You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP DENGAN TB PARU

DI RUANG PARU
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
RSUD H.ABDUL MANAP KOTA JAMBI

Disusun Oleh:
Lala Delva Santi
G1B119045
KELOMPOK I

Pembimbing Akademik :
Ns. Dini Rudini, M.Kep

Pembimbing Klinik :
Ns. Harisa Aldian, S.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
A. Konsep Penyakit Tuberculosis Paru
a. Definisi
TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Kuman penyebab TB tersebut dapat menyerang
seluruh tubuh, namun juga paling banyak menyerang paru yang disebut
sebagai TB Paru.
Tuberkulosis atau biasa disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis
yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium Tuberculosis yang
ditularkan melalui dahak (droplet) dari penderita TBC kepada individu lain
yang rentan (Ginanjar, 2008). Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah
basil tuberkel yang merupakan batang ramping, kurus, dan tahan akan asam
atau sering disebut dengan BTA (bakteri tahan asam). Dapat berbentuk lurus
ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 μm dan lebar 0,2 –0,5 μm yang
bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi
lingkungan (Ginanjar, 2010).
b. Etiologi
Menurut Wim de Jong et al 2005 (Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015),
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan
sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human
dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita
mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah
(droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang
rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah
infeksi melalui udara.
Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita
Tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernafasan. Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar
dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran
nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular. Seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi
droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
c. Klasifikasi
a) Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
1. Tuberkulosis Paru BTA (+)
Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif adalah
Sekurang-kurangnya 2 pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto
rontgen dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif.
2. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto
rontgen dada menunjukan gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru
BTA (-), rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas.
b) Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu :
1. TBC ekstra-paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2. TBC ekstra-paru berat


Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran
kencing dan alat kelamin.
c) Tipe Penderita Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada
beberapa tipe penderita yaitu:
1. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
3. Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
(Form TB.09).
4. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA (+).
d. Manisfestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada Tuberkulosis adalah batuk
yang tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya tidak
tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul
adalah :
a) Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
b) Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang /
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk
purulent (menghasilkan sputum)
c) Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru
d) Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e) Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,
nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.
e. Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
dengan melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas,
basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel
ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh
organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
Pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak
ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri
terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut
dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di
bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik
yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus
pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat
perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk
lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo
hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan
suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan Tuberkulosis milier. Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Komplikasi yang dapat timbul akibat Tuberkulosis terjadi pada sistem
pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain
menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar
sistem pernafasan menimbulkan Tuberkulosis usus, Meningitis serosa, dan
Tuberkulosis milier (Kowalak, 2011).
f. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Diagnostik
b) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya
kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan
dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak
sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka
dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif
maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan
didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c) Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum).
Positif jika diketemukan bakteri taham asam.
d) Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1. Indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil
negative
2. Indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
3. Indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4. Indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5. Reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin
e) Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas,
timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan
yang menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas
dan area fibrosa.
f) Pemeriksaan histology / kultur jaringan
Positif bila terdapat Mikobakterium Tuberkulosis.
g) Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya
nekrosis.
h) Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i) Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan
jaringan paru.
j) Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya
rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi
oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan
paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis).
g. Penatalaksanaan
Pengobatan TBC Paru Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:
a) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat anti TB per
hari dengan tujuan mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek
bakteri sidal), menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih
lanjut, mencegah timbulnya resistensi obat
b) Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam
obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan menghilangkan bakteri
yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah kekambuhan pemberian dosis
diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan
lebih dari 50 kg.

Tujuan pengobatan Tuberculosis ialah memusnahkan basil tuberkulosis


dengan cepat dan mencegah kambuh. Obat yang digunakan untuk
Tuberculosis digolongkan atas dua kelompok yaitu :

a) Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,


Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas
yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan
dengan obat-obat ini.
b) Obat sekunder : Exionamid, Paraminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.
h. Komplikasi
a) Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal nafas,
dan kematian.
b) Tuberkulosis bisa resisten terhadap obat. Kemungkinan jalur lain yang
resisten terhadap obat dapat terjadi.

Penyakit tuberculosis jika tidak segera diatasi tepat bisa mengakibatkan


komplikasi. Ada dua komplikasi yang terjadi sebagai berikut:
a) Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus,
Poncet`s arthropathy.
b) Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan nafas kurang lebih SOPT (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberculosis), kerusakan parenkim berat fibrosis paru,
kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

B. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a) Anamnesis
1. Identitas Diri Pasien
Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan lain-
lain
2. Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB Paru
meminta pertolongan pada tenaga medis dibagi menjadi 4 keluhan,
yaitu :
1) Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering dikeluhkan,
apakah betuk bersifat produktif/nonproduktif, sputum bercampur
darah
2) Batuk Berdahak
Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak,
berupa garis atau bercak-bercak darah
3) Sesak Nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal menyertai seperti efusi pleura,
pneumotoraks, anemia, dll.
4) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleural terkena TB
3. Keluhan Sistematis
1) Demam keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada
sore hari atau pada malam hari mirip dengan influenza
2) Keluhan Sistematis Lain keluhan yang timbul antara lain : keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise
b) Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang :
1) Keadaan pernapasan (napas pendek)
2) Nyeri dada
3) Batuk
4) Sputum
2. Kesehatan Dahulu : Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami,
cedera dan pembedahan
3. Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan
TB
c) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital klien biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas
meningkat disertai sesak napas, denyut nadi meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan tekanan
darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti
hipertensi.
2. Breathing
Inspeksi :
1) Bentuk dada dan gerakan pernapasan klien dengan TB Paru
biasanya terlihat kurus sehingga pada bentuk dada terlihat adanya
penurunan proporsi anterior-posterior bading proporsi diameter
lateral
2) Batuk dan sputum
Batuk produktif disertai adanya peningkatan produksi sekret dan
sekresi sputum yang purulen

Palpasi :

Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB


Paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada
biasanya normal dan seimbang bagian kiri dan kanan. Adanya
penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien
TB Paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.

Perkusi :

Pada klien TB Paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan


resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. pada klien dengan
komplikasi efusi pleura didapatkan bunyi redup sampai pekak pada
sisi yang sakit sesuai dengan akumulasi cairan

Aukultasi :

Pada klien TB Paru bunyi napas tambahan ronki pada sisi yang sakit

1) Brain
Kesadaran biasanya komposmentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian
objektif, klien tampak 17 wajah meringis, menangis, merintih.
Pada saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
konjungtiva anemis pada TB Paru yang hemaptu, dan ikterik pada
pasien TB Paru dengan gangguan fungsi hati.
2) Bledder
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake
cairan. Memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan
tanda awal syok.
3) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan
4) Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB Paru.
gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia,
pola hidup menetap.
5) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
- Kepala
Kaji keadaan Kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak,
simetris/tidak
- Rambut Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut
- Wajah
Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak
- Sistem Penglihatan
Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva anemia/tidak, sclera
ikterik/tidak )
- Wicara dan THT 1.
Wicara Kaji fungsi wicara, perubahan suara,afasia, dysfonia
THT inspeksi hidung kaji adanya obtruksi/tidak,
simetris/tidak,ada secret/tidak Kemudian telinga Kaji Telinga
Luar bersih/tidak, membran tympani, ada secret/tidak Palpasi
kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan penjalaran.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
penumpukan sekret
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
c. Intervensi Keperawatan

No Tujuan dan Kriteria Rencana Rasional


Diagnosa Hasil

1 Setelah dilakukan a. Kaji a. Ronkhi,mengi


tindakan fungsi menunjukkan
keperawatan, pernapasan akumulasi sekret/

diharapkan (bunyi ketidakmampn

bersihan jalan napas, untuk


kecepatan, membersihkan
napasdengan
irama, jalan napas
kriteria hasil :
kedalaman, b. Pengeluaran sulit
Pasien dapat
dan bila sekret sangat
mengeluarkan
penggunaan tebal, sputum
sekret tanpa
otot bantu berdarah kental/
bantuan, Pasien
aksesori) darah cerah
berpartisipasi
b. Catat (misal infeksi,
dalam program kemampuan Atau tidak
pengobatan pasien kuatnya hidrasi)
mengeluarkan c. Posisi membantu
dahak, memaksimalkan
catat karakter, ekspansi paru dan
jumlah dahak, menurunkan
adanya upaya pernapasan
hemoptisis d. Pemasukan tinggi
c. Ajarkan cairan untuk
pasien posisi mengencerkan
semi fowler sekret, membantu
tinggi dan agar dahak
latihan napas mudah
dalam. dikeluarkan
d. Anjurkan e. Antibiotik
pasien untuk spectrum luas,
banyak minum membunuh
air sedikitnya kuman TBC
2500ml perhari
e. Kolaborasi :
Pemberian
terapi OAT 3
tablet/hari dan
injeksi
cefotaxim 1gr
2 Setelah dilakukan a. Pantau a. Sebagai indicator
tindakan suhu tubuh untuk mengetahui
keperawatan b. Anjurkan status hipetermi

diharapkan suhu untuk banyak b. Dalam kondisi

tubuh kembali minum air demam terjadi


normaldengan putih untuk peningkatan
kriteria hasil : suhu mencegah evaporasiyang
tubuh dalam dehidrasi memicu timbulnya

rentang (36oC – c. Anjurkan dehidrasi

37oC) keluarga c. Mengurangi suhu


pasien tubuh dan
agar memberikan
memberikan kenyamanan pada
kompres pasien dengan
hangat pada faktor konduksi
lipatan ketiak d. Untuk
dan femur meningkatkan
d. Anjurkan pengeluaran panas
pasien melalui radiasi
untuk e. Mengurangi panas
memakai dengan
pakaian yang farmakologis
menyerap
keringat
e. Kolaborasi :
Pemberian
paracetamol
500mg
3 Setelah dilakukan a. Catat status a. Berguna dalam
tindakan nutrisi pasien mendefinisikan
keperawatan dari turgor kulit derajat/luasnya
diharapkan dan berat badan masalah dan
kebutuhan nutrisi b. Kaji adanya pilihan intervensi
pasien terpenuhi anoreksia, yang tepat
dengan criteria mual,muntah, b. Dapat
hasil: dan catat mempengaruhi
Menunjukkan kemungkinan pilihan diet dan
peningkatan berat hubungan mengidentifikasi
badan dan dengan obat area pemecahan
melakukan c. Motivasi pasien masalah untuk
perubahan pola untuk makan meningkatkan
makan sedikit tapi pemasukan
sering c. Menurunkan iritasi
d. Dorong pasien gaster dan
untuk sering meningkatkan
beristirahat status nutrisi
e. Kolaborasi : d. Membantu
Pemberian menghemat energy
injeksi e. Membantu
ranitidine 50mg, mengurangi mual
antacid 500mg dan membantu
dan curcuma nafsu makan
50mg secara
farmakologis

4 Setelah a. Kaji kemampuan a. Belajar tergantung


dilakukan pasien untuk kepada emosi
tindakan belajar dan kesiapan fisik.
keperawatan mengetahui b. Dapat
diharapkan masalah, menunjukkan
pasien kelemahan, kemajuanatau
mengetahui lingkungan, pengaktifan ulang
informasi media yang penyakit atau efek
tentang terbaik bagi obat yang
penyakitnya, pasien memerlukan
Dengan b. Identifikasi gejala evaluasi berlanjut
Kriteria yang harus c. Meningkatkan
hasil: Pasien dilaporkan kerja sama dalam
memperlihat keperawatan, program
kan contoh pengobatan dan
peningkatan hemoptisis, nyeri mencegah
pengetahuan dada, demam, penghentian obat
mengenai kesulitan sesuai perbaikan
perawatan bernapas kondisi pasien
diri c. Jelaskan dosis d. Mencegah dan
obat, frekuensi menurunkan
pemberian, kerja ketidaknyamanan
obat yang sehubungan
diharapkan dan dengan terapi
alasan dan meningkatkan
pengobatan lama, kerjasama dalam
kaji potensial program
interaksi dengan e. Memberikan
obat lain kesempatan untuk
d. Kaji potensial memperbaiki
efek samping kesalahan
pengobatan dan f. Informasi tertulis
pemecahan menurunkan
masalah hambatan pasien
e. Dorong pasien untuk mengingat
atau orang sejumlah besar
terdekat untuk informasi.
menyatakan takut
atau masalah,
jawab pertanyaan
secra nyata
f. Berikan instruksi
dan informasi
tertulis khusus
pada pasien
untuk rujukan.
Contohnya
jadwal obat
DAFTAR PUSTAKA
Erlina, E. (2020). repository. Retrieved from repoitory pkr:
http://repository.pkr.ac.id/1112/1/KTI%20ELIN%20ERLINA_.pdf

Erni Rita, A. e. (2020). Modul Tuberculosis Pada Kader TB. In Modul Tuberculosis
Pada Kader TB (pp. 2-6). Jakarta: UMJ.

Zainita, A. (2019). eprints poltekes jogja. Retrieved from


http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1362/4/BAB%20II.pdf

You might also like