You are on page 1of 42

BAB II

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih
individu terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Mehmed &
Ender, 2015). Pembentukan batu dapat terjadi ketika tingginya konsentrasi
kristal urin yang membentuk batu seperti zat kalsium, oksalat, asam urat dan/atau zat
yang menghambat pembentukan batu (sitrat) yang rendah (Moe, 2006; Pearle,
2005). Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang
terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu (Grace & Borley,
2006).
Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci ada
beberapa penyebutannya. Berikut ini adalah istilah penyakit batu bedasarkan letak
batu antara lain: (Prabawa & Pranata, 2014):
1) Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal
2) Ureterolithiasis disebut batu pada ureter
3) Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli
4) Uretrolithisai disebut sebagai batu pada ureter
B. Etiologi
Penyebab terjadinya urolithiasis secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk
diseluruh salurah kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami
hambatan aliran urin (statis urin) antara lain yaitu sistem kalises ginjal atau buli-
buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel,
obstruksi intravesiko kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH), striktur
dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu (Prabowo & Pranata, 2014).
Menurut Grace & Barley (2006) Teori dalam pembentukan batu saluran
kemih adalah sebagai berikut:
1) Teori Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu yang
membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari senyawa jenuh
yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi sehingga pada urin
dengan kepekatan tinggi lebih beresiko untuk terbentuknya batu karena
mudah sekali untuk terjadi kristalisasi.
2) Teori Matriks Batu
Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu
penempelan partikel pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin
seringkali terbentuk matriks yang merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan
berupa protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose
dan hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-
kristal batu.
3) Teori Inhibisi yang Berkurang
Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya
faktor inhibitor (penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem
urinaria dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya
adalah mencegah terbentuknya endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga
dan menghambat kristalisasi mineral yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan
peptida. Penurunan senyawa penghambat tersebut mengakibatkan proses
kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat terbentuknya batu (reduce
of crystalize inhibitor). Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika
konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan
asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi
subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi
dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu
mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada
pasien dehidrasi) (Boyce, 2010; Moe, 2006)
Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor antara lain
faktor endogen seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin yang bersifat asam
maupun basa dan kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang
dengan keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh dapat merangsang
pembentukan batu, sedangkan faktor eksogen seperti kurang minum atau kurang
mengkonsumsi air mengakibatkan terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis
renal akibat ketidakseimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu panas
menyebabkan banyaknya pengeluaran keringat, yang akan mempermudah
pengurangan produksi urin dan mempermudah terbentuknya batu, dan makanan
yang mengandung purin yang tinggi, kolesterol dan kalsium yang berpengaruh pada
terbentuknya batu (Boyce, 2010; Corwin, 2009;Moe, 2006)
Pada umumnya urolithiasis terjadi akibat berbagai sebab yang disebut
faktor resiko. Terapi dan perubahan gaya hidup merupakan intervensi yang dapat
mengubah faktor resiko, namun ada juga faktor resiko yang tidak dapat diubah.
Faktor yang tidak dapat diubah antara lain: umur atau penuaan, jenis kelamin,
riwayat keluarga, penyakit-penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain.
1) Jenis Kelamin
Pasien dengan urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70-81%
dibandingkan dengan perempuan 47-60%, salah satu penyebabnya adalah
adanya peningkatan kadar hormon testosteron dan penurunan kadar hormon
estrogen pada laki-laki dalam pembentukan batu (Vijaya, et al., 2013). Selain itu,
perempuan memiliki faktor inhibitor seperti sitrat secara alami dan pengeluaran
kalsium dibandingkan laki-laki (NIH 1998-2005 dalam Colella, et al., 2005;
Heller, et al., 2002).
2) Umur
Urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua,
namun bila dibandingkan dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih sering
terjadi (Portis & Sundaram, 2001). Rata-rata pasien urolithiasis berumur 19-45
tahun (Colella, et al., 2005; Fwu, et al., 2013;Wumaner, et al., 2014).
3) Riwayat Keluarga
Pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan urolithiasis ada
kemungkinan membantu dalam proses pembentukan batu saluran kemih pada
pasien (25%) hal ini mungkin disebabkan karena adanya peningkatan produksi
jumlah mucoprotein pada ginjal atau kandung kemih yang dapat membentuk
kristal dan membentuk menjadi batu atau calculi (Colella, et al., 2005).
4) Kebiasaan diet dan obesitas
Intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang dapat ditemukan pada
teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran
berwarna hijau terutama bayam dapat menjadi penyebab terjadinya batu (Brunner
& Suddart, 2015). Selain itu, lemak, protein, gula, karbohidrat yang tidak bersih,
ascorbic acid (vitamin C) juga dapat memacu pembentukan batu (Colella, et
al., 2005; Purnomo, 2012).
Peningkatan ukuran atau bentuk tubuh berhubungan dengan resiko
urolithiasis, hal ini berhubungan dengan metabolisme tubuh yang tidak sempurna
(Li, et al., 2009) dan tingginya Body Mass Index (BMI) dan resisten terhadap
insulin yang dapat dilihat dengan adanya peningkatan berat badan dimana ini
berhubungan dengan penurunan pH urin (Obligado & Goldfarb, 2008).
Penelitian lain juga dilakukan oleh Pigna, et al., (2014) tentang konten lemak
tubuh dan distribusi serta faktor resiko nefrolithiasis menyatakan bahwa rata-
rata reponden memiliki berat badan 91,1 kg dengan rata-rata lemak total 24,3 kg.
Berdasarkan pemeriksaan pH urin dan SI asam urat dalam 24 jam serta
pengukuran adiposa di berbagai bagian tubuh didapatkan bahwa lemak tubuh
sangat erat hubungannnya dengan pembentukan batu asam urat dibanding berat
badan total dan BMI yang rendah, hal ini dapat dikarenakan adanya
kebiasaan yang buruk dalam mengontrol diet. Colella, et al., (2005)
menyatakan kebiasaan makan memiliki kemungkinan berhubungan dengan
status sosial diatas rata-rata terhadap kejadian urolithiasis.
5) Faktor lingkungan
Faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti letak geografis dan
iklim. Beberapa daerah menunjukkan angka kejadian urolithiasis lebih tinggi
daripada daerah lain (Purnomo, 2012). Urolithiasis juga lebih banyak terjadi pada
daerah yang bersuhu tinggi dan area yang gersang/ kering dibandingkan dengan
tempat/ daerah yang beriklim sedang (Portis & Sundaram, 2001). Iklim tropis,
tempat tinggal yang berdekatan dengan pantai, pegunungan, dapat menjadi
faktor resiko tejadinya urolithiasis (Colella, et al., 2005).
6) Pekerjaan
Pekerjaan yang menuntut untuk bekerja di lingkungan yang bersuhu
tinggi serta intake cairan yang dibatasi atau terbatas dapat memacu kehilangan
banyak cairan dan merupakan resiko terbesar dalam proses pembentukan batu
karena adanya penurunan jumlah volume urin (Colella, et al., 2005).
Aktivitas fisik dapat mempengaruhi terjadinya urolithiasis, hal ini
ditunjukkan dengan aktivitas fisik yang teratur bisa mengurangi resiko terjadinya
batu asam urat, sedangkan aktivitas fisik kurang dari 150 menit per minggu
menunjukkan tingginya kejadian renal calculi seperti kalsium oksalat dan asam
urat (Shamsuddeen, et al., 2013).
7) Cairan
Asupan cairan dikatakan kurang apabila < 1 liter/ hari, kurangnya intake
cairan inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya urolithiasis khususnya
nefrolithiasis karena hal ini dapat menyebabkan berkurangnya aliran urin/
volume urin (Domingos & Serra, 2011). Kemungkinan lain yang menjadi
penyebab kurangnya volume urin adalah diare kronik yang mengakibatkan
kehilangan banyak cairan dari saluran gastrointestinal dan kehilangan cairan
yang berasal dari keringat berlebih atau evaporasi dari paru-paru atau jaringan
terbuka.
(Colella, et al., 2005). Asupan cairan yang kurang dan tingginya kadar
mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden
urolithiasis (Purnomo, 2012). Beberapa penelitian menemukan bahwa
mengkonsumsi kopi dan teh secara berlebihan dapat meningkatkan resiko
terjadinya urolithiasis. Begitu hal nya dengan alkohol, dari beberapa kasus
didapatkan bahwa sebanyak 240 orang menderita batu ginjal karena
mengkonsumsi alkohol hal ini disebabkan karena seseorang yang mengkonsumsi
alkohol secara berlebih akan banyak kehilangan cairan dalam tubuh dan dapat
memicu terjadinya peningkatan sitrat dalam urin, asam urat dalam urin dan
renahnya pH urin. Selain itu, mengkonsumsi minuman ringan (minuman bersoda)
dapat meningkatkan terjadinya batu ginjal karena efek dari glukosa dan fruktosa
(hasil metabolisme dari gula) yang terkandung dalam minuman bersoda
menyebabkan peningkatan oksalat dalam urin.
8) Co-Morbiditi
Hipertensi berhubungan dengan adanya hipositraturia dan hiperoksalauria
(Kim, et al., 2011). Hal ini dikuatkan oleh Shamsuddeen, et al., (2013) yang
menyatakan bahwa kalsium oksalat (34,8%), asam urat (25%) dan magnesium
(42,9%) pada pasien hipertensi dapat menjadi penyebab terjadinya urolithiasis
dan pada umumnya diderita pada perempuan (69%).
Prevalensi pasien diabetes mellitus yang mengalami urolithiasis
meningkat dari tahun 1995 sebesar 4,5% menjadi 8,2% pada tahun 2010
(Antonelli, et al, 2014). Urolithiasis yang dikarenakan diabetes mellitus terjadi
karena adanya resiko peningkatan asam urat dan kalsium oksalat yang
membentuk batu melalui berbagai mekanisme patofisiologi (Wong, 2015).
Selain itu, diabetes mellitus juga dapat meningkatkan kadar fosfat (25%)
dan magnesium (28,6%) yang menjadi alasan utama terjadinya renal calculi
atau urolithiasis pada pasien diabetes mellitus (Shamsuddeen, et al., 2013).
C. Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urin dan
menyebabkan obstruksi, salah satunya adalah statis urin dan menurunnya volume
urin akibat dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat
meningkatkan resiko terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urin adalah gejala
abnormal yang umum terjadi (Colella, et al., 2005), selain itu, berbagai kondisi
pemicu terjadinya urolithiasis seperti komposisi batu yang beragam menjadi faktor
utama bekal identifikasi penyebab urolithiasis.
Batu yang terbentuk dari ginjal dan berjalan menuju ureter paling
mungkin tersangkut pada satu dari tiga lokasi berikut a) sambungan ureteropelvik; b)
titik ureter menyilang pembuluh darah iliaka dan c) sambungan ureterovesika.
Perjalanan batu dari ginjal ke saluran kemih sampai dalam kondisi statis menjadikan
modal awal dari pengambilan keputusan untuk tindakan pengangkatan batu.
Batu yang masuk pada pelvis akan membentuk pola koligentes yang disebut batu
staghorn.
D. Manifestasi Klinis
Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak batu,
tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih (Brooker, 2009). Beberapa
gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien urolithiasis:
1) Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan
non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran kemih
sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar (Brooker, 2009).
Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises
ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran
kemih.
Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan pada terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri
(Purnomo, 2012).
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal (Purnomo, 2012) sehingga menyebabkan
nyeri hebat dengan peningkatan produksi prostglandin E2 ginjal (O’Callaghan,
2009). Rasa nyeri akan bertambah berat apabila batu bergerak turun dan
menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan menyebabkan
rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora pada wanita. Nyeri
kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khsusnya nefrolithiasis
(Brunner & Suddart, 2015).
2) Gangguan miksi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine flow)
mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan. Pada
pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih terjadi di ginjal sehingga urin yang
masuk ke vesika urinaria mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien
uretrolithiasis, obstruksi urin terjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan
untuk mengeluarkan urin ada namun hambatan pada saluran menyebabkan urin
stagnansi (Brooker, 2009). Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar
secara spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik,
saat ureter menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk kedalam buli-buli
(Purnomo, 2012).
3) Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami
desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan
menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang
dikeluarkan bercampur dengan darah (hematuria) (Brunner & Suddart, 2015).
Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi
pada saluran kemih utamanya ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria
yang masive, hal ini dikarenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan memiliki
sensitivitas yang tinggi dan didukung jika karakteristik batu yang tajam
pada sisinya (Brooker, 2009)
4) Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada
pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami stress yang
tinggi dan memacu sekresi HCl pada lambung (Brooker, 2009). Selain itu, hal ini
juga dapat disebabkan karena adanya stimulasi dari celiac plexus, namun gejala
gastrointestinal biasanya tidak ada (Portis & Sundaram, 2001)
5) Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda
demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah
di kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan
dibidang urologi, dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan
anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera
dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik (Purnomo, 2012)
6) Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan
menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu, akan teraba
bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika (Brooker,
2009)
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Brunner & Suddart, (2015) dan Purnomo, (2012) diagnosis urolithiasis
dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan seperti:
1) Kimiawi darah dan pemeriksaan urin 24 jam untuk mengukur kadar kalsium,
asam urat, kreatinin, natrium, pH dan volume total (Portis & Sundaram, 2001).
2) Analisis kimia dilakukan untuk menentukan komposisi batu.
3) Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi adanya bakteri dalam urin
(bacteriuria) (Portis & Sundaram, 2001).
4) Foto polos abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radio-opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu
jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen) (Purnomo,
2012). Urutan radiopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel:
Tabel 1.1 Urutan Radio-opasitas beberapa jenis batu saluran kemih
Jenis Batu Radio-Opasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/ Sistin Non-opak
Sumber: Purnomo, 2012

5) Intra Vena Pielografi (IVP)


IVP merupakan prosedur standar dalam menggambarkan adanya batu pada
saluran kemih. Pyelogram intravena yang disuntikkan dapat memberikan
informasi tentang baru (ukuran, lokasi dan kepadatan batu), dan
lingkungannya (anatomi dan derajat obstruksi) serta dapat melihat fungsi dan
anomali (Portis & Sundaram, 2001). Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu
semi-opak ataupun non-opak yang tidak dapat dilihat oleh foto polos perut. Jika
IVP belum dapat menjelaskan keadaan saluran kemih akibat adanya penurunan
fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd
(Brunner & Suddart, 2015; Purnomo, 2012).
6) Ultrasonografi (USG)
USG sangat terbatas dalam mendiagnosa adanya batu dan merupakan manajemen
pada kasus urolithiasis. Meskipun demikian USG merupakan jenis pemeriksaan
yang siap sedia, pengerjaannya cepat dan sensitif terhadap renal calculi atau batu
pada ginjal, namun tidak dapat melihat batu di ureteral (Portis & Sundaram,
2001). USG dikerjakan bila pasien tidak memungkinkan menjalani pemeriksaan
IVP, yaitu pada keadaan-keadaan seperti alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun, pada pada wanita yang sedang hamil (Brunner & Suddart,
2015; Purnomo, 2012). Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal
atau buli-buli, hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan ginjal (Portis &
Sundaram, 2001).
F. Penatalaksanaan
Tujuan dalam panatalaksanaan medis pada urolithiasis adalah untuk
menyingkirkan batu, menentukan jenis batu, mencegah penghancuran nefron,
mengontrol infeksi, dan mengatasi obstruksi yang mungkin terjadi (Brunner &
Suddart, 2015; Rahardjo & Hamid, 2004).
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan/ terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi dan infeksi. Beberapa tindakan untuk mengatasi penyakit
urolithiasis adalah dengan melakukan observasi konservatif (batu ureter yang kecil
dapat melewati saluran kemih tanpa intervensi), agen disolusi (larutan atau bahan
untuk memecahkan batu), mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi
non invasif Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal:
Ureterorenoscopy (URS), Percutaneous Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/
ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi, nefrektomi, pyelolithotomi,
uretrolithotomi, sistolithotomi (Brunner & Suddart, 2015; Gamal, et al., 2010;
Purnomo, 2012; Rahardjo & Hamid, 2004).
Tabel 1.2. Penanganan medis untuk renal atau ureteral calculi
Treatment Indikasi Keterbatasan Komplikasi
ESWL 1. Radiolucent calculi Kurang efektif untuk 1. Obstruksi ureter oleh
2. Batu renal < 2 cm pasien dengan obesitas karena pecahan batu
3. Batu ureter < 1 cm dan batu yang keras 2. Perinephric hematoma
Ureteros- Batu ureter 1. Invasive Striktur uretera dan luka
copy 2. Biasanya
membutuhkan stent
postoperasi ureteral
URS Batu renal < 2cm 1. Mungkin akan Striktur uretera
kesulitan dalam dan luka
membersihkan
frgamen
2. Biasanya
membutuhkan stent
postoperasi uerteral
PNCL Batu renal > 2 cm Invasive Perdarahan
Batu renal proksimal Luka pada sistem
> 1 cm pengumpulan

Sumber: Portis&Sundaram, 2001


BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Secara otomatis ,tidak factor jenis kelamin dan usia yang signifikan dalam proses
pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolgitiasis dilapangan sering kali
terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini dimungkinkan karena
pola hidup, aktifitas, dan geografis. (Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal 121)
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri pada
saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan
besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami
gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dinda, 2011: hal 2)
3. Pola psikososial
Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri
hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya. Isolasi
social tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit menular. (Prabowo E, dan
Pranata, 2014: hal 121)
4. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a. Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot, tetapi
dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas relative
dibantu oleh keluarga, misalnya berpakaian, mandi makan, minum
dan lain sebagainya, terlebih jika kolik mendadak terjadi. (Prabowo E, dan
Pranata, 2014: hal 121)
b. Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat nyeri
hebat. Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi ph pencernaan yang asam
akibat sekresi HCL berlebihan. Pemenuhan kebutuhan cairan sbenarnya
tidak ada masalah. Namun, klien sering kali membatasi minum karena takut
urinenya semakin banyak dan memperparah nyeri yang dialami. (Prabowo E,
dan Pranata, 2014: hal 121)
c. Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali
diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat kencing
(disuria, pada diagnosis uretrolithiasis). Hematuria (gross/flek), kencing
sedikit (oliguaria), disertai vesika (vesikolithiasis). (Prabowo E, dan Pranata,
2014: hal 121)
5. Pemeriksaan fisik
Anamnese tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat.
Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari urolithiasis. Kaji TTV,
biasanya tidak perubahan yang mencolok pada urolithiasis. Takikardi akibat nyeri
yang hebat, nyeri pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu (uretrolthiasis). (Prabowo
E, dan Pranata, 2014: hal 122)
a. Keadaan umum
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa
kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu
dan penyulit yang ditimbulkan. Terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga
mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dian, 2011: hal 2 )
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah
110/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu
36,2 C, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29,3 kg/m2. Pada pemeriksaan
palpasi regio flank sinistra didapatkan tanda ballotement (+) dan pada
perkusi nyeri ketok costovertebrae angle sinistra (+). (Nahdi Tf, 2013: hal
48)
c. Pemeriksaan fisik persistem
1) Sistem persyarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara, composmentis.
(Nahdi Tf, 2013: hal 50)
2) Sistem penglihatan, termasuk penglihatan pupil isokor, dengan reflex
cahaya (+) . (Nahdi Tf, 2013: hal 50)
3) Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas.
Atau tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada riwayat bronchitis, TB,
asma, empisema, pneumonia. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)
4) Sistem pendengaran, tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran.
(Nahdi Tf, 2013: hal 50)
5) Sistem pencernaan, Mulut dan tenggorokan: Fungsi mengunyah dan
menelan baik, Bising usus normal. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)
6) Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa keras atau
batu, nyeri ketok pada pinggang. (Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal 122)
7) Sistem reproduksi tidak ada masalah/gangguan pada sistem reproduksi.
(Nahdi Tf, 2013: hal 50)
8) Sistem kardiovaskuler, tidak ditemukan gangguan pada sistem
kardiovaskular. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)
9) Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat. (Dian, 2011 : hal 20)
10) Sistem muskuluskletal, mengalami intoleransi aktivitas karena nyeri yang
dirasakan yang melakukan mobilitas fisik tertentu. (Nahdi Tf, 2013:
hal 50)
11) Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria, menjadi
ciri khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang,
distensi vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/urolithiasis, nyeri yang
hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu (uretrolithiasis).
Nilai frekuensi buang air kecil dan jumlahnya, Gangguan pola berkemih.
(Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal 122)
6. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia darah
(ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap. Hasilnya ditemukan
peningkatan kadar leukosit 11.700/μl (normalnya: 5000-10.000/μl); kimia
darah tidak ditemukan peningkatan kadar ureum, kreatinin, maupun asam
urat; urin lengkap ditemukan warna keruh, epitel (+), sedimen (+),
peningkatan kadar eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-1/LPB), leukosit
10-11/LPB (0-5/LPB). (Nahdi Tf, 2013: hal 48)
b. Radiologis
Pada pemeriksaan radiologi dilakukan rontgen Blass Nier Overzicht (BNO)
dan ultrasonografi (USG) abdomen. Hasilnya pada rontgen BNO didapatkan
tampak bayangan radioopaque pada pielum ginjal setinggi linea paravertebrae
sinistra setinggi lumbal III Ukuran 1,5 x 2 cm; USG didapatkan tampak batu
pada ginjal kiri di pole atas-tengah-bawah berukuran 1 cm x 1,2 cm x 1,8 cm;
tampak pelebaran sistem pelvicokaliseal. (Nahdi Tf, 2013: hal 48)
1. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat
dan kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara
batu jenis lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-opak (radiolusen)
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batuk semiopak ataupun
batu non-opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika
PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat
adanya penurunan fungis ginjal sebagai gantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograde.
3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,
yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal
yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan
USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli, hidronefrosis,
pionefrosis.(Dinda, 2011:hal 3)
7. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan : obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi saluran
kemih, harus segera dikeluarkan. Kadangkala batu saluran kemih tidak
menimbulkan penyulit seperti di atas tetapi diderita oleh seorang yang karena
pekerjaannya mempunyai resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran
kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalakankan profesinya, dalam hal
ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. (Dinda, 2011:hal 3)
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Op.
1) Nyeri akut berhubungan dengan episode kolik renal
2) Hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi yang dimanifestasikan oleh
adanya peningkatan suhu, tachicardia, menggigil dan malaise.
3) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh
batu, iritasi ginjal atau ureteral.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurangnya informasi.
5) Cemas berhubungan dengan pemeriksaan dan persiapan operasi.
6) Risiko tinggi terhadap kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NO TUJUAN & KH INTERVENSI
KEPERAWATAN RASIONAL
. ( NOC ) ( NIC )
( NANDA )
1. Nyeri akut NOC Mandiri Mandiri
berhubungan dengan Nyeri berkurang atau 1) Catat lokasi, lamanya intensitas 1) Membantu mengevaluasi tempat obstruksi

episode kolik renal hilang dan penyebaran. Perhatikan dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri
KH : tanda non-verbal, contoh panggul sering menyebar ke punggung,
 Pasien mengatakan peningkatan TD dan nadi, lipat paha, genetalia sehubungan dengan
nyeri berkurang gelisah, merintih, menggelepar proksimitas saraf pleksus dan pembuluh
 Ekspresi wajah 2) Jelaskan penyebab nyeri dan darah yang menyuplai area lain. Nyeri
pasien tenang pentingnya melaporkan ke staf tiba-tiba dan hebat dapat dapat
 Pasien akan terhadap perubahan kejadian/ mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas
menunjukkan karakteristik nyeri. berat.
ketrampilan 3) Berikan tindakan nyaman, 2) Memberikan kesempatan untuk pemberian
relaksasi. contoh pijatan punggung, analgesik sesuai dengan waktu (membantu
 Pasien akan tidur / lingkungan istirahat dalam meningkatkan kemampuan koping
istirahat dengan 4) Bantu atau dorong penggunaan pasien dan dapat menurunkan ansietas) dan
tepat. nafas berfokus, bimbingan mewaspadakan staf akan kemungkinan
 Tanda – tanda vital imajinasi, dan aktivitas lewatnya batu/terjadi komplikasi.
dalam batas normal. terapeutik Penghentian tiba-tiba nyeri biasanya
5) Dorong/bantu dengan ambulasi menunjukkan lewatnya batu.
sering sesuai indikasi dan 3) Meningkatkan relaksasi, menurunkan
tingkatkan pemasukan cairan tegangan otot, dan meningkatkan koping
sedikitnya 3-4 L/hari dalam 4) Mengarahkan kembali pehatian dan
toleransi jantung. membantu dalam relaksasi otot
6) Perhatikan keluhan peningkatan/ 5) Hidrasi kuat meningktkan lewatnya batu,
menetapnya nyeri abdomen mencegah stasis urine, dan membantu
Kolaboratif mencegah pembentukan batu selanjutnya
Berikan obat sesuai indikasi: 6) Obstruksi lengkap ureter dapat
1) Antispasmodik, contoh flavoksat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi
(uripas), oksibutin (ditropan) urine ke dalam area perineal. Ini
2) Kortikosteroid membutuhkan kedaruratan bedah akut.
Kolaboratif
1) Menurunkan refleks spasme, dapat
menurunkan kolik dan nyeri
2) Mungkin digunakan untuk menurunkan
edema jaringan untuk membantu gerakan
batu.
2. Hipertermi NOC : 1) Observasi tanda-tanda vital 1) Untuk menentukan rencana tindakan
berhubungan dengan Tidak terjadi setiap 4 jam terutama suhu yang akan dilakukan.
adanya infeksi yang peningkatan suhu tubuh. dan nadi. 2) Demam dapat meningkatkan
dimanifestasikan KH : 2) Kaji keadekuatan hidrasi baik pengeluaran cairan terutama keringat.
oleh adanya  Suhu tubuh dalam mukosa mulut dan kulit 3) Kompres yang diberikan pada kulit
peningkatan suhu, batas normal : 36,5 3) Beri kompres hangat pada dapat mengurangi atau menurunkan
tachicardia, – 37,5oC dahi, axila dan lipatan paha. suhu secara evaporasi.
menggigil dan  Perabaan tidak 4) Anjurkan klien untuk banyak 4) Menurunkan suhu melalui pengeluaran
malaise. hangat , tidak minum 2 – 2,5 liter per hari urine yang banyak.
menggigil. 5) Monitor intake dan out put 5) Memastikan hidrasi tetap adekuat dan
cairan memonitor fungsi renal.
6) Kolaborasi dalam pemberian 6) Antipiretik dapat menurunkan suhu
antibiotik dan antipiretik tubuh.
3. Gangguan eliminasi NOC : 1) Awasi pemasukan dan 1) Memberikan informasi tentang fungsi
urin berhubungan klien dapat pengeluaran dan karakteristik ginjal adanya komplikasi : infeksi dan
dengan stimulasi menunjukkan pola urin. perdarahan. Perdarahan dapat
kandung kemih oleh eliminasi normal 2) Tentukan pola berkemih mengindikasikan peningkatan obstruksi
batu, iritasi ginjal KH : normal pasien dan perhatikan dan iritasi ureter. Catatan: perdarahan
atau ureteral.  Aliran urine lancar variasi. sehubungan dengan ulserasi ureter
 Klien bebas dari 3) Dorong meningkatkan jarang.
tanda-tanda pemasukan cairan : 3 – 4 2) Kalkulus dapat menyebabkan
obstruksi liter/hari. eksitabilitas saraf yang menyebabkan
(hematuria) 4) Periksa semua urin, catat sensasi kebutuhan berkemih segera.
 Klien berkemih adanya keluaran batu. Biasanya frekuensi dan urgensi
dengan jumlah 5) Palpasi untuk distensi meningkat bila kalkulus mendekati
normal dan pola suprapubik dan perhatikan pertemuan uretrovesikal.
biasanya. penurunan keluaran urin, 3) Peningkatan hidrasi membuang bakteri,
adanya darah, dan dapat membantu lewatnya
6) Observasi perubahan status batu.
mental, perilaku atau tingkat 4) Identifikasi tipe batu dan
kesadaran. mempengaruhi pilihan terapi.
7) Kolaborasi 5) Retensi urin dapat terjadi,
- pemeriksaan laboratorium : menyebabkan distensi jaringan
elektrolit, BUN, kreatinin. (kandung kemih / ginjal) dan potensial
risiko infeksi, gagal ginjal.
6) Akumulasi sisa uremik dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat
menjadi toksik pada SSP.
7) Peninggian BUN, kreatinin dan
elektrolit Mengindikasikan disfungsi
ginjal.
4. Kurang pengetahuan NOC : 1) Kaji ulang proses penyakit 1) Memberikan pengetahuan dasar
tentang kondisi, klien dan keluarga dimana pasien dapat membuat pilihan
prognosis dan dapat meningkatkan dan harapan masa datang. berdasarkan informasi yang diberikan.
kebutuhan pengetahuan tentang 2) Tekankan pentingnya 2) Pembilasan sistem ginjal menurunkan
pengobatan penyakitnya peningkatan pemasukan kesempatan statis ginjal dan
berhubungan dengan KH : cairan, contoh 3-4 L/hari atau pembentukan batu. Peningkatan
kurangnya informasi.  Klien mampu 6-8 L/hari. Dorong klien kehilangan cairan/ dehidrasi
mengungkapkan untuk melaporkan mulut memerlukan pemasukan tambahan
pemahaman kering, dieresis berlebihan/ dalam kebutuhan sehari-hari.
tentang proses berkeringat dan untuk 3) Diet tergantung pada tipe batu.
penyakit. meningkatkan pemasukan Pemahaman alasan pembatasan
 Klien mampu cairan baik bila haus atau memberikan kesempatan pada pasien
menghubungkan tidak membuat pilihan informasi,
gejala dan faktor 3) Kaji ulang program diet, meningkatkan kerja sama dalam
penyebab. sesuai individual. program dan dapat mencegah
 Klien mampu 4) Diet rendah purin contoh kekambuhan
melakukan membatasi daging berlemak, 4) Menurunkan pemasukan oral terhadap
perubahan perilaku kalkun, tumbuhan polong, pukusor asam urat.
dan berpartisipasi gandum, alcohol. 5) Menurunkan risiko pembentukan batu
dalam program 5) Diet rendah kalsium, kalsium.
pengobatan. membatasi susu, keju, sayur 6) Menurunkan pembentukan batu
berdaun hijau, yogurt. kalsium oksalat.
6) Diet rendah oksalat contoh 7) Mencegah kalkulus fosfat dengan
pembatasan coklat minuman membentuk presipitat yang tak larut
mengandung kafein, bit, dalam gastrointestinal, mengurangi
bayam. beban nefron ginjal. Juga efektif
7) Diet rendah kalsium/fosfat. melawan bentuk kalkulus kalsium lain.
8) Diskusikan program obat- Catatan: dapat menyebabkan konstipasi
obatan, hindari obat yang 8) Obat diberikan untuk mengasamkan
dijual bebas dan membaca atau mengalkalikan urine.
semua label produk/ 9) Membantu pasien bekerja melalui
kandungan dalam makanan. perasaan dan meningkatkan rasa
9) Mendengar dengan aktif kontrol terhadap apa yang terjadi.
tentang program 10) Dengan peningkatan kemungkinan
terapi/perubahan pola hidup. berulangnya batu, intervensi segera
10) Identifikasi tanda/gejala yang dapat mencegah komplikasi serius.
menentukan evaluasi medik. 11) Meningkatkan kemampuan perawatan
Contoh, nyeri berulang, diri dan kemandirian.
hematuria, oliguria
11) Tunjukan perawatan yang
tepat terhadap insisi/ kateter
bila ada
5. Cemas berhubungan NOC : 1) Kaji tingkat kecemasan 1) Mengetahui sejauh mana kecemasan
dengan pemeriksaan cemas dapat berkurang pasien. pasien.
dan persiapan atau hilang 2) Kaji faktor penyebab pasien 2) Mengurangi faktor yang menyebabkan
operasi. KH : cemas. cemas.
 Ekspresi wajah 3) Dorong pasien untuk 3) Keterbukaan dan rasa percaya diri akan
tenang dan rileks.
mengungkapkan mengurangi kecemasan.
 Pasien mampu
kecemasannya. 4) Mengurangi kecemasan pasien.
tiduur dan istirahat
4) Libatkan keluarga dalam 5) Mengurangi rasa cemas pasien
proses perawatan klien.
5) Beri informasi yang jelas
kepada pasien setiap sebelum
melakukan tindakan : baik
invasif dan non invasif.
6. Risiko tinggi NOC : 1) Awasi pemasukan dan 1) Membandingkan keluaran aktual dan
terhadap kekurangan pasien dapat pengeluaran. yang diantisipasi membantu dalam
cairan tubuh mempertahankan 2) Catat insiden muntah, diare, evaluasi adanya / derajat stasis /
berhubungan dengan cairan yang adekuat perhatikan karakteristik dan kerusakan ginjal.
mual, muntah. KH : frekuensi muntah dan diare, 2) Mual/muntah dan diare secara umum
 TTV dalam batas juga kejadian yang menyertai berhubungan dengan kolik ginjal
normal atau mencetuskan. karena satarf ganglion seliaka pada
TD: 120/80 mmHg 3) Tingkatkan pemasukan cairan kedua ginjal atau lambung. Pencatatan
N: 80-100 x/ menit sampai 3-4 l/hari dalam dapat mengesampingkan kejadian
S: 36- 37 oC toleransi jantung. abdominal lain yang menyebabkan
P: 12-20 x/ menit 4) Awasi tanda-tanda vital, nyeri atau menunjukan kalkulus
 Turgor kulit elastic evaluasi nadi, pengisian 3) Mempertahankan keseimbangan cairan
 Membran mukosa kapiler, turgor kulit dan untuk homeostasis juga tindakan
lembab membran mukosa. ‘mencuci’ yang dapat membilas batu
 Intake dan output 5) Timbang berat badan tiap keluar. Dehidrasi dan ketidak
seimbang hari. seimbangan elektrolit dapat terjadi
6) Kolaborasi sekunder terhadap kehilangan cairan
 Awasi pemeriksaan yang berlebihan (muntah dan diare)
laboratorium : Hb, Ht, 4) Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan
elektrolit. memberikan intervensi yang tepat.
 Berikan cairan IV Catatan: penurunan LFG merangsang
 Berikan diet tepat, cairan produksi renin, yang bekerja untuk
jernih, makanan lembut meningkatkan TD dalam upaya untuk
sesuai toleransi meningkatkan aliran darah ginjal.

 Berikan obat sesuai 5) Peningkatan berat badan cepat


indikasi: antiemetic, mungkin dengan retensi.
contoh: proklorperazin 6) Kolaboratif :
(compazin)  Mengkaji hidrasi dan keefektifan,
kebutuhan intervensi.
 Mempertahankan volume sirkulasi
(bila pemasukan oral tidak cukup)
meningkatkan
 Makanan mudah cerna menurunkan
aktivitas GI/ iritasi dan membantu
 Menurunkan mual dan muntah
7. Resiko tinggi infeksi NIC : Mandiri Mandiri
berhubungan dengan Menunjukkan 1) Awasi tanda vital 1) Demam dengan peningkatan nadi dan

obstruksi saluran kemampuan untuk 2) Tingkatkan cuci tangan yang pernapasan adalah tanda peningkatan laju
mencegah timbulnya baik pada pasien dan staf metabolik dari proses inflamasi meskipun
kemih
infeksi 3) Hindari prosedur invasif, sepsis dapat terjadi tanpa respons demam
KH : instrumen, dan manipulasi 2) Menurunkan risiko kontaminasi silang
 Pasien tidak kateter tak menetap, kapanpun 3) Membatasi introduksi bakteri ke dalam
mengalami infeksi. mungkin, gunakan teknik tubuh. Deteksi dini / pengobatan terjadinya
 Dapat mencapai aseptik bila merawat / infeksi dapat mencegah sepsis.
waktu penyembuhan. memanipulasi IV/area infasif. 4) Menurunkan kolonisasi bakteri dan resiko
 Tanda – tanda vital Ubah sisi/balutan per protokol. ISK asenden
dalam batas normal Perhatikan edema, drainase 5) Mencegah atelektasis dan memobilisasi
purulen sekret untuk menurunkan risiko infeksi
4) Berikan perawatan kateter rutin paru.
dan tingkatkan perawatan
perianal. Pertahankan sistem
drainase urine tertutup dan
lepaskan kateter tak menetap
sesegera mungkin
5) Dorong napas dalam, batuk dan
pengubahan posisi sering

D. Penyimpangan KDM
RESIKO TINGGI
INFEKSI

Mual-muntah

RISTI TERHADAP
KEKURANGAN
CAIRAN TUBUH
KASUS 1

Laki-laki 45 tahun merasakan nyeri pinggang kiri hilang timbul. Nyeri


muncul dari pinggul sebelah kiri, menjalar ke depan sampai ke ujung penis.
Saat pengkajian, klien mengatakan sejak 2 tahun yang lalu, klien mengeluh
nyeri pinggang kiri hilang timbul, nyeri muncul dari pinggang sebelah kiri
dan menjalar ke depan sampai ke penis. Penyebab nyeri tidak di ketahui.
Akhirnya pasien berobat ke mantri, setelah di kasih obat analgetik keluhan
berkurang tetapi kadang muncul lagi. 1 tahun yang lalu, klien mengalami
nyeri pinggang yang hebat, akhirnya oleh keluarga di bawah ke RSU. Setelah
dilakukan pemeriksaan, klien dinyatakan menderita urolithiasis. Setelah
pulang dari RSU, klien tidak control, tetapi berobat ke Mantri lagi. 2 bulan
yang lalu, klien mengalami serangan nyeri hebat lagi dan di bawah ke RSU.
Kesadaran composmentis, suara bicara jelas, tekanan darah 120/70 mmHg,
suhu tubuh 38◦C, pernapasan 22X/menit, nadi 80X/menit (regular), GCS 4 5
6. Ada urinalisis ditemukan hematuria dan leukosituria, urea darah meningkat
ke 80 ug/dl, Hb: 11 g/dl dan creatinin meningkat hingga 2,6 ug/dl dan
akhirnya pasien dirawat. Pada usg abdomen ditemukan hydronephrosis besar
pada ginjal kiri serta batu pada pelvis renalis dan hydronephrosis grade 2
pada pinggang ginjal kanan serta tidak adanya batu pada gambaran ginjal.
Klien adalah seorang sopir bus dan tinggal bersama istri dan 2 anak yaitu
laki-laki dan perempuan. Klien juga memiliki 3 saudara, dimana klien adalah
anak pertama dan kedua saudaranya perempuan. Saudara atau orangtua klien
tidak memiliki penyakit yang sama diderita oleh klien.
A. PENGKAJIAN
I. Biodata
1. Identitas Klien
Nama : Tn. R
Umur : 45 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Bugis/Indonesia
Pekerjaan : Sopir bus
Alamat : Pangkajene
Sumber info : Keluarga / Istri
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. W
Umur : 40 th
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Pangkajene
Hubungan dengan pasien : Istri
II. Riwayat Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Utama : nyeri
2. Alasan Masuk RS
Sejak 2 tahun yang lalu, klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang
timbul, nyeri muncul dari pinggang sebelah kiri dan menjalar ke depan
sampai ke ujung penis. Penyebab nyeri tidak di ketahui. Akhirnya pasien
berobat ke mantri, setelah diberi obat analgetik keluhan berkurang tetapi
kadang muncul lagi.
1 tahun yang lalu, klien mengalami nyeri pinggang yang hebat,
akhirnya oleh keluarga dibawa ke RSU. Setelah dilakukan pemeriksaan, klien
dinyatakan menderita batu saluran kemih (urolithiasis). Setelah pulang dari
rumah sakit, klien tidak control, tetapi berobat ke Mantri lagi. 2 bulan yang
lalu, klien mengalami serangan nyeri hebat lagi dan dibawa ke RSU.
3. Riwayat penyakit
Klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul, nyeri muncul dari
pinggul sebelah kiri, menjalar ke depan sampai ke ujung penis, penyebab
nyeri tidak diketahui. Keluhan dirasakan klien sejak 2 tahun yang lalu,
keluhan berkurang setelah diberi obat analgetik tetapi kadang muncul lagi.
P (Provocative): penyebab nyeri tidak diketahui
Q (Quality) : nyeri bersifat kolik
R (Region) : dari pinggul sebelah kiri menjalar ke depan sampai ke
unjung penis.
S (Scale) :
T (Timing): hilang timbul
III. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat perawatan : klien pernah dirawat di RS karena urolithiasis
Riwayat pengobatan : klien pernah berobat ke mantri dan diberi obat analgetik.
IV. Riwayat Kesehatan Keluarga

40
4
5

Ket. :
: klien : garis perkawinan
: laki-laki : garis keturunan
: perempuan : tinggal serumah
GI : kedua orangtua klien masih hidup dan tidak memiliki riwayat penyakit
yang sama dengan klien.
GII : klien berumur 45 th dan merupakan anak pertama dari 3 bersaudara,
kedua saudara klien perempuan. Kedua saudara klien masih hidup dan
tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan klien. Klien tinggal
bersama istri
G III : klien memiliki 2 orang anak yaitu laki-laki dan perempuan yang
tinggal bersama dengan klien.
V. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Tingkat kesadaran
Composmentis ; GCS 15 : (Eye : 4 ; Motorik : 6 ; Verbal : 5) ; suara
bicara jelas
b. Vital sign
TD : 120/80 mmHg N : 80 x/menit
S : 38oC P : 22 x/menit
2. Status Urologi
Nyeri : nyeri pinggang kiri hilang timbul, nyeri muncul dari pinggul sebelah
kiri, menjalar ke depan sampai ke ujung penis,
Keluhan miksi : hematuria (+), leukosituria (+), oliguria (+)
USG abdomen : hydronephrosis pada ginjal kiri, batu pada pelvis renalis,
hydronephrosis grade 2 pada pinggang ginjal kanan.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Hb 11 g/dl
 Kreatinin 2,6 ug/dl
 Urea darah 80 ug/dl
 Urinalisis - Hematuria
- Leukosituria
b. Radiologi
 USG Abdomen : - Hydronephrosis pada ginjal kiri
- Batu pada pelvis renalis
- Hydronephrosis grade 2 pada ginjal kanan
VI. Pathway

UROLITHIASIS

Obstruksi saluran kemih

Batu pada ginjal Batu pada ureter

Nyeri mendadak dan Mengiritasi endotel dan


menyebar PD pada ureter

Episode kolik renal


Hematuria RESIKO TINGGI
INFEKSI
NYERI AKUT
VII. Klasifikasi Data
Data Subjektif :
1. Klien mengeluh nyeri pinggang kiri kiri hilang timbul
2. Klien mengatakan nyeri muncul dari pinggul sebelah kiri menjalar kedepan
sampai ke ujung penis.
Data Objektif :
1. TTV :
TD: 120/80 mmHg N : 80 x/menit
S : 38oC P : 22 x/menit
2. Laboratorium
 Hb 11 g/dl
 Kreatinin 2,6 ug/dl
 Urea darah 80 ug/dl
 Urinalisis - Hematuria
- Leukosituria
3. USG
 Abdomen Hydronephrosis pada ginjal kiri
Batu pada pelvis renalis
Hydronephrosis grade 2 pada ginjal kanan
VIII. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah

1. DS :

 Klien mengeluh nyeri pinggang kiri Episode kolik Nyeri akut


hilang-timbul. renal
 Klien mengatakan nyeri muncul dari
pinggul sebelah kiri menjalar
kedepan sampai ke ujung penis.

DO :

1. TTV :
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 38oC
P : 22 x/menit
2. Laboratorium
 Hb 11 g/dl
 Kreatinin 2,6 ug/dl
 Urea darah 80 ug/dl
 Urinalisis
- Hematuria
- Leukosituria
3. USG Abdomen
 Hydronephrosis pada ginjal
kiri
 Batu pada pelvis renalis
 Hydronephrosis grade 2 pada
ginjal kanan
2. DO :
1. TTV : Obstruksi saluran Resiko tinggi
TD : 120/80 mmHg kemih infeksi
N : 80 x/menit
S : 38oC
P : 22 x/menit
2. Laboratorium
 Hb 11 g/dl
 Kreatinin 2,6 ug/dl
 Urea darah 80 ug/dl
 Urinalisis
- Hematuria
- Leukosituria
4. USG Abdomen
 Hydronephrosis pada ginjal
kiri
 Batu pada pelvis renalis
 Hydronephrosis grade 2 pada
ginjal kanan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan episode kolik renal
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN & KH INTERVENSI
KEPERAWATAN RASIONAL
. ( NOC ) ( NIC )
( NANDA )
1. Nyeri akut NOC Mandiri Mandiri
berhubungan dengan Nyeri berkurang atau 1) Catat lokasi, lamanya intensitas 1) Membantu mengevaluasi tempat obstruksi

episode kolik renal hilang dan penyebaran. Perhatikan dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri
KH : tanda non-verbal, contoh panggul sering menyebar ke punggung,
DS :
 Klien mengatakan peningkatan TD dan nadi, lipat paha, genetalia sehubungan dengan
 Klien mengeluh
nyeri berkurang gelisah, merintih, menggelepar proksimitas saraf pleksus dan pembuluh
nyeri pinggang
 Urea darah 15-40 2) Jelaskan penyebab nyeri dan darah yang menyuplai area lain. Nyeri
kiri hilang-
mg/dl (normal) pentingnya melaporkan ke staf tiba-tiba dan hebat dapat dapat
timbul.  Hb, Laki laki 13.5- terhadap perubahan kejadian/ mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas
 Klien 17.5 g/dl (normal) karakteristik nyeri. berat.
mengatakan nyeri  Creatinin 0,5-1.5 3) Berikan tindakan nyaman, 2) Memberikan kesempatan untuk pemberian
muncul dari mg/dl (normal) contoh pijatan punggung, analgesik sesuai dengan waktu (membantu
pinggul sebelah  Tidak ditemukan lingkungan istirahat dalam meningkatkan kemampuan koping

kiri menjalar hydronephrosis 4) Bantu atau dorong penggunaan pasien dan dapat menurunkan ansietas) dan

kedepan sampai pada ginjal kiri & nafas berfokus, bimbingan mewaspadakan staf akan kemungkinan
kanan imajinasi, dan aktivitas lewatnya batu/terjadi komplikasi.
ke ujung penis.
 Urinalisis terapeutik Penghentian tiba-tiba nyeri biasanya
DO : hematuria (-), 5) Dorong/bantu dengan ambulasi menunjukkan lewatnya batu.
TTV : leukosituria (-) sering sesuai indikasi dan 3) Meningkatkan relaksasi, menurunkan

TD : 120/80  TTV normal tingkatkan pemasukan cairan tegangan otot, dan meningkatkan koping
TD : 120/80 mmHg sedikitnya 3-4 L/hari dalam 4) Mengarahkan kembali pehatian dan
mmHg
N : 60-100 X/i toleransi jantung. membantu dalam relaksasi otot
N : 80 x/menit
RR : 16-20 X/i 6) Perhatikan keluhan peningkatan/ 5) Hidrasi kuat meningktkan lewatnya batu,
S : 38oC
S : 36-37,5 C menetapnya nyeri abdomen mencegah stasis urine, dan membantu
P : 22 x/menit
Kolaboratif mencegah pembentukan batu selanjutnya
Laboratorium 6) Obstruksi lengkap ureter dapat
Berikan obat sesuai indikasi:
 Hb 11 g/dl 3) Antispasmodik, contoh flavoksat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi
 Kreatinin 2,6 (uripas), oksibutin (ditropan) urine ke dalam area perineal. Ini
ug/dl 4) Kortikosteroid membutuhkan kedaruratan bedah akut.
 Urea darah 80 Kolaboratif
ug/dl 3) Menurunkan refleks spasme, dapat

 Urinalisis menurunkan kolik dan nyeri


4) Mungkin digunakan untuk menurunkan
- Hematuria
edema jaringan untuk membantu gerakan
- Leukosituria
batu.
USG Abdomen
 Hydronephrosis
pada ginjal kiri
 Batu pada pelvis
renalis
 Hydronephrosis
grade 2 pada
ginjal kanan
2. Resiko tinggi infeksi NIC : Mandiri Mandiri
berhubungan dengan Menunjukkan 1) Awasi tanda vital 1) Demam dengan peningkatan nadi dan

obstruksi saluran kemampuan untuk 2) Tingkatkan cuci tangan yang pernapasan adalah tanda peningkatan laju
mencegah timbulnya baik pada pasien dan staf metabolik dari proses inflamasi meskipun
kemih
infeksi 3) Hindari prosedur invasif, sepsis dapat terjadi tanpa respons demam
TTV :
KH : instrumen, dan manipulasi 2) Menurunkan risiko kontaminasi silang
TD: 120/80 mmHg
 Pasien tidak kateter tak menetap, kapanpun 3) Membatasi introduksi bakteri ke dalam
N : 80 x/menit
mengalami infeksi. mungkin, gunakan teknik tubuh. Deteksi dini / pengobatan terjadinya
S : 38oC aseptik bila merawat / infeksi dapat mencegah sepsis.
 Tanda – tanda vital
P : 22 x/menit dalam batas normal. memanipulasi IV/area infasif. 4) Menurunkan kolonisasi bakteri dan resiko
Laboratorium TTV normal Ubah sisi/balutan per protokol. ISK asenden
 Hb 11 g/dl TD : 120/80 mmHg Perhatikan edema, drainase 5) Mencegah atelektasis dan memobilisasi
 Kreatinin 2,6 N : 60-100 X/i purulen sekret untuk menurunkan risiko infeksi

ug/dl RR : 16-20 X/i 4) Berikan perawatan kateter rutin paru.

 Urea darah 80 S : 36-37,5 C dan tingkatkan perawatan


perianal. Pertahankan sistem
ug/dl
drainase urine tertutup dan
 Urinalisis lepaskan kateter tak menetap
- Hematuria sesegera mungkin

- Leukosituria 5) Dorong napas dalam, batuk dan


pengubahan posisi sering
USG Abdomen
 Hydronephrosis
pada ginjal kiri
 Batu pada pelvis
renalis
 Hydronephrosis
grade 2 pada
ginjal kanan

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


NO.DX HARI/TANGGAL/JAM IMPLEMENTASI EVALUASI

1 1. Catat lokasi, lamanya intensitas dan penyebaran. S :


Perhatikan tanda non-verbal, contoh peningkatan TD dan O :
A:
nadi, gelisah, merintih, menggelepar P :
Hasil :
2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke
staf terhadap perubahan kejadian/ karakteristik nyeri.
Hasil :
3. Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung,
lingkungan istirahat
Hasil :
4. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus,
bimbingan imajinasi, dan aktivitas terapeutik
Hasil :
5. Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan
tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 L/hari dalam
toleransi jantung.
Hasil :
6. Perhatikan keluhan peningkatan/ menetapnya nyeri
abdomen
Hasil :
2 1. Awasi tanda vital S :
Hasil : O:
A:
2. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf P :
Hasil :
3. Berikan perawatan kateter rutin dan tingkatkan
perawatan perianal. Pertahankan sistem drainase urine
tertutup dan lepaskan kateter tak menetap sesegera
mungkin
Hasil :

You might also like