi, namun tingkat prestasi akademiknya tidak sesuai dengan
kapasitas kemampuan yang dimilikinya. Adapun perilaku mal-adaptif
adalah perbuatan dari individu yang tidak mampu menyesuaikan diri
atau beradaptasi dengan keadaan sekeliling secara wajar. Dan yang
terakhir adalah stres akademik yang merupakan respon yang muncul dari
peristiwa-peristiwa di sekolah. Stress akademik sering dikaitkan dengan
stress di sekolah. Karena pengalaman akademik yang didapatkan oleh
siswa berasal dari sekolah.

3.2 Saran
Untuk mengatasi masalah-masalah perilaku siswa dalam
pembelajaran diperlukan solusi yang tepat, sehingga akan menghasilkan
timbal balik yang positif dari siswa. Salah satu solusinya yaitu
melakukan pendekatan secara intensif dan perhatian yang lebih untuk
membantu siswa mengatasi masalah yang ada pada siswa itu sendiri.
Ketika masalah perilaku siswa ditanggapi dengan cara yang salah, maka
akan timbul masalah baru dan pada akhirnya akan menyebabkan tujuan
pembelajaran yang tidak tercapai.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad & Mohammad Asrori. (2009). Psikologi remaja: perkembangan


peserta didik. Jakarta: PT Bumi Aksara
Desmita. (2012). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Poiyo, Ralip. (2014). Hakikat masalah belajar. [Online]. Diakses dari:
http://eprints.ung.ac.id/2860/3/2013-1-86206-151409425-bab2-
28072013063402.pdf
Rini, Sri Sulistia. (2015). Masalah-masalah perilaku dalam pembelajaran. [Online]
diakses dari: http://srisulistr.blog.upi.edu/2015/11/14/masalah-masalah-
perilaku-dalam-pembelajaran/
Rumini, Sri & Agung Hastomo. (2008). Sosiodrama sebagai metode membimbing
Siswa berperilaku mal-adaptif pada sekolah dasar negeri minomartani vi
ngaglik sleman yogyakarta [online]. Diakses dari:
eprints.uny.ac.id/3626/1/publikasi_inotek.rtf

19

You might also like