You are on page 1of 15

MAKALAH

FIQIH SHOLAT

Dosen Pengampu :

Ustaz Asep Ubaidillah

DISUSUN OLEH

Muhamad Rizky Aditya

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI PAI

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN


Daftar Isi
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
A. Laar Belakang...............................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................4
A. Pengertian Shalat..........................................................................................................4
B. Dasar Hukum Sholat Lima Waktu..............................................................................5
C. Waktu-waktu Sholat.....................................................................................................7
D. Tata Cara Sholat...........................................................................................................8
E. Syarat  Wajib Sholat.....................................................................................................9
F. Syarat-syarat sah sholat:............................................................................................10
G. Rukun Sholat...............................................................................................................11
H. Hal-hal yang Membatalkan Sholat............................................................................14
BAB III....................................................................................................................................16
PENUTUP...............................................................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................................16
B. Saran.........................................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sering kali kita sebagai orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai mahluk
yang paling sempurna yaitu shalat, atau terkadang tau tentang kewajiban tapi tidak
mengerti terhadap apa yang dilakukaan.
Dalam istilah lain, sholat adalah satu macam atau bentuk ibadah yang di wujudkan
dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu di sertai ucapan-ucapan tertentu dan
dengan syarat-syarat tertentu pula. Istilah sholat ini tidak jauh berbeda dari arti yang
digunakan oleh bahasa di atas, karena di dalamnya mengandung puji-pujian, baik yang
berupa permohonan, rahmat, ampunan dan lain sebagainya.
Adalah suatu kenyataan bahwa tak seorangpun yang sempurna, apalagi maha
sempurna, melainkan seseorang itu serba terbatas, sehingga dalam menempuh perjalanan
hidupnya yang sangat komplek itu, ia tidak akan luput dari kesulitan dan problema. Oleh
karena itu kita perlu mengetahui apa itu sholat, dan syarat rukunya
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17
rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi
muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat-
shalat sunah.
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sholat ?


2. Apa dasar hukum sholat lima waktu ?
3. Bagaimana tata cara sholat lima waktu ?
4. Apa saja syarat wajib dan sah-nya sholat ?
5. Apa saja rukun dalam sholat ?
6. Apa saja hal hal yang membatalkan sholat ?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui maksud sholat


2. Untuk mengetahui dasar hukum sholat
3. Untuk mengetahui waktu sholat
4. Untuk mengetahui syarat wajib sholat
5. Untuk mengetahui syarat sah sholat
6. Untuk mengetahui rukun sholat
7. Untuk mengetahui hal hal yang membatalkan sholat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat

Kehidupan kita di dunia ini tidak luput dari yang namanya ibadah. Ibadah adalah
suatu hal yang kita lakukan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT dan segala hal yang
kita lakukan baik dalam perbuatan ataupun perkataan merupakan hal yang diridhai oleh
Allah SWT. Dalam Islam, ibadah harus berpedoman pada apa yang telah Allah perintahkan
dan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw kepada umat 1 Islam, yang
dilandaskan pada Kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad berupa Kitab suci
al-Qur’an dan segala perbuatan, perkataan, dan ketetapan Nabi atau dengan kata lain
disebut dengan Hadits.
Saalah satu ibadah yang di ajarkan nabi adalah shalat. Salah satu rukun isalam ini
diartikan sebagai suatu ibadah yang meliputi ucapan dan peragaan tubuh yang khusus,
dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam (taslim). Dari pengertian tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan shalat adalah suatu pekerjaan yang diniati
ibadah dengan berdasarkan syaratsyarat yang telah ditentukan yang dimulai dengan takbiratul
ikhram dan diakhiri dengan salam. Shalat menghubungkan seorang hamba kepada
penciptanya, dan shalat merupakan menifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada
Allah SWT.Dari sini maka, shalat dapat menjadi media permohonan, pertolongan dalam
menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan hidupnya.1

Adapun Firman Allah dalam QS. An-Nuur ayat 56;


َ‫واَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرسُوْ َل لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُموْ ن‬ 
َ
Artinya : "Dan kerjakanlah sholat, berikanlah zakat, dan taat kepada Rasul, agar supaya
kalian semua diberi rahmat."

B. Dasar Hukum Sholat Lima Waktu

Salat merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh tiap-tiap manusia yang sudah
berikrar tunduk kepada Allah Swt. Hukum meninggalkan sholat ini juga dijelaskan dala
Alqur’an

1
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2009), h.
145
ِ ‫ضاعُوا الص َّٰلوةَ َواتَّبَعُوا ال َّشهَ ٰو‬
‫ت فَ َسوْ فَ يَ ْلقَوْ نَ َغيًّا‬ ٌ ‫فَ َخلَفَ ِم ۢ ْن بَ ْع ِد ِه ْم خ َْل‬
َ َ‫ف ا‬
Artinya: "Kemudian, datanglah setelah mereka (generasi) pengganti yang mengabaikan
sholat dan mengikuti hawa nafsu. Mereka kelak akan tersesat." (QS Maryam: 59)2

Saad bin Abi Waqas bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai orang yang
melalaikan Sholat, maka jawab Baginda SAW, “yaitu mengakhirkan waktu Sholat dari
waktu asalnya hingga sampai waktu Sholat lain. Mereka telah menyia-nyiakan dan
melewatkan waktu Sholat, maka mereka diancam dengan Neraka Wail”. Ibn Abbas dan
Said bin Al-Musaiyib turut menafsirkan hadist di atas “yaitu orang yang melengah-
lengahkan Sholat mereka sehingga sampai kepada waktu Sholat lain, maka bagi
pelakunya jika mereka tidak bertaubat Allah menjanjikan mereka Neraka Jahannam
tempat kembalinya”.

C. Waktu-waktu sholat

Kaum muslimin sepakat bahwa sholat lima waktu harus dikerjakan pada waktunya,
dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

ْ ‫اِ َّن الص َّٰلوةَ َكان‬


‫َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِك ٰتبًا َّموْ قُوْ تًا‬
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu/wajib yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman”. [ QS. An Nisa’ (4) : 103]3
Berikut penjelasan waktu-waktu sholat4.

1. Waktu sholat subuh adalah mulai terbit fajar şadiq (fajar kedua) sampai terbitnya
matahari. Fajar şadiq; yaitu cahaya putih yang memancar diufuk Timur diwaktu
subuh dalam keadaan melintang dari kiri ke kanan. Lawannya adalah fajar każib, yaitu
cahaya putih yang memanjang dari bawah ke atas langit.

2. Waktu sholat ẓuhur adalah mulai tergelincir matahari (zawȃl) sampai bayang-bayang
setiap benda sama panjangnya dengan benda tersebut. Tergelincir matahari (zawȃl)
adalah kemiringannya dari pertengahan langit ke arah Barat. Hal ini dapat dilihat
kepada seseorang atau sebuah tiang yang berdiri, bila mana bayang-bayangnya masih
persis ditengah atau belum sampai, menandakan waktu ẓuhur belum masuk.

2
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Kitab Ash Shalah

3
Al-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Nail al-Authar Syarh Muntaqa al- Akhbar, jilid I, Maktabah
wa Mathba’ah Mushtafa al-Babi al-Halabi, t.t., h. 300.
4
Wahab Zuhayli, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, jilid I, Dar al-Fikr, 1989, h. 506-511.
3. Waktu sholat ‘aşar adalah mulai dari keluarnya waktu ẓuhur, yaitu bilamana bayang-
bayang melebihi panjang suatu benda, sampai terbenam matahari. Kebanyakan ulama
berpendapat bahwa şalat aşar diwaktu menguningnya cahaya matahari sebelum
terbenam hukumnya makruh;

4. Waktu sholat magrib adalah mulai dari terbenam matahari, yaitu hilangnya bundaran
matahari secara sempurna, sampai hilangnya syafaq (sisa cahaya matahari diwaktu
senja), demikian menurut pendapat jumhur ulama. Menurut golongan Syafi’iyah,
Hanabilah dan dua orang sahabat Abu Hanafiah (Abu Yusuf dan Muhammad bin
Hasan) syafaq yang dimaksud adalah syafaq yang berwarna merah, sedangkan
menurut Abu Hanafiah warna putih-putih yang masih tersisa setelah terbenam
matahari yang biasanya masih tetap ada sesudah warna-merah.

5. Waktu sholat isya adalah sehabis waktu şalat magrib sampai terbit fajar şadiq dengan
pengertian sejenak sebelum terbit.

D. Tata Cara Sholat

1. Berdiri
2. Menghadap kiblat
3. Takbiratul Ihrom
4. Rukuk
5. I’tidal
6. Sujud
7. Duduk antara dua sujud
8. Duduk istirahat
9. Tasyahud
10. Salam

E. Syarat  Wajib Sholat

Syarat wajib şalat adalah sebagai berikut:8


 Islam; şalat diwajibkan terhadap orang muslim, baik laki- laki maupun perempuan,
dan tidak diwajibkan bagi kaum kafir atau non muslim. Orang kafir tidak dituntut
melaksanakan şalat, namun mereka tetap menerima hukuman di akhirat. Walaupun
demikian orang kafir apabila masuk Islam tidak diwajibkan membayar şalat yang
ditinggalkannya selama kafir5
 Baligh : Pada dasarnya anak-anak tidak diwajibkan şalat, namun mereka tetap disuruh
dalam rangka untuk membiasakan apabila dia sudah balig. Semenjak umur tujuh
tahun anak-anak sudah disuruh şalat, dan boleh dipukul dengan tidak membahayakan,
apabila usianya sudah sepuluh tahun masih enggan melaksanakannya.6
 Berakal sehat : Orang gila, orang kurang akal (ma‟tuh) dan sejenisnya seperti
penyakit Sawan (ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan şalat, karena akal
merupakan prinsip dalam menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat
jumhur ulama. Menurut Syafi’iyah, terhadap orang gila yang tidak berperan akalnya
ini, mereka disunatkan meng-qaḑa-nya apabila sudah sembuh. Akan tetapi golongn
Hanabilah berpendapat, bagi orang yang tertutup akalnya karena sakit atau Sawan
(ayan) wajib mengqaḑa şalat. Hal ini diqiyaskan kepada puasa, karena puasa tidak
gugur disebabkan penyakit tersebut.
F. Syarat-syarat sah sholat:

Adapun syarat-syarat sah şalat adalah:7

1. Mengetahui masuknya waktu. Ṣalat tidak sah apabila seseorang yang


melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau dengan persangkaan yang berat
bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia şalat dalam waktunya. Demikian
juga yang ragu, şalatnya tidak sah. Allah Swt berfirman:
Artinya: Sesungguhnya şalat bagi orang-orang yang beriman mempunyai ketentuan
waktu. (QS.An-Nisȃ (4): 103).

2. Suci dari hadaś kecil dan hadaś besar. Pensucian hadaś kecil dengan wuḑu’ dan
pensucian hadaś besar dengan mandi.

Nabi Saw bersabda:


Dari Ibn Umar r.a. bahwa Nabi Saw bersabda: Allah tidak menerima şalat seseorang
yang tidak suci. (HR Al-Jamȃ’ah kecuali Al-Bukhari).8

5
Wahab Zuhayli, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, jilid I, Dar al-Fikr, 1989, h. 563-566.

6
Wahab Zuhayli, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, jilid I, Dar al-Fikr, 1989 h. 298.
7
Wahbah Zuhayli, h. 569-622.
8
Al-Bukhari, h. 46.
Dari Abu Hurairiah r.a. bahwa Nabi Saw bersabda: Allah tidak menerima shalat
salah seorang kamu apabila berhadas hingga dia bersuci. (HR Bukhari dan
Muslim).9

3. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis hakiki. Untuk keabsahan şalat disyaratkan
suci badan, pakaian dan tempat dari najis yang tidak dimaafkan, demikian menurut
pendapat yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunat muakkad.

4. Menutup aurat. Seseorang yang şalat disyaratkan menutup aurat, baik sendiri dalam
keadaan terang, maupun sendiri dalam gelap. Allah Swt berfirman:

Artinya: Ambillah (pakailah) pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid
(shalat). (Q.S 7. Al-A’rȃf: 31).

5. Menghadap kiblat. Ulama sepakat bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah
şalat. Allah Swt berfirman:
Artinya: Dan walau darimanapun engkau (Muhammad) keluar, maka
hadapkan mukamu kearah Masjidil Haram, dan walau dimanapun kamu
berada, maka hendaklah kamu hadapkan muka-mukamu kearahnya. (Q.S. 2.
Al- Baqarah: 150).

Menghadap kiblat dikecualikan kepada orang yang şalat al-khauf dan şalat sunat di
atas kendaraan bagi orang musafir dalam perjalanan. Golongan Malikiyah mengaitkan
dengan situasi aman dari musuh, binatang buas dan ada kesanggupan. Oleh karena itu
tidak wajib menghadap kiblat apabila ketakutan atau tidak sanggup (lemah) seperti
orang sakit.

Ulama sepakat, bagi orang yang menyaksikan Ka’bah wajib menghadapkan


ke Ka’bah itu sendiri secara tepat. 15
Akan tetapi bagi orang yang tidak
menyaksikannya, karena jauh di luar kota Mekah, hanya wajib menghadapkan muka
ke arah Ka’bah, demikian pendapat Jumhur Ulama. Sedangkan Imam Syafi’i
berpendapat mesti menghadapkan muka ke Ka’bah itu sendiri sebagaimana halnya
orang yang berada di kota Mekah. Caranya mesti diniatkan dalam hati bahwa
menghadap itu tepat pada Ka’bah.10

6. Niat. Golongan Hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat şalat,
demikian juga lebih kuat dari kalangan Malikiyah.
9
Al-Syaukani, h. 185.
10
Al-Hashkafy, Al-Darr al-Mukhtar fi Syarh Tanwir al-Abshar, jilid I, Al- Asatanah, 1977, h. 398.
G. Rukun Sholat

a. Takbirat al-Ihram, yaitu membaca Allȃhhu Akbar. Takbir ini dinamakan dengan
takbir al-Ihrȃm, karena setelah mengu- capkannya diharamkan bagi orang yang șalat
perbuatan- perbuatan yang biasa dilakukan diluar șalat, seperti makan dan minum.
Mengucapkan takbirat al-Ihram mesti dengan bahasa Arab, tidak boleh dengan bahasa
lain. Menurut golongan Malikiyah dan Hanabilah tidak boleh membatasi antara kedua
kalimat tersebut, yaitu antara Allah dan Akbar, dengan suatu kalimat apapun atau
dengan diam yang lama, karena yang disebut takbir adalah rangkaian kalimat Allah
dan Akbar. Allah Swt berfirman:

Artinya: Dan kepada Tuhanmu maka bertakbirlah. (Q.S. 74.Al-Muddaśśir: 3)

Nabi Saw bersabda:


Artinya: Dari Ali r.a. bahwa Nabi Saw bersabda; kunci șalat adalah suci,
sedangkan ihramnya adalah takbir. (HR Al-Darimi).
b. Berdiri pada șalat fardhu bagi yang sanggup. Tidak wajib berdiri bagi orang yang
lemah dan pada șalat sunat. Nabi Saw bersabda:
Artinya: Dari „Imran dia berkata: aku kena penyakit bawasir (keluar dubur), lalu
aku bertanya kepada Rasulullah Saw tentang șalat. Nabi Saw bersabda: șalatlah
dalam keadaan berdiri. Jika tidak sanggup maka duduk, jika tidak sanggup (juga)
maka berbaringlah. (HR Al-Jama’ah dan Al-Hakim).11

c. Membaca ayat al-Qur’an bagi orang yang sanggup. Allah Swt berfirman:

Artinya: Maka bacalah olehmu apa yang mudah dari ayat Al- Qur‟an. (Q.S. 73 Al-
Muzammil: 20)

Nabi Saw bersabda:


Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw bersabda: Tidak (sah) șalat kecuali
dengan membaca (Al-Qur‟an). (HR Muslim).12

Menurut jumhur ulama yang menjadi rukun șalat ada membaca al-fȃtihah.
Nabi Saw bersabda:

11
Ibn al-Atsir, jilid V, h. 312.
12
Ibn al-Atsir, jilid V, h. 328.
Artinya: Nabi Saw bersabda: Tidak (sah) șalat bagi orang yang tidak membaca
fatihah kitab (al-fȃtihah). (HR Ibn Hibban).13

Menurut Abu Hanifah, perintah membaca Al-Qur’an dapat terpenuhi dengan


membaca ayat mana saja dari Al- Qur’an yang dianggap mudah. Olehkarena itu
șalat sah dengan membaca selain Surat al-Fȃtihah. Adapun hadis yang diriwayatkan
oleh muslim di atas tidak dapat mengkhususkan hukum ayat di atas, karena status
hadiś tersebut adalah ahad.
d. Ruku’. Menurut bahasa ruku’ adalah condong atau bungkuk, dan menurut syara’
adalah membungkukkan punggung dan kepala secara bersamaan sehingga kedua
tangan sampai ke lutut. Sekurang-kurang ruku’ menyampaikan telapak tangan
kelutut. Sedangkan sebaik-baiknya menyamaratakan punggung dengan kuduk
secara sempurna, seakan-akan satu bidang datar. Allah Swt berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman: Ruku‟lah, sujudlah kamu dan sembahlah
tuhanmu…. (Q.S. 22 al-Hajj: 77).
e. Sujud dua kali pada setiap raka’at. Sekurang-kurang sujud adalah meletakan
sebagian kening ke tempat șalat dalam keadaan terbuka. Sedangkan sujud yang
paling sempurna adalah meletakan kedua tangan, lutut, telapak kaki dan kening
beserta hidung ke tempat șalat. Allah Swt berfirman:
Artinya: Hai orag-orang yang beriman: Ruku‟lah, sujudlah kamu dan sembahlah
Tuhanmu…. (Q.S 22: 77).
f. Duduk terakhir sekedar membaca tasyahud. Bentuk duduk ini menurut golongan
Hanafiyah adalah duduk iftirasy, sama halnya dengan duduk yang sebelumnya
seperti duduk antara dua sujud. Menurut golongan Malikiyah sama juga dengan
duduk yang sebelumnya, akan tetapi dalam bentuk duduk tawarruk. Sedangkan
menurut golongan Syafi’iyah dan Hanabilah, duduk yang terakhir adalah duduk
tawarruk dan duduk yang sebelumnya iftirasy. Duduk iftirasy adalah duduk dengan
telapak kaki kanan dalam posisi berdiri terbalik, sedangkan telapak kaki kiri berada
di bawah panggul (di duduki). Adapun duduk tawarruk adalah duduk dengan
telapak kaki kanan dalam posisi terbalik, sedangkan telapak kaki kiri dimasukan ke
bawah kaki kanan.

Menurut golongan Syafi’iyah rukun șalat itu ada tigabelas macam, yaitu:

13
Ibn al-Atsir, jilid V, h. 326.
1. Niat
2. Takbirat al-ihram
3. Berdiri pada șalat farḑu bagi yang sanggup
4. Membaca al-Fatihah bagi setiap orang yang șalat kecuali ada uzur seperti
terlambat mengikuti imam (masbuq)
5. Ruku’
6. Sujud dua kali setiap raka’at
7. Duduk antara dua sujud
8. Membaca tasyahud akhir
9. Duduk pada tasyahud akhir
10. Ṣalawat kepada Nabi Saw setelah tasyahud akhir
11. Duduk diwaktu membaca șalawat
12. Mengucapkan salam
13. Tertib14
H. Hal-hal yang Membatalkan Sholat

 Berbicara dengan sengaja kecuali bacaan sholat


Sekurang-kurang berbicara yang membatalkan șalat adalah dua huruf, sekalipun tidak
dipahami, baik disengaja atau lupa. Rasulullah Saw bersabda: Artinya: Dari Zaid bin
Arqam, dia berkata: Kami berbicara dalam șalat, sementara ada pula yang berbicara
dengan temannya yang berdekatan dalam șalat, sehingga turun ayat “berdirilah kamu
karena Allah dalam keadaan tenang”. Maka kami menyuruh diam melarang berbicara.
(HR. Al-Jama’ah kecuali Ibn Majah).
 Bergerak tiga kali berturut-turut

secara berturut-turut selain gerakan yang biasa dilakukan dalam șalat, karena perbuatan
yang dipandang banyak dilakukan secara berturut-turut memberikan kesan terputusnya
șalat.
 Adanya hadast kecil atau hadas besar
karena dengan datangnya hadas berarti wuḑu’ batal, dengan demikian șalatpun batal sebab
dilaksanakan tanpa wuḑu’. Nabi Saw bersabda:
Artinya: “dan dari mana saja kamu (keluar), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah wajahmu
ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu....’’
14
Al-Khatib, h. 148-184
 Secara tiba-tgiba ada najis yang tidak dima’fu
yang tidak dimaafkan pada badan, pakaian dan tempat, karena keharusan bersih badan,
pakaian dan tempat tidak terpenuhi.
 Terbukanya aurat secara sengaja
dalam keadaan sengaja atau tidak seperti dibuka oleh angin. Sengaja membuka aurat
berdasarkan hadits berikut:
Artinya: Dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda: Sekali-kali tidak lah sah
shalat kamu dengan sehelai kain yang tidak sampai ke pundaknya. (HR Bukhari).
Berubah niatnya, seperti iba-tiba berniat untuk keluar dari shalat untuk membatalkan atau
keluar dari șalat, karena Nabi Saw brsabda:

Artinya: Dari Ibn Umar dari Nabi Saw bersabda: Sesunguhnya Setiap perbuatan itu
dengan niat, (HR‫ ز‬Muttafaq ’alaih)

 Membelakangi kiblat tanpa ada halangan, karena ulama telah sepakat menetapkan bahwa
salah satu syarat sah șalat adalah menghadap kiblat, sesuai dengan perintah Allah untuk
meghadap Masjidil Haram (Q.S. 2 al-Baqarah: 150).
 Makan dan minum disengaja
baik disengaja atau lupa, sedikit atau banyak, sebab makan dan minum bukan perbuatan
yang disyari’atkan dalam pelaksanaan șalat dan puasa. Olehkarena itu semua yang
membatalkan puasa juga membatalkan șalat.
 Tertawa terbahak-bahak Nabi Saw bersabda:
Artinya: Dari Abi Musa, dia berkata: Rasulullah Saw menyuruh orang yang tertawa
terbahak-bahak untuk mengulangi wuḑu dan șalatnya. (HR Al-Thabrani).
 Murtad gila, pingsan karena satu syarat wajib șalat adalah berakal. Yaitu putus
keislamanya sebab perbuatan atau ucapan.

BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan
Shalat merupakan kewajiban setiap muslim,karena hal ini di syariatkan oleh Allah
SWT. Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai prakteknya, hal ini tidak menjadi
masalah karena di dalam al-qur'an sendiri tidak ada ayat yang menjelaskan secara
terperinci mengenai praktek shalat. Tugas dari seorang muslim hanyalah melaksnakan
shalat dari mulai baligh sampai napas terakhir, semua perbedaan mengenai praktek shalat
semua pendapat bisa dikatan benar karena masing-masing memilki dasar dan
pendafaatnya masing-masing dan tentunnya berdasarkan ijtihad yang panjang.
Setiap perintah Allah yang di berikan kepada kaum muslimin tentunya memiliki
paidah untuk kaum muslimin sendiri, seperti halnya umat islam di perintahkan untuk
melaksanakan shalat, salah satu paidahnya yakni supaya umat islam selalu mengingat
tuhannya dan bisa meminta karunianya dan manfaat yang lainnya yakni bisa mendapkan
ampunan dari Allah SWT.
Demikian paparan yang dapat kami persembahkan menganai “sholat” dengan
waktu yang cukup singkat ini, semoga bermanfaat bagi kita semua baik di dunia maupun
akherat kelak, kami memohon maaf apbila dalam pemaparan yang kami sampaikan ini
terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini, kami juga mengharapkan kritik dan sarann
yang sifatnya membangun untuk makalah-makalah kami selanjutnya.

J. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca terutama pada dosen mata kuiah ini, agar dapat pembuatan makalah
selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan saranya, penulis ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhari, Imam, Shaheh Bukhari (terjemah), I, Klang Book Center, Malaysia, 1990
Al-Asqallany, Ibnu Hajar, alih bahasa Hasan Bangil, Bulugh al- Maram, Al-Ma’arif,
Bandung, 1995, 576 halaman
Al-Ghazali, Ihya Ulumu ad-Din, terjemahan M. Zuhri, Asy-Syifa’, Semarang, 1990.

Al-Khatib, Muhammad al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, jilid I, Isa al Babi al-Halabi, t.t

You might also like