You are on page 1of 18

MANAJEMEN WAKTU DAN TINGKAT STRESS YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KUALITAS TIDUR MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS


AIRLANGGA

Disusun Oleh :
Nama : Ocha Pasha Pradinda
NIM : 132111133055
Kelas : A1

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KEPERAWATAN
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidur merupakan salah satu hal yang tidak dapat dihindari oleh semua makhluk hidup, tidur
merupakan suatu kebutuhan yang mendasar dan sangat penting untuk keberlangsungan hidup
makhluk hidup. Kualitas seseorang untuk tidur dan mendapatkan jumlah istirahat yang cukup dapat
diukur dengan kualitas tidur seseorang. Kualitas tidur yang tidak baik dapat menyebabkan gangguan
secara psikologis maupun fisiologis, faktor faktor yang dapat mempengaruhi yaitu fikiran,kelelahan,
tanggungan, riasan wajah, lingkungan dll.
Kelompok mahasiswa merupakan salah satu kelompok yang mempunyai tingkat aktivitas dan
kegiatan yang tinggi, mulai dari berorganisasi, kuliah dan berkerja part-time. Tingginya aktivitas dari
kelompok ini menyebabkan beberapa mahasiswa sering mengeluh sulit tidur dan mengakibatkan saat
akan memulai mata kuliah pagi dia akan merasa mengantuk dan tidak focus dalam belajar, selain itu
tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa mahasiswa juga mengeluh stress karena waktu tidur
yang kurang dan menyebabkan sakit.
Setiap tahun di dunia, diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya
gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius.Di Indonesia belum diketahui
angka pastinya, namun prevalensi pada orang dewasa mencapai 20% (Potter & Perry, 2005). Hasil
studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan kuesioner pada mahasiswa
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang tinggal sementara di daerah Mulyorejo Surabaya
pada tanggal 10 April 2012 dari 20 responden terdapat 13 mahasiswa (65%) mengalami kualitas tidur
yang kurang baik, 5 mahasiswa (25%) mengalami kualitas tidur yang cukup baik, dan 2 mahasiswa
(10%) tidak mengalami gangguan pada kualitas tidurnya. Berdasarkan dari data tersebut,
menunjukkan bahwa pemenuhan kualitas tidur dari mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga yang tinggal sementara di daerah Mulyorejo Surabaya kurang baik.
Penyebab mahasiswa yang kurang tidur adalah karena kurangnya pengetahuan menejemen
waktu, beberapa mahasiswa terkadang tidak mempertimbangkan beberapa hal dalam mengambil
keputusan atau waktu , ia cenderung akan mengambil apapun yang mereka senangi sampai pada suatu
titik mereka akan tersadar bahwasanya ia sudah lelah tetapi tidak bisa melakukan sesuatu karena
sudah terlanjur untuk mengambil kegiatan tersebut. Kegiatan dan tugas yang dilakukan secara
bersamaan dan mempunyai target waktu yang dikit untuk pengumpulan menyebabkan mahasiswa
akan mengambil keputusan tidak tidur untuk melanjutkan tugas yang mengakibtkan besok paginya ia
akan tidak maksimal dalam perkuliahan selain itu kadang beberapa mahasiswa akan mengeluh sakit
kepala karena kurangnya tidur.
Kualitas tidur dan stress mahasiswa sangat berhubungan dengan management waktu, jadi
solusi yang paling tepat untuk mengatasi masalah ini adalah memberikan pengetahuan dan juga
memberi beberapa tips tips trobosan untuk mahasiswa yang ingin tetap aktif dikegiatan, lancar
mengerjakan tugas tetapi kualitas tidur masih tetap terjaga, dengan melakukan pemberian materi
management waktu yang baik tapi menggunakan cara penyuluhan yang menarik dalam kalangan
mahasiswa.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan latar belakang yang ada diatas dapat kita tarik rumusan masalah yakni
“ Bagaimana Hubungan Kualitas Tidur Mahasiswa dengan Manajemen Waktu yang dapat
mengakibatkan Stress?”.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan antara kualitas tidur dan manajemen
waktu terhadap tingkat stress dikalangan mahasiswa fakultas keperawatan Universitas
Airlangga.
1.3.2 Tujuan Khusus
Menganalisa dari Hubungan antara kualitas tidur dan manajemen waktu terhadap tingkat
stress dikalangan mahasiswa fakultas keperawatan Universitas Airlangga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tidur
2.1.1 Definisi Tidur
Menurut ( Fuat & Etik,2017 ) mendefinisikan tidur adalah suatu kondisi yang ditandai
dengan kesadaran yang menurun, tetapi aktivitas hati tetap bekerja untuk mengatur berbagai
funsi fisilogis,psikologis maupun spiritual manusia. Berbeda dengan pandangan Maas (2002) ,
ia berpendapat bahwa otak yang memegang peran penting untuk mengatur fungsi fisiologis
dan psikologis. Pendapat lain mengatakan bahwa tidur merupakan berasal dari Bahasa latin
“Somnus” yang memiliki arti alami periode pemulihan ,keadaan fisiologis dari istirahat untuk
tubuh dan pikiran. Tidur merupakan kondisi dimana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan mengalami penurunan (Mubarak, et all. 2015).
Menurut Asmadi (2008), tidur merupakan keadaan tidak sadar dimana persepsi dan
reaksi terhadap lingkungan menurun atau hilang, namun individu dapat dibangunkan kembali
dengan rangsangan yang cukup. Belakangan disebutkan bahwa tidur adalah suatu proses aktif
dan bukannya soal pengurangan impuls aspesifik saja. Proses aktif tersebut merupakan
aktivitas sinkronisasi bagian ventral dari substansia retikularis medula oblongata (Mardjono,
2008 dalam Deshinta, 2010) Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi deaktifasi sistem
saraf pusat. Sebab pada orang yang tidur, sistem saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi
terhadaap neuron-neuron substansia retikularis dari batang otak. Ini dapat diketahui melalui
pemeriksaan electroenchepalogram (EEG). Alat tersebut dapat memperlihatkan fluktuasi
energi (gelombang otak) pada kertas grafik. Tidur melibatkan serangkaian urutan yang diatur
oleh aktivitas fisiologis yang sangat terintegrasi dengan sistem saraf pusat (SSP). Hal ini
terkait dengan perubahan dalam sistem perifer saraf, endokrin, kardiovaskular, pernapasan dan
otot (Asmadi, 2008).
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan
yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase
kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. (Tartowo dan Wartonah, 2011) Tidur merupakan
kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang
sesuai, atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan
hanya keadaaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus
yang berulang, dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi,
terdapat perubahan proses fisiologi, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari
luar. (Hidayat, 2009)
2.1.2 Fisiologi Tidur
Tidur adalah irama biologis yang kompleks (Kozier, 2008). Tidur adalah proses
fisiologis yang bersiklus dan bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan
(Potter & Perry, 2010). Tidur ditandai dengan aktifitas fisik yang minimal, perubahan proses
fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap rangsangan eksternal (Kozier, 2008). Irama
sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku. Fluktuasi dan
perkiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormone, kemampuan sensorik,
dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam. Irama sirkadian
dipengaruhi oleh cahayaa dan suhu, selain factor eksternal seperti aktivitas social dan rutinitas
pekerjaan. Perubahan dalam suhu tubuh juga berhubungan dengan pola tidur individu.
(Saryono & Widianti, 2010).
Seseorang akan bangun ketika mencapai suhu tubuh tertinggi dan akan tertidur ketika
mencapai suhu tubuh terendah (Kozier, 2008). Fisiologis tidur merupakan pengaturan
kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk
mengaktifkan dan menekan pusat otak suatu aktifitas yang melibatkan system saraf pusat,
saraf perifer, endokrin kardiovaskular, dan respirasi muskulokeletal. Sistem yang mengatur
siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular activating system (RAS) dan bulbar
synchronizing regional (BSR) yang terletak pada batang otak (Mubarak, 2015).
System aktivasi reticular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercaya
terdiri atas sel yang mempertahankan kewaspadaan dan terjag. SAR menerima stimulus
sensori visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks serebral (missal, proses emosi atau
pikiran) juga menstimulasi SAR. Keadaan terjaga atau siaga yang berkepanjangan sering
dihubungkan dengan gangguan proses berpikir yang progresif dan terkadang dapat
menyebabkan aktivitas perilaku yang abnormal (Guyton & Hall, 2007).
Para peneliti meyakini bahwa kenaikan sistem yang mengaktifkan retikular (Reticular
Activating Sistem/RAS) yang terletak di bagian atas batang otak memuat sel-sel khusus yang
mempertahankan kondisi sadar dan terjaga. RAS menerima stimulus indra penglihatan,
pendengaran, nyeri, dan peraba. Aktivitas dari korteks serebral (misal:emosi dan proses
berpikir) juga menstimulasi RAS. Gairah, keadaan terjaga, dan keadaan tetap sadar dihasilkan
dari saraf di dalam RAS yang melepaskan katekolamin seperti norepinefrin (Izac, 2006 dalam
Perry & Potter, 2010).
Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dalam sistem tidur raphe pada pons
dan otak depan bagian tengah. Daerah juga disebut bulbar synchronizing region (BSR). Ketika
individu mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam keadaan rileks.
Stimulus ke SAR menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, aktivasi SAR selanjutnya akan
menurun. BSR mengambil alih yang kemudian menyebabkan tidur (Mubarak, et. All, 2015).
Gambaran tidur dan bangun digambarkan demikian, pada saat pusat tidur tidak
diaktifkan, nuklei pengaktivasi retikular di mesensefalon dan pons bagian atas terbebas dari
hambatan sehingga memungkinkan nuklei pengaktivasi retikular menjadi aktif secara spontan.
Hal ini akan merangsang korteks serebri dan sistem saraf perifer dan keduanya kemudian
mengirimkan banyak sinyal feedback positif kembali ke nuklei pengaktivasi retikular yang
sama agar sistem ini tetap aktif. Oleh karena itu, adanya kecenderungan secara alami untuk
mempertahankan keadaan ini dan timbullah keadaan terjaga (Guyton, 2012). Sesudah otak
aktif selama beberapa jam, neuron dalam sistem aktivasi menjadi letih sehingga siklus
feedback positif antara nuklei retikular mesensefalon dan korteks akan melemah dan pengaruh
perangsang tidur dari pusat tidur akan mengambil alih sehingga timbul peralihan yang cepat
dari keadaan jaga menjadi keadaan tidur (Guyton, 2012).
2.1.3 Tahapan Tidur
Tartowo dan Wartonah (2011) mengemukakan bahwa tidur dibagi menjadi dua yaitu
nonrapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Selama masa NREM
seseorang terbagi menjadi empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus
tidur. Sedangkan tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira 90 menit sebelum tidur
berakhir. Sepanjang tidur siklus NREM dan REM akan berulang-ulang dialami. (Prasadja,
2009)
a. Tahapan tidur NREM
1) NREM tahap I
a) Tingkat transisi.
b) Merespon cahaya.
c) Berlangsung beberapa menit.
d) Mudah terbangun dengan rangsangan.
e) Aktivitas fisik, tanda vital, dan metabolisme menurun.
f) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.
2) NREM tahap II
a) Periode suara tidur.
b) Mulai relaksasi otot.
c) Berlangsung 10-20 menit.
d) Fungsi tubuh berlangsung lambat.
e) Dapat dibangunkan dengan mudah.
3) NREM tahap III
a) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak.
b) Sulit dibangunkan.
c) Relaksasi otot menyeluruh.
d) Tekanan darah menurun.
e) Berlangsung 15-30 menit.
4) NREM tahap IV
a) Tidur nyenyak.
b) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulasi intensif
c) Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun.
d) Sekresi lambung menurun.
e) Gerak bola mata cepat.
b. Tahapan tidur REM
1) Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM.
2) Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur malamnya.
3) Jika individu terbangun pada tidur REM, maka biasanya terjadi mimpi.
4) Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga berperan dalam belajar,
memori dan adaptasi.
c. Karakteristik tidur REM
1) Mata : Cepat tertutup dan terbuka.
2) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
3) Pernapasan : Tidak teratur, kadang dengan apnea.
4) Nadi : Cepat dan iregular.
5) Tekanan darah : Meningkat dan fluktuasi.
6) Sekresi gaster : Meningkat.
7) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik.
8) Gelombang otak : EEG aktif.
9) Siklus tidur : Sulit dibangunkan.
2.1.4 Durasi Tidur
Durasi adalah lamanya sesuatu berlangsung atau rentang waktu tertentu (Departemen
Pendidikan Nasional, 2005). Durasi dan kualitas tidur beragam di antara orang-orang dari
semua kelompok usia (Potter dan Perry, 2006). Durasi tidur manusia dapat dilihat dari jumlah
waktu tidur yang diperlukan. Jumlah dan distribusi tidur setiap anak sangat beragam
tergantung pada usia anak (Wong dalam Lisnawati dkk, 2012). Pada awal kehidupan
perbandingan jumlah tidur malam dan siang hampir sama. Semakin bertambah umur anak
prosentase jumlah tidur pada siang hari lebih kecil dibandingkan jumlah jam tidur pada malam
hari (Sekartini dan Adi, 2006).
Tidur yang sehat membutuhkan durasi yang cukup, waktu yang tepat, kualitas yang
baik, dan tidak adanya gangguan atau gangguan tidur (Paruthi et al, 2016). Durasi tidur atau
durasi waktu tidur merupakan dimensi utama untuk mengukur tidur, meskipun terdapat
beberapa indikator lain seperti kualitas tidur (Hirshkowitz et al, 2015). Rekomendasi
konsensus dari American Academy of Sleep Medicine untuk jumlah tidur yang dibutuhkan
anak usia 3 hingga 5 tahun yaitu harus tidur 10 hingga 13 jam per 24 jam (termasuk tidur
siang) secara teratur untuk meningkatkan kesehatan yang optimal (Paruthi et al, 2016).
Rekomendasi yang sama juga di cetuskan oleh National Sleep Foundation, lembaga ini
mengeluarkan rekomendasi baru mengenai durasi tidur berdasarkan tingkataan usia. Tabel
dibawah ini merangkum rekomendasi durasi tidur berdasarkan usia. (Hirshkowitz et al, 2015).
Usia Tingkat Perkembangan Rekomendasi Durasi Tidur
0-3 bulan Masa Neonatus 14-17 Jam
4-11 bulan Masa Bayi 12-15 Jam
1-2 tahun Masa Anak 11-14 Jam
3-5 tahun Masa Pra Sekolah 10-13 Jam
6-13 tahun Masa Sekolah 9-11 Jam
14-17 tahun Masa Remaja 8-10 Jam
18-25 tahun Masa Dewasa Muda 7-9 Jam
26-64 tahun Masa Paruh Baya 7-9 Jam
>64 tahun Masa Dewasa Tua 7-8 Jam
Sumber : Hirshkowitz et al, National Sleep Foundation (2015)
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Tidur
Menurut Hidayat (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tidur, antara lain :
a. Penyakit Sakit dapat mempengaruhi tidur seseorang. Banyak penyakit yang memperbesar
kebutuhan tidur, misalnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limpa) akan
memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk mangatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit
manjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur.
b. Latihan atau kelelahan Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih
banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat
pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut
akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.
c. Stres psikologis Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa.
Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami
kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.
d. Obat Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat
mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik menyebabkan seseorang
insomnia, anti depresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang
menyebabkan kesulitan tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia,
dan golongan narkotik yang dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk.
e. Nutrisi Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur.
Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya trytophan yang
merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya kebutuhan gizi yang
kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.
f. Lingkungan Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat
mempercepat durasi tidur.
g. Motivasi Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang
dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur
dapat menimbulkan gangguan proses tidur.

2.1.6 Kualitas Tidur


Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan
kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur,
seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah
kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap
tidur REM dan NREM yang pantas (Khasanah, 2012). Indikator atau ciri-ciri untuk
mengetahui tidur yang berkualitas adalah dengan merasakan apakah badan merasa segar dan
fresh setelah terbangun dan tidur merasa lelap (Hidayat, 2015).

2.1.6.1 Tanda-Tanda Kualitas Tidur Buruk


Tanda –tanda kualitas tidur yang kurang dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda
psikologis (Hidayat, 2015).

1. Tanda Fisik Ekspresi wajah (gelap di area sekitar mata, bengkak di kelopak mata,
konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap),
tidak mampu berkosentrasi (kurangnya perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti
penglihatan kabur, mual dan pusing
2. Tanda Psikologis Menarik diri, apatis dan respon menurun, merasa tidak enak badan, malas
berbicara, daya ingat menurun, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi pengliihatan atau
pendengaran, kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan menurun.

2.2 Konsep Stress

2.2.1 Stress
Stress adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan
yang di terima suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak terhadap
keseimbangan seseorang (World Health Organization, 2003). Stres juga di
definisikan sebagai respon emosi yang terjadi ketika permintaan atau tuntutan tidak
sesuai dengan kapasitas, sumberdaya, atau kebutuhan dari pekerja dan berakibat
kesehatan yang memburuk bahkan kerugian-kerugian lainnya (United State
Department of Health and Human Services, 1999).
Menurut Selye (1976) dalam Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa
stres merupakan segala sesuatu dimana tautan nosn spesifik yang menuntut individu
untuk berespon atau menanggapi atau melakukan tindakan, dalam hal ini yaitu
respon fisiologis dan respon psikologis. Menurut Heiman dan Kariv (2005) stres
merupakan suatu ketidakseimbangan yang besar antara permintaan yang berupa
fisik ataupun psikologis dengan kemampuan respon saat terjadinya kegagalan untuk
memenuhi permintaan yang dihadapi. Menurut lazarus dan Folkman (1980) tempat
penekanan tidak hanya pada karakteristik pekerjaan, tetapi juga pada persepsi
subjektif dari stres, dan perbedaan individu dalam cara-cara mengatasi, melihat
masalah, pengalaman tidak hanya pada karakteristik pekerjaan, tetapi juga pada
persepsi subjektif dari stres, dan perbedaan individu dalam cara-cara mengatasi,
melihat masalah, pengalaman masa lalu, tipe kepribadian semua ini mungkin
penting dalam menginformasikan dan mempengaruhi interaksi stres kerja-individu.
Selain itu stres dapat disebut juga sebagai suatu reaksi atau respon tubuh terhadap
stresor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan) (Hawari, 2001).
Stress adalah situasi lingkungan yang seseorang rasakan begitu menekan dan
individu tersebut hanya menerima secara langsung rangsangan stres tanpa ada
proses penilaian (Bartlett, 1998; Staal, 2004 dalam Tua and Gaol, 2016). Menurut
lazarus dan Folkman (1984) dalam nursalam (2017) stress sendiri di bagi menjadi
dua domain yaitu stress personal dan stress lingkungan, penyebab stress personal
yaitu berasal dari komitmen dan kepercayaan sedangkan penyebab stress
lingkungan yaitu berasal dari bahaya, ancaman, dan tantangan. Lazarus dan
Folkman (1984) menjelaskan bahwa stres juga dapat diartikan sebagai : 1. Stimulus,
yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres atau
disebut juga dengan stresor. 2. Respon, yaitu stres merupakan suatu respon atau
reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan
stres. Respon yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres.
Respon yang muncul dapat secara fisiologis, seperti : jantung berdebar, gemetar dan
pusing serta psikologis, seperti : takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah
tersinggung. 3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana
individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah
laku, kognisi maupun afeksi.

2.2.2 Tahap Stress

Menurut Amberg (1979) dalam Hawari (2001) membagi tahapan stres


menjadi enam, yaitu: stres tahap satu, yaitu stres yang paling ringan dan diperlukan
karena sering disertai dengan perasaan seperti: semangat bekerja yang besar,
berlebihan (over acting), penglihatan “tajam”, merasa mampu menyelesaikan
pekerjaan yang lebih dari biasanya tetapi tanpa disadari cadangan energi semakin
menipis; stres tahap dua, yaitu mulai timbul keluhan-keluhan seperti letih sewaktu
bangun pagi, mudah lelah, lambung/perut sering terasa tidak nyaman (bowel
discomfort), sering berdebar-debar, Otot punggung dan tengkuk terasa tegang, serta
perasaan tidak bisa santai karena kurang beristirahat; stres tahap tiga, yaitu jika
sudah muncul gejala tambahan seperti gastritis, diare, perasaan tidak tenang,
meningkatnya ketegangan emosi, gangguan tidur (insomnia, early insomnia, middle
insomnia, late insomnia) serta terganggunya koordinasi tubuh sehingga disarankan
berkonsultasi pada dokter untuk mengurangi stres; stres tahap empat, yaitu jika
seseorang sudah mulai mengeluh bosan, sesuatu terasa lebih sulit, kemampuan
merespons secara tdak adequate, tidak mampu melaksanakan kegiatan rutin sehari-
hari, sering bermimpi yang menegangkan, tidak ada semangat dan gairah,
menurunnya konsentrasi, muncul perasaan ketakutan dan kecemasan yang
penyebabnya tidak diketahui secara jelas; stres tahap lima, yaitu jika seseorang
sudah mengalami kelelahan fisik dan mental, tidak mampu menyelesaikan
pekerjaan yang ringan atau sederhana, gangguan sistem pencernaan yang semakin
berat (gastrointestinal disorder), meningkatnya perasaan ketakutan dan kecemasan
serta mudah bingung dan panik; stres tahap enam, yaitu tahap klimaks di mana
seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati,
ditandai juga dengan seringnya seseorang dibawa ke Unit Gawat Darurat tetapi
tidak diketemukan kelainan fisik, meningkatnya debaran jantung, sesak nafas,
terasa gemetar seluruh badan, keringat dingin, tidak ada tenaga untuk hal yang
ringan, pingsan atau kolaps (collapse).

2.3 Manajemen Waktu

2.3.1 Manajemen Waktu


Manajemen secara etimologi merupakan kata yang berasal dari bahasa
Inggris management yang berarti mengatur atau mengurus segala sesuatu dengan
terstruktur dan terkendali (Rohman 2018).
Manajemen waktu diartikan dengan perencanaan, proses atau tindakan yang
telah ditentukan untuk melakukan suatu kegiatan dalam ukuran waktu tertentu
dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki secara efektif, efisien dan
produktif. Lebih jauh dikatakan bahwa manajemen waktu di dalamnya berupa
pengelolaan proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
produktivitas terhadap waktu(Abdillah et al. 2020).
Manajemen waktu juga diartikan dengan proses pencatatan dan
pengendalian waktu yang dihabiskan oleh staf(Sitanggang et al. 2019).Waktu
merupakan hal yang sangat penting dalam dunia ini, Pribahasa arab mengatakan
bahwa waktu ibarat pisau yang setiap saat dapat memenggal apa saja yang dilaluiya,
sementara pribahasa barat mengatakan waktu sebagai uang yang harus
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Maka dari itu, waktu sebagai modal yang
paling berharga bagi remaja untuk mengembangkan potensinya melalui rangkaian
kegiatan yang produktif menunjang cita-cita remaja
2.4 Keaslian Penelitian
Pencarian database dilakukan di Google Scholar. Kata kunci yang digunakan untuk
Menyusun tahap ini adalah “ kualitas tidur”, “ manjemen waktu mahasiswa”, dan “ stress
mahasiswa”. Selanjutnya diambil 10 jurnal dari rentang waktu tahun 2019 sampai dengan
tahun 2023 yang sesuai dengan kata kunci. Hasil keaslian penelitian tercantum pada tabel
berikut.

No Judul Artikel,Penulis, Metode ( Desain, Hasil Penelitian


Tahun Sampel,Variabel,Instrumen
,
Analisis)
1. Sulana, Ireyne OP, D : Pendekatan Cross Berdasarkan penelitian yang telah
Sekplin AS Sekeon, and Sectional Study dilakukan dengan melihat hasil
Eva M. Mantjoro. S : 154 mahasiswa perhitungan statistik didapatkan
"Hubungan tingkat stres angkatan 2016 Universitas hasil P Value 0,000 (<0,05) maka
dengan kualitas tidur sam ratulangi yang dapat diambil kesimpulan bahwa
mahasiswa tingkat akhir memenuhi syarat kriteria ada hubungan antara tingat stress
fakultas kesehatan inklusi. dengan kualitas tidur pada
masyarakat universitas V: mahasiswa tingkat akhir fakultas
sam  Independen : Kesehatan masyarakat Universitas
ratulangi." KESMAS: Tingkat Kualitas Sam Ratulangi.
Jurnal Kesehatan Tidur
Masyarakat Universitas  Dependen :
Sam Ratulangi 9.7 Aktivitas
(2020). mahasiswa tingkat
akhir fakuktas
Kesehatan
masyrakat
universitas
samratulangi.
I : Kuisoner
A : Analisa menggunakan
uji chi square
2. Fauziyyah, Rifa, Rinka D : metode kajian pustaka Pandemi COVID-19 beserta
Citra Awinda, and Besral terhadap jurnal nasional dampak dampak yang menyertainya
Besral. "Dampak dan internasional telah menjadi sebuah beban yang
pembelajaran jarak jauh S : Penelusuran jurnal menimbulkan stres dan kecemasan
terhadap tingkat stres menggunakan database bagi mahasiswa. Angka stres pada
dan kecemasan Google Scholar, mahasiswa di Indonesia selama
mahasiswa selama ResearchGate, dan Pubmed perkuliahan jarak jauh rata-rata
pandemi COVID- dengan kata kunci sebesar 55,1%, sedangkan pada
19." Jurnal Biostatistik, “Mahasiswa Covid” dan mahasiswa di luar Indonesia sebesar
Kependudukan, Dan “College Students Covid” 66,3%. Angka kecemasan
Informatika yang dipublikasi selama mahasiswa di Indonesia selama
Kesehatan 1.2 (2021): tahun 2020. perkuliahan jarak jauh rata-rata
113-123. V: sebesar 40%, sedangkan pada
 Independen : mahasiswa di luar Indonesia sebesar
Pembelajaran Jarak 57,2%. Upaya-upaya yang dapat
Jauh dilakukan oleh mahasiswa untuk
 Dependen : Tingkat mengatasi stres dan cemas selama
stress mahasiswa PJJ diantaranya seperti olahraga
dalam perkuliahan atau aktivitas fisik, istirahat cukup,
I : telaah literature melakukan hobi, tetap bersosialisasi
A : Analisa jurnal dengan meskipun secara virtual, dan
telaah literature apabila stres atau kecemasan terasa
berat dan mengganggu, tidak segan
untuk bercerita ke orang yang
dipercaya atau mencari pertolongan
profesional.
3. Priscitadewi, Putu D : penelitian cross Hasil dari penelitian pada
Ariestha Ayu, et al. sectional study karakteristik responden didominasi
"Karya Tulis Ilmiah S : Subjek penelitian ini berjenis kelamin perempuan (64,3),
Hubungan Kecerdasan adalah mahasiswa tingkat dan berada pada rentang usia 21
Emosional Dan akhir Fakultas Kedokteran tahun (66,1). Responden sebagian
Manajemen Waktu Universitas Islam Al-Azhar besar memiliki kecerdasan
Terhadap Tingkat Stress yang berjumlah 115 emosional yang rendah (69,6),
Pada Mahasiswa Tingkat mahasiswa. manajemen waktu yang baik (55,7),
Akhir Fakultas V: dan mengalami tingkat stress ringan
Kedokteran Universitas Independen : kecerdasan (55,7) . Pada analisis bivariat
Islam Al- emosional dan manajemen didapatkan p-value sebesar 0,000
Azhar." Prosiding waktu (P-value < 0,05) dengan nilai
Seminar Nasional Dependen : tingkat stress koefisien korelasi 0,423 dan 0,442
Unimus. Vol. 5. 2022. I : Kuiesoner
A : dianalisis secara
univariat dan bivariat.
4. Fauziyah, Nida Faradisa, D : Penelitian ini Terdapat hubungan antara
and Khatifah Nur menggunakan desain kecemasan, depresi dan stres
Aretha. "Hubungan penelitian observasional dengan kualitas tidur mahasiswa FK
kecemasan, depresi dan analitik dengan pendekatan UMS selama pandemik COVID-19.
stres dengan kualitas cross sectional Variabel depresi merupakan
tidur mahasiswa Fakultas S : Jumlah responden variabel yang paling mempengaruhi
Kedokteran selama penelitian ini adalah 120 terhadap kualitas tidur mahasiswa
pandemi COVID- mahasiswa tetapi hanya 81 FK UMS selama pandemik
19." Herb-Medicine mahasiswa yang bersedia COVID- 19. Namun, karena
Journal: Terbitan V: penelitian ini adalah cross sectional
Berkala Ilmiah Herbal,  Independen : maka tidak dapat diketahui tentang
Kedokteran dan Kualitas Tidur penyebab serta mekanismenya.
Kesehatan 4.2 (2021): Mahasiswa Dibutuhkan studi longitudinal lebih
42-50.  Dependen : lanjut dengan jumlah sampel yang
Hubungan lebih besar. Mempertimbangkan
Kecemasan, Depresi temuan penelitian, dibutuhkan sesi
Dan Stres konseling bagi mahasiswa terhadap
I : Kuesioner kecemasn, depresi dan stres selama
A : Data bivariat dianalisis masa pandemi ini.
menggunakan uji chi-
square dan data multivariat
menggunakan uji regresi
logistik.
5. Maisa, Esthika Ariany, D : penelitian analitik Berdasarkan penelitian yang sudah
et al. "Hubungan Stres korelasi dengan pendekatan dilakukan, didapatkan simpulan
Akademik dengan cross sectional bahwa terdapat mahasiswa
Kualitas Tidur S : 64 orang mahasiswa keperawatan tingkat akhir program
Mahasiswa Keperawatan tingkat akhir program alih alih jenjang di tempat penelitian
Tingkat Akhir Program jenjang dengan teknik memiliki stres akademik yang
Alih Jenjang." Jurnal pengambilan sampel total tinggi dan kualitas tidur yang buruk.
Ilmiah Universitas sampling. Terdapat hubungan yang bermakna
Batanghari Jambi 21.1 V: antara stres akademik dengan
(2021): 438-444.  Independen : kualitas tidur mahasiswa
Kualitas tidur keperawatan tingkat akhir program
mahasiswa alih jenjang, dengan arah hubungan
 Dependen : Tingkat positif dan kekuatan hubungan
Stress sangat kuat. Diharapkan mahasiswa
I : Kuesioner keperawatan tingkat akhir program
A : instrumen penelitian alih jenjang dapat mengatur
Pittsburh Sleep Quality penjadwalan tidur yang baik dan
Index dan Student pengaturan kegiatan terkait
Academic Stress Scale. perkuliahan atau kegiatan yang lain,
Data diolah secara agar mahasiswa memperoleh
komputerisasi, dilakukan kualitas tidur yang baik. Mahasiswa
uji univariat, dan analisis juga diharapkan dapat mengenal
bivariat menggunakan uji faktor-faktor gangguan tidur yang
korelasi spearman. dialami terkait dengan kualitas tidur
yang buruk, salah satunya dalam
penelitian ini adalah stres
akademik. Pemahaman tentang
manajemen stres sangat diperlukan
mahasiswa dalam mengelola stres
akademik. Dengan memahami dan
menguasai manajemen stres, dapat
mengurangi stres akademik dan
dapat memperbaiki kualitas tidur
mahasiswa sehingga akhirnya tidak
mengganggu kesehatan mahasiswa
secara umum, dan juga prestasi
akademik mahasiswa.
6. Firmansyah, Quwaisy D : Desain penelitian ini Tugas akhir sangat berpengaruh
Dzulqornain, Wahyudi menggunakan deskripsi terhadap kualitas tidur mahasiswa
Qorahman, and Ni korelasi dengan pendekatan tetapi tidak banyak juga yang
Wayan Rahayu cross sectional mengalami gangguan kualitas tidur
Ningtyas. S : mahasiswa yang sedang yang sederhana.
"HUBUNGAN menyelesaikan tugas
KECEMASAN akhir,laki-laki maupun
DENGAN KUALITAS perempuan yang
TIDUR MAHASISWA berjumlah 51 mahasiswa
DALAM
PENYELESAIAN V:
TUGAS AKHIR DI  Independen :
SEKOLAH TINGGI Kualitas tidur
ILMU KESEHATAN mahasiswa
BORNEO CENDEKIA  Dependen :
MEDIKA." Jurnal Tingkat Kecemasan
Borneo Cendekia 5.2 I : Kuesioner
(2022): 148-157. A : Analisa bivariat pada
penelitian ini menggunkan
uji korelasi Rank spearman
7. Djamalilleil, Syarifah D : deskriptif analitik Berdasarkan hasil penelitian paling
Fazhilah, Rosmaini dengan desain penelitian banyak memiliki kualitas tidur
Rosmaini, and Nadia cross sectional study buruk yaitu 53 orang (69,7%),
Purnama Dewi. S : 150 orang dengan 76 paling banyak memiliki konsentrasi
"Hubungan Kualitas sampel dengan belajar buruk yaitu 42 orang
Tidur Terhadap menggunakan teknik (55,3%) dan terdapat hubungan
Konsentrasi Belajar simple random sampling. kualitas tidur dengan konsentrasi
Mahasiswa Fakultas V: belajar mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas  Independen : Kedokteran Universitas
Baiturahmah Padang  Dependen : Baiturrahmah Padang angkatan
Angkatan I : Kuesioner 2018. P=0,034 < 0,05.
2018." Journal Health A : Analisa data univariat
and Medical Journal 3.1 disajikan dalam bentuk
(2020): 43-50. distribusi frekuensi dan
persentase dan analisa
bivariate menggunakan uji
chi-square
8. Pertiwi, Gayatri D : penelitian kuantitatif Setelah melakukan penelitian ini
Adhicipta. "Pengaruh S : mahasiswa Fakultas dapat disimpulakan bahwa
stres akademik dan Ilmu Sosial dan Ilmu manjamen waktu dan tingkat stress
manajemen waktu Politik Universitas sangat berpengaruh
terhadap prokrastinasi Mulawarman angkatan
akademik." Psikoborneo 2017 sebanyak 50 orang
: Jurnal Ilmiah dan 100 orang subjek
Psikologi 8.4 (2020): penelitian.
738-749. V:
 Independen :
Manajemen Waktu
 Dependen : Tingkat
Stress
I : Try Out
A : Metode statistic yang
digunakan yaitu teknik
analisis regresi linier
berganda.
9. Putri, Syahanita D : desain penelitian
Anindira, et al. observasional analitik
"Hubungan Pola Tidur dengan pendekatan cross
Dan Tingkat Stres
Dengan Prestasi sectional
Mahasiswa Fk Ums
Selama Perkuliahan S : 61 responden yang
Online." Prosiding diambil dengan teknik
University Research consecutive sampling
Colloquium. 2021.
V : Independen : Pola Tidur
dan Prestasi
Dependen : Tingkat Tidur
I : Kuesioner
A : Data dianalisis dengan
menggunakan uji
chisquare.analisis
multivariat menggunakan
uji regresi logistik.

10. D : Penelitian ini Tingkat stres dan asupan energi


menggunakan desain tidak memiliki hubungan yang
penelitian cross sectional signifikan dengan Indeks Massa
S : studi cross sectional Tubuh (IMT) pada mahasiswa baru.
V : Independen : Sedangkan durasi tidur secara
Dependen signifikan memiliki hubungan yang
I : Kuisoner bermakna dengan nilai IMT.
A : Teknik sampling yang Kurangnya durasi tidur akan dapat
digunakan adalah random memengaruhi kerja hormon leptin
sampling. dan ghrelin yang dapat
menyebabkan peningkatan nafsu
makan. Salah satu cara yang dapat
dilakukan oleh mahasiswa baru
untuk menjaga status gizi
berdasarkan IMT/U adalah dengan
membiasakan pola hidup sehat
seperti memiliki durasi tidur yang
cukup sesuai dengan rekomendasi
yang ada, memperbanyak aktivitas
fisik dan mengonsumsi makanan
sesuai dengan prinsip gizi seimbang
serta sesuai dengan AKG untuk
mencegah resiko kelebihan berat
badan berdasarkan nilai IMT.

DAFTAR PUSTAKA
Simanoah, K. H., Muniroh, L., & Rifqi, M. A. (2022). Hubungan antara Durasi Tidur, Tingkat Stres
dan Asupan Energi dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Mahasiswa Baru 2020/2021 FKM
UNAIR. Media Gizi Kesmas, 11(1), 218-224.
Nashori, Fuad. "Psikologi tidur: dari kualitas tidur hingga insomnia." (2017).
Wicaksono, D. W., Yusuf, A., & Widyawati, I. Y. (2013). Faktor dominan yang berhubungan dengan
kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Critical Medical and
Surgical Nursing Journal, 1(2), 92-101.
Sulistiyani, Cicik. 2012. Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan Kualitas Tidur Pada
Mahasiswa. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, No. 2: 280 – 292.
PINEM, CALVIN PERMANA. "LITERATURE REVIEW: HUBUNGAN GANGGUAN POLA
TIDUR TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA." (2021).

You might also like