You are on page 1of 12

BAB IV

TATA LAKSANA
.
4.2.1 Bundles IRS akibat pemakaian alat invasif, meliputi :
4.2.1.1 Bundles Plebitis
Plebitis adalah Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik terkait pemasangan kateter akses vena perifer yang timbul ≥ 48 jam
setelah pemasangan. Tanda klinis adanya kemerahan pada sekitar penusukan,
nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau di sepanjang pembuluh
darah vena akses pemasangan kateter vena perifer. Kriteria penilaian plebitis
dengan menggunakan Skor Visual Plebitis, sebagai berikut :
Grade 0 : Vena tempat kanula terpasang tampak sehat
Grade 1 : Nyeri dan atau kemerahan pada area insersi kateter
intravena perifer.
Grade 2 : Nyeri sepanjang kanula, eritema
Grade 3 : Nyeri sepanjang kanula, eritema, indurasi
Grade 4 : Nyeri sepanjang kanula, eritema, indurasi, venacord teraba
Grade 5 : Nyeri sepanjang kanula, eritema, indurasi, venacord teraba,
demam

Patofisiologi terjadinya infeksi akibat pemasangan akses vena perifer adalah


mikroorganisme dapat masuk pada daerah sambungan kateter (ekstra luminal)
dan akibat tindakan manipulatif yang non-aseptik atau cairan infus yang
terkontaminasi (intra-luminal), lihat gambar 1.

Gambar 1: Sumber kontaminasi Ekstraluminar dan Intraluminar pada akses vena


perifer.
Upaya pencegahan plebitis dilakukan secara kolektif dan konsisten pada
tindakan pemasangan (insersi) dan pemeliharaan (maintainance) pada
pemakaian akses vena perifer, yaitu dengan melakukan :
A. Bundles Pemasangan (Insersi) Akses Vena Perifer:
a. Kaji kebutuhan pemasangan
b. Pemasangan oleh petugas yang terlatih
c. Kebersihan tangan
d. Desinfeksi area insersi secara tepat.

B. Bundles Pemeliharaan (Maintainance) Akses Vena Perifer:


a. Kebersihan tangan
b. Lakukan teknik aseptik
c. Perawatan area insersi
d. Kaji kebutuhan setiap hari, jika sudah tidak diperlukan infus segera
dilepas.
e. Penggantian set infus dan konektor
f. Edukasi petugas terkait teknik insersi dan perawatan infus

4.2.1.2 Bundles Infeksi Aliran Darah (IAD)


Infeksi Aliran darah (IAD) adalah infeksi terkait pemasangan kateter vena
sentral dengan ditemukannya organisme dari hasil kultur darah disertai tanda
klinis yang jelas serta tidak ada hubungannya dengan infeksi di tempat lain dan/
atau dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi akibat pemasangan kateter
vena sentral.
Patofisiologi terjadinya infeksi akibat pemasangan akses vena sentral adalah
terjadi kontaminasi ekstra-luminal dan intra-luminal (lihat gambar 2). Pada
ekstra-luminal terjadi kontaminasi pada akses kateter, karena teknik insersi
kateter yang tidak tepat ataupun kebersihan lokasi insersi yang buruk. Bakteri
akan bermigrasi sepanjang akses kateter dan melekat pada lapisan protein yang
terbentuk. Pada intra-luminal, kontaminasi terjadi akibat menggunakan ujung
akses yang terkontaminasi tanpa desinfeksi yang tepat, sehingga bakteri
terdorong masuk ke aliran darah melalui kateter vena. Semakin banyak jumlah
lumen kateter yang terpasang, memiliki risiko kontaminasi yang lebih tinggi.
Mikroorganisme penyebab Infeksi Aliran Darah (IAD) seringkali berasal dari
kontaminasi daerah sambungan kateter (12%), cairan infus yang terkontaminasi
(<1%) dan organisme yang berada dipermukaan kulit (60%), selebihnya
penyebabnya tidak diketahui (28%).
Gambar 2: Sumber kontaminasi Ekstraluminar dan Intraluminar pada akses vena
sentral.

Upaya pencegahan IAD dilakukan secara kolektif dan konsisten pada


tindakan pemasangan (insersi) dan pemeliharaan (maintainance) pada
pemakaian akses vena sentral, yaitu dengan melakukan :
A. Bundles Pemasangan (Insersi) Akses Vena Sentral:
a. Seleksi area insersi yang optimal
Pemilihan lokasi insersi kateter berkaitan dengan risiko thromboplebitis
dan densitas flora normal kulit, area femoral mempunyai risiko paling
tinggi terjadinya Deep Venous Thrombosis (DVT) dan flora normal kulit
yang tinggi.
b. Kebersihan tangan
Lakukan kebersihan tangan pada saat: sebelum dan sesudah palpasi
area insersi, persiapan alat, pemasangan dan perawatan CVC, lakukan
teknik aseptik, sarung tangan steril saat pemasangan dan sarung
tangan bersih saat perawatan CVC.
c. Preparasi kulit dengan menggunakan alcohol-based chlorhexidine
menggunakan (larutan CHG alkohol dengan konsentrasi CHG 0,5%-
2%/ iodine/ iodophor/ alkohol 70%), biarkan anstiseptik kering
sempurna (± 2 menit) dan jangan mengusap atau meniup. Lakukan
desinfeksi pada: hub kateter, needlesless connector, port injeksi
dengan alkohol 70% sebelum mengakses.
d. Maksimal barier penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Selama pemasangan CVC gunakan sraung tangan steril dan full body
drape (topi, masker bedah, gaun lengan panjang, apron plastik).
B. Bundles Pemeliharaan (Maintainance) Akses Vena Sentral:
a. Kaji kebutuhan pemasangan setiap hari
Selama penggunaan CVC kaji kebutuhannya, jika sudah tidak
diperlukan segera lepas.
b. Kebersihan tangan
Kebersihan tangan pada saat: sebelum dan sesuadah palpasi area
insersi, persiapan alat, pemasangan dan perawatan CVC, lakukan
teknik aseptik, sarung tangan steril saat pemasangan dan sarung
tangan bersih saat perawatan CVC.
c. Desinfeksi daerah persambungan kateter (catheter hub)
Hub pada CVC mudah terjadi kolonisasi bakteri dan menjadi pintu
masuk mikroorganisme ke permukaan intraluminal kateter.
Penggunaan CVC dengan jumlah port/ lumen minimal memiliki risiko
infeksi yang lebih kecil. Lakukan penggantian komponen needleless
connector/ port injeksi bersamaan dengan set infus yang terpasang
yaitu setiap 72 jam. Lakukan desinfeksi pada semua akses port dan
pastikan yang tersambung peralatan steril.
d. Penggantian balutan yang tepat
Lakukan penggantian balutan dengan kasa atau dressing steril,
transparant dan semipermeable untuk menutup area insersi. Ganti
balutan jika terlihat lembab, longgar atau tampak kotor, tidak perlu
menggunakan antibiotik topikal kecuali untuk kateter dialisis karena
dapat memicu infeksi jamur dan resistensi antimikroba.
e. Penggantian set kateter sesuai standar
Set infus yang digunakan secara kontinu diganti dalam rentang 96 jam
dan maksimal 7 (tujuh) hari untuk keamanan dan faktor biaya, set infus
dan needleless connector/ port injeksi diganti setiap 72 jam kecuali set
infus yang dipakai untuk pemberian terapi parenteral (TPN), emulsi
lipid, darah/ komponen darah diganti setiap 24 jam.

4.2.1.3 Bundles Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi pada saluran kemih
akibat pemakaian kateter urin menetap > 48 jam.
Patofisiologi terjadinya infeksi akibat pemasangan kateter urin menetap
adalah: Pada kondisi normal flora uretra akan cenderung bermigrasi ke kandung
kemih namun secara konsisten akan keluar saat urinasi. Pada pemasangan
kateter mekanisme flushing tersebut terganggu sehingga flora uretra dapat
memasuki kandung kemih melalui mukosa uretra atau secara endogen melalui
kateter lumen.
Kolonisasi kandung kemih menjadi sangat sulit dicegah pada pemakaian
kateter urin menetap dalam jangka waktu panjang dan infeksi saluran kemih
(ISK) dapat terjadi akibat refluk bakteri dari kandung kemih yang terkontaminasi
pada kantong urin. Sistem drainage tertutup dapat memperlambat onset infeksi
dengan membatasi akses bakteri ke urin, dan bisa juga terjadinya kontaminasi
melalui tangan pertugas medis saat melakukan insersi ataupun perawatan
kateter (lihat gambar 3).

Gambar 3: Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Upaya pencegahan ISK dilakukan secara kolektif dan konsisten pada


tindakan pemasangan (insersi) dan pemeliharaan (maintainance) pada
pemakaian kateter urin menetap, yaitu dengan melakukan :
A. Bundles Pemasangan (Insersi) Kateter Urin Menetap:
a. Kaji kebutuhan
Indikasi penggunaan kateter menetap: obstruksi atau retensi urin akut,
pasien kritis yang memerlukan evaluasi output urin akurat,
penyembuhan inkontinensia urin dengan luka perineum atau sakrum,
imobilisasi lama terkait spinal, pemakaian periopertaif pada prosedur
(operasi urologi, antisipasi operasi lama, antisipasi pemberian infus/
diuretik selama tindakan operasi).
b. Pemasangan oleh petugas yang terlatih
Pilih kateter ukuran kecil untuk meminimalkan taruma uretra dan leher
kandung kemih, lakukan fiksasi selang untuk mencegah pergerakan
dan tarikan pada uretra.
c. Kebersihan tangan
Lakukan kebersihan tangan pada saat: sebelum menyiapkan peralatan,
sebelum memakai sarung tangan saat insersi, setelah melepas sarung
tangan, dan setelah merapihkan peralatan paska insersi.
d. Teknik Aseptik
Gunakan teknik aseptik dan peralatan steril saat insersi, gunakan gel
pelumas anestesi steril sekali pakai.
B. Bundles Pemeliharaan (Maintainance) Kateter Urin Menetap:
a. Kebersihan tangan
Lakukan kebersihan tangan pada saat: sebelum dan setelah
memanipulasi kateter urin atau perangkatnya, pengambilan sampel
urun, mengosongkan kantong urin, dan melepas kateter.
b. Perawatan kateter
Bersihkan daerah genital dan catheter meatal junction setiap hari
dengan sabun dan dibilas (tidak perlu dibalut/ ditutup kasa dengan
iodine karena risiko kolonisasi), pertahankan sistem aliran urin lancar,
steril dan tertutup, hubungan kateter dan pipa drainase tidak boleh
terbuka kecuali atas indikasi, lakukan teknik aseptik jika akan membuka
sambungan pada kateter.
c. Pemeliharaan kateter
Jangan ada bagian kateter dan selang yang tetlipat, kosongkan secara
berkala kantong urin (menghindari refluk), gunakan APD standar dan
teknik aseptik saat melakukan manipulasi kateter dan perangkatnya,
posisikan kantong urin lebih rendah dari kandung kemih dan jangan
menyentuh lantai/ roda tempat tidur.
d. Segera lepas jika tidak dibutuhkan lagi
Kaji kebutuhan pemakaian setiap hari, segera lepas kateter jika sudah
tidak diperlukan, lepas/ ganti kateter jika timbul gejala (obstruksi aliran
atau jika ada tanda infeksi).

4.2.1.4 Bundles Ventilator Associated Pneumonia (VAP)


Ventilator Associated Pneumonia (VAP) adalah infeksi saluran napas bawah
setelah pemakaian ventilator > 48 jam, dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-
tanda infeksi saluran napas bawah.
Patofisiologi terjadinya infeksi akibat pemasangan ventilator adalah
masuknya bakteri ke saluran pernapasan bawah melalui dua jalur yaitu: aspirasi
organisme dari orofaring dan saluran pencernaan atau melalui ventilasi sirkuit/
tubing endo trakea (ETT) yang terpasang selama penggunaan ventilator
(lihat gambar 4).
Gambar 4: Patofisiologi VAP

Upaya pencegahan VAP dilakukan secara kolektif dan konsisten pada


tindakan pemasangan (insersi) dan pemeliharaan (maintainance) pada
pemakaian ventilasi mekanik (ventilator), yaitu dengan melakukan :
A. Bundles Pemasangan (Insersi) Ventilasi Mekanik (Ventilator):
a. Kebersihan tangan
b. Teknik steril saat insersi ETT (selang endotrakeal)
c. Pemakaian APD standar
d. Pemakaian sedasi

B. Bundles Pemeliharaan (Maintainance) Ventilasi Mekanik (Ventilator):


a. Kebersihan tangan
b. Posisi kepala 30º s.d 45º (bila tidak ada kontraindikasi)
Untuk mencegah terjadinya aspirasi ke saluran pernapasan.
c. Kebersihan mulut
Lakukan kebersihan mulut minimal 1 X/ shift untuk mencegah timbulnya
flaque pada gigi, karena flaque merupakan media tumbuh kembang
bakteri patogen yang pada akhirnya akan masuk ke dalam paru pasien.
d. Manajemen orofaringeal dan Endotrakeal
melakukan suctioning bila dibutuhkan dengan memperhatihan teknik
aseptik, petugas yang melakukan suctioning harus memakai APD (Alat
Pelindung Diri), gunakan kateter suction sekali pakai, tidak merendam
air bilasan di kom set suction, bila perlu konsul fisioterapi untuk
membantu mengeluarkan dahak.
e. Penghentian Sedasi berkala
Untuk menilai kebutuhan penggunaan ventilator, melihat reflek batuk
dan reflek menelan.

4.2.2 Bundles IRS akibat tindakan operasi/ insisi kulit/ jaringan/ organ
Infeksi Daerah Operasi (IDO) adalah infeksi yang terjadi luka operasi atau organ/
ruang yang terjadi dalam kurun waktu 30 sampai 90 hari paska operasi atau 1 (satu) tahun
jika menggunakan implant pada jenis operasi bersih dan bersih terkontaminasi.
Kejadian IDO banyak dikaitkan dengan adanya kolonisasi bakteri potensial
patogen pada kulit. yang berasal dari flora normal kulit pasien, membran mukosa dan
hollow viscera (organ dalam). Ketika kulit diinsisi, jaringan yang terbuka akan berisiko terjadi
kontaminasi.
Upaya pencegahan IDO dilakukan secara kolektif dan konsisten pada tindakan Pre
Operasi, Intra Operasi dan Paska Operasi, yaitu dengan melakukan :
A. Bundle Pre Operasi
a. Hindari pencukuran rambut, kecuali bila menghalangi area operasi, lakukan
pencukuran dengan menggunakan clipper/ pisau cukur elektrik.
b. Tepat pemberian Antibiotik profilaksis, pemberian 30–60 menit sebelum tindakan
insisi operasi dilakukan.
c. Gula darah dalam rentang normal : ≤ 200 mg/dl.
d. Temperatur suhu tubuh dalam rentang normal :36˚C–37˚C
e. Mandi pra operasi dengan air dan sabun mandi.

B. Bundle Intra Operasi


a. Lakukan cuci tangan bedah sesuai SPO.
b. Memakai APD lengkap sesuai SPO bedah
c. Instrumen bedah steril
d. Lakukan antiseptik di area insisi sesuai SPO kamar bedah.
e. Teknik pembedahan yang steril
f. Batasi petugas dalam kamar operasi
g. Pintu kamar operasi selalu tertutup.

C. Bundle Paska Operasi


a. Perawatan luka dengan prinsip steril, kebersihan tangan dan memakai APD saat
merawat luka operasi
b. Luka operasi ditutup 24-48 Jam, kecuali ada rembesan atau infeksi.
c. Berikan nutrisi yang adekuat.
4.2.3 Bundles IRS dikarenakan tirah baring
4.2.3.1. Bundles Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
Infeksi Saluran Nafas (ISN) / Hospital Acquired Pneumonia (HAP) adalah
infeksi akut pada parenkim paru setelah pasien dirawat dengan tirah baring di
rumah sakit > 48 jam tanpa dilakukan intubasi sebelumnya dan sebelumnya
tidak menderita infeksi saluran napas bawah sebelumnya.
Patofisiologi terjadinya infeksi pneumonia tanpa menggunakan ventilaor
adalah masuknya bakteri flora yang ada di mulut masuk kedalam saluran
pernapasan bawah. Selama 48 jam pertama rawat inap, terutama dengan tidak
adanya perawatan mulut yang teratur, perubahan terjadi pada mikrobiota oral
individu yang terkait dengan organisme penyebab pneumonia. Patogen
penyebab pneumonia seperti Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella pneumoniae, dan Enterobacter cloacae berkolonisasi di rongga mulut
dan membentuk plak gigi, dan terjadinya aspirasi mikro berkontribusi pada
inokulasi organisme virulen ke dalam paru-paru serta aktor pejamu yang
berkontribusi terhadap melemahnya pertahanan tubuh sendiri (lihat gambar 5).

Gambar 5: Patofisiologi HAP

Upaya pencegahan HAP dilakukan secara kolektif dan konsisten pada


pasien dengan risiko tinggi HAP yaitu pasien dengan reflek menelan/ batuk
yang kurang dan kondisi tirah baring (total imobilisasi), dilakukan upaya berikut
ini :
A. Menjaga kebersihan mulut / lakukan gosok gigi setiap 12 jam untuk
mencegah timbulnya flaque pada gigi, karena flaque merupakan media
tumbuh kembang bakteri patogen yang dapat masuk ke dalam paru pasien.
B. Posisikan tempat tidur tinggikan bagian kepala /head up antara 30°–45° bila
tidak ada kontra indikasi.
C. Manajemen sekresi oroparingeal dan trakeal yaitu melakukan suctioning bila
dibutuhkan dengan memperhatihan teknik aseptik, petugas yang melakukan
suctioning harus memakai APD (Alat Pelindung Diri), gunakan kateter
suction sekali pakai, tidak merendam air bilasan di kom set suction, bila
perlu konsul fisioterapi untuk membantu mengeluarkan dahak.

4.2.3.1 Bundles Dekubitus


Dekubitus adalah terjadinya lecet/ luka pada kulit karena tekanan yang terus
menerus akibat tirah baring ≥ 48 jam. Dekubitus yang dilaporkan adalah
dekubitus grade 2 sampai 4 akibat tirah baring selama perawatan di RSPIK.
Patofisiologi terjadinya dekubitus adalah terjadinya tekanan yang terus
menerus di area-area penekanan (bokong, punggung, siku, mata kaki, tumit,
daun telinga, dll) yang dapat menimbulkan terjadinya luka.

Gambar 6: Area penekanan risiko terjadinya dekubitus

Kriteria Dekubitus Beradasarkan Gejala Klinis, dibedakan menjadi 5 grade :


Grade 1 :  Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan
eritema pada kulit dan pada penderita sensibilitas baik akan
mengeluh nyeri.
 Reversibel dalam waktu 5-10 hari
Gambar :

Grade 2 :  Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai


jaringan adiposa. Terlihat eritema dan indurasi.
 Reversibel dalam waktu 10-15 hari
Gambar :

Grade 3 :  Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis,


dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema,
inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur fibril.
 Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiperpigmentasi
atau hipopigmentasi dengan fibrosis.
 Kadang terdapat anemia dan infeksi sitemik
 Reversibel dalam waktu 3-8 minggu

Gambar :
Grade 4 :  Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot,
tulang serta sendi.
 Dapat terjadi artritis septik atau osteomielitis dan sering
disertai anemia
 Reversibel dalam waktu 3-6 bulan

Gambar :

Upaya pencegahan Dekubitus dilakukan secara kolektif dan konsisten pada


pasien dengan risiko tinggi dekubitus yaitu pasien dengan kondisi tirah baring
(total imobilisasi), dilakukan upaya berikut ini :
A. Merubah posisi pasien tiap 2 jam, pasien dimiringkan ke satu sisi, anjurkan
untuk berpegangan pada pengaman tempat tidur (jika memungkinkan) atau
dilakukan oleh 2 orang perawat jika pasien sangat lemah atau menurun
kesadarannya.
B. Segera ganti diapers / underpad bila basah dan bersihkan bila pasien BAB /
BAK dan linen harus rapi dan tidak bergelombang.
C. Berikan lotion pelembab / salep sesuai instruksi dokter DPJP di daerah
bokong, punggung, siku, mata kaki, tumit, daun telinga sambil dilakukan
massage ringan (bila tidak ada kontra indikasi).
D. Jaga kulit selalu kering terutama daerah lipatan (ketiak, selangkangan,
bawah mamae, lipatan paha, perut).
E. Bila perlu pasang kasur dekubitus di tempat tidur.
F. Ganjal punggung dan sela–sela kaki dengan bantal dan pertahankan posisi
selama 2-3 jam.
G. Lakukan evaluasi setiap shift, catat dalam formulir ‘Catatan Terintegrasi’.

You might also like