You are on page 1of 2

SEJARAH KERAJAAN MARITIM DI INDONESIA

A. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya pada dasarnya merupakan suatu kerajaan pantai, sebuah Negara perniagaan dan
Negara yang berkuasa di laut. Kekuasaannya lebih disebabkan oleh perdagangan internasional melalui
selat Malaka. Dengan demikian berhubungan dengan jalur perdagangan internasional dari dari Asia Timur
ke Asia Barat dan Eropa yang sejak paling sedikit lima belas abad lamanya, mempunyai arti penting dalam
sejarah. Sriwijaya memang merupakan pusat perdagangan penting yang pertama pada jalan ini, kemudian
diganti oleh kota Batavia dan Singapura. Menurut berita Cina, kita dapat menyimpulkan bahwa Sriwijaya
adalah salah satu pusat perdagangan antara Asia Tenggara dengan Cina yang terpenting.1 Sriwijaya
adalah kerajaan maritime yang pernah tumbuh menjadi suatu kerajaan maritime terbesar di Asia Tenggara.
Politik ekspansi untuk mengembangkan sayap dan menaklukkan kerajaan lain di Sumatra dilakukan
Sriwijaya secara intensif pada abad ke-7, yaitu pada tahun690 M. kenyataan ini diperkuat dengan adanya
prasasti dari kerajaan Sriwijaya, yang semuanya ditulis dengan huruf Pallawa dan dalam bahasa Melayu
kuno. Sebagai kerajaan maritime, Sriwijaya menggunakan politik laut yaitu dengan mewajibkan kapal-
kapal untuk singgah di pelabuhannya.
Ketergantungan kerajaan Sriwijaya lebih tergantung dari pola perdagangan yang berkembang,
sedangkan pola-pola tertentu tidak sepenuhnya dapat dikuasainya. Meskipun demikian, pada abad XIII
Sriwijaya masih dapat berkembang sebagai pusat perdagangan dan pelayaran yang besar dan kuat, serta
menguasai bagian besar Sumatra, semenanjung tanah Melayu, dan sebagian Jawa Barat. Tidak dapat
dipungkiri bahwa Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan maritime yang besar telah mengembangkan ciri-ciri
yang khas, yaitu mengembangkan suatu tradisi diplomasi yang menyebabkan kerajaan tersebut lebih
metropolitan sifatnya. Dalam upaya mempertahankan peranannya sebagai Negara berdagang, Sriwijaya
lebih memerlukan kekuatan militer yang dapat melakukan gerakan ekspedisioner daripada Negara agraris.
B. Kerajaan Samudra
Sebagai akibat dari merosotnya kerajaan Sriwijaya, di Sumatra Utara muncul beberapa kerajaan maritime
kecil. Kerajaan-kerajaan yang terdapat kira-kira tahun 1300 adalah Samudra, Perlak, Paseh, dan Lamuri
(yang kemudian menjadi Aceh). Kerajan-kerajaan pelabuhan ini kesemuanya mengambil keuntungan dari
perdagangan di selat Malaka.
Sekitar tahun 1350 adalah masa memuncaknya kebesaran Majapahit. Bagi Samudra, masa itupun
merupakan masa kebesarnannya. Kerajaan Samudra di Aceh yang beragama Islam menjadi bagian dari
Majapahit, rupanya tidak menjadi persoalan bagi Majapahit. Begitu pula Samudra, berhubungan langsung
dengan Tiongkok, sebagai siasat untuk mengamankan diri terhadap Siam yang daerahnya meliputi jazirah
Malaka, juga oleh Majapahit tidak dihiraukan.
C. Kerajaan Majapahit
Menurut Krom, kerajaan Majapahit ini berdasar pada kekuasaan di laut. Laut-laut dan pantai yang
terpenting di Indonesia dikuasainya. Kerajaan ini memiliki angkatan laut yang besar dan kuat. Pada tahun
1377, Majapahit mengirim suatu ekspedisi untuk menghukum raja Palembang dan Sumatra. Majapahit
juga mempunyai hubungan dengan Campa, Kampuchea, Siam Birma bagian selatan, dan Vietnam serta
mengirim dutanya ke Cina.
Sebagai tambahan daerah yang mengakui kekuasaan Majapahit, Prapanca memberikan nama-nama daerah
yang tetap mempunyai hubungan persahabatan dengan Majapahit. Daerah itu antara lain Siam, Burma,
Champa, dan “Javana” yaitu Vietnam – disamping negeri-negeri yang jauh lagi seperti Cina, Karnatik dan
Benggala, yang mengadakan hubungan dagang dengan Majapahit. Dengan uraian perluasan kekuasaan
Majapahit, seperti dijelaskan oleh Prapanca, kita telah menggunakan hipotesa bahwa pelayaran
perdagangan pada abad XIV berada di tangan pedagang Majapahit. Artinya pada waktu itu, Majapahit
memiliki kapal-kapal dagang dan menjalankan pelayaran sendiri, disamping pelayaran yang dilakukan juga
oleh pedagang asing.
D. Kerajaan Malaka
Malaka merupakan suatu kota pelabuhan besar yang letaknya menghadap ke laut. Posisi seperti ini juga
dimiliki oleh kerajaan Maritim lain seperti Banten, Batavia, Gresik, Makassar, Ternate, Manila atau sungai
besar yang dapat dilayari. Malaka muncul sebagai pusat perdagangan dan kegiatan Islam baru pada awal
abad ke-15. Pendiri kerajaan Malaka adalah seorang pangeran Majapahit dari Blambangan yang bernama
Paramisora. Parameswara berhasil meloloskan diri ketika terjadi serangan Majapahit pada tahun 1377 dan
akhirnya tiba di Malaka sekitar tahun 1400. Di tempat ini dia menemukan suatu pelabuhan yang baik yang
dapat dirapati kapal-kapal di segala musim dan terletak di bagian selat Malaka yang paling sempit. Beserta
para pengikutnya dalam waktu singkat, dusun nelayan dengan bantuan bajak-bajak laut menjadi kota
pelabuhan, yang karena letaknya yang sangat baik di Selat Malaka, merupakan saingan berat bagi
Samudra Pasai.
Dengan demikian, Malaka diberi kesempatan berkembang menjadi pusat perniagaan baru. Sebelum itu,
Malaka hanyalah merupakan sebuah tempat nelayan kecil yang tak berarti. Pada awal abad ke-14, tempat
tersebut mulai berarti buat perdagangan perdagangan, dan dalam waktu yang pendek saja menjadi
pelabuhan yang terpenting di pantai Selat Malaka. Melalui persekutuan dengan orang laut, yaitu perompak
pengembara Proto-Melayu di selat Malaka, dia berhasil membuat Malaka menjadi suatu pelabuhan
internasional yang besar. Cara yang ditempuh Malaka adalah dengan memaksa kapal-kapal yang lewat
untuk singgah di pelabuhannya serta memberi fasilitas yang cukup baik serta dapat dipercaya bagi
pergudangan dan perdagangan.
E. Demak : Kerajaan Maritim Islam Pertama di Jawa
Menurut Tome Pires, penguasa kedua di Demak, Pate Rodim Sr. mempunyai armada laut yang terdiri dari
40 kapal jung. Pada masa tersebut, beberapa daerah dapat ditaklukkan. Berdasarkan babad, penguasa
ketiga adalah Tranggana atau Trenggana. Raja ini telah meresmikan Masjid Raya di Demak. Dalam berita
Portugis menyebutkan, pada tahun 1546 dia gugur dalam ekspedisi ke Panarukan di ujung timur Jawa.
Dalam kurun waktu itu wilayah kerajaan telah diperluas ke barat dan ke timur, dan masjid Demak telah
dibangun sebagai lambing kekuasaan Islam. Kekuatan Demak terpenting adalah kota pelabuhan Jepara,
yang merupakan kekuatan laut terbesar di laut Jawa. Dari gambaran itu menunjukkan bahwa Demak benar-
benar kekuatan signifikan di Jawa pada abad ke-16. Pada masa Pati Unuss atau Pangeran Sabrang Lor,
tepatnya tahun 1512 dan 1513 dia menyerang Malaka dengan menggunakan gabungan seluruh angkatan
laut bandarBandarr Jawa, namun berakhir dengan hancurnya angkatan laut dari Jawa.

You might also like