Professional Documents
Culture Documents
Minipro Puskes
Minipro Puskes
Disusun oleh
dr. Annisa Adietya Pratama
Pembimbing
dr. Peni Puspitasari
DAFTAR ISI..................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.4 Manfaat................................................................................................................4
2.2 Puskesmas..........................................................................................................16
2.3 Posbindu-PTM...................................................................................................19
6.2 Saran..................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN
Data penyebab kematian di Indonesia pada tahun 2016 didapatkan total kematian
sebesar 1,5 juta dengan penyebab kematian terbanyak adalah penyakit
kardiovaskuler 36,9%, kanker 9,7%, penyakit DM dan endokrin 9,3% dan
Tuberkulosa 5,9%. IHME juga menyebutkan bahwa dari total 1,7 juta kematian
di Indonesia didapatkan faktor risiko yang menyebabkan kematian adalah
tekanan darah (hipertensi) sebesar 23,7%, Hiperglikemia sebesar 18,4%,
Merokok sebesar 12,7% dan obesitas sebesar 7,7%. Hipertensi menjadi masalah
1
utama tidak hanya di Indonesia tapi di dunia, karena hipertensi merupakan salah
satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal,
diabetes, stroke (Kemenkes RI, 2019).
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun
(45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1%
diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang
terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi tidak
mengetahui bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan
(Riskesdas, 2018).
Indonesia menyadari bahwa Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi salah satu
masalah kesehatan dan penyebab kematian yang merupakan ancaman global
bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Program PTM telah direvisi dengan
rencana strategis PTM tahun 2015-2019, dan rencana kerja PTM Indonesia
2015-2019 telah diluncurkan Oktober 2015. Pencegahan dan Pengendalian
faktor risiko PTM meliputi 4 cara, yaitu advokasi, kerjasama, bimbingan dan
manajemen PTM; promosi, pencegahan, dan pengurangan faktor risiko PTM
2
melalui pemberdayaan masyarakat; penguatan kapasitas dan kompetensi layanan
kesehatan, serta kolaborasi sektor swasta dan professional; penguatan surveilans,
pengawasan dan riset PTM (P2PTM, 2019).
3
c. Merumuskan alternatif pemecahan masalah dari program deteksi
dini hipertensi di Puskesmas Margorejo.
1.4 Manfaat
a. Bagi Puskesmas
1. Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan program
deteksi dini hipertensi serta memperoleh masukan berupa solusi dalam
mengatasi masalah yang ada untuk mencapai program yang lebih
optimal.
b. Bagi Masyarakat
1. Meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas pada program deteksi dini
hipertensi sehingga diharapkan lebih banyak penderita hipertensi dapat
terdeteksi lebih dini.
2. Dengan semakin banyaknya hipertensi yang terdeteksi secara dini,
tatalaksana dapat diberikan sedini mungkin untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan mencegah komplikasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
5
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan
aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor
pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal
juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus menurun (Kumar et al, 2005).
2.1.2 Klasifikasi
6
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut AHA
Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
patogenesis hipertensi primer. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen
ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga
didokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi
kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid
adrenal, dan angiotensinogen (Yulanda dan Lisiswanti, 2017). Sebanyak
< 10% penderita merupakan hipertensi sekunder yang disebabkan dari
penyakit komorbid atau obat tertentu. Pada kebanyakan kasus, disfungsi
renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara
7
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder
dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah
merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder
(Yulanda dan Lisiswanti, 2017).
a. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga
(Nuraini B, 2015).
b. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National
Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi
pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah
8
38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan
prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki
IMT. Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan
hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf
simpatis dan sistem reninangiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal
(Nuraini B, 2015).
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause
salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh
darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita
secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55
tahun (Nuraini B, 2015).
d. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin
akan meningkat sewaktu kita stress hal itu bisa mengakibatkan jantung
memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat
(Nuraini B, 2015).
9
e. Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila
jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya
kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan
darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.
Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung
lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa
semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri (Cortas, 2015)
g. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan
risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis
(Nuraini B, 2015)
10
2.1.4 Manifestasi Klinis
11
TTGO yaitu pemeriksaan kadar gula darah pada 2 jam setelah
minum larutan 75 gr glukosa dan kadar kolesterol darah.
2.1.6 Penatalaksanaan
Non-Farmakologis
Intervensi non-farmakologis merupakan salah satu cara efektif untuk
menurunkan tekanan darah, yang telah terbukti dengan uji klinis adalah
penurunan berat badan, Dietary Approaches to Stop Hypertension
(DASH), diet rendah garam, suplemen kalium, peningkatan aktivitas
fisik, dan pengurangan konsumsi alkohol. Intervensi lain berupa
konsumsi probiotik, diet tinggi protein, serat, minyak ikan, suplemen
kalsium atau magnesium, terapi perilaku dan kognitif, belum banyak
didukung data dan penelitian yang kuat (Carey dan Whelton, 2017).
12
Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
menontrol sistem syaraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan
darah.
Melakukan olah raga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3 4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menrnbah
kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang ujungnya dapat
mengontrol tekanan darah.
Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan
karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,
dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi.
Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok
dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah.
Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan
darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh
darah arteri.
Menghindari atau mengurangi konsumsi alcohol (P2PTM, 2016).
Farmakologis
Penderita hipertensi stadium 1 atau peningkatan tekanan darah yang
memiliki risiko 10 tahun ASCVD < 10% mendapat tatalaksana non
farmakologis dan evaluasi tekanan darah setelah 3-6 bulan. Penderita
hipertensi stadium 1 dengan risiko 10 tahun ASCVD ≥ 10% akan
ditatalaksana menggunakan obat anti-hipertensi dan tatalaksana
nonfarmakologis, tekanan darah dievaluasi setelah 1 bulan. Penderita
13
hipertensi stadium 2 harus dievaluasi atau dirujuk ke layanan kesehatan
primer dalam 1 bulan setelah diagnosis, mendapat terapi non-
farmakologis dan obat anti-hipertensi (dengan 2 obat berbeda jenis), dan
evaluasi tekanan darah setelah 1 bulan. Penderita hipertensi dengan
tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg perlu
dievaluasi dan ditatalaksana segera dengan obat anti-hipertensi (paling
lambat dalam 1 minggu). Pada dewasa dengan tekanan darah normal,
evaluasi dapat diulang setiap tahun (Carey dan Whelton, 2017).
Klasifikasi
Sistolik Diastolik Modifikasi Gaya
Tekanan Terapi
(mmHg) (mmHg) Hidup
Darah
Tidak
adaindikasi
Normal <120 Dan <80 Dianjurkan
penggunaan
antihipetensi
Tidak
Pre adaindikasi
120 – 139 Atau 80 – 89 Ya
Hipertensi penggunaan
antihipetensi
Diuretik
(Tiazid) untuk
sebagian besar
kasus. Dapat
Hipertensi dipertimbangka
140 – 159 Atau 90 – 99 Ya
stage 1 n: Penghambat
ACE, ARB,
Penyekat Beta,
CCB, atau
kombinasi.
Hipertensi ≥160 ≥100 Ya Kombinasi dua
stage 2 jenis obat pada
sebagian besar
14
kasus. (Diuretik
(Tiazid) dan
Penghambat
ACE atau ARB
atau Penyekat
Beta atau
CCB).
15
6. Pada populasi berusia 1 tahun dengan penyakit ginjal kronik terapi
antihipertensi awal atau tambahan sebaiknya mencakup ACEI atau
untuk meningkatkan outcome ginjal.
7. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan
mempertahankan target tekanan darah. Jika target tekanan darah
tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan tingkatkan dosis obat awal
atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang
direkomendasikan dalam rekomendasi 6 thiazide-type diuretic
CCB, ACEI, atau ARB. Dokter harus terus menilai tekanan darah
dan menyesuaikan regimen perawatan sampai target tekanan darah
dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat
tambahkan dan titrasi obat ketika dari daftar obat yang tersedia.
Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada satu pasien
(Yulanda dan Lisiswanti, 2017).
2.2 Puskesmas
16
Pelayanan Terpadu PTM
Deteksi Dini Kanker Payudara dan Leher Rahim
Upaya Berhenti merokok
Pencegahan dan Pengendalian Gangguan Indera
Pelayanan kesehatan jiwa
17
Gambar 1.Strategi Komprehensif Kesmas dalam Pengendalian Hipertensi
18
diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai prilaku hidup
sehat dalam pengendalian hipertensi.
2. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi
seimbang dan aktifitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor risiko
menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi rekurensi (kambuh)
faktor risiko.
3. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan
yang diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi kasus utama
diharapkan berkurang dengan dilakukannya pengembangan
manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan disemua
tingkat pelayanan dengan melibatkan organisasi profesi, pengelola
program dan pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam
pengendalian hipertensi.
4. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan
yang lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi
Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat diturunkan dengan
mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan
melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program dan
pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan (Depkes, 2006).
2.3 Posbindu-PTM
2.3.1 Definisi
19
risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Kelompok PTM Utama adalah
diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah
(PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat
kecelakaan dan tindak kekerasan (Kemenkes RI, 2012).
20
c. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1
tahun sekali bagi yang sehat, sementara yang berisiko 3 bulan sekali
dan penderita gangguan paru-paru dianjurkan 1 bulan sekali.
d. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit
diselenggarakan 3 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai
faktor risiko PTM atau penyandang diabetes melitus paling sedikit 1
tahun sekali.
e. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu
sehat disarankan 5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai
faktor risiko PTM 6 bulan sekali dan penderita
dislipidemia/gangguan lemak dalam darah minimal 3 bulan sekali.
f. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
dilakukan sebaiknya minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat,
setelah hasil IVA positif, dilakukan tindakan pengobatan krioterapi,
diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif dilakukan
pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan
tindakan pengobatan krioterapi kembali.
g. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap
pelaksanaan Posbindu PTM. Hal ini penting dilakukan karena
pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat bila masyarakat tidak
tahu cara mengendalikannya.
h. Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya tidak
hanya dilakukan jika ada penyelenggaraan Posbindu PTM namun
perlu dilakukan rutin setiap minggu (Kemenkes RI, 2012).
21
BAB III
METODE EVALUASI
22
3.3 Cara Analisis
23
komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan pencapaian
pada pelaksanaannnya. Bila terdapat kesenjangan antara kedua komponen
ini maka ditetapkan sebagai penyebab dari masalah yang sudah
diprioritaskan.
MxIxV
P=
C
Keterangan =
P: Priority, M: Magnitude, I: Importancy, V: Vulnerability, C :Cost
24
BAB IV
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN
Dalam menetapkan suatu masalah, perlu dilihat antara tolak ukur dengan
pencapaiannya. Apabila terdapa kesenjangan diantara keduanya, maka inilah
yang selanjutnya ditetapkan sebagai masalah. Identifikasi masalah pada program
deteksi dini hipertensi dimulai dengan menentukan adanya kesenjangan antara
tolak ukur atau target yang ingin dicapai pada program ini dengan hasil berupa
pencapaiannya.
25
Gambar 2. Diagram Fishbone
Man Method
Pemaksimalan Posbindu PTM belum
Sebagian masyarakat tidak sempat ke tercapai seperti upaya penyesuaian waktu
Partispasi masyarakat pada program posbindu dan tempat dan kemitraan dengan pihak
posbindu PTM masih kurang lain
Pengenalan penyakit
Rendahnya pengetahuan masyarakat hipertensi belum dilakukan Metode promosi kesehatan
tentang dampak hipertensi terhadap secara konsiten dan terus kurang menarik dan
timbulnya penyakit lain menerus interaktif
26
T : Technical feasibility, yaitu makin layak teknologi yang tersedia dan
yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah
tersebut.
R : Resource ability, yaitu makin tersedia sumber daya yang dapat
dipakai, seperti tenaga, dana, dan sarana untuk mengatasi masalah, makin
diprioritaskan masalah tersebut.
N I
Daftar Masalah T R IxTxR
o. P S RI DU SB PB PC
Man
Partisipasi masyarakat
1. dalam program
posbindu PTM untuk 4 4 2 2 4 4 2 3 3 198
deteksi dini hipertensi
masih kurang
Rendahnya
pengetahuan
masyarakat tentang
3 3 2 2 3 2 2 3 2 102
dampak hipertensi
terhadap timbulnya
penyakit lain
2. Method
Pengenalan penyakit
hipertensi belum
dilakukan secara 3 3 2 2 2 1 1 4 2 112
konsiten dan terus
menerus
Pemaksimalan
Posbindu PTM belum
tercapai seperti upaya
3 4 3 2 2 3 2 3 3 171
penyesuaian waktu dan
tempat dan kemitraan
dengan pihak lain
Metode promosi
kesehatan kurang 2 3 3 2 2 3 1 4 2 128
menarik dan interaktif
3. Material
Alat yang digunakan
dalam deteksi dini
3 2 2 2 3 1 1 2 2 56
hipertensi masih
terbatas
27
Masih kurangnya alat
promosi kesehatan
2 3 3 2 1 2 3 4 2 128
yang cukup menarik
tentang hipertensi
4. Machines
Jarak rumah dengan
Posbindu PTM cukup
2 2 1 1 2 2 2 2 3 72
jauh bagi sebagian
masyarakat
Kontrol dari tenaga
kesehatan dalam
3 3 2 1 2 3 3 3 2 102
pelaksanaan program
kurang
Posbindu dilakukan
pada jam kerja
2 3 3 3 2 2 2 2 2 68
sebagian besar
masyarakat
5. Money
Terbatasnya dana
operasional Posbindu 3 3 2 2 4 4 3 2 2 152
PTM
28
BAB V
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Adanya hambatan pada salah satu aspek ini akan berpengaruh pada minat
masyarakat untuk datang ke Posbindu. Artinya, sebenarnya semua penyebab
masalah ini saling berkaitan dan penting. Namun, karena keterbatasan sumber
daya, maka dalam melakukan usaha pemecahan masalah harus difokuskan pada
satu masalah dominan, dalam hal ini malah yang dominan adalah kurangnya
29
partisipasi masyarakat pada program posbindu sebagai upaya deteksi dini
hipertensi. Berdasarkan permasalahan ini, dapat disusun beberapa alternatif
pemecahan masalah yang diharapkan dapat sekaligus memecahkan masalah lain
yang berkaitan sehingga dapat meningkatkan capaian dari program deteksi dini
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Margorejo untuk kedepannya. Berikut
beberapa alternative pemecahan masalah yang dapat diusulkan :
30
Penguatan kapasitas SDM Posbindu PTM dirasa menjadi alternatif paling
penting dengan efisiensi paling baik sebagai jalan keluar. Penguatan kapasitas ini
dilakukan dengan mengoptimalkan tugas kader berupa mengingatkan jadwal dan
mengajak masyarakat memeriksakan diri ke Posbindu. Pengingatan jadwal bisa
dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital, pesan singkat, dan media
sosial. Saat ini mayoritas masyarakat sudah memilki media komunikasi sepert
WA yang sangat praktis. Kegiatan ini bisa diawali dengan mengumpulkan
nomor WA para penderita hipertensi baik kasus lama maupun baru yang
kemudian dijadikan dalam 1 grup. Hal ini tidak membutuhkan cost yang besar
namun dirasa akan membawa manfaat. Melalui komunikasi ini, kader berperan
untuk memastikan masyarakat datang ke Posbindu. Ketika target yang
diharapkan tidak dating, maka kader juga dapat mencari tahu alasan
ketidakhadiran melalui media ini sehingga bisa menjadi evaluasi kedepannya.
Kader juga dapat melakukan inovasi pada metode promosi kesehatan. Kegiatan
promkes yang lebih menarik dan interaktif tentu akan meningkatkan minat
masyarakat. Dapat juga diselipkan doorprize sederhana pada saat dilakukan
penyuluhan atau kegiatan lain. Lakukan secara konsisten, tidak hanya satu atau
dua kali. Sehingga harapannya adalah masyarakat benar-benar memahami
pentingnya deteksi dini hipertensi dan akibat yang ditimbulkan dari penyakit
hipertensi yang merupakan ”silent killer”. Ketika pemahaman ini sudah ada di
masyarakat maka kesadaran dan partisipasi masyarakat diharapkan akan
meningkat.
31
Posbindu. Ketika terdapat upaya penguatan kapasitas SDM Posbindu ini, maka
Puskesmas juga harus berpersan serta. Dalam artian, kader sebaiknya tidak
merangkap tugas lain yang banyak sehingga kader dapat fokus pada satu
program deteksi dini hipertensi mengoptimalkan pelaksanaannya. Segala upaya
ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program
deteksi dini hipertensi dan diharapkan dapat meningkatkan capaian program
untuk kedepannya.
32
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
33
4. Puskesmas sebaiknya menghindari pemberian banyak rangkap tugas
kepada pemegang program, sehingga diharapkan pemegang program
dapat fokus untuk optimalisasi program yang dipegang.
5. Dalam upaya mencapai target program disarankan adanya partisipasi aktif
baik dari masyarakat, puskesmas dan pemegang program, serta sektor lain
yang terkait.
34
DAFTAR PUSTAKA
Adrian SJ, Tommy T. 2019. Hipertensi esensial: diagnosis dan tatalaksana terbaru
pada dewasa. Cdk. 46(3): 172-178
Carey RM, Whelton PK. 2018. ACC/AHA hypertension guideline writing committee.
Prevention, detection, evaluation, and management of high blood pressure in
adults: synopsis of the 2017 american college of cardiology/american heart
association hypertension guideline. Ann intern med. 168(5):351
Depkes RI. 2006. Pedoman teknis penemuan dan tatalaksana hipertensi. Jakarta:
Depkes RI.
Kemenkes RI. 2012. Petunjuk teknis pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular
(Posbindu PTM). Jakarta:Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2019. Hipertensi penyakit paling banyak diidap masyarakat. Tersedia
di https://www.kemkes.go.id/article/view/19051700002/hipertensi-penyakit-
paling-banyak-diidap-masyarakat.html.Disitasi pada 19 juni 2020.
Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JLl, Loscalzo J, et al.
2015.Hypertension treatment.Harrison’s principles of internal
medicine.Edisi ke-19. Mcgraw-hill
35
Mills K. T. 2016. Global disparities of hypertension prevalence and control: a
systematic analysis of population-based studies from 90 countries.
Circulation, 134 (6) : 441–450
36
KUESIONER PENELITIAN
A. Identitas Responden
Nama :
Alamat :
Umur :
Jenis Kelamin :
Petunjuk Pengisian!
Berilah tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai dengan persepsi yang
anda miliki
Jawaban
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah bapak/ibu pernah diukur tekanan darah oleh
tenaga kesehatan ?
2 Apabila Ya, apakah saat diukur bapak/ibu dikatakan
terkena tekanan darah tinggi ?
3 Apakah mempunyai riwayat keluarga yang menderita
tekanan darah tinggi ?
4 Jika Ya, siapa ?
(Jawaban bisa lebih dari satu)
5 Apakah melakukan kegiatan olah raga ?
37
renang, fitness, dll)
9 Apakah bapak/ibu mempunyai kebiasaan makan
makanan/minum minuman yang manis ?
10 Apakah bapak/ibu mempunyai kebiasaan makan/minum
mengandung lemak jenuh seperti daging, jeroan ?
11 Apakah bapak/ibu cenderung menyukai makanan yang
asin?
12 Apakah bapak/ibu mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
makanan gorengan ?
13 Apakah bapak/ibu merokok ?
38
23 Tekanan darah ? (diukur oleh tenaga kesehatan)
39