You are on page 1of 7

PENYEBARAN HOAKS SEMAKIN SERIUS PASCA PANDEMI COVID-19

Ringkasan Eksekutif
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa dampak besar bagi
kehidupan manusia dan hubungan antar bangsa. Selama hampir satu
dasawarsa, topik perang siber terus mencuat dan bahkan di prediksi akan
memicu ketegangan antarnegara yang dapat mengancam perdamaian dunia.
Ketika orang menjadi lebih bergantung pada teknologi informasi, semakin
banyak risiko dari perkembangan ini yang perlu dikelola. Kurangnya
penyaringan informasi berita yang tersebar di media sosial online dari pihak
yang berwenang semakin memudahkan para pembuat hoaks dalam
melakukan pekerjaannya. Hoaks merupakan informasi yang direkayasa untuk
menutupi informasi sebenarnya dengan kata lain hoaks diartikan sebagai
upaya memutarbalikkan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan
tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya, dan dapat pula diartikan sebagai
tindakan mengaburkan informasi yang sebenarnya dengan cara membanjiri
suatu media dengan pesan yang salah agar bisa menutupi informasi yang
benar yang biasanya digunakan dalam media sosial, misalnya : facebook,
twitter, whatsapp, blog dan lain-lain. Hoaks atau berita bohong adalah salah
satu bentuk kejahatan yang kelihatannya sederhana, mudah dilakukan
namun berdampak sangat besar bagi kehidupan politik, sosial dan
masyarakat, yang mana penyebaran hoaks melalui media sosial di Indonesia
mulai marak sejak media sosial populer digunakan oleh masyarakat Indonesia

Pendahuluan
Hoaks yang menyangkut kesehatan memang marak beredar di kalangan
masyarakat. survei yang dilakukan oleh Kementerian Informatika
menemukan bahwa lebih dari 90 persen informasi di bidang kesehatan tidak
dapat dipertanggungjawabkan karena memiliki sumber yang tidak jelas serta
menyebar dengan bebas melalui media sosial dan pesan instan. Begitu pula
dengan hasil survei yang dilakukan oleh Surveyor Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) menemukan bahwa hoaks kesehatan terbanyak beredar di
masyarakat. Selain itu organisasi kesehatan memberikan klarifikasi informasi
kesehatan yang benar justru tidak menyebar seluas penyebaran hoaks. Hal ini
menunjukan bahwa hoaks kesehatan lebih popular dikonsumsi masyarakat
dan penyebarannya terbilang lebih cepat dibanding berita yang valid. Informasi
yang valid justru jarang menyentuh kepada seribu lebih orang sementara
hoaks paling populer yang jumlahnya hanya satu persen dari informasi valid
justru mampu menyebar ke seribu sampai seratus ribu orang.

Hoaks kesehatan sangat berbahaya apabila informasi yang tidak benar


dipraktikkan oleh masyarakat, seperti mengonsumsi jenis obat-obat tertentu
akan membahayakan jiwa manusia. Hoaks jenis ini juga dapat menciptakan
keresahan serta kepanikan bagi masyarakat yang membacanya, Karena itu
hoaks mengenai kesehatan perlu dilawan dengan cara peningkatkan literasi di
masa Pandemi Covid-19 ini. Literasi kesehatan sangat penting dimiliki saat ini
karena banyaknya hoaks yang beredar. Jika dihubungkan dengan hoaks
Covid-19, maka literasi kesehatan masyarakat dapat dilihat dari perilaku
masyarakat itu sendiri terkait hal tersebut. Perilaku pengetahuan, sikap, dan
tindakan. Seseorang akan dinilai memiliki literasi yang baik terkait hoaks
Covid-19 jika dia memiliki pengetahuan yang memadai tentang hoaks, mampu
bersikap serta mampu bertindak secara positif terkait penyebaran hoaks
Covid-19. penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku
masyarakat terkait penyebaran hoaks Covid19.

Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkapkan, isu


kesehatan menjadi kategori hoaks paling dominan sejak Agustus 2018 hingga
30 November 2021. Dari total 9.265 hoaks, kategori kesehatan muncul di
peringkat pertama dengan 1.962 isu.

Tingginya kasus penyebaran berita Hoaks di Masyarakat ini justru terjadi


karena tingginya animo masyarakat terhadap perkembangan teknologi dan
Informasi terutama dunia maya tanpa dibarengi dengan tingkat literasi
masyarakat yang juga cukup baik. Hal ini mendukung spekulasi yang kurang
valid di masyarakat sehingga berita Hoax laku di masyarakat.

Tingginya penyebaran Hoaks pasca pandemic ini, maka literasi


masyarakat dapat dilihat dari perilakunya terkait hoaks tersebut. Perilaku
menurut Benjamin Bloom, yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan. Seseorang
akan dinilai memiliki literasi yang baik terkait hoaks Covid-19 jika dia
memiliki pengetahuan yang memadai tentang hoaks, mampu bersikap serta
mampu bertindak secara positif terkait penyebaran hoaks Covid-19.

Proses Komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui


sesuatu, menilainya dan memberikan makna serta memutuskan untuk
bertindak berdasarkan makna itu. Dalam hal ini beberapa individu memiliki
Informasi yang belum pasti keabsahannya, namun langsung menjusdtifikasi
makna dan kemudian untuk bereaksi serta mempengaruhi orang lain untuk
memahami informasi tersebut berdasarkan persepsi yang dipahaminya,
kemudian hal inilah yang menjadi rantai penyebaran berita Hoaks yang justru
meyakinkan Sebagian individu karena Sebagian besar konsumen telah
memutuskan untuk mengamini persespsi tersebut.

Kajian ini diangkat penulis berkaitan dengan beberapa teori seperti teori
perilaku Skinner (2014) yang menyatakan bahwa perilaku adalah reaksi atau
respon seseorang terhadap rangsangan atau stimulus dari luar dirinya.
Perilaku sebagai hasil aktifitas organisme dapat diamati secara langsung
maupun secara tidak langsung terhadap lingkungan sekitarnya, Teori
Komunikasi Laswell (2006) yang menyatakan komunikasi berfungsi sebagai
mengamati lingkungan dan hubungan para kelompok dalam masyarakat saat
lingkungan serta transmisi warisan sosial dari generasi satu ke generasi yang
lain ditanggapi, serta teori penyebaran informasi oleh Turner (2010) yang
menyatakan bahwa penyebaran informasi merupakan bagian dari interaksi
simbolik di mana makna terbangun melalui proses komunikasi oleh setiap
individu dengan tujuan untuk berbagi. Penyebaran informasi akan berhasil
ditentukan oleh salurannya, yaitu penggunaan media baik komunikasi secara
langsung atau tatap muka atau dengan menggunakan teknologi.

Sehingga dari ketiga teori tersebut kemudian penulis melihat fenomena


social terkait penyebaran hoaks dari sisi Individu, Instrumen Penyebaran serta
Proses penyebaran berita hoaks secara social sehingga menghasilkan
rekomendasi kebijakan secara sosial.

TEMUAN

Berdasarkan data dari Kementerian Informasi dan Komunikasi Pengguna


ponsel pintar atau yang akrab dikenal sebagai Smartphone mencapai 167 juta
penduduk Indonesia atau 89% dari total penduduk indonesia merupakan
pengguna media sosial. Banyaknya pengguna media sosial tersebut membuat
hampir seluruh masyarakat Indonesia dapat leluasa mengakses berbagai
berita termasuk berita bohong atau hoaks selama pandemic covid-19, hal ini
dibuktikan dengan indikator yang menyatakan penyebaran berita palsu
meningkat sejak pandemic covid-19 hal ini didukung oleh data dari
Kementerian Informasi dan Komunikasi yang menyatakan sejak pertama kali
virus covid-19 menyebar hingga per 30 april 2021 terdapat 1.733 kasus berita
palsu tentang covid-19 dan vaksinasi.

Penyebaran berita hoax, saat ini dapat dilakukan diberbagai media baik
media kovensional maupun media sosial dengan presentase radio (1,20%),
media cetak (5%), dan televisi (8,70%). Dan melalui media seperti whatsapp,
line, telegram sebanyak 62,80%, situs web sebanyak 34,90%, dan media sosial
(instagram, facebook, twitter) sebanyak 92,40 % (Sawedy, 2022) Berdasarkan
laporan tersebut, menunjukkan presentase penyebaran berita melalui media
online menjadi yang paling tinggi diantara yang lain. Produksi berita hoax
melalui media online seakan-akan menjadi hal yang “mudah” sehingga
menjadikan media online menjadi media penyebar hoax. Hal ini karena dalam
media online, frekuensi tersebarnya berita sangat cepat dan mudah mejadi ciri
khas dan perbedaan antara media online dan media yang lain.
Penyebaran berita hoaks selama pandemic covid-19 mengalami pasang
surut seperti yang dikatakan oleh kepala riset divisi Indonesia indikator, rata-
rata berita hoaks muncul saat keadaan krisis seperti halnya saat pertama kali
virus covid-19 muncul di Indonesia, program vaksinasi dan saat terdapat
varian baru covid-19.

Penyebaran hoaks sering kali dilakukan saat masyarakat sedang


mengalami kebingungan dan kepanikan dalam menghadapi situasi baru atau
hal baru, sehingga fenomena tersebut dimanfaatkan oleh penyebar hoaks
untuk menggiring masyarakat. Penyebaran berita palsu mengenai kesehatan
sangat berbahaya terlebih lagi bagi masyarakat Indonesia, memiliki
kerentanan yakni kurangnya memiliki kemampuan literasi yang rendah, hal
ini dibuktikan oleh laporan Program for International Student Assessment
(PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD) pada 2019 bahwa indonesia menduduki peringkat 62 dari 70 negara
atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa


fenomena penyebaran hoax dapat dimaknai sebagai bentuk interaksi yang
melalui proses Meaning, Language dan Thought. Produk dari proses berpikir
tersebut menciptakan sebuah tindakan melalui makna-makna yang masuk
dalam proses berpikir yang diwujudkan dalam perilaku sosial. Berita hoax
telah dimaknai sendiri oleh inidvidu, minimnya literasi dan pengetahuan
menyebabkan mereka memaknai berita hoax dengan berbeda-beda yang
mayoritas dimaknai sebagai berita yang benar, hal ini terlihat dari proses
“meneruskan” sebuah beirta hoax dalam sebuah grup, yang tentunya akan
dimaknai kembali oleh individu lainnya, berita hoax cenderung dimaknai
sebagai berita terpercaya yang mana makan tersebut yang sering dihasilkan
oleh peserta grup whatasapp tersebut. makna tersebut masuk dalam proses
berpikir yang tentu diwujudkan dalam perilaku sosial, karena inidvidu yang
ada digrup tersebu “setuju” atas berita yang ada bentuk persetujuan terlihat
dari bagaimana pesan-pesan yang seringakali diterima tentu saja bentuk
“setuju” tersebut diwujudkan dengan tidak mempercayai covid-19, vaksin,
obat resmi pemerintah dan lain sebagainya yang mengarah pada pelanggaran
protokol kesehatan. Maka dari itu, masyarakat harus memiliki pemaknaan
yang bagus dari peristiwa-peristiwa yang telah dilalui dimana hal tersebut
akan meminimalisir penyebaran berita hoax yang membuat mereka
menyimpukan berita hoax tentang protokol kesehatan yang berdampak
keputusan untuk tidak patuh terhadap protokol kesehatan.
REKOMENDASI

Rekomendasi kepada Pemerintah :

Pertama, pemerintah bisa mengambil peran sebagai penengah dalam waktu sesegera
mungkin, dalam hal ini sebagai verifikator, baik lewat akun resmi pemerintah
maupun akun yang bisa diajak bekerja sama. Setiap berita hoax dan palsu yang
menyerang kebijakan sebuah instansi, tidak lagi memerlukan waktu lama untuk
diklarifikasi. Klarifikasi tidak hanya dalam bentuk teks, tetapi juga dalam bentuk
grafis maupun video yang diproduksi dalam waktu singkat dan didistribusikan lewat
jalur tradisional maupun media sosial atau situs resmi.

Kedua, pemerintah melakukan pendekatan terhadap akun-akun


berpengaruh, memberikan pengertian sejauh mana bahaya isu-isu liar yang
berkembang di media sosial. Media sosial bekerja sebagai penggiring opini, sehingga
akun-akun berpengaruh mempunyai peran besar. Akun-akun berpengaruh ini bisa
dalam bentuk akun personal asli maupun akun kelompok.

Ketiga, bekerja sama dengan Google untuk menghapus konten hoax dari mesin


pencari mereka. Dengan kondisi Google bermasalah pajak, seharusnya pemerintah
bisa melakukan proses lobi dengan posisi lebih kuat. Apalagi banyak web dan blog
penyebar konten hoax memakai platform berbasis blogspot atau blogger milik Google.

Keempat, pemerintah membuat satu situs atau aplikasi resmi yang bisa menjelaskan
pada masyarakat mana saja situs yang berbahaya untuk dibuka, karena kontennya
yang hoax, atau berita-berita apa saja yang ternyata tidak benar. Ini menjadi rujukan
utama bagi masyarakat.

Terakhir, melibatkan masyarakat umum secara langsung dengan membuat suatu


komunitas yang bertujuan untuk memerangi hoax karena peran serta masyarakat
juga dibutuhkan bagi pemerintah dalam persoalan ini. Komunitas ini dapat
membantu pemerintah dengan cara melaporkan berita-berita hoax yang beredar dan
menyampaikan kebenaran atas suatu berita hoax.
SUMBER REFERENSI

Azwar, S. (2013). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. Bungin, B. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif:
Komunikasi, Ekonomi, dan Kebajikan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Dana, R. (2020). Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia dalam Menghadapi


Pandemi Virus Corona (Covid-19) dan Kiat Menjaga Kesejahteraan Jiwa.
Researchgate March 2020, Maret. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i3.15082.

Detikcom. (2020). Kapan Sebenarnya Corona Pertama Kali Masuk RI?


Retrieved from https://news.detik.com/berita/d-4991485/kapansebenarnya-
corona-pertama-kali-masuk-ri/3, [Accessed, 7 Mei 2020]. Fidel, R. (2012).

Human Information Interaction: An Ecological Approach to Information


Behavior. The MIT Press.

Fitriany, Masayoe Shari, H. M. A. Husnil Farouk, R. T. (2016). Perilaku


Masyarakat dalam Pengelolaan Kesehatan Lingkungan (Studi di Desa Segiguk
sebagai Salah Satu Desa Penyangga Kawasan Hutan Suaka Margasatwa
Gunung Raya Ogan Komering Ulu Selatan. Jurnal Penelitian Sains, 18 Nomor
1.

Halim, D. (2020). Ada 81 Kasus Hoaks terkait Virus Corona, Polisi Tahan 12
Tersangka. Retrieved from
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/09/151055 41/ada-81-kasus-
hoaks-terkait-virus-corona-polisitahan-12-tersangka [Accessed 7 Mei 2020].

Hamidi. (2010). Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang: UMM Pers.
Heldavidson. (2020). The First Covid-19 case happened in November, China
government records show – report2020. The Guardian. ‘

Herawati, N. A. (2019). Implikasi Literasi Media dalam Mengubah Perilaku


Masyarakat Kota Pontianakterhadap Kabar Bohong. Commed: Jurnal
Komunikasidan Media, 3 N0.2.
Juditha, C. (2019). Literasi Informasi Melawan Hoaks Bidang Kesehatan di
Komunitas Online. Jurnal ILMU KOMUNIKASI.
https://doi.org/10.24002/jik.v16i1.1857 Juditha, C. (2018). Interaksi
Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya. Jurnal Pekommas, 3 No.
1,

A. Juditha, Christiany. (2017). Akses Pencarian Dan Penyebaran Informasi


Tentang Pemerintah Bidang Komunikasi Dan Informatika Oleh Masyarakat Di
Sulawesi Selatan.

You might also like