You are on page 1of 15

LAPORAN

MODUL ENDODONTIK

PERAWATAN SALURAN AKAR TUNGGAL GIGI 11

Disusun oleh :

Nama : Giffari adrian jusuf

NIPP : 20184020009

Nama Pasien : Farhan Danisworo

Dosen Pembimbing : drg. Hartanti putri,Sp. KG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2022

1
PERAWATAN SALURAN AKAR

I. Deskripsi Kasus

 Identitas pasien

Nama : Farhan Danisworo

Umur : 19 Tahun

Alamat : Yogyakarta

 Pemeriksaan Subjektif :

Pasien datang dengan keluhan gigi depanya atasnya yang patah semenjak jatuh dari
motor sejak 2016 lalu, pasien mengaku pernah merasakan sakit spontan sesaat setelah
kecelakaan, namun terkadang pasien merasakan sakit yang berdenyut ketika ada
rangsang panas atau dingin, ketika rasa sakit tersebut datang pasien tidak memberikan
obat apapun untuk meredakan rasa sakitnya, kondisi tersebut sudah pernah di
periksakan ke koas gigi beberapa tahun lalu, pada saat dilakukan perawatan
sebelumnya pasien mengaku giginya pernah di bur namun perawatan tersebut tidak
dilanjutkan kembali, pasien rutin menyikat gigi 2x sehari pagi setelah sarapan dan
malam sebelum tidur, pasien tidak di curigai memiliki riwayat penyakit tertentu.

 Pemeriksaan Objektif :

Terdapat gambaran radiolusen pada gigi 11 pada bagian palatal mencapai kedalaman
pulpa

Sondasi :-

Perkusi :-

Palpasi :-

CE : - (dingin)

Tes pengeburan : -

2
 Pemeriksaan Penunjang Rontgen Foto

Interpretasi Rontgen

 Terdapat area radiolusen pada mahkota gigi 11 pada bagian palatal mencapai
kedalaman pulpa
 Terdapat area radiolusen yang difuse pada ujung apek gigi 11
 Ligamen periodontal terjadi pelebaran
 Tulang alveolar tidak mengalami resorbsi

3
Foto Klinis Kasus

Dx : Nekrosis Pulpa

Dd : pulpitis ireversible asimptomatik

Treatment Planing :

KIE

Perawatan Saluran Akar

Kontrol dan Evaluasi

II. Prosedur Kerja

1. Alat :

 Alat diagnostic ( Kaca mulut, sonde, pinset dan ekscavator).


 Bur bulat dan bur fissure.
 K-File.
 H-File.
 Lentulo.
 Spuit, spreader, penggaris, lampu spritus, sliding caliper.
 Jarum ekstirpasi (Barber Broach).

4
2. Bahan :

 Gutta percha.
 Paper point.
 Pasta pengisi saluran akar (Endometason + Eugenol).
 Bahan irigasi.
 Bahan sterilisasi (Dressing).
 Tumpatan sementara (Fletcher atau Cavit)

3. Tahapan Kerja Perawatan Saluran Akar

 Rontgen foto dan indikasi kasus.


 Devitalisasi pulpa (Pada kasus ini tidak dilakukan tahapan devitalisasi kerena gigi
sudah nekrose).
 Preparasi kamar pulpa.
 Pencarian panjang kerja (pengukuran dengan rontgen foto dan pengambilan
radiograf).
 Preparasi biomekanik (preparasi saluran akar).
 Dressing (sterilsasi saluran akar).
 Obturasi saluran akar.
 Rontgen foto hasil obturasi.

4. TahapanKerjaPerawatan Saluran Akar

A. Kunjungan Pertama ( Open Acces, Eksplorasi dan Ekstirpasi )


 Tentukan outline form pada permukaan palatinal gigi, kemudian dilakukan open

acces dengan membuka kavitas dari bagian palatal. Preparasi dengan bur bulat

pada bagian palatal, arah tegak lurus aksis gigi hingga perforasi kamar pulpa

dengan gerakan bur dari arah kamar pulpa ke arah luar.

 Dinding kavitas diratakan dengan fissure bur atau diamendo bur sampai

berbentuk divergen kearah incisal. Open acces dianggap selesai bila alat

endodontic bisa bergerak keluar masuk dengan bebas dan kavitas cukup untuk

retensi tumpatan sementara.

5
 Kemudian dilakukan eksplorasi, yaitu mencari jalan keluar masuk ke dalam

saluran akarmelalui orifis menggunakan barber broach dan apabila pasien masih

merasakan rasa sakit maka segera di injeksi infiltrasi kedalam intrapulpa.

 Kemudian dilakukan ekstirpasi, yaitu pengambilan jaringan pulpa pada saluran

akar menggunakan barber broach. Irigasi menggunakan larutan saline.

B. Kunjungan kedua ( Pengukuran Panjang Kerjadan Preparasi Saluran Akar).

 Setelah dilakukan ekstirpasi, selanjutnya dilakukan pengukuran panjang kerja.


Metode Pengukuran Panjang Kerja
Ukur panjang gigi yang akan dirawat pada rontgen foto menggunakan sliding
caliper. Misalnya panjang kerja yang didapat adalah X mm. Sehingga didapat
panjang kerja (PK) perkiraan X-1 mm.

 Setelah didapatkan panjang kerja kemudian masukkan K-file dengan panjang


kerja X-1 mm tersebut dan dilakukan pengambilan mm radiograf, dengan
ketentuan :
 Bila panjang alat tepat pada ujung apical maka PK perkiraan dikurangi 1
mm.
 Bila jarak ujung alat dengan ujung apical > 1 mm ( =PK kurang/tidak sesuai )
atau ternyata ujung alat menembus apical ( = perporasi di jaringan periapikal)
maka pengukuran panjang kerja harus diulangi.

Dalam menentukan panjang kerja, selain menggunakan radiograf harus juga


ditinjau menggunakan apec locater. Cara penggunaan apec locater, pertama
masukan file sesuai dengan panjang kerja perkiraan (PK), misalnya PK= 21
mm. Kemudian masukkan file dengan panjang kerja 21 ke dalam saluran akar
dan alat apec locater disiapkan, apabila :

 Apec locater,menunjukkan angka 0-1 mm, dengan PK= 21 berarti panjang


kerja perkiraan sudah tepat.
 Apec locater, mengeluarkan bunyi keras yang merupakan tanda dari
kelebihan panjang perkiraan dan akan keluar tanda (-), berarti panjang kerja
dikurangi, misalnya 1 mm menjadi PK=20. Kemudian dicoba lagi pada apec
locater sampai menentukan panjang kerja yang tepat.
 Apec locater, menunjukkan angka misalnya 2 mm, berarti panjang kerja
masih kurang jadi harus ditambah, misalnya 1 mm menjadi 22 mm.
Kemudian di coba lagi pada apec locater sampai menemukan panjang kerja
yang tepat.

6
 Setelah mendapatkan panjang kerja yang sesuai, maka dilakukan preparasi
saluran akar menggunakan step back methode.
 Preparasi saluran akar diawali dengan menggunakan K-file yang ukurannya
tepat pada saluran akar yang memiliki diamater yang sama dengan saluran akar
(tidak longgardan tidak sempit → initial apical file). Gerakan K-file dengan cara
melakukan putaran ¼ sampai dengan ½ putaran searah jarum jam, K-file
digunakan dengan cara pull stroke.
 Preparasi dilakukan sampai 3 nomor di atas K-file yang pertama kali (IAF) yang
digunakan untuk memulai preparasi biomekanis (preparasi 1/3 apikal). Setiap
pergantian file di irigasi dan kemudian rekapitulasi.
 Tentukan Master Apikal File (MAF). Preparasi selanjutnya adalah preparasi
badan saluran akar yang dilakukan menggunakan K-file sampai 3 nomor file
diatas MAF. Pada preparasi badan saluran akar setiap mengganti ke nomor file
yang lebih besar, panjang kerja dikurangi 1mm dan diirigasi.
 Untuk menghaluskan dinding saluran akar, maka digunakan Headstrom file,
dengan ketentuan :
 Minimal 2 nomor di atas K-file yang terakhir digunakan, panjang kerja
sama dengan K-file yang terakhir digunakan ,atau
 Menggunakan nomor sesuai dengan MAF dan panjang keja sesuai
dengan panjang MAF
Setiap pergantian file dari nomor kecil ke nomor berikutnya selalu dilakukan
irigasi, baik menggunakan NaOCL 2,5%, salin ataupun larutan irigasi EDTA dan
rekapitulasi, yaitu pengulangan kembali dengan menggunakan file nomor
sebelumnya.
Fungsi Irigasi :
a. Irigasi saluran akar, sangat dibutukan pada prosedur cleaning and shaping
atau prepasi biomekannikal saluran akar, karena larutan irigasi mampu
mengambil fragmen kecil-kecil debris organic dan serpihan dentin dari
saluran akar (Grossman dkk., 1995). Tujuan irigasi adalah untuk
menghilangkan debris, melarutkan jaringan dan smear layer, antibakteri, dan
sebagai pelumas (Mulyati E, 2007). Fungsi bahan irigasi adalah membuat
lingkungan basah sehingga dentin dapat dikeluarkan ke kamar pulpa, dapat
diambil dengan aspirasi atau paper point, cairan irigasi dapat masuk ke kanal

7
asesoris yang tidak dapat dimasuki alat preparasi dan supaya file tidak mudah
patah. (Mulyati E, 2007). Syarat larutan irigasi yang ideal adalah (1) mampu
melarutkan daerah yang tidak dapat dimasuki oleh instrument sehingga
larutan irigasi ini diharapkan dapat menghilangkan sisa jaringan lunak atau
keras agar memudahkan pembuangan sisa-sisa jaringan tersebut, (2)
Toksisitas yang rendah, tidak mengiritasi jaringan periradikuler, (3)
Tegangan permukaan rendah, sehingga memudahkan mengalirnya larutan
irigasi kedalam tubulus dan ke daerah yang tidak dapat terjangkau oleh
instrument, (4) Pelumas, memudahkan alat bergerak, (5) Sterilisasi, (6)
membuang smear layer, (7) Factor lain, berkaitan dengan kegunaan dan
ketersediaan, harga dan ketahan serta kemudahan dalam penyimpanannya
(Walton dan Torabinajed, 2008).
b. Macam bahan irigasi :
 Sodium Hipoklorit (NaOCl)

1. Bahan irigasi yang paling sering dipakai, menurut Grossman NaOCl

5,2 % paling efektif.

2. Dapat berfungsi sebagai debridement, pelumas anti mikroba,

melarutkan jaringan lunak atau smear layer.

3. Melarutkan jaringan organic ( jaringan nekrotik).

4. Optimal pada suhu 37 derajat.

5. Kekurangan bisa menyebabkan iritasi jaringan.

 Hidrogen Peroksida (H2O2)

1. Menimbulkan buih pada larutan ketika kontak dengan bahan kimiawi

tertentu (secara fisik mengeluarkan debris).

2. Membebaskan oksigen yang mematikan mikroorganisme.

3. Daya melarutkan H2O2 > NaOCl

4. Dianjurkan untuk gigi bawah, memudahkan keluarnya debris.

 EDTA :

8
1.Banyak yang menggantikan secara rutin, terpisah atau bergantian dengan

NaOCl.

2. Kombinasi dengan NaOCl tidak menaikkan antimikrobanya

3. Efektif melunakkan dentin (melarutkan jaringan anorganik)

4. Mempunyai sifat antimikroba.

6. Derajat iritasi sedang.

7. Tidak mempunyai efek merusak bila digunakan sebagai larutan irigasi

secara klinis.

8. Menghilangkan lapisan smear layer.

 Cavity cleanser ( Klorheksidin digluconat 2% )

Pada saluran akar, bakteri yang sulit dibunuh dengan bermacam-

macam bahan dressing adalah bakter Enterococcus faecalis, dan hanya

bisa dibunuh dengan klorheksidin digluconat 2%.

9
File Nom Panjang kerja (mm)
or

IAF #20 20 mm Irigasi

  #25 20 mm Irigasi, rekapitulasi dengan file


# 20 PK 20 mm

#30 20 mm Irigasi, rekapitulasi dengan file


# 25 PK 20 mm

MAF #35 20 mm Irigasi, rekapitulasi dengan file


# 30 PK 20 mm

  #40 19 mm Irigasi, rekapitulasi dengan file


# 35 PK 20 mm

  #45 18 mm Irigasi, rekapitulasi dengan file


# 35 PK 20 mm

#50 17 mm Irigasi, rekapitulasi dengan file


# 35 PK 20mm

H-File # 35 20 mm Irigasi

Preparasi saluran akar diakhiri apabila dirasakan telah cukup bersih dan telah
mendapatkan white dentin, dinding saluran akar sudah licin kemudianSaluran akar
dikeringkan dengan paper point.

c. Dressing/sterilisasi
Dressing sebaiknya diganti seminggu sekali dan tidak boleh lebih dari dua
minggu karena dressing menjadi cair oleh eksudat periapikal dan membusuk
karena interaksi dengan mikroorganisme.Dressing saluran akar sebaiknya
dilakukan dengan cara memasukkan butiran kapas yang telah dibasahi medikamen
dan diperas kelebihan medikamennya. Uap yang keluar dari medikamen sudah
cukup efektif untuk mendisinfeksi kavitas pulpa.Saluran akar ditutup dengan
butiran kapas steril diatas butiran kapas yang telah diberi obat dan ditutup dengan

10
tumpatan sementara.Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan subjektif dan
objektif (misal perkusi dan palpasi)
Pertimbangan menentukan bahan dressing

1) Lihat kondisi gigi dan jaringan sekitarnya


2) Pertimbangkan masa aktif bahan dressing dan waktu kunjungan pasien.

Macam-macam bahan dressing:

1) Formocresol
Kombinasi formalin dan kresol dalam perbandingan 1:2 atau
1:1.Formalin adalah disinfektan kuat yang bergabung dengan albumin
membentuk suatu subtansi yang tidak dapat dilarutkan, tidak dapat menjadi
busuk.Pada beberapa pengujian mampu menimbulkan efek nekrosis dan
inflamasi persisten pada jaringan vital.Selain itu juga menimbulkan respon
imun antara sel-sel. Dianjurkan digunakan dalam konsentrasi rendah.

2) ChKM (Chlorphenol kemfer menthol) (masa aktif 2-3 hari)


a) Terdiri dari 2 bagian para-klorophenol dan 3 bagian kamfer. Daya
disinfektan dan sifat mengiritasi lebih kecil dari pada Formocresol.
Mempunyai spektrum antibakteri luas dan efektif terhadap jamur.
b) Bahan utamanya para-klorophenol. Mampu memusnahkan berbagai
mikroorganisme dalam saluran akar.
c) Kamfer sebagai sarana pengencer serta mengurangi efek mengiritasi
dari para-klorophenol murni. Selain itu juga memperpanjang efek
antimikrobial.
d) Menthol mengurangi sifat iritasi clorophenol dan mengurangi rasa
sakit.
3) Cresophene ( masa aktif 3-5 hari)
a) Terdiri dari, chlorphenol, hexachlorophene, thymol, dan
dexamethasone, yaitu sebagai anti-phlogisticum.
b) Pemakaian terutama pada gigi dengan permulaan periodontitis apikalis
akut yang dapat terjadi, misalnya pada peristiwa over instrumentasi.
4) TKF (Trikresol Formalin)

11
Adalah campuran ortho, metha, dan para-cresol dengan formalin.
Bersifat merangsang jaringan periapikal dan menyebabkan jaringan menjadi
nekrosis.

5) Cresatin
Bahan ini merupakan cairan jernih, stabil, berminyak dan tidak mudah
menguap.Mempunyai sifat antiseptik dan mengurangi rasa sakit. Efek
antimikrobial lebih kecil dari formocresol dan ChKM, sifat mengiritasi
jaringan periapikal lebih kecil dari pada ChKM. Sifat anodyne
cresatinterhadap jaringan vital baik sekali, sehingga sering dipakai sebagai
bahan dressing pasca pulpektomi.

6) CaOH (masa aktif 7-14 hari)


Kompound ini juga telah digunakan sebagai medikamen saluran akar.
Terdiri dari dalam 2 bentuk yaitu pasta dan powder yang bisa dilarutkan
dalam salin atau gliserin.Pengaruh antiseptiknya berhubungan dengan pH
yang tinggi dan pengaruhnya melumerkan jaringan pulpa nekrotik. CaOH
menyebabkan kenaikan signifikan pH dentin sirkumpulpal bila diletakkan
pada saluran akar. Pasta CaOH paling baik digunakan pada perawatan antar
kunjungan dengan penundaan yang lama karena bahan ini tetap bekerja
selama berada di dalam saluran akar. Indikasi menggunakan kalsium
hidroksid adalah ketika belum selesai cleaning and shaping, gigi
asimptomatik, ada infeksi periapikal, flare ups.

7) Eugenol
Bahan ini adalah esens (essence) kimiawi minyak cengkeh dan
mempunyai hubungan dengan fenol.Agak lebih mengiritasi dari minyak
cengkeh dan keduanya golongan anodyne.

C. Kunjungan Ketiga (Tes Bakteri dan Obturasi)


a.Tes Bakteri
 Setelah seminggu dari kunjungan sebelumnya, pasien kontrol untuk dilakukan
tes bakteri.

12
 Tumpatan sementara dibuka dan bahan dressing dibuang. Kemudian masukkan
paper pointke dalam saluran akar
 Masukkan paper point tersebut ke dalam pehidrol. Jika ada gelembung udara,
maka tes bakteri positif
 Irigasi saluran akar dengan NaOCL 2,5 %
 Ulangi prosedur tes bakteri seperti diatas
 Jika saluran akar belum steril, maka dilakukan dressing ulang. Jika saluran akar
sudah steril maka langsung dilakukan obturasi.
b. Obturasi
 Pengisisan saluran akar dilakukan secara kondensasi lateral (lateral
condensation method).
 Pilih gutta percha point dengan ukuran MAF, sebagai master cone (gutta percha
utama) dan harus mendapatkan tug back.Potong sesuai dengan panjang kerja
menggunakan gunting.
 Saluran akar maupun gutta percha utama diolesi dengan pasta saluran akar atau
sealer (endhomethason +eugenol)
 Saluran akar diolesi sealer dengan menggunakan lentulo yang diputar dengan
putaran low spead contra angel. Gerakannya dengan gerakan ditarik kearah
koronal.
 Gutta percha utama dimasukkan ke dalam saluran akar, kemudian ditekan
semaksimal mungkin ke arah lateral menggunakan spreader. Sisa ruang saluran
akar diisi dengan gutta percha tambahan sampai penuh.
 Kelebihan gutta percha dipotong sampai orifis menggunakan escavator yang
dipanaskan, kemudian dipadatkan menggunakan cement stopper.
 Kemudian di berikan lining ( Fuji 1).
 Kavitas ditumpat dengan menggunakan tumpatan sementara ( Cavit atau
Flecher ).
 Lakukan rontgen foto untuk mengetahui apakah pengisian saluran akar sudah
hermetic.

D. Kunjungan Keempat (Kontrol PSA)


 Kontrol 1, 1 minggu setelah Perawatan Saluran Akar (PSA), dilakukan
pemeriksaan subjektif (simtomatik atau asimtomatik), pemeriksaaan objektif,

13
pemeriksaan penunjang dengan rontgen untuk mengevaluasi restorasi pasca
PSA terlihat padat dan tidak bocor.
 Kontrol 2,1 bulan setelah PSA dilakukan pemeriksaan subjektif (simtomatik
atau asimtomatik), pemeriksaaan objektif, pemeriksaan penunjang dengan
rontgen untuk mengevaluasi restorasi pasca PSA terlihat padat dan tidak bocor
dan apakah lesi periapikal sudah tampak mengecil ataukah bertambah besar.
 Kontrol 3, 6 bulan setelah PSA dilakukan pemeriksaan subjektif (simtomatik
atau asimtomatik), pemeriksaaan objektif, pemeriksaan penunjang dengan
rontgen untuk mengevaluasi restorasi pasca PSA terlihat padat dan tidak bocor
dan apakah lesi periapikal sudah tampak mengecil ataukah bertambah besar

KESIMPULAN

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu perawatan

saluran akar adalah faktor patologi, faktor penderita, faktor perawatan, faktor

anatomi gigi dan faktor kecelakaan prosedural, kesalahan selama perawatan dan

pengisingan saluran akar yang tidak sempurna.

b. Dalam kasus ini rencana perawatan selanjutnya setelah PSA adalah restorasi

mahkota jaket dengan inti pasak tuang.

Yogyakarta, 11 Febuari 2022

Mengetahui,

Operator Pembimbing

14
Giffari Adrian Jusuf drg.Hartanti putri, Sp. KG

15

You might also like