You are on page 1of 42

EVALUASI PROGRAM DETEKSI DINI HIPERTENSI

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MARGOREJO

Disusun oleh
dr. Annisa Adietya Pratama

Pembimbing
dr. Peni Puspitasari

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS MARGOREJO
METRO
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................3

1.4 Manfaat................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................5


2.1 Hipertensi.............................................................................................................5

2.2 Puskesmas..........................................................................................................16

2.3 Posbindu-PTM...................................................................................................19

BAB III METODE EVALUASI.................................................................................22


3.1 Kerangka Konsep..............................................................................................22

3.2 Pengumpulan Data.............................................................................................22

3.3 Cara Analisis......................................................................................................23

BAB IV HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN................................................25


4.1 Identifikasi Masalah..........................................................................................25

4.2 Identifikasi Faktor Penyebab Masalah..............................................................25

4.3 Identifikasi Prioritas Penyebab Masalah...........................................................26

BAB V ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH.................................................29


5.1 Menyusun Alternatif Pemecahan Masalah........................................................29

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN..........................................................................33


6.1 Kesimpulan........................................................................................................33

6.2 Saran..................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan masalah


kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang dan menjadi
penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Hipertensi merupakan
salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan paling banyak
disandang masyarakat (Kemenkes RI, 2019).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13


miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap
tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang  yang terkena
hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 10,44 juta orang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasinya (Kemenkes, 2019). Pada rentang tahun yang sama,
kejadian hipertensi ini lebih tinggi terjadi pada penduduk di negara berkembang
dibandingkan negara maju bahkan nyaris sebanyak 75% penderita dengan
hipertensi tinggal di negara berkembang (Mills, 2016).

Data penyebab kematian di Indonesia pada tahun 2016 didapatkan total kematian
sebesar 1,5 juta dengan penyebab kematian terbanyak adalah penyakit
kardiovaskuler 36,9%, kanker 9,7%, penyakit DM dan endokrin 9,3% dan
Tuberkulosa 5,9%. IHME juga menyebutkan bahwa dari total 1,7 juta kematian
di Indonesia didapatkan faktor risiko yang menyebabkan kematian adalah
tekanan darah (hipertensi) sebesar 23,7%, Hiperglikemia sebesar 18,4%,
Merokok sebesar 12,7% dan obesitas sebesar 7,7%. Hipertensi menjadi masalah

1
utama tidak hanya di Indonesia tapi di dunia, karena hipertensi merupakan salah
satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal,
diabetes, stroke (Kemenkes RI, 2019).

Menurut Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis dokter


pada penduduk umur ≥ 18 tahun tertinggi diduduki oleh Propinsi Sulawesi Utara
dengan angka 13,2% dengan rata-rata se-Indonesia di angka 8.4% dan Propinsi
Lampung menempati urutan 21 dari 34 propinsi. Sedangkan prevalensi
hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk umur ≥ 18 tahun
menurut provinsi, 2007-2018 tertinggi diduduki oleh Kalimantan Selatan 44,1%
dengan rata-rata 34.1% dan Lampung menempati urutan 17 dari 34 propinsi.
Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218
kematian (Riskesdas, 2018).

Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun
(45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1%
diketahui bahwa sebesar  8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang
terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi tidak
mengetahui bahwa dirinya  hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan
(Riskesdas, 2018).

Indonesia menyadari bahwa Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi salah satu
masalah kesehatan dan penyebab kematian yang  merupakan ancaman global
bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Program PTM telah direvisi dengan
rencana strategis PTM tahun 2015-2019, dan rencana kerja PTM Indonesia
2015-2019 telah diluncurkan Oktober 2015. Pencegahan dan Pengendalian
faktor risiko PTM meliputi 4 cara, yaitu advokasi, kerjasama, bimbingan dan
manajemen PTM; promosi, pencegahan, dan pengurangan faktor risiko PTM

2
melalui pemberdayaan masyarakat; penguatan kapasitas dan kompetensi layanan
kesehatan, serta kolaborasi sektor swasta dan professional; penguatan surveilans,
pengawasan dan riset PTM (P2PTM, 2019).

Salah satu program pengandalian penyakit tidak menular di Puskesmas


Margorejo yang masih menjadi masalah adalah program deteksi dini hipertensi.
Dalam rangka peningkatan pencapaian Program Surveilans Penyakit tidak
Menular (PTM), maka perlu diperhatikan hasil capaian pelaksanaan program dan
melakukan evaluasi program untuk menilai masalah serta kemungkinan solusi
yang dapat dilakukan untuk mencapai target (Kemenkes, 2016).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan program deteksi dini hipertensi di Puskesmas


Margorejo?
2. Bagaimana evaluasi program deteksi dini hipertensi di Puskesmas
Margorejo?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengevaluasi program yang menyebabkan tidak tercapainya target yang


diharapkan pada deteksi dini hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Margorejo.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui pelaksanaan kegiatan deteksi dini hipertensi di
Puskesmas Margorejo.
b. Mengetahui masalah dan kemungkinan penyebabnya dari tidak
tercapainya target dari program deteksi dini di Puskesmas
Margorejo.

3
c. Merumuskan alternatif pemecahan masalah dari program deteksi
dini hipertensi di Puskesmas Margorejo.

1.4 Manfaat

a. Bagi Puskesmas
1. Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan program
deteksi dini hipertensi serta memperoleh masukan berupa solusi dalam
mengatasi masalah yang ada untuk mencapai program yang lebih
optimal.
b. Bagi Masyarakat
1. Meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas pada program deteksi dini
hipertensi sehingga diharapkan lebih banyak penderita hipertensi dapat
terdeteksi lebih dini.
2. Dengan semakin banyaknya hipertensi yang terdeteksi secara dini,
tatalaksana dapat diberikan sedini mungkin untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan mencegah komplikasi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Menurut American Society of Hypertension (ASH), hipertensi adalah


suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif
sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan.
Hipertensi didefinisikan sebagai kondisi tekanan darah sistolik ≥ 130
mmHg atau diastolik ≥ 80 mmHg.4 Sekitar 80 – 95% merupakan
hipertensi esensial yang berarti tidak ada penyebab spesifik. Kondisi ini
umumnya jarang menimbulkan gejala dan sering tidak disadari, sehingga
dapat menimbulkan morbiditas lain seperti gagal jantung kongestif,
hipertrofi ventrikel kiri, stroke, gagal ginjal stadium akhir, atau bahkan
kematian (Longo et al, 2015).

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh


karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka
tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri
akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen
pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena
kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur
sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat
sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan

5
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan
aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor
pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal
juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus menurun (Kumar et al, 2005).

2.1.2 Klasifikasi

The Joint National Community on Preventation, Detection, Evaluation


and Treatment of High Blood Preassure 7 (JNC-7), WHO, dan European
Society of Hipertension mendefinisikan hipertensi sebagai kondisi
dimana tekanan darah sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau
tekanan darah diastoliknya lebih dari 90 mmHg. Klasifikasi tekanan darah
oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun) dibagi menjadi 4
kategoti yang didasarkan pada rerata pengukuran dua tekanan darah atau
lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis (Chobaniam, 2003).

Tabel 1.Klasifikasi tekanan darah dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC 7.

Klasifikasi tekanan Tek. Darah Sistolik Tek. Darah


Darah (mmHg) Diastolik
(mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80 -89
Hipertensi stage I 140-159 90-99
Hipertensi stage II ≥160 ≥100
Sumber: (JNC VII, 2003)

Sedangkan, menurut American Hearth Association (AHA), hipertensi


diklasifikasikan sebagai berikut:

6
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut AHA

Kategori SBP DBP


TD
Normal <120 mmHg Dan <80
mmHg
Elevated 120 – 129 Dan <80
mmHg mmHg
Hipertensi
Stage 1 130 – 139 Atau 80 – 89
mmHg mmHg
Stage 2 ≥140 mmHg Atau ≥90
mmHg
Sumber: Alexander, 2019

Berdasarkan penyebabnya hipertensi menjadi hipertensi primer (esensial)


dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan hipertensi dimana
etiologi dan patofisiologinya tidak diketahui. Hipertensi jenis ini tidak
dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Berdasarkan literatur > 90%
pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa
mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini
telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan
patogenesis hipertensi primer tersebut.

Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
patogenesis hipertensi primer. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen
ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga
didokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi
kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid
adrenal, dan angiotensinogen (Yulanda dan Lisiswanti, 2017). Sebanyak
< 10% penderita merupakan hipertensi sekunder yang disebabkan dari
penyakit komorbid atau obat tertentu. Pada kebanyakan kasus, disfungsi
renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara

7
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder
dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah
merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder
(Yulanda dan Lisiswanti, 2017).

2.1.3 Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang


spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain :

a. Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga
(Nuraini B, 2015).

b. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National
Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi
pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah

8
38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan
prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki
IMT. Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan
hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf
simpatis dan sistem reninangiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal
(Nuraini B, 2015).

c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause
salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang
berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen
dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh
darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita
secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55
tahun (Nuraini B, 2015).

d. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin
akan meningkat sewaktu kita stress hal itu bisa mengakibatkan jantung
memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat
(Nuraini B, 2015).

9
e. Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila
jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya
kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan
darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.
Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung
lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa
semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri (Cortas, 2015)

f. Pola asupan garam dalam diet


Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak
kepada timbulnya hipertensi (Nuraini B, 2015).

g. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan
risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis
(Nuraini B, 2015)

10
2.1.4 Manifestasi Klinis

Pada umumnya, penderita hipertensi esensial tidak memiliki keluhan.


Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi,
pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan
impotensi. Nyeri kepala umumnya pada hipertensi berat, dengan ciri khas
nyeri regio oksipital terutama pada pagi hari. Anamnesis identifikasi
faktor risiko penyakit jantung, penyebab sekunder hipertensi, komplikasi
kardiovaskuler, dan gaya hidup pasien (Adrian & Tommy, 2019).

Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai sebagai berikut


 Gangguan Penglihatan
 Gangguan Saraf
 Gangguan jantung
 Gangguan Fungsi Ginjal
 Gangguan Serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan
perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma.

2.1.5 Deteksi Faktor Risiko

Dalam melaksanakan kegiatan skrining untuk mendeteksi faktor risiko


penyakit hipertensi, dapat dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut :
 Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas
diri, riwayat penyakit, riwayat anggota keluarga yang menderita
DM, Penyakit Jantung Koroner, Hiperkolesterol
 Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi.
 Pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran berat badan,
tinggi badan, lingkar pinggang, dan Iingkar pinggul.
 Pemeriksaan laboratorium darah antara lain Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) bagi yang belum tahu atau belum pernah terdiagnosis.

11
TTGO yaitu pemeriksaan kadar gula darah pada 2 jam setelah
minum larutan 75 gr glukosa dan kadar kolesterol darah.

2.1.6 Penatalaksanaan

Non-Farmakologis
Intervensi non-farmakologis merupakan salah satu cara efektif untuk
menurunkan tekanan darah, yang telah terbukti dengan uji klinis adalah
penurunan berat badan, Dietary Approaches to Stop Hypertension
(DASH), diet rendah garam, suplemen kalium, peningkatan aktivitas
fisik, dan pengurangan konsumsi alkohol. Intervensi lain berupa
konsumsi probiotik, diet tinggi protein, serat, minyak ikan, suplemen
kalsium atau magnesium, terapi perilaku dan kognitif, belum banyak
didukung data dan penelitian yang kuat (Carey dan Whelton, 2017).

Pengendalian Faktor Risiko


Pengendalian faktor risiko penyakit jantung coroner yang dapat saling
berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor
risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
 Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan.
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight).
Dengan demikian obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan
berat badan.
 Mengurangi asupan garam didalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh)
per hari pada saat memasak.

12
 Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
menontrol sistem syaraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan
darah.
 Melakukan olah raga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3 4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menrnbah
kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang ujungnya dapat
mengontrol tekanan darah.
 Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan
karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,
dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi.
Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok
dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah.
Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan
darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh
darah arteri.
 Menghindari atau mengurangi konsumsi alcohol (P2PTM, 2016).

Farmakologis
Penderita hipertensi stadium 1 atau peningkatan tekanan darah yang
memiliki risiko 10 tahun ASCVD < 10% mendapat tatalaksana non
farmakologis dan evaluasi tekanan darah setelah 3-6 bulan. Penderita
hipertensi stadium 1 dengan risiko 10 tahun ASCVD ≥ 10% akan
ditatalaksana menggunakan obat anti-hipertensi dan tatalaksana
nonfarmakologis, tekanan darah dievaluasi setelah 1 bulan. Penderita

13
hipertensi stadium 2 harus dievaluasi atau dirujuk ke layanan kesehatan
primer dalam 1 bulan setelah diagnosis, mendapat terapi non-
farmakologis dan obat anti-hipertensi (dengan 2 obat berbeda jenis), dan
evaluasi tekanan darah setelah 1 bulan. Penderita hipertensi dengan
tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg perlu
dievaluasi dan ditatalaksana segera dengan obat anti-hipertensi (paling
lambat dalam 1 minggu). Pada dewasa dengan tekanan darah normal,
evaluasi dapat diulang setiap tahun (Carey dan Whelton, 2017).

Menurut JNC 7, pilihan terapi dimulai dengan modifikasi gaya hidup,


kemudian pemberian obat disesuaikan dengan stadium hipertensi dan
indikasi yang mendukung lainnya seperti gagal jantung, riwayat infark
miokardium, risiko tinggi penyakit koroner, diabetes, penyakit ginjal
kronis, dan riwayat stroke berulang.

Tabel 3.intervensi pada hipertensi berdasarkan JNC VII

Klasifikasi
Sistolik Diastolik Modifikasi Gaya
Tekanan Terapi
(mmHg) (mmHg) Hidup
Darah
Tidak
adaindikasi
Normal <120 Dan <80 Dianjurkan
penggunaan
antihipetensi
Tidak
Pre adaindikasi
120 – 139 Atau 80 – 89 Ya
Hipertensi penggunaan
antihipetensi
Diuretik
(Tiazid) untuk
sebagian besar
kasus. Dapat
Hipertensi dipertimbangka
140 – 159 Atau 90 – 99 Ya
stage 1 n: Penghambat
ACE, ARB,
Penyekat Beta,
CCB, atau
kombinasi.
Hipertensi ≥160 ≥100 Ya Kombinasi dua
stage 2 jenis obat pada
sebagian besar

14
kasus. (Diuretik
(Tiazid) dan
Penghambat
ACE atau ARB
atau Penyekat
Beta atau
CCB).

Sumber: (Carey dan Whelton, 2017).

Sedangkan menurut guideline JNC 8, terdapat 9 rekomendasi penanganan


hipertensi sebagai berikut
1. Pada populasi umum berusia ≥60 tahun terapi farmakolois untuk
menurunkan tekanan darah dimulai ketika tekanan darah sistolik
≥150 mm atau tekanan darah diastolik ≥90 mm dengan target
sistolik <150 mm dan taret diastolik <90 mm.
2. Pada populasi umum <60 tahun terapi farmakolois untuk
menurunkan tekanan darah dimulai ketika tekanan darah sistolik
≥140 mm dengan target tekanan darah sistolik <140 mm
3. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik
terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai
ketika tekanan darah sistolik 140≥ mm atau tekanan darah diastolik
≥90 mm dengan target tekanan darah sistolik <140 mm dan target
tekanan darah diastolik <90 mmHg
4. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan diabetes terapi farmakolois
untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah
sistolik 140 mm atau tekanan darah diastolik 90 mm dengan target
tekanan darah sistolik 140 mm dan target tekanan darah diastolik 90
mmHg
5. Pada populasi non-kulit hitam umum dengan diabetes terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide
calcium channel blocker, angiotensin-converting enzyme, inhibitor
ACE, atau angiotensin receptor blocker .

15
6. Pada populasi berusia 1 tahun dengan penyakit ginjal kronik terapi
antihipertensi awal atau tambahan sebaiknya mencakup ACEI atau
untuk meningkatkan outcome ginjal.
7. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan
mempertahankan target tekanan darah. Jika target tekanan darah
tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan tingkatkan dosis obat awal
atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang
direkomendasikan dalam rekomendasi 6 thiazide-type diuretic
CCB, ACEI, atau ARB. Dokter harus terus menilai tekanan darah
dan menyesuaikan regimen perawatan sampai target tekanan darah
dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat
tambahkan dan titrasi obat ketika dari daftar obat yang tersedia.
Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada satu pasien
(Yulanda dan Lisiswanti, 2017).

2.2 Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah


fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya (Permenkes,
2014). Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan, puskesmas terbagi menjadi
puskesmas rawat inap dan puskesmas non rawat inap (Permenkes, 2014).

2.2.1 Pelayanan Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit

Program ini terbagi menjadi 2 sub bidang yaitu pencegahan dan


pengendalian penyakit tidak menular dan Pencegahan dan pengendalian
penyakit menular. Untuk Pencegahan dan pengendalian penyakit tidak
menular kegiatan yang dilakukan berupa:
 Posbindu PTM

16
 Pelayanan Terpadu PTM
 Deteksi Dini Kanker Payudara dan Leher Rahim
 Upaya Berhenti merokok
 Pencegahan dan Pengendalian Gangguan Indera
 Pelayanan kesehatan jiwa

Program pencegahan dan penanggulangan hipertensi:


1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan
dan penanggulangan hipertensi.
2. Memfasilitasi dan mendorong tumbuhnya gerakan dalam pencegahan
dan penanggulangan hipertensi.
3. Meningkatkan kemampuan SDM dalam pencegahan dan
penanggulangan hipertensi.
4. Meningkatkan surveilans rutin dan faktor risiko, registri penyakit,
surveilans kematian yang disebabkan hipertensi.
5. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan (penemuan/
deteksi dini dan tata laksana hipertensi).
6. Melaksanakan sosialisasi advokasi pada pemerintah daerah legislatif
dan stakeholders untuk terlaksananya dukungan pendanaan dan
operasional (Permenkes, 2014).

17
Gambar 1.Strategi Komprehensif Kesmas dalam Pengendalian Hipertensi

Sistematika penemuan kasus dan tatalaksana penyakit Hipetensi


Penemuan kasus dilakukan melalui pendekatan deteksi dini yaitu
melakukan kegiatan deteksi dini terhadap faktor risiko penyakit hipertensi
yang meningkat pada saat ini, dengan cara screening kasus (penderita).
Tatalaksana pengendalian penyakit hipertensi dilakukan dengan
pendekatan:
1. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan
dan melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial,

18
diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai prilaku hidup
sehat dalam pengendalian hipertensi.
2. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi
seimbang dan aktifitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor risiko
menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi rekurensi (kambuh)
faktor risiko.
3. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan
yang diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi kasus utama
diharapkan berkurang dengan dilakukannya pengembangan
manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan disemua
tingkat pelayanan dengan melibatkan organisasi profesi, pengelola
program dan pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam
pengendalian hipertensi.
4. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan
yang lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi
Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat diturunkan dengan
mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan
melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program dan
pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan (Depkes, 2006).

2.3 Posbindu-PTM

2.3.1 Definisi

Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan


kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM Utama yang
dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Faktor risiko penyakit
tidak menular (PTM) meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol,
pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, obesitas, stres, hipertensi,
hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindak lanjuti secara dini faktor

19
risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Kelompok PTM Utama adalah
diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah
(PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat
kecelakaan dan tindak kekerasan (Kemenkes RI, 2012).

2.3.2 Sasaran dan Wadah Kegiatan

Sasaran utama adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan


penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas. Posbindu PTM dapat
dilaksanakan terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber masyarakat
yang sudah ada, di tempat kerja atau di klinik perusahaan, di lembaga
pendidikan, tempat lain di mana masyarakat dalam jumlah tertentu
berkumpul/beraktivitas secara rutin, misalnya di mesjid, gereja, klub olah
raga, pertemuan organisasi politik maupun kemasyarakatan.

2.3.3 Bentuk Kegiatan

Posbindu PTM meliputi 10 (sepuluh) kegiatan yaitu (Kemenkes RI,


2012):
a. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara
sederhana tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta,
aktifitas fisik, merokok, kurang makan sayur dan buah, potensi
terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, serta
informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi masalah
kesehatan berkaitan dengan terjadinya PTM.
b. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa
Tubuh (IMT), lingkar perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan
darah.

20
c. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1
tahun sekali bagi yang sehat, sementara yang berisiko 3 bulan sekali
dan penderita gangguan paru-paru dianjurkan 1 bulan sekali.
d. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit
diselenggarakan 3 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai
faktor risiko PTM atau penyandang diabetes melitus paling sedikit 1
tahun sekali.
e. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu
sehat disarankan 5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai
faktor risiko PTM 6 bulan sekali dan penderita
dislipidemia/gangguan lemak dalam darah minimal 3 bulan sekali.
f. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
dilakukan sebaiknya minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat,
setelah hasil IVA positif, dilakukan tindakan pengobatan krioterapi,
diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif dilakukan
pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan
tindakan pengobatan krioterapi kembali.
g. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap
pelaksanaan Posbindu PTM. Hal ini penting dilakukan karena
pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat bila masyarakat tidak
tahu cara mengendalikannya.
h. Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya tidak
hanya dilakukan jika ada penyelenggaraan Posbindu PTM namun
perlu dilakukan rutin setiap minggu (Kemenkes RI, 2012).

21
BAB III
METODE EVALUASI

3.1 Kerangka Konsep

Untuk melakukan identifikasi faktor penyebab masalah deteksi dini hipertensi di


Puskesmas Margorejo pada tahun 2022, diperlukan kerangka konsep dengan
menggunakan pendekatan sistem.

Tabel 4.Kerangka Konsep Evaluasi

Input Proses Output


Input : Pelaksanaan Posbindu Masyarakat yang terdeteksi
Dokter umum minimal 1 orang, PTM (skrining tekanan memilki hipertensi
perawat minimal 2 orang, bidan darah)
minimal 1 orang, tenaga
kesehatan masyarakat minimal 2
orang, gizi minimal 1 orang,
kader minimal 5 orang di tiap
posyandu

3.2 Pengumpulan Data

Pegumpulan data yang dilakukan berupa data primer dan sekunder


1. Sumber data primer
Diperoleh dari jawaban responden atas pertanyaan yang diberikan
peneliti dengan kuesioner.
2. Wawancara dengan koordinator pelaksana Program Deteksi dini
hipertensi di Puskesmas Margorejo.

22
3.3 Cara Analisis

Evaluasi deteksi dini hipertensi di Puskesmas Margorejo dilakukan dengan cara


sebagai berikut:
1. Menetapkan indikator
Untuk menentukan adanya masalah dari pencapaian hasil keluaran, maka
perlu dilakukan penetapan indikator dan tolak ukur sebagai langkah awal.
Adapun sumber rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan adalah
Rencana strategis 2020 – 2024 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

2. Menganalisis Situasi Program yang Akan Dievaluasi dan Menetapkan


Masalah
Adanya masalah dapat diidentifikasi dengan cara membandingkan antara
tolak ukur dengan keluaran atau pencapaian program. Ketika terdapat
kesenjangan dari tolak ukur dan pencapaian maka inilah yang selanjutnya
menjadi masalah. Masalah yang ada ini harus dicari kemungkinan penyebab
masalahnya dari unsur input dan proses.

3. Menetapkan prioritas masalah


Penetapan prioritas masalah dilakukan dengan teknik kriteria matriks
(criteria matrix technique) apabila masalah lebih dari satu. Kriteria ini
dibedakan atas tiga macam, yaitu Importancy, Technology, Resources
(Azwar, 2010). Nilai yang diberikan antara 1 (tidak penting) sampai dengan
5 (sangat penting) untuk setiap kriteria yang sesuai.Perhitungan prioritas
masalah dilakukan dengan rumus “I x T x R”.Masalah yang dipilih sebagai
prioritas adalah yang memiliki nilai tertinggi.

4. Identifikasi penyebab masalah


Pada kerangka konsep dibuat suatu gambaran proses terjadinya masalah
yang selanjunya akan dilakukan identifikasi. Identifikasi penyebab masalah
dilakukan dengan membandingkan antara tolak ukur atau standar dari

23
komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan pencapaian
pada pelaksanaannnya. Bila terdapat kesenjangan antara kedua komponen
ini maka ditetapkan sebagai penyebab dari masalah yang sudah
diprioritaskan.

5. Membuat alternatif pemecahan masalah


Setelah semua penyebab masalah diidentifikasi, selanjutnya dicari dan
dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah. Alternatif pemecahan
masalah ini dibuat dengan memperhatikan kemampuan serta situasi dan
kondisi Puskesmas. Alternatif mencakup tujuan, sasaran, target, metode,
serta sumber dana yang dibutuhkan.

6. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah


Dalam menentukan prioritas cara pemecahan masalah, teknik yang
digunakan adalah teknik kriteria matriks. Dari berbagai alternatif cara
pemecahan masalah yang telah dibuat, maka akan dipilih satu cara
pemecahan masalah (untuk masing-masing penyebab masalah) yang
dianggap paling baik dan memungkinkan. Dua kriteria yang lazim di
gunakan adalah efektivitas (Magnitude, Importancy, Vulnerability) dan
efisiensi jalan keluar. Nilai efisiensi ini biasanya dikaitkan dengan biaya
(Cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan keluar. Makin besar
biaya yang diperlukan, makin tidak efisien jalan keluar tersebut (Azwar,
2010).

MxIxV
P=
C
Keterangan =
P: Priority, M: Magnitude, I: Importancy, V: Vulnerability, C :Cost

24
BAB IV
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah

Dalam menetapkan suatu masalah, perlu dilihat antara tolak ukur dengan
pencapaiannya. Apabila terdapa kesenjangan diantara keduanya, maka inilah
yang selanjutnya ditetapkan sebagai masalah. Identifikasi masalah pada program
deteksi dini hipertensi dimulai dengan menentukan adanya kesenjangan antara
tolak ukur atau target yang ingin dicapai pada program ini dengan hasil berupa
pencapaiannya.

Masalah yang ditemukan pada program Kesehatan Penyakit Tidak Menular di


Puskesmas Margorejo adalah kurangnya penemuan dini hipertensi di
masyarakat.

4.2 Identifikasi Faktor Penyebab Masalah

Setelah mengetahui prioritas masalah, langkah berikutnya adalah mencari akar


masalah. Mencari akar masalah dapat menggunakan diagram fishbone.

25
Gambar 2. Diagram Fishbone

Man Method
Pemaksimalan Posbindu PTM belum
Sebagian masyarakat tidak sempat ke tercapai seperti upaya penyesuaian waktu
Partispasi masyarakat pada program posbindu dan tempat dan kemitraan dengan pihak
posbindu PTM masih kurang lain

Pengenalan penyakit
Rendahnya pengetahuan masyarakat hipertensi belum dilakukan Metode promosi kesehatan
tentang dampak hipertensi terhadap secara konsiten dan terus kurang menarik dan
timbulnya penyakit lain menerus interaktif

Kontrol dari tenaga Alat yang digunakan


Terbatasnya dana kesehatan dalam dalam deteksi dini
operasional Posbindu pelaksanaan program hipertensi masih terbatas
PTM kurang
Masih kurangnya alat
promosi kesehatan yang
Jarak rumah dengan cukup menarik tentang
Posbindu dilakukan pada
Posbindu PTM cukup jauh hipertensi
jam kerja sebagian besar
masyarakat

Money Machine Matherial

4.3 Identifikasi Prioritas Penyebab Masalah

Penentuan prioritas ini dilakukan dengan teknik kriteria matriks. Berikut


komponen yang menaji kriteria penilaian masing-masing penyebab masalah.
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
RI : Rate of Increase (kenaikan besarnya masalah)
DU : Degree of Unmeet-need (derajat keinginan masyarakat yang tidak
dipenuhi)
SB : Social Benefit (keuntungan social karena selesainya masalah)
PB : Public Concern (Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah)
PC : Political Climate (suasana politik)
I :Importancy, yaitu makin penting satu masalah, makin diprioritaskan
masalah tersebut

26
T : Technical feasibility, yaitu makin layak teknologi yang tersedia dan
yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah
tersebut.
R : Resource ability, yaitu makin tersedia sumber daya yang dapat
dipakai, seperti tenaga, dana, dan sarana untuk mengatasi masalah, makin
diprioritaskan masalah tersebut.

Tabel 5.Teknik Kriteria Matriks Pemilihan Prioritas Penyebab Masalah

N I
Daftar Masalah T R IxTxR
o. P S RI DU SB PB PC
Man
Partisipasi masyarakat
1. dalam program
posbindu PTM untuk 4 4 2 2 4 4 2 3 3 198
deteksi dini hipertensi
masih kurang
Rendahnya
pengetahuan
masyarakat tentang
3 3 2 2 3 2 2 3 2 102
dampak hipertensi
terhadap timbulnya
penyakit lain
2. Method
Pengenalan penyakit
hipertensi belum
dilakukan secara 3 3 2 2 2 1 1 4 2 112
konsiten dan terus
menerus
Pemaksimalan
Posbindu PTM belum
tercapai seperti upaya
3 4 3 2 2 3 2 3 3 171
penyesuaian waktu dan
tempat dan kemitraan
dengan pihak lain
Metode promosi
kesehatan kurang 2 3 3 2 2 3 1 4 2 128
menarik dan interaktif
3. Material
Alat yang digunakan
dalam deteksi dini
3 2 2 2 3 1 1 2 2 56
hipertensi masih
terbatas

27
Masih kurangnya alat
promosi kesehatan
2 3 3 2 1 2 3 4 2 128
yang cukup menarik
tentang hipertensi
4. Machines
Jarak rumah dengan
Posbindu PTM cukup
2 2 1 1 2 2 2 2 3 72
jauh bagi sebagian
masyarakat
Kontrol dari tenaga
kesehatan dalam
3 3 2 1 2 3 3 3 2 102
pelaksanaan program
kurang
Posbindu dilakukan
pada jam kerja
2 3 3 3 2 2 2 2 2 68
sebagian besar
masyarakat
5. Money

Terbatasnya dana
operasional Posbindu 3 3 2 2 4 4 3 2 2 152
PTM

Setelah dilakukan pemilihan prioritas penyebab masalah dengan teknik kriteria


matriks, didapatkan masalah yang paling dominan dari tidak tercapainya target
program deteksi dini hipertensi di Puskesmas Margorejo adalah kurangnya
partisipasi masarakat dalam Posbindu sebagai upaya deteksi dini hipertensi. Hal
ini didapatkan dari perolehan poin tertinggi yaitu sebesar 198. Secara garis besar
dapat disimpulkan masalah ini memiliki peran yang paling penting dan menjadi
akar dari penyebab-penyebab masalah yang lain.

28
BAB V
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

5.1 Menyusun Alternatif Pemecahan Masalah

Program deteksi dini hipertensi di Puskesmas Margorejo pada 2022 belum


mencapai target. Setelah dilakukan pencarian masalah utama pada bab
sebelumnya, diperoleh masalah yang paling berperan adalah partisipasi
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Margorejo yang masih kurang mengenai
pentingnya Posbindu PTM sebagai upaya untuk deteksi dini hipertensi.

Kurangnya partisipasi masyarakat sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor


yang saling berhubungan. Sebagai contoh, ketika masyarakat tidak atau kurang
menerima informasi mengenai penyakit hipertensi, bahaya penyakit hipertensi,
dan dampak yang ditimbulkan, maka secara otomatis kesadaran akan pentingnya
mengetahui secara dini hipertensi akan kurang. Promosi kesehatan yang kurang
efektif dan media promosi yang kurang menarik atau interaktif tentu juga
berperan pada masalah ini. Kemudian, jika ditelusuri lebih jauh, partisipasi
masyarakat akan dalam Posbindu akan secara tidak langsung tumbuh ketika
program ini menawarkan kemudahan baik itu dari segi akses, waktu, maupun
metode yang digunakan.

Adanya hambatan pada salah satu aspek ini akan berpengaruh pada minat
masyarakat untuk datang ke Posbindu. Artinya, sebenarnya semua penyebab
masalah ini saling berkaitan dan penting. Namun, karena keterbatasan sumber
daya, maka dalam melakukan usaha pemecahan masalah harus difokuskan pada
satu masalah dominan, dalam hal ini malah yang dominan adalah kurangnya

29
partisipasi masyarakat pada program posbindu sebagai upaya deteksi dini
hipertensi. Berdasarkan permasalahan ini, dapat disusun beberapa alternatif
pemecahan masalah yang diharapkan dapat sekaligus memecahkan masalah lain
yang berkaitan sehingga dapat meningkatkan capaian dari program deteksi dini
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Margorejo untuk kedepannya. Berikut
beberapa alternative pemecahan masalah yang dapat diusulkan :

Tabel 6.Alternatif Pemecahan Masalah

No. Permasalahan Alternatif Pemecahan Masalah


1. Kurangnya  Meningkatakan kesadaran masyarakat dengan cara
partisipasi mengoptimalkan promosi kesehatan berupa penyuluhan
masyarakat dalam  Melakukan koordinasi lintas sektor sebagai upaya untuk
program Posbindu mempermudah dan memaksimalkan pelaksanaan posbindu
PTM sebagai serta memberikan akses dan penyesuaian waktu
upaya deteksi dini pelaksanaan yang lebih mudah
hipertensi  Penguatan kapasitas SDM Posbindu PTM. Hal ini
dilakukan dengan mengoptimalkan tugas kader berupa
mengingatkan jadwal dan mengajak masyarkat
memeriksakan diri ke Posbindu. Pengingatan jadwal bisa
dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital, pesan
singkat, dan media sosial. Kader melakukan inovasi pada
metode promosi kesehatan yang menarik dan interaktif
serta dilakukan secara konsisten. Kader mengunjungi
rumah masyaraat di sekitar yang tidak sempat hadir.
Puskesmas memberdayakan kader secara optimal dengan
tidak memberikan banyak tugas rangkapan sehingga tugas
kader terfokus pada satu bidang secara maksimal.
 Pemberian buku kontrol hipertensi pada pasien lama dan
kasus baru yang sekaligus berisi kontrol tekanan darah,
obat-obatan, dan edukasi hipertensi di dalamnya.

30
Penguatan kapasitas SDM Posbindu PTM dirasa menjadi alternatif paling
penting dengan efisiensi paling baik sebagai jalan keluar. Penguatan kapasitas ini
dilakukan dengan mengoptimalkan tugas kader berupa mengingatkan jadwal dan
mengajak masyarakat memeriksakan diri ke Posbindu. Pengingatan jadwal bisa
dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital, pesan singkat, dan media
sosial. Saat ini mayoritas masyarakat sudah memilki media komunikasi sepert
WA yang sangat praktis. Kegiatan ini bisa diawali dengan mengumpulkan
nomor WA para penderita hipertensi baik kasus lama maupun baru yang
kemudian dijadikan dalam 1 grup. Hal ini tidak membutuhkan cost yang besar
namun dirasa akan membawa manfaat. Melalui komunikasi ini, kader berperan
untuk memastikan masyarakat datang ke Posbindu. Ketika target yang
diharapkan tidak dating, maka kader juga dapat mencari tahu alasan
ketidakhadiran melalui media ini sehingga bisa menjadi evaluasi kedepannya.

Kader juga dapat melakukan inovasi pada metode promosi kesehatan. Kegiatan
promkes yang lebih menarik dan interaktif tentu akan meningkatkan minat
masyarakat. Dapat juga diselipkan doorprize sederhana pada saat dilakukan
penyuluhan atau kegiatan lain. Lakukan secara konsisten, tidak hanya satu atau
dua kali. Sehingga harapannya adalah masyarakat benar-benar memahami
pentingnya deteksi dini hipertensi dan akibat yang ditimbulkan dari penyakit
hipertensi yang merupakan ”silent killer”. Ketika pemahaman ini sudah ada di
masyarakat maka kesadaran dan partisipasi masyarakat diharapkan akan
meningkat.

Untuk beberapa alasan, beberapa masyarakat mungkin tidak dapat mengunjungi


Posbindu. Maka disinilah peran kader untuk melakukan kunjungan ke rumah-
rumah masyaraat di sekitar. Hal ini mungkin akan memakan waktu dan usaha
yang lebih besar namun cara ini bisa dipertimbangkan sebagai trigger awal
masyarakat yang tidak dapat datang ke Posbindu dan identifikasi masalah
penyebabnya sehingga untuk kedepannya masyarakat ini dapat datang sendiri ke

31
Posbindu. Ketika terdapat upaya penguatan kapasitas SDM Posbindu ini, maka
Puskesmas juga harus berpersan serta. Dalam artian, kader sebaiknya tidak
merangkap tugas lain yang banyak sehingga kader dapat fokus pada satu
program deteksi dini hipertensi mengoptimalkan pelaksanaannya. Segala upaya
ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program
deteksi dini hipertensi dan diharapkan dapat meningkatkan capaian program
untuk kedepannya.

32
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai


evaluasi program deteksi dini hipertensi di Puskesmas Margorejo, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari 20 orang responden (100%), terdapat 17 orang yang belum
terdeteksi hipertensi (85%).
2. Terdapat berbagai faktor penyebab tidak tercapainya target program
dengan penyebab yang utama adalah kurangnya partisipasi masyarakat
pada Posbindu PTM sebagai upaya deteksi dini hipertensi
3. Alternatif pemecahan masalah yang dipilih adalah dengan penguatan
kapasitas SDM Posbindu yaitu kader program deteksi dini hipertensi.

6.2 Saran

1. Puskesmas khususnya pemegang program melakukan inovasi dalam


promosi kesehatan agar lebih menarik dan interaktif serta dilakukan
secara konsisten untuk memastikan masyarakat benar-benar memahami
tentang pentingnya deteksi dini hipertensi sehingga diharapkan
memunculkan kesadaran dan pastisispasi masyarakat.
2. Kader program membuat suatu bentuk media komunikasi dengan
memanfaatkan teknologi. Media ini dapat dimanfaatkan untuk
mengingatkan jadwal, memastikan kehadiran, mengidentifikasi penyebab
ketidakhadiran, termasuk edukasi juga dapat diberikan melalui media ini.
3. Jika memungkinkan, dapat dilakukan home visit bagi masyarakat yang
tidak dapat datang ke Posbindu.

33
4. Puskesmas sebaiknya menghindari pemberian banyak rangkap tugas
kepada pemegang program, sehingga diharapkan pemegang program
dapat fokus untuk optimalisasi program yang dipegang.
5. Dalam upaya mencapai target program disarankan adanya partisipasi aktif
baik dari masyarakat, puskesmas dan pemegang program, serta sektor lain
yang terkait.

34
DAFTAR PUSTAKA

Adrian SJ, Tommy T. 2019. Hipertensi esensial: diagnosis dan tatalaksana terbaru
pada dewasa. Cdk. 46(3): 172-178

Alexander MR. 2019. Hypertension guideline.Tersedia di


https://emedicine.medscape.com/.Disitasi pada 18 juni 2020.

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. 2018. Riset kesehatan dasar


(Riskesdas 2013. Laporan nasional 2018.Disitasi tanggal 15 juni 2020.

Carey RM, Whelton PK. 2018. ACC/AHA hypertension guideline writing committee.
Prevention, detection, evaluation, and management of high blood pressure in
adults: synopsis of the 2017 american college of cardiology/american heart
association hypertension guideline. Ann intern med. 168(5):351

Depkes RI. 2006. Pedoman teknis penemuan dan tatalaksana hipertensi. Jakarta:
Depkes RI.

Kemenkes RI. 2012. Petunjuk teknis pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular
(Posbindu PTM). Jakarta:Kemenkes RI.

Kemenkes RI. PeraturanmenterikesehatanRInomor75tahun2014tentangpusat


kesehatan masyarakat. 2014.Jakarta:Kemenkes RI.

Kemenkes RI. 2019. Hipertensi penyakit paling banyak diidap masyarakat. Tersedia
di https://www.kemkes.go.id/article/view/19051700002/hipertensi-penyakit-
paling-banyak-diidap-masyarakat.html.Disitasi pada 19 juni 2020.

Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JLl, Loscalzo J, et al.
2015.Hypertension treatment.Harrison’s principles of internal
medicine.Edisi ke-19. Mcgraw-hill

35
Mills K. T. 2016. Global disparities of hypertension prevalence and control: a
systematic analysis of population-based studies from 90 countries.
Circulation, 134 (6) : 441–450

Nuraini B. 2015. Risk factor of hypertension.J majority unila. 4(5): 10-19

P2PTM. 2016. Pedoman teknis penemuan dan tatalaksana hipertensi. Tersedia di


http://p2ptm.kemkes.go.id/dokumen-p2ptm/pedoman-teknis-penemuan-dan-
tatalaksana-hipertensi.Disitasi pada 20 juni 2020.

P2PTM. 2019. Strategi pencegahan dan pengendalian ptm di indonesia. Tersedia di


http://p2ptm.kemkes.go.id/profil-p2ptm/latar-belakang/strategi-pencegahan
dan-pengendalian-ptm-di-indonesia.Disitasi pada 20 juni 2020.

Yulanda G, lisiswanti R. 2017. Penatalaksanaan hipertensi primer.Majority. 6(1):


25 – 33.

36
KUESIONER PENELITIAN

A. Identitas Responden
Nama :
Alamat :
Umur :
Jenis Kelamin :

B. Pertanyaan Deteksi Dini Hipertensi

Petunjuk Pengisian!
Berilah tanda (√) pada kolom jawaban yang sesuai dengan persepsi yang
anda miliki

Jawaban
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah bapak/ibu pernah diukur tekanan darah oleh
tenaga kesehatan ?
2 Apabila Ya, apakah saat diukur bapak/ibu dikatakan
terkena tekanan darah tinggi ?
3 Apakah mempunyai riwayat keluarga yang menderita
tekanan darah tinggi ?
4 Jika Ya, siapa ?
(Jawaban bisa lebih dari satu)
5 Apakah melakukan kegiatan olah raga ?

6 Apabila Ya, berapa kali seminggu ?

7 Setiap kali berolah raga, berapa lama waktu yang


digunakan ?
8 Jenis olah raga apa yg sering dilakukan ? (joging,
senam, lari, jalan kaki, tenis, bersepeda, badminton,

37
renang, fitness, dll)
9 Apakah bapak/ibu mempunyai kebiasaan makan
makanan/minum minuman yang manis ?
10 Apakah bapak/ibu mempunyai kebiasaan makan/minum
mengandung lemak jenuh seperti daging, jeroan ?
11 Apakah bapak/ibu cenderung menyukai makanan yang
asin?
12 Apakah bapak/ibu mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
makanan gorengan ?
13 Apakah bapak/ibu merokok ?

14 Apakah bapak/ibu pernah memanfaatkan Posbindu


PTM di wilayah kerja Puskesmas sejak 1 bulan
terakhir ini ?
15 Apakah bapak/ibu rutin mengunjungi Posbindu PTM
setiap bulannya ?
16 Apakah dengan memanfaatkan Posbindu PTM
berpengaruh terhadap penyakit hipertensi yang
bapak/ibu derita ?
17 Apakah bapak/ibu mengikuti penyuluhan kesehatan
saat menghadiri Posbindu PTM ?
18 Apakah penyakit tidak menular merupakan penyakit
yang mudah dideteksi ?
19 Apakah merokok termasuk salah satu faktor risiko PTM
?
20 Apakah obesitas termasuk salah satu faktor risiko PTM ?

21 Apakah dengan rajin berolahraga dapat menurunkan


kemungkinan terkena penyakit tidak menular ?
22 Apakah penyakit tidak menular seperti hipertensi bisa
disembuhkan ?

38
23 Tekanan darah ? (diukur oleh tenaga kesehatan)

24 Indeks massa tubuh ? (diukur oleh tenaga kesehatan)

39

You might also like