You are on page 1of 31

BAB I

KONSEP MENUA

A. Definisi
Proses menua merupakan proses normal yang dimulai sejak
pembuahan dan berakhir pada kematian. Sepanjang hidup tubuh berada pada
keadaan dinamis, ada pembangunan dan ada perusakan. Pada saat
pertumbuhan, proses pembangunan lebih banyak daripada proses perusakan.
Setelah tumbuh secara faali mencapai tingkat kedewasaan, proses perusakan
secara berangsur akan melebihi proses pembangunan. Inilah saatnya terjadi
proses menua atau aging (Nugroho, 2012).
Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang
mengalami suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu (Fatmah, 2010).
Lanjut usia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stres lingkungan (Muhith & Siyoto, 2016).
B. Etiologi
1. Teori Biologi
Teori biologi adalah ilmu alam yang mempelajari kehidupan dan
organisme hidup, termasuk struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi,
persebaran, dan taksonominya. Ada beberapa macam teori biologis, di
antaranya sebagai berikut:
a. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutation Theory).
Menurut Hayflick (1961) dalam Muhith & Siyoto (2016), menua telah
terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua
terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh
molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin
(terjadi penurunan kemampuan fungsi sel).
b. Teori Interaksi Seluler
Menurut Berger (1994) dalam Muhith & Siyoto (2016), bahwa sel-sel
yang saling berinteraksi satu sama lain dan memengaruhi keadaan
tubuh akan baik-baik saja selama sel-sel masih berfungsi dalam suatu
harmoni. Akan tetapi, bila tidak lagi demikian maka akan terjadi
kegagalan mekanisme feed-back dimana lambat laun sel-sel akan
mengalami degenerasi.
c. Teori Replikasi DNA
Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan merupakan akibat
akumulasi bertahap kesalahan dalam masa replikasi DNA sehingga
terjadi kematian sel. Kerusakan DNA akan menyebabkan
pengurangan kemampuan replikasi ribosomal DNA (rDNA) dan
memengaruhi masa hidup sel. Sekitar 50% rDNA akan menghilang
dari sel jaringan pada usia 70 tahun.
d. Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tubuh tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan
sel-sel lelah terpakai.
e. Teori Ikatan Silang
Merupakan akibat dari terjadinya ikatan silang yang progresif antara
protein-protein intraselular dan interselular serabut kolagen. Ikatan
silang meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini
mengakibatkan penurunan elastisitas dan kelenturan kolagen di
membran basalis atau di substansi dasar jaringan penyambung.
f. Teori Radikal Bebas
Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahan
organik yang selanjutnya menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g. Reaksi dari Kekebalan Sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah atau sakit.
2. Teori Kejiwaan Sosial
Teori kejiwaan sosial meneliti dampak atau pengaruh sosial
terhadap perilaku manusia. Teori ini melihat pada sikap, keyakinan, dan
perilaku lansia. Ada beberapa macam teori kejiwaan sosial menurut
Muhith & Siyoto (2016), diantaranya sebagai berikut:
a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Teori ini mengatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
1) Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan
keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
2) Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
b. Teori kesinambungan (Continuity Theory)
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang
pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi
lansia. Dan hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup perilaku dan
harapan seseorang ternyata tak berubah walaupun ia menjadi lansia.
c. Teori Penarikan Diri (Disengagement Theory)
Teori ini menerangkan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan
menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara
perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Selain hal
tersebut, dari pihak masyarakat juga mempersiapkan kondisi agar para
lansia menarik diri. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia
menurun, baik secara kualitas maupun secara kuantitas.
d. Teori Perkembangan (Development Theory)
Teori ini mempelajari psikologi perkembangan guna mengerti
perubahan emosi dan sosial seseorang selama fase kehidupannya.
Pokok-pokok dalam development theory adalah:
1) Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa
kehidupannya.
2) Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan
sosial yang baru, yaitu pensiun dan/atau menjanda atau menduda.
3) Lansia harus menyesuaikan diri akibat perannya yang berakhir
dalam keluarga, kehilangan identitas, dan hubungan sosialnya
akibat pensiun atau ditinggal mati oleh pasangan hidup dan
teman-temannya.
3. Teori Psikologi
a. Teori Kebutuhan Manusia menurut Hierarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hierarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia. Kebutuhan ini
memiliki urutan prioritas yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar
manusia sudah terpenuhi, mereka berusaha menemukannya pada
tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan
tersebut tercapai.
b. Teori Individual Jung
Teori ini membahas perkembangan dari seluruh fase kehidupan, yaitu
mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda,
usia pertengahan, sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari ego,
ketidaksadaran seseorang, dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori
ini kepribadian digambarkan/diorientasikan terhadap dunia luar
(ekstrovert) atau ke arah subjektif, pengalaman-pengalaman dari
dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat
pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting bagi
kesehatan mental.
C. Manifestasi Klinik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ
tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, sistem musculoskeletal, sistem genetalia urinaria, perubahan
kondisi mental, dan psikososial (Bandiyah, 2009 dalam Muhith & Siyoto,
2016) .
1. Perubahan fisik
a. Sel
Jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra dan ekstraseluler.
b. Sistem Pernafasan
Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume
udara inspirasi berkurang. Sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reflek batuk
sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
c. Sistem Persarafan
Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu.
d. Sistem Penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap
sinar. Lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak.
Menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk
membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksa.
e. Sitem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
memompa darah menurun 1% setiap tahun setelah berumur 20 tahun
sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume,
kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.
f. Sistem Genetalia Urinaria
Pada kandung kemih terjadi penurunan kerja otot, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml dan menyebabkan frekuensi BAK meningkat.
Pada ginjal terjadi pengecilan nefron sehingga aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50%.
g. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi tulang rapuh, risiko terjadi fraktur, kifosis, persendian besar
dan kaku, pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek
(tinggi badan berkurang).
h. Perubahan Kondisi Mental
Pada lansia biasanya terjadi kemunduran daya ingat
(memori/kenangan). Terdapat dua macam kenangan, yaitu:
1) Kenangan jangka panjang: berjam-jam sampai berhari-hari yang
lalu.
2) Kenangan jangka pendek: 0-10 menit, kenangan yang buruk.
Pada intelligence quotient (IQ):
1) Tidak berubah dengan informasi matematika dan kepekaan verbal.
2) Berkurangnya penampilan, persepsi, dan keterampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-
tekanan dari faktor waktu.
i. Perubahan Psikososial
1) Pensiun: nilai seseorang diukur oleh produktivitasnya, identitas
dikaitkandengan peranan dalam pekerjaan.
2) Merasakan atau sadar akan kematian.
3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
dengan lingkup gerak lebih sempit.
4) Perkembangan Spiritual
Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya
karena agama semakin terintegrasi dalam kehidupan (Nugroho,
2008).
D. Faktor Yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan menurut Bandiyah (2009)
dalam Muhith & Siyoto (2016) adalah:
1. Hereditas atau genetik
Secara genetik sudah terprogram bahwa material di dalam inti sel
dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu
memiliki harapan hidup yang berbeda pula.
2. Nutrisi atau makanan
Konsumsi makan yang cukup dan seimbang yang dilakukan pada masa
muda akan berpengaruh pada kesehatan lansia yang prima dan tetap
produktif di hari tua.
3. Status kesehatan
Setiap individu memiliki riwayat penyakit semasa hidupnya. Individu
yang memiliki riwayat kesehatan kurang baik mempunyai resiko
mengalami proses penuaan lebih cepat dan mengalami penyakit-penyakit
degeneratif.
4. Pengalaman hidup
Setiap orang mempunyai gaya hidup tertentu yang di bentuk dan
dilakukan sepanjang masa hidupnya. Gaya hidup yang kurang baik pada
masa muda akan berakibat buruk pada masa tuanya. Misal gaya hidup
merokok, akan beresiko menderita penyakit jantung.
5. Lingkungan
Seseorang yang hidup di lingkungan yang kurang baik, misal memiiki
tingkat polusi udara yang tinggi seperti di sekitar pabrik-pabrik beresiko
mengalami penyakit paru-paru di masa tuanya.
6. Stress
Setiap orang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah dan
mengendalikan emosinya. Tingkat sress yang tinggi berpengaruh pada
masa tuanya.
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka bawah (diastolic) pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik
berupa cuff air raksa (Spygmomanometer) ataupun alat digital lainnya
(Herlambang, 2013).
Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan jantung
dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer. Adapun hipertensi (tekanan darah
tinggi) adalah keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah
diatas normal atau tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg dan
diastoliknya diatas 90 mmHg (Wijoyo, 2011).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas batas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Tekanan yang
abnormal tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya risiko
terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal
(Rusdi,et al, 2009).
B. Klasifikasi hipertensi
Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal
dengan 2 jenis klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan hipetensi
secondary.
1) Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah
tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor
lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan
mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan
pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi
sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-
orang yang kurang olahraga pun mengalami tekanan darah tinggi.
2) Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita
penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem
hormon tubuh. Sedangkan pada ibu hamil tekanan darah secara umum
meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang
berat badannya diatas normal atau gemuk (obesitas).Hipertensi sistolik
terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHgatau lebih, tetapi tekanan
diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan
bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan
diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang
secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

Pada
C. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada (Ritu Jain, 2011) :
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Rahmawati,
2012).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh
cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2010).
E. Manifestasi klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya
tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal.Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut (Kristanti, 2013):
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami
penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.
Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan
segera. Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Edward K
Chung, 2013).
a. Tidak Ada Gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.
F. Komplikasi
Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya,
melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas
berat alias mematikan. Laporan Komite Nasional Pencegahan, Deteksi,
Evaluasi dan Penanganan Hipertensi menyatakan bahwa tekanan darah yang
tinggi dapat meningkatkan resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke dan
gagal ginjal (Wahdah, 2011)
Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi
kardiovaskular dan merupakan masalah utama kesehatan masyarakat yang
tengah mengalami transisi sosial ekonomi. Dibandingkan dengan individu
yang memiliki tekanan darah normal, penderita hipertensi memiliki risiko
terserang penyakit jantung koroner 2 kali lebih besar dan risiko yang lebih
tinggi untuk terserang stroke. Apabila tidak diobati, kurang lebih setengah
dari penderita hipertensi akan meninggal akibat penyakit jantung dan sekitar
33% akan meninggal akibat stroke sementara 10 sampai 15 % akan
meninggal akibat gagal ginjal. Oleh sebab itu pengontrolan tekanan darah
merupakan hal yang sangat penting (Junaidi, 2010).
G. Faktor resiko
Menurut Fauzi (2014) tekanan darah tinggi memiliki beberapa faktor resiko
antara lain:
1. Risiko tekanan darah tinggi meningkat sesuai dengan faktor usia.
2. Ras dan suku bangsa juga berhubungan dengan risiko hipertensi.
3. Latar belakang keluarga
4. Kelebihan berat badan atau obesitas
5. Tidak aktif secara fisik. Denyut jantung orang-orang yang tidak aktif
cenderung lebih tinggi. Sehingga semakin keras jantung harus bekerja
dengan setiap kontraksi dan semakin kuat gaya pada arteri. Kekurangan
aktifitas fisik juga meningkatkan risiko kelebihan berat badan.
6. Merokok, terlalu banyak garam (sodium) pada diet. Terlalu banyak
sodium pada diet dapat menyebabkan tubuh menahan caira yang
meningkatkan tekanan darah.
7. Terlalu potassium pada diet. Potassium membantu menyeimbangkan
jumlah dari sodium di sel. Jika tidak mendapat potassium yang cukup
pada diet atau menahan potassium bisa menumpuk terlalu banyak sodium
di dalam darah.
Faktor-faktor risiko penyakit hipertensi yang tidak ditangani dengan baik
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah dan dapat diubah (Depkes RI, 2006).
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi, dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut
cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar diatas
65 tahun.
2) Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana
pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan
wanita, rasio sekitar 2.29 untuk peningkatan tekanan darah
sistolik.
3) Keturunan
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama
pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga
dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian
menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin
membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tua menderita
hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila
salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar
30% akan turun ke anak-anaknya.
b. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko dapat diubah yaitu faktor risiko yang diakibatkan
perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain (Depkes RI,
2006) :
1) Status gizi
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk
5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya
normal.
2) Psikososial dan stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah,
dendam, rasa takut, rasa (bersalah) dapat merangsang kelenjar
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung
berdenyut lebih kuat dan cepat, sehingga tekanan darah akan
meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi
atau penyakit maag.
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan
mengakibatkan proses artereoskelerosis, dan tekanan darah
tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan
merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh
darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok
peda penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh darah arteri.
4) Olahraga
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan
darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada
orang tertentu dengan melakukan olahraga aerobik yang teratur
dapat menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan
turun.
5) Konsumsi alkohol berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan darah telah dibuktikan.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kartisol, dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah
berperan dalam menaikkan tekanan darah.
6) Konsumsi garam berlebih
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada masyarakat yang
mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan
darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam
sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.
 Hiperlipedimea /Hiperkolestrolemi
 Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL,
dan/atau penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah.
Kolestrol merupakan faktor penting dalam terjadinya
ateroskelerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan
perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.
H. Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan (Ni Kadek, et al, 2014):
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
a. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
b. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulkan intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.Golongan obat - obatan
yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan diuretik,
golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.
e. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
f. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
h. Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
J. Proses Keperawatan
1. Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr,
pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan
kegemukan/obesitas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami
penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
d. Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat
emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun
keluarga sering merasakan sterss dan cemas.
3. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Tingkat Kesadaran
1) Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
 CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur →
diransang bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
2) Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
 Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
 Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
 Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
b. Pemeriksaaan Nervus Cranialis
1) Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta
klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun,
tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian
kiri dan kanan.
2) Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual,
tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran,
ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri,
pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang
memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut,
informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda
tersebut.
3) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari
arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek
kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek
kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia,
nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri
dan kanan tanpa menengok.
4) Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada
kelopak mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien
merasakan adanya sentuhan
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah,
pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan
masseter.
5) Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,
terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan
larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh
menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi
yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salvias
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta
klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata
sementara pemeriksa berusaha membukanya.
6) Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah,
tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M.
Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal,
pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan
palatum lunak.
8) Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa
berusaha menahan test otot trapezius.
9) Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan
cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
4. Data Penunjang
a. Laboratorium
1) Hematologi
2) Kimia klinik
b. Radiologi
1) CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark
2) MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
3) Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah
2. Ketidakeektifan pola nafas berhubungan dengan takipnea / dispnea
3. Gangguan Rasa Aman : Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang kondisi penyakitnya.
4. Gangguan pola aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Intervensi Keperaawatan
DIAGNOSA RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
RASIONAL
(NOC) (NIC)
1 Gangguan Rasa Seteh dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi dan catat 1. Mengetahui setiap
Nyaman : Nyeri kepala diharapkan tidak ada keluhan dan tanda-tanda vital. perubahan yang
berhubungan dengan mendapatkan respon penurunan nyeri. 2. Catat karakteristik terjadi pada klien
peningkatan tekanan Kriteria hasil : nyeri, lokasi, secara dini dan untuk
darah 1. Secara subjektif pasien mengatakn intensitas, durasi penetapan tindakan
penurunan rasa nyeri dan penjalaran nyeri yang tepat.
2. TD 110-120/ 70-90 mmHg 3. Anjurkan pada 2. Variasi penampilan
3. Nadi 80-100 x/ menit pasien untuk dan perilaku pasien
4. Wajah rileks melaporkan nyeri karena nyeri
5. Tidak terjadi penurunan perfusi dengan segera 3. Nyeri berat dapat
perifer 4. Lakukan mengakibatkan syok
managemen nyeri : kardiogenik dengan
a. Atur posisi dampak kematian
fisiologis pasien 4. Meningkatkan
asupan O2 sehingga
b. Istirahatkan menurunkan nyeri
pasien sekunder dari iskemia
c. Beri oksigen 2-3 jaringan
lpm a. Menurunkan
d. Managemen kebutuhan O2
lingkungan : jaringan perifer
tenang dan sehingga asupan
batasi ke miokardium
pengunjung lebih optimal
e. Ajarkan b. Meningkatkan
relaksasi nafas kandungan O2
dalam jaringan dan
f. Ajarkan tehnik menghindarkan
distraksi pada iskemia
saat nyeri c. Menurunkan
5. Kolaborasi stimulus nyeri
pemberian terapi eksternal dan
analgetik. pembatasan
pengunjung
memungkinkan
pasien
mendapatkan O2
maksimal
d. Meningkatkan
asupan O2 dan
menghindarkan
iskemia
e. Menurunkan
stimulus dengan
peningkatan
produksi endofrin
dan ankefalin
yang dapat
memblok reseptor
nyeri
5. Bertujuan
mengurangi nyeri.
2 Ketidakeektifan pola Seteh dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor TTV 1. Memantau keadaan
nafas berhubungan diharapkan pola nafas klien kembali 2. Catat pergerakan klien
dengan takipnea / efektif dengan KH: dada, simetris atau 2. Melihat apakah ada
dispnea 1. Frekuensi nafas dalam batas normal tidak, menggunakan obstruksi di salah satu
2. Klien Nampak rileks otot bantu nafas bronkus atau adanya
3.Tanda-tanda vital dalam batas 3. Tempatkan klie pada gangguan pada
normal posisi yang nyaman ventilasi
- Tekanan darah : 90/60 – 140/90 (tinggikan kepala / 3. Peninggian kepala,
mmHg posisi semi fowler ) tempat tidur
- Frekuensi Nafas : 16 – 24 x/i 4. Kolaborasi memudahkan fungsi
- Frekuensi Nadi : 60-100 x/i pemberian oksigen pernafasan dengan
- Suhu : 36-37c menggunakan gravitasi
4. Pemberian oksigen
dapat memaksimalkan
bernafas dan
menurunkan kerja
nafas serta dapat
mengurangi
metabolism dan edema
cerebral
3. Gangguan Rasa Aman : Setelah dilakukan tindakan 1. Bina hubungan 1. Dengan adanya
Cemas berhubungan keperawatan selama 2 hari, diharapkan saling percaya antara hubungan saling
dengan kurangnya pengetahuan klien dan keluarga perawat dengan klien percaya klien mau
informasi tentang kondisi tentang keadaannya meningkat, dan keluarga. mengungkapkan
penyakitnya. dengan kriteria: masalah dan
- Klien dan keluarga tidak mengeluh perasaannya pada
merasa khawatir tentang perawat.
penyakitnya.
2. Bantu klien untuk 2. Dengan penyesuaian
- Klien dan keluarga secara verbal
menyesuaikan kehidupan di RS
mengatakan mengerti tentang
dirinya dengan supaya klien terbiasa
penjelasan dari perawat.
kehidupan di RS. dengan keadaan
- Ekspresi wajah klien tenang
lingkungan di RS demi
kesembuhannya.
3. Diskusikan bersama
3. Meningkatkan
klien dan keluarga
pengetahuan,
mengenai kondisi
pemahaman klien dan
penyakit, proses
keluarga sehingga
penyembuhan dan mengurangi
perawatan klien. kecemasan.
4. Beri penjelasan pada 4. Diharapkan dapat
klien dan keluarga menambah
tentang keadaan pengetahuan klien dan
penyakit, prosedur keluarga tentang
pengobatan dan keadaannya dan dapat
perawatan selama membantu mengurangi
klien dirawat di RS. kecemasan pada klien.

5. Kaji pemahaman 5. Untuk mengetahui


klien dan keluarga sejauh mana
mengenai keadaan pemahaman klien dan
penyakit, prosedur keluarga sehingga
pengobatan dan dapat menentukan
perawatan. intervensi selanjutnya.
4 Gangguan pola aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji aktivitas yang 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan diharapkan klien dapat dapat dilakukan aktivitas yang dapat
kelemahan fisik melakukan aktivitas sehari-hari secara oleh pasien dilakukan klien
mandiri dengan KH : 2. Anjurkan keluarga 2. Memudahkan klien
1. Sesak berkurang untuk membantu pada saat beraktivitas
2. Badan tidak lemas klien saat 3. Dengan memberikan
3. Klien tidak pusing beraktivitas posisi semifowler di
4.Tanda-tanda vital dalam batas 3. Beri posisi yang harapkan dapat
normal nyaman semi mengurangi rasa
- Tekana darah : 90/60 – 140/90 fowler nyeri pada pasien
- Frekuensi nafas : 16 – 24 x/i 4. Anjurkan keluarga 4. Pasien dapat
- Frekuensi nadi : 60 – 100 x/i untuk dekatkan menjangkau barang-
- Suhu : 36 – 37c barang-barang yang barang yang
5. Klien dapat beraktivitas secara dibutuhkan pasien diperlukan pasien
mandiri
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, R. Boedhi. (2010). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:
FKUI.
Departemen Kesehatan RI. (2006). Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Hipertensi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.
Fauzi. I. (2014). Buku Pintar Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Asam Urat,
Diabetes dan Hipertensi. Yogyakarta: Araska.
Junaedi, E. (2013). Hipertensi Kandas Berkat Herbal. Jakarta Selatan
Kristanti, H. (2013). Mencegah dan Mengobati 11 Penyakit Kronis. Citra Pustaka:
Yogyakarta.
Muhith, Abdul & Siyoto, Sandu. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik.
Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Ni Kadek, et al. 2014. Pengaruh Kombinasi Jus Seledri, Wortel dan Madu
Terhadap Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat.
Artikel Penelitian, Stikes Bina Husada
Nugroho, W. (2012). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Rahmawati, R. 2012. Pengaruh Jus Seledri Kombinasi Wortel dan Madu
Terhadap Penurunan Tingkat Hipertensi Pada Pasien Hipertensi. Gresik
(skripsi) from: http://www.google.com , diakses 29 April 2019.
Rusdi, Nurlaela Isnawati. 2009. Awas Anda Bisa Mati Cepat Akibat Hipertensi
dan Diabetes. Yogyakarta: Powerbooks publishing.
Ritu Jain. 2011. Pengobatan Alternatif untuk Mengatasi Tekanan Darah. Jakarta:
Gramedia.
Wahdah, N. 2011. Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta: Multipress
Wijoyo, P. M. 2011. Rahasia Penyembuhan Hipertensi Secara Alami. Bee Media
Agro: Jakarta

You might also like