You are on page 1of 16

Analisis Bantuan Keuangan Khusus Terhadap

Peningkatan Infrastruktur Masyarakat Desa Sebagai


Indikator Peningkatann Kesejahteraan Di Kabupaten
Jombang
E Mohammad Hari Prasetyo, Muhammad Mudjib Musta‟in, Supriyanto
1,2,3
Magister Ilmu Ekonomi Universitas Darul 'Ulum
mharipras@gmail.com, gus.mmr@gmail.com, supriyantoaji67@gmail.com

ABSTRACT

Special Financial Assistance (BKK) to villages in the Field of Facilities and Infrastructure is Special
financial assistance given to build infrastructure at the village or cross-village level. who are not
included in the Village Fund proposal (DD) and Village Fund Allocation (ADD). In the study, it tried
to find answers to the problems of the existence or absence of the BKK relationship to improving
welfare through infrastructure development with welfare indicators through the 2013-2017 GRDP-
ADHK. With a survey research model and simple quantitative regression descriptive linear regression
analysis, it was found that there was no influence between BKK and welfare, with the influence of
0.402. This shows that the influence of Special Financial Aid is in a weak position on the value of
welfare. Obstacles in infrastructure development using Special Financial Assistance are the lack of
supervision conducted by the community in the implementation of development, weather and place,
the price of materials and unaccountable reporting.

Keyword: Special Financial Assistance (BKK), Infrastructure, Village Community, Welfare, Jombang
Regency

ABSTRAK

Bantuan Keuangan Khusus (BKK) kepada Desa Bidang Sarana dan Prasarana adalah bantuan
keuangan khusus yang diberikan untuk membangun infrastruktur di tingkat desa atau lintas desa. yang
tidak masuk dalam usulan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD). Dalam kajian tersebut
mencoba mencari jawaban atas permasalahan ada tidaknya hubungan BKK terhadap peningkatan
kesejahteraan melalui pembangunan infrastruktur dengan indikator kesejahteraan melalui PDRB-
ADHK 2013-2017. Dengan model penelitian survei dan analisis regresi linier deskriptif kuantitatif
sederhana diperoleh bahwa tidak ada pengaruh antara BKK dengan kesejahteraan, dengan pengaruh
sebesar 0,402. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Bantuan Keuangan Khusus berada pada posisi
yang lemah terhadap nilai kesejahteraan. Kendala dalam pembangunan infrastruktur dengan
menggunakan Bantuan Keuangan Khusus adalah kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh
masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, cuaca dan tempat, harga bahan dan pelaporan yang
tidak akuntabel.

Kata kunci: Bantuan Keuangan Khusus (BKK), Prasarana, Masyarakat Desa, Kesejahteraan,
Kabupaten Jombang

79
Vol. 2, No. 2 2018

I. PENDAHULUAN
Salah satu yang menghambat perekonomian Indonesia saat ini adalah lambatnya pembangunan
infrastruktur. Hal ini ditandai dengan kurangnya kualitas dan kuantitas infrastruktur atau prasarana.
Baik infrastruktur "keras" (yang merujuk kepada jaringan fisik seperti jalan dan bandara) maupun
infrastruktur "non-fisik" atau "lunak" (seperti pasokan listrik, kesejahteraan sosial dan kesehatan)
Indonesia tampaknya memiliki kesulitan untuk mendorong pengembangan struktural dan secara cepat.
Dalam Global Competitiveness Report 2015-2016, yang disusun oleh lembaga World
Economic Forum (WEF), Indonesia menempati urutan ke-62 dari 140 negara dalam hal pembangunan
infrastruktur -- peringkat yang bertahan di standar rata-rata, namun justru menyebabkan beberapa
masalah besar dalam perekonomian Indonesia.
Infrastruktur yang kurang memadai juga mempengaruhi daya tarik iklim investasi di Indonesia.
Investor asing penuh kekhawatiran untuk berinvestasi di, misalnya, fasilitas manufaktur di Indonesia
kalau pasokan listrik tidak pasti atau biaya transportasi sangat tinggi. Kenyataannya, Indonesia sering
diganggu pemadaman listrik, meskipun negeri ini dinyatakan berkelimpahan sumber daya energi.
Kasus pemadaman listrik cukup lumrah terjadi di daerah-daerah selain Jawa dan Bali .
Pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan desa harus berjalan secara bersamaan demi
mempercepat terciptanya perekonomian masyarakat di pedesaan yang lebih sejahtera. Infrastruktur
masih menjadi persoalan serius di negeri ini, terutama di tingkat pedesaan. Tidak sedikit infrastruktur
desa yang saat ini kondisinya tidak terurus, bahkan masih banyak desa yang belum memiliki
infrastruktur semisal minimnya proses pembangunan jalan. Buruknya kondisi infrastruktur desa
tersebut masih diperparah lagi dengan tidak adanya pemberdayaan masyarakat desa sehingga
peningkatan kesejahteraan masyarakat di pedesaan Indonesia berjalan lambat. Sudah tidak terhitung
program pemerintah yang dikucurkan ke desa-desa dan umumnya program yang digulirkan itu
mengarah pada pemberian bantuan fisik kepada masyarakat. Namun, sayangnya ketika program
berakhir, berakhir pula fungsi dari bantuan itu. (Djam'an, Djonet. 2011)
Pembangunan infrastruktur desa harus diarahkan pula untuk membangkitkan roda ekonomi dan
kehidupan masyarakat setempat. Sebagai contoh, pembangunan infrastruktur desa ini harus mampu
mendorong terciptanya lapangan kerja pada sektor manufaktur yang sanggup menyerap tenaga kerja
dalam jumlah besar. Sementara pemberdayaan desa difokuskan pada seluruh aspek yang menyangkut
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kemampuan manajerialnya, sehingga masyarakat bisa
terlibat langsung dalam upaya membangun desanya. Jika infrastruktur desa dan pemberdayaan desa
bisa bersinergi, maka desa menjadi hidup dan pendapatan masyarakat pun akan meningkat.
Program Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang selama 4 tahun terakhir, banyak dirasakan
oleh masyarakat. Pembangunan infrastruktur di wilayah Kabupaten Jombang, mengalami peningkatan
yang cukup drastis, alah satu bidang pembangunan yang menjadi prioritas utama peningatan kualitas
jalan dan PJU (penerangan jalan umum). Ini bidapat dilihat dati tabel kenaikan IPM Jombang dari
kurun waktu 2007 – 2017 tiap tahun bisa dikatakan mengalami peningkatan secara terus menerus.
Kabupaten Jombang masuk dalam kategori kelompok “tinggi” dengan capaian IPM lebih tinggi dari
70 dan kurang dari 80 pada tahun 2017. Jika dilihat dari potensi alamnya yaitu pertanian dan industri,
yang membawa Jombang menjadi salah satu Kabupaten cukup kaya di Jawa Timur, tidak mustahil
capaian IPM di kota tersebut bisa masuk kategori leih tinggi ataupun sangat tinggi. Namun
kenyataannya pembangunan manusia di Kabupaten Jombang belum begitu maksimal jika dilihat dari
capaian IPMnya, karena merangkaknya begitu lamban, salah satu penyebabnya adalah karena
infrastruktur yang kurang memadai.
Dalam jurnal yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dinyatakan bahwa ketersediaan
infrastruktur dasar termasuk listrik, jalan dan transportasi laut merupakan kondisi yang diperlukan
untuk mendapatkan pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan pada laju pertumbuhan pendapat per
kapita. (Novi, dkk; 2016)
Penelitian lainnya dilakukan oleh Fang dan Zhang (2004) dalam Mankiw, dkk (2015) dalam
jurnal The Quartely Journal Of Economics. Penelitian ini ingin menetahui pengaruh infrastruktur
terhadap produktivitas di sektor pertanian dan non pertanian di kawasan pedesaaan di setiap propinsi
di Cina. Kemudian membedakan kawasan rural (pedesaan) di cina antara kawasan Barat Cina, Tengah
80
Vol. 1, No. 2 2017

Cina, dan Timur Cina. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa secara statistik, kapital publik dan
modal manusia (pendidikan) secara signifikan mempengaruhi produktivitas di sektor non pertanian;
hal ini disebabkan oleh sektor non pertanian memberikan kontribusi besar pada pendapatan pedesaan.
Penelitian ini juga membuktikan pentingnya kapital publik, diman produktivitas kawasan barat lebih
tinggi daripada kawasan lainnya. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan infarstruktur yang lebih baik di
barat daripada di dua kawasan lainnya.
Banyak jalan yang dibangun, di cor, diaspal oleh pemerintah daerah Kabupaten Jombang.
Ditotal selama tahun 2017 mencapai 23 miliar lebih bersumber pada dana pusat (APBN, APBD dan
Dana Desa). Pengucuran bantuan keuangan khusus juga dilakukan kepada 33 desa mulai pada tahun
2012 dengan dana berkisar antara Rp. 25.000.000,- sampai Rp. 70.000.000,-. per tahun untuk
infrastruktur non teknis dan teknis yaitu pembangunannya antara lain dapat berupa sarana prasarana
lingkungan, polindes, posyandu, pengaspalan jalan desa, rehabilitasi gedung PUD, TPQ.peningkatan
moral anak-anak bangsa (guru TPQ) dan peningkatan sarana ibadah. (Sekda Jombang, 2017). Sebagai
penentuan serta kriteria desa yang mendapat bantuan khusus bidang infrastruktur ini antara lain
emergency, frekwensi juga kelayakan. Setidaknya tujuan dan harapan pemerintahap terhadap bantuan
dana keuangan khusus ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jombang pada umumnya.
Permsalahan yang dikemukakan dalampenelitian ini adalahBagaimana pengaruh Bantuan
Keuangan Khusus Terhadap Peningkatann Kesejahteraan di Kabupaten Jombang dan apa kendala
yang dihadapi oleh Desa terhadap Program Bantuan Keuangan Khusus Terhadap Peningkatan
Infrastruktur Masyarakat Desa.

II. KAJIAN PUSTAKA


Bantuan Keuangan Khusus
Bantuan keungan merupakan salah satu alokasi belanja dana tidak langsung dari anggaran
pemerintah. Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat
umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah
daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah
lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
Bantuan keuangan yang bersifat umum peruntukan dan penggunaannya diserahkan
sepenuhnya kepada pemerintah daerah/pemerintah desa penerima bantuan. Bantuan keuangan yang
bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi
bantuan.
Dalam Nomor 13 Tahun 2006 disebutkan pencairan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk :
1. Kegiatan bernilai sampai dengan Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dicairkan dalam
1 (satu) tahap;
2. Kegiatan bernilai di atas Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dicairkan dalam 2 (dua)
tahap dengan ketentuan tahap I paling banyak 70% (tujuh puluh persen) dan sisanya dicairkan
pada tahap II.
Dengan kelengkapan pencairan BKK tahap 1 sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan Dokumen Teknis;
2. Surat Pernyataan Kelengkapan berkas dan persyaratan Pencairan Dana dari Camat selaku Ketua
Tim Pembina Tingkat Kecamatan;
3. Surat Permohonan Pencairan Dana dari Kepala Desa Kepada Bupati melalui Kepala OPD terkait;
4. Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak
5. kuitansi pencairan dana Tahap I;
6. Rencana Penggunaan Dana Tahap I;
7. Rencana Anggaran Biaya dan/atau gambar rencana/spesifikasi teknis;
8. Keputusan Kepala Desa tentang Pembentukan Tim Pengelola Desa;
9. Keputusan Kepala Desa tentang Penetapan Kegiatan;
10. Foto kondisi fisik 0 % (nol persen) untuk kegiatan fisik;
11. foto copy nomor rekening Pemerintah Desa yang masih berlaku;
12. Pakta Integritas
13. Foto copy Perubahan APBDesa (bila ada)

| 81
Vol. 1, No. 2 2017

Kelengkapan pencairan BKK tahap 2 sebagai berikut :


1. Surat Pernyataan Kelengkapan berkas dan persyaratan Pencairan Dana dari Camat selaku Ketua
Tim Pembina Tingkat Kecamatan;
2. Surat permohonan pencairan dana dari Kepala Desa;
3. Laporan realisasi penggunaan Dana Tahap I;
4. Rencana Penggunaan Bantuan Tahap II;
5. Kuitansi pencairan dana tahap II;
6. Foto kondisi fisik 50 % (limapuluh persen) untuk kegiatan fisik;
7. Laporan penggunaan dana tahap I.

Pengertian Perdesaan
Dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan perdesaan
didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan
sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Meskipun pendekatan peraturan
umumnya menggunakan pendekatan administratif, pengertian dalam undang-undang tersebut merujuk
pada definisi secara fungsional. Sehingga, dalam lingkungan Direktorat Jenderal Penataan Ruang
Kementerian Pekerjaan Umum sendiri, dikenal istilah perkotaan kabupaten meskipun bentuk struktur
pemerintahannya menggunakan „desa‟.
Dengan menggunakan pendekatan yang lebih umum, Suhardjo (2008) mendefinisikan kawasan
perdesaan sebagai kesatuan wilayah sosial/budaya, atau kesatuan wilayah administratif yang telah
ditetapkan. Sedangkan untuk menjelaskan kawasan perdesaan yang bias akibat mempunyai kemiripan
dengan sifat kota, Suhardjo (2008) mendefinisikan kawasan tersebut sebagai kawasan desa-kota atau
kawasan perdesaan yang mempunyai ciri kota, yang biasanya terdapat di kawasan fringe area.
Sedangkan dalam Kamus Tata Ruang 2008, desa-kota didefinisikan sebagai desa yang mata
pencahariannya mirip dengan di kota, termasuk gaya hidup dan gaya perumahannya. Menggunakan
pendekatan batasan fungsional, kawasan tersebut dicirikan dengan kesamaan fisik (perumahan) dan
sosial budaya (mata pencaharian dan gaya hidup).
Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan beberapa penyesuaian terhadap kawasan definisi
kawasan perdesaan yang akan diangkat dalam penelitian. Kawasan perdesaan dapat diartikan dengan
dua pendekatan, yaitu menggunakan batasan administratif dan batasan fungsional sebagai berikut:
1. Dalam batasan administratif, kawasan perdesaan dapat diartikan sebagai suatu kesatuan
wilayah administratif yang telah ditetapkan secara hukum.
3. Dalam pendekatan fungsional, kawasan perdesaan dapat diartikan sebagai suatu kesatuan
wilayah fungsional yang memiliki ciri fisik dan sosial budaya tertentu dengan kegiatan
ekonomi pertanian dan/atau pemanfaatan serta pengelolaan sumber daya alam. Sehingga
dalam definisi ini, kawasan sub-urban atau fringe area dengan ciri fisik perkotaan bukan
dianggap sebagai kawasan perdesaan. Maka berdasarkan pendekatan tersebut,

Infrastruktur
Definisi infrastruktur dalam kamus besar bahasa Indonesia, dapat diartikan sebagai sarana dan
prasarana umum. Sarana secara umum diketahui sebagai fasilitas publik seperti rumah sakit, jalan,
jembatan, sanitasi, telpon, dan sebagainya. Dalam ilmu ekonomi infrastruktur merupakan wujud dari
publik capital (modal publik) yang dibentuk dari investasi yang dilakukan pemerintah. Infrastruktur
dalam penelitian ini meliputi jalan, jembatan, dan sistem saluran pembuangan (Mankiw, 2003).
Menurut Grigg (1998) infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi,
pengairan, drainase, bangunan gedung, dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi. Dalam hal ini, hal-hal
yang terkait dengan infrastruktur tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sistem lingkungan dapat
terhubung karena adanya infrastruktur yang menopang antara sistem sosial dan sistem ekonomi.
Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem ekonomi yang ada
di masyarakat. Maka infrastruktur perlu dipahami sebagai dasardasar dalam mengambil kebijakan (J.
Kodoatie, 2005).

| 82
Vol. 1, No. 2 2017

Infrastrukturfisik dansosial adalah dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik


pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor
privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik.
Istilah ini umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan
struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan,kereta api,air
bersih,bandara,kanal,waduk,tanggul,pengelolahan limbah,perlistrikan,telekomunikasi,pelabuhan
secara fungsional,infrastruktur selain fasilitas akan tetapi dapat pula mendukung kelancaran aktivitas
ekonomi masyarakat.
Distribusi aliran produksi barang dan jasa sebagai contoh bahwa jalan dapat melancarkan
transportasi pengiriman bahan baku sampai ke pabrik kemudian untuk distribusi ke pasar hingga
sampai kepada masyarakat. Dalam beberapa pengertian, istilah infrastruktur termasuk pula
infrastruktur sosial kebutuhan dasar seperti antara lain termasuksekolah dan rumah sakit.Bila
dalam militer, istilah ini dapat pula merujuk kepada bangunan permanen dan instalasi yang
diperlukan untuk mendukung operasi dan pemindahan. (Armein, 2006).
Jenis Infrastruktur
Berdasarkan jenisnya, infrastruktur dibagi dalam 13 kategori (Grigg, 1988) sebagai berikut :
1. Sistem penyediaan air : waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi, dan fasilitas
pengolahan air (treatment plant),
2. Sistem pengelolaan air limbah : pengumpul, pengolahan, pembuangan, dan daur ulang,
3. Fasilitas pengelolaan limbah (padat),
4. Fasilitas pengendalian banjir, drainase, dan irigasi,
5. Fasilitas lintas air dan navigasi,
6. Fasilitas transportasi : jalan, rel, bandar udara, serta utilitas pelengkap lainnya,
7. Sistem transit publik,
8. Sistem kelistrikan : produksi dan distribusi,
9. Fasilitas gas alam,
10. Gedung publik : sekolah, rumah sakit, gedung pemerintahan, dll,
11. Fasilitas perumahan publik,
12. Taman kota: taman terbuka, plaza, dll, serta
13. Fasilitas komunikasi.
Tiga belas jenis infrastruktur tersebut kemudian dikelompokkan dalam 7 kelompok besar
(Grigg dan Fontane, 2000) sebagai berikut:
1. Transportasi (jalan, jalan raya, jembatan),
2. Pelayanan transportasi (transit, bandara, pelabuhan),
3. Komunikasi,
4. Keairan (air, air buangan, sistem keairan, termasuk jalan air yaitu sungai, saluran terbuka,
pipa, dll),
5. Pengelolaan limbah (sistem pengelolaan limbah padat),
6. Bangunan, serta
7. Distribusi dan produksi energi.

Kesejahteraan
Istilah kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”.
Mansur Muslich menjelaskan bahwa bentuk dasar yang dapat dilekati morfem imbuhan (ke-an) pada
umumnya berkelas kata kerja, kata benda, kata sifat dan kata bilangan (Mansur Muslich, 2009:4).
Dalam hal ini maka kata “sejahtera” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” berubah dari kata
sifat menjadi kata benda. Sehingga arti sejahtera berbeda dengan arti kesejahteraan, kalau arti
sejahtera adalah tenang dan tenteram, selamat, tak kurang sesuatu apapun (Hartono,2006:15).
Menurut Sudarman Danim manusia yang sejahtera adalah manusia yang memiliki tata kehidupan dan
penghidupan, baik material maupun spiritual yang disertai dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan
ketenraman lahir dan batin, yang pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan
sosialnya. (Sudarman Danim, 2005:32).
Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap keluarga atau
individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan

| 83
Vol. 1, No. 2 2017

nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Pengertian keluarga
sejahtera menurut UU No 1992 merupakan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan YME,
memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan
masyarakat dan lingkungannya (BKKBN 1992, diacu oleh Nuryani 2007: 18). Kesejahteraan keluarga
akan tercapai apabila keluarga memiliki ketahanan yang kuat.
Arthur Dunham dalam Sukoco (2009: 42) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-
kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui
pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang
seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar
kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberi perhatian utama
terhadap individu- individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuan-kesatuan
penduduk yang lebih luas; pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan
pencegahan.
Berdasarkan Indonesian Human Devalopment Report 2004 bahwasanya Kesejahteraan
masyarakat pada dasarnya adalah buah dari pelayanan publik yang dilakukan pemerintah. Dengan
pelayanan publik yang baik maka kesejahteraan masyarakat juga berpeluang besar untuk membaik.
Kesejahteraan masyarakatsendiri dapat dilihat dari berbagai indikator. Salah satu indikator yang
dapat dipakai adalah pendapatan perkapita atauPDRB suatu daerah

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Rapinorrahman Rapinorrahman (2013) dengan judul Implementasi
Kebijakan Bantuan Keuangan Kepada Desa Di Kecamatan Batang Alai Selatan Kabupaten Hulu
Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis implementasi Kebijakan Bantuan
Keuangan Kepada Desa pada Kecamatan Batang Alai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Serta
mengetahui dan menganalisis faktor yang mempengaruhi implementasi Kebijakan Bantuan Keuangan
Kepada Desa pada Kecamatan Batang Alai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Bantuan Keuangan Kepada Desa
di Kecamatan Batang Alai Selatan belum berjalan dengan seharusnya. Beberapa ketidaksesuaian
adalah Proses perencanaan yang tidak melibatkan partisapasi masyarakat, belanja desa dalam
APBDes 71,4 persennya dihabiskan untuk belanja operasional pemerintah desa dan 28,6 persen saja
untuk pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Keuangan Kepada Desa di
Kecamatan Batang Alai Selatan belum ke arah tujuan dari kebijakan ini. Untuk mencapai tujuan dari
kebijakan, maka suatu produk kebijakan harus memuat bagaimana cara agar tujuan kebijakan tersebut
tercapai. Peraturan Bupati Hulu Sungai Tengah Nomor 17 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemberian
Dan Pertanggungjawaban Bantuan Keuangan Kepada Desa Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah tidak
memuat tentang program-program yang harus dimuat dalam penggunaan dana bantuan keuangan
kepada desa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah serta tidak ada standar persentase penggunaan dana
tersebut untuk program yang mendukung ke arah tercapainya dari kebijakan ini.
Implementasi Kebijakan Bantuan Keuangan Kepada Desa di Kecamatan Batang Alai Selatan
dilihat dari faktor disposisi (sikap pelaksana) tidak berjalan dengan baik karena pemahaman dari
aparat pelaksana yang kurang terhadap isi kebijakan ini meskipun aparat pelaksana sudah mempunyai
komitmen yang kuat dalam melaksanakan kebijakan ini. Dilihat dari faktor sumber daya, Desa di
Kecamatan Batang Alai Selatan mempunyai jumlah aparat yang cukup akan tetapi tidak memiliki
mutu yang baik, sedangkan Fasilitas baik sarana dan prasarana yang mendukung kebijakan dan
ketersediaan dana sudah memadai, informasi yang dibutuhkanpun sudah bisa didapatkan melalui
musrenbang, dan kewenangan juga sangat jelas diatur dalam Peraturan dan Keputusan Bupati Hulu
Sungai Tengah.
Penelitian Asma Luthfi , Hartati Sulistyo Rini, Fulia Aji Gustaman, Thriwaty Arsal, Totok
Rochan. (2017) dengan judul Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Desa
di Desa Keji Kabupaten Semarang.Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan dan pemanfaatan Dana Desa (DD). Penelitian ini berlokasi di Desa Keji,
Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang dengan subjek penelitian Desa Keji dan informan

| 84
Vol. 1, No. 2 2017

utama adalah tokoh masyarakat, BPD dan perangkat desa. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kualitatif yang mendasarkan penelitiannya pada deskripsi data lapangan. Data diperoleh
melalui observasi, wawancara, FGD, dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang dana desa terbatas.
Informasi tentang pengelolaan DD yang mereka dapatkan dari aparat desa dan warga lainnya melalui
gethok tular. DD di Desa Keji sebesar Rp. 608.057.000 berorientasi pada pembangunan infrastruktur,
seperti paving road, talud, dan jembatan sederhana. Dalam pemanfaatan DD ini, masyarakat terlibat
dalam keseluruhan proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi
kegiatan. Studi ini juga menyoroti bahwa partisipasi masyarakat di Desa Keji dalam pengelolaan DD
masih terbatas pada kegiatan partisipatif formal, yang berpusat dari staf desa, dan tatanan
administratif.
Bobby Satya Mardi dan Zulkarnaini (2014) Program Bantuan Keuangan Desa Dan
Kesejahteraan Masyarakat. Program Bantuan Keuangan Desa dan Kesejahteraan Masyarakat.
Penelitian menggunakan teori Van Meter dan Van Horn. Penelitian ini masuk dalam jenis penelitian
kualitatif, responden dari pendamping desa serta pengurus PPD di desa. Dasar pengambilan
responden ini adalah pertimbangan mereka yang terpilih dan dianggap paling mengetahui mengenai
masalah yang diteliti dengan metode purposive sampling. Analisis data dalam penelitian ini yang
menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan
Program Bantuan Keuangan Kepada Desa Muda Setia Kecamatan Bandar Sekijang Kabupaten
Pelalawan Provinsi Riau dan berdasarkan sub indikator tahap persiapan program cukup maksimal
dilaksanakan. Faktor yang menghambat, yaitu faktor sosialisasi, faktor fasilitas pendukung. Dampak
pelaksanaan program cukup baik dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

III. METODE PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian survey atas data sekunder yang berkaitan dengan Bantuan
Keuangan Khusus Terhadap Peningkatan Infrastruktur Masyarakat Desa sebagai Indikator
Peningkatan Ksejahteraan di Kabupaten Jombang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
diskriptif analitif yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas
pada obyek yang diteliti secara obyektif, Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Jombang
dengan menggunakan data-data yang telah diolah dan dikumpulkan oleh suatu instansi pemerintah
tertentu, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Keuangan Daerah Kabupaten Jombang. Data
yang digunakan meliputi data Jombang Dalam Angka dan data dari Inspektorat Kabupaten Jombang,
data dari sumber-sumber lain yang terkait dan relevan.

Teknik analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan/ hipotesis dalam


penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linier sederhana. Alat analisis yang
dipakai untuk mengetahui pengaruh variabel Bantuan Keuangan Khusus terhadap Peningkatan
Infrastruktur Masyarakat Desa sebagai indikator peningkatan kesejahteraan di Kabupaten Jombang
adalah dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana.

IV. HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN


Kondisi Infrastruktur Kabupaten Jombang
Prasarana jalan yang ada di Kabupaten Jombang terdiri dari jalan Negara sepanjang 44.438
km, jalan provinsi sepanjang 71.145 km dan jalan kabupaten termasuk jalan poros desa sepanjang
462,600 km. Kondisi ini ditunjang dengan kondisi prasarana perhubungan yang baik, meliputi
terminal, stasiun dan sarana perhubungan lainnya. Dengan keberadaan infrastruktur tersebut maka
kegiatan lalu lintas ekonomi di wilayah Kabupaten Jombang cukup prospektif dan relatif tidak ada
kendala yang cukup berarti sehingga diperkirakan akan menjadi daerah yang mempunyai
perkembangan perekonomian yang cukup menjanjikan untuk masa yang akan datang.
Dari tabel 5.8 diatas diketahui bahwa panjang keseluruhan jalan di Kabupaten Jmbang
adalah 665.654 Km dengan jenis jalan aspal /penetrasi/makadam sepanjang 602.032 atau 90,44 %
dan perkerasan beton sebesar 59,317 Km atau 8,91%, sedangkan jalan telfor krikil sebsar 0,170Km
atau 0,03%, sedangkan jalan yang masih berupa tanah sebsar 2,347 Km atau 0,35%. Pada kondisi

| 85
Vol. 1, No. 2 2017

jalan terdapat dalam kondisi baik sepanjang 408,092 Km atau 61,31%, dan kondisi sedang sebesar 33,
703 Km atau 5,06%, kondisi rusak ringan sebesar 146,019 Km atau 21,94%, sedangkan kondisi jalan
rusak berat sebesar 77,841 Km atau 11,69%

Pengukuran Kesejahteraan dengan Pendapatan Perkapitan (PDRB)


Rahardjo Adisasmita (2011) berpendapat bahwa indikator yang dipergunakan untuk mengukur
kesejahteraan salah satunya adalah menggunakan pertumbuhan ekonomi perkaita suatu daerah yang
merupakan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Alasan yang mendasari
pemilihan PDRB sebagai suatu indikator mengukur kesejahteraan adalah:
1. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam
perekonomian daerah. Hal ini berarti peningkatan PDRB mencerminkan pula peningkatan balas
jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut.
2. PDRB dihitung atas dasar konsep arus barang, artinya perhitunagn PDRB hanya mencakup nilai
produk yang dihasilkan pada suatu periode tertentu. Aliran konsep ini memungkinkan kita untuk
membandingkan jumlah output yang dihasilkan pada tahun ini dengan tahun sebelumnya.
3. Batas wilayah perhitungan PDRB adalah daerah (perekonomian domestik). Hal ini
memungkinkan untuk mengukur sejauh mana kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan
pemerintah mampu mendorong aktivitas perekonomian domestik.
Untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi, data PDRB adalah data PDRB atas dasar
harga konstan, artinya pertumbuhan PDRB mencerminkan pertumbuhan output yang dihasilkan
perekonomian dalam periode tertentu.
Nilai PDRB Kabupaten Jombang atas dasar dasar harga berlaku pada tahun 2017 mencapai
34,94 triliun rupiah. Secara nominal, nilai PDRB ini mengalami kenaikan sebesar 9,25 triliun
rupiah dibandingkan dengan tahun 2016 yang mencapai 31,98 triliun rupiah. Naiknya nilai PDRB
ini dipengaruhi oleh meningkatnya produksi di seluruh lapangan usaha dan adanya inflasi.
Berdasarkan harga konstan 2010, angka PDRB juga mengalami kenaikan, dari 24,20 triliun
rupiah pada tahun2016 menjadi 25,50 triliun rupiah padatahun 2017. Hal ini menunjukkan selama
tahun 2017 Kabupaten Jombang mengalami pertumbuhan ekonomi sekitar 5,36 persen, lebih
lambat dibandingkan tahun sebelum- nya. Perlambatan PDRB ini murni disebabkan oleh
menurunnya produksi di seluruh lapangan usaha, tidak di- pengaruhi inflasi.
Besarnya peranan berbagai lapangan usaha ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa
sangat menentukan struktur ekonomi suatu daerah.Struktur ekonomi yang terbentuk dari nilai
tambah yang diciptakan oleh setiap lapangan usaha menggambarkan seberapa besar ketergantungan
suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi dari setiap lapangan usaha.
Selama lima tahun terakhir (2013-2017) struktur perekonomian Kabupaten Jombang
didominasi oleh 5 (lima) kategori lapangan usaha, diantaranya: Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Industri Pengolahan;
Konstruksi; dan Informasi dan Komunikasi. Hal ini dapat dilihat dari peranan masing-masing
lapangan usaha terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Jombang.
Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB adhb Kabupaten Jombang pada tahun 2017
dihasilkan oleh lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor,
yaitu mencapai 23,46 persen (angka ini meningkat dari 22,82 persen di tahun 2016). Selanjutnya
lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 20,10 persen (turun dari 21,28 persen
di tahun 2016). Kemudian lapangan usaha Industri Pengolahan sebesar 19,92 persen (naik dari
19,65 persen di tahun 2016), disusul oleh lapangan usaha Konstruksi sebesar 10,31 persen (naik dari
9,90 persen di tahun 2016). Berikutnya lapangan usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 6,27
persen (naik dari 6,26 persen di tahun 2016).
Berdasarkan harga konstan 2010, nilai PDRB Kabupaten Jombang pada tahun 2017
meningkat.Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh meningkat- nya produksi di seluruh lapangan
usaha yang sudah bebas dari pengaruh inflasi. Nilai PDRB Jombang atas dasar harga konstan 2010,
mencapai 25,50 triliun rupiah. Angka tersebut naik dari 24,20 triliun rupiah pada tahun 2016. Hal

| 86
Vol. 1, No. 2 2017

tersebut menunjukkan bahwa selama tahun 2017 terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,36 persen,
sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang
mencapai 5,40 persen.
Pertumbuhan ekonomi selama2017 dipercepat oleh adanya investasi dan perbaikan kinerja
ekspor luar negeri.Investasi yang dimaksud utamanya adalah pembangunan proyek- proyek
infrastruktur seperti perbaikan jalan terutama di sepanjang Jalan Tol Sumoker, perbaikan saluran
irigasi maupun jalan raya, dan pembayaran ganti untung lahan jalan tol.
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jombang, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Dari sisi eksternal diantaranya kondisi ekonomi nasional dan
regional yang belum membaik serta harga komoditas yang masih stagnan di level yang rendah.
Faktor lainnya yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jombang, diantaranya
adalah laju inflasi yang berhasil ditekan pada level3,68 persen, lebih rendah dibanding tahun 2016
yang sebesar 4,11 persen.
Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan
Makan- Minum, yaitu sebesar 8,69 persen. Sedangkan yang terendah dialami lapangan usaha
Pertanian, yakni 0,66 persen. Dari 17 lapangan usaha ekonomi yang ada, seluruhnya mengalami
pertumbuhan yang positif.Delapan lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif sebesar enam
hingga sembilan persen. Sedangkan delapan lapangan usaha lainnya berturut-turut tercatat
mengalami pertumbuhan positif namun lebih rendah, yaitu kurang dari lima persen.
Delapan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan sebesar enam hingga sembilan persen
tersebut antara lain: lapangan usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 7,42 persen, lapangan usaha
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 7,28 persen, lapangan
usaha Jasa Perusahaan sebesar 6,56 persen, lapangan usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
sebesar 7,69 persen, lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 8,69
persen, lapangan usaha Konstruksi sebesar 7,45 persen, lapangan usaha Real Estat sebesar6,12
persen dan lapangan usaha Industri Pengolahan sebesar 6,03 persen.
Sembilan lapangan usaha menga- lami perlambatan ekonomi yang berkisar antara 0,10 hingga
3,03 persen. Perlambatan tertinggi dialami lapangan usaha Jasa Keuangan dan Asuransi. Sedangkan
perlambatan
Sedangkan sembilan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan kurang dari 6 (enam)
persen adalah lapangan usaha Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 3,74 persen, lapangan usaha
Transportasi dan Pergudangan sebesar 5,65 persen, lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas
sebesar 1,76 persen, Jasa Lainnya tercatat sebesar 5,06 persen, lapangan usaha Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib tercatat sebesar 2,28 persen, lapangan usaha
Jasa Pendidikan sebesar 4,53 persen, lapangan usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang sebesar 3,17 persen, lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
sebesar 0,66 persen, dan lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 4,14 persen.
Delapan lapangan usaha mengalami akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkisar antara
0,20 hingga 1,88 persen. Akselerasi pertumbuhan ekonomi tertinggi dialami lapangan usaha
Pertambangan dan Penggalian, yakni sebesar 1,88 persen poin. Sedangkan terendah dialami
lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan serta Jasa Perusahaan, yakni sebesar0,20 persen poin.
Pada tahun 2017, dari kelima kontributor terbesar/utama pembentuk PDRB Kabupaten
Jombang, ada dua lapangan usaha yang mengalami perlambatan ekonomi, yakni Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan serta Informasi dan Komunikasi. Sehingga wajar bila secara total PDRB,
ekonomiKabupaten Jombang mengalami perlambatan sebesar 0,04 persen poin.

Deskripsi Analisis Hasil


Dari data yang diperoleh maka dapat dianalisa Bantuan Keuangan Khusus terhadap
peningkatan infrastrukur masyarakat desa sebagai indikator peningkatan kesejahteraan dalam kurun
tahun 2013 sampai dengan 2017. Nilai variabel X adalah nilai BKK (Bantuan Keuangan Khusus),
sedangkan variabel Y adalah kesejahteraan yang diambil dari nilai Perkapita daerah Kabupaten
Jombang dalam hal ini adalah PDRB ADHK sesuai pendapat Rahardjo (2011).,maka diperoleh nilai
tabel sebagai berikut :

| 87
Vol. 1, No. 2 2017

Tabel 1
Faktor Analisa penelitian
X Y
Tahun
(BKK) (Kesejahteraan)

2013 1.052.000.000 20.670.000.000

2014 4.954.350.000 17.900.000.000

2015 4.711.000.000 22.960.000.000

2016 5.641.520.000 24.200.000.000

2017 13.704.000.000 25.500.000.000

Data diolah 2018

Uji Normalitas
Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas adalah jika niilai signifikasi lebih besar
dari 0,05, maka data tersebut berdistribusi normal, jika tidak atau nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05
mak data terebut tidak terdistribusi normal. Karena sampel kurang dari 200, maka uji normalitas
mengunakan menggunakan Shapiro Wilk dan Lilliefors (Adaptasi dan pengembangan dari Uji
Kolmogorov Smirnov). Adapun hasi data penelitian ini adalah sebagi berikut :

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BKK ,332 5 ,076 ,860 5 ,227
Keseajhteraan ,194 5 ,200* ,960 5 ,810
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Berdasarkan tabel di atas diketahui nilai signifkasi untuk BKK sebesar 0,227 dan nilai
signifikasi Keseajhteraan adalah 0.810 atau p < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data BKK
dan Kesejahteraan terdistribusikan normal.

Uji Multikolinearitas
Uji multikoloniertias adalah bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (indepndent). Sedangkan model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi krelasi diantara variabel bebas dan perlu diingat bahwa :Jika nilai tlerance lebih besar
dari 0,10 maka artinya tidak terjadi multikolinieritas terhadap dat yang diuji
1. Jila nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 maka artinya terjadi multikolinieritas terhadap data yang
diuji
2. Jika nilai VIF lebih kecil dari 10,00 maka artinya tidak terjadi multikoliniertias terhadap data
yang diuji
3. Dan sebalinya jika nilai VIF lebih besar dari 10,00 maka artinya terjadi multikoliniertias terhada
dat yng diuji.
Adpaun hasil uji data mulitikoliniertas BBK terhadap kesejahteraan adalah sebagai berikut.

a
Collinearity Diagnostics
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

| 88
Vol. 1, No. 2 2017

(Constant) BKK
d
i
m
e
n
s
1 dimension1
1 1,822 1,000 ,09 ,09
i
o

2 ,178 3,200 ,91 ,91


n
0

a. Dependent Variable: Kesejahteraan

Pada tabel collinearity diagnostics di atas sebagai hasil uji regresi linear, di dapat nilai
eigenvalue dan condition index. Jika Eigenvalue lebih dari 0,01 dan atau Condition Index kurang dari
30, maka dapat disimpulkan bahwa gejala multikolinearitas tidak terjadi di dalam model regresi.
Dalam perhitungan di atas nilai eigenvalue 0,178> 0,01 dan collinearity diagnostics 3,2 dimana
kurang dari 30

Dilihat dari nilai VIF yang dimiliki BKK, memiliki Nilai VIF kurang atau lebih kecil dari 10,
sehingga variabel BKK dann Kesejahteraan dapat disimpulkan tidak terjadi gejala
Multikolinearitas.Sehingga hasil pengujian dikatakan reliabel atau terpercaya. Maka nilai koefisien
regresi parsial dikatakan handal dan robust atau kebal terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
pada variabel lainnya di dalam model regresi linier sederhana.

Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu data yang merupakan indikator dari
suatu variabel atau konstruk. Suatu data, dapat dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Adapun pengukuran
reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pengukuran sekali saja.
Maksudnya adalah pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan
pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. SPSS memberikan fasilitas untuk
mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Cronbach Alpha >0,60. Hasil nilai Croncbach Alpha based 0,775 > 0,60 maka dapat
disimpulkan bahwa konstruk item adalah reliabel.

Tabel Reliability Statistic

Reliability Statistics
Cronbach's Cronbach's Alpha Based on
Alpha Standardized Items N of Items
,775 ,776 2
Sumber : Lampiran SPSS

Analisis Korelasi
Untuk mengetahui keeratan hubungan kedua variabel dalam penelitian, digunakan analisis
korelasi. Apabila nilai r positif dan mendekati 1 maka, dapat dikatakan bahwa hubungan kedua
variabel sangat kuat.

Tabel Analisi Korelasi BBK terhadap Kesejahteraan


Correlations
PDRB_ADH
BKK K
BKK Pearson Correlation 1 ,634
Sig. (2-tailed) ,250
N 5 5
PDRB_ADH Pearson Correlation ,634 1

| 89
Vol. 1, No. 2 2017

K Sig. (2-tailed) ,250


N 5 5

Berdasarakan hipotesa yang dikemukaka penulis, hipotesis yang dikemukakan dalam


penelitian ini bahwa ada pengaruh Bantuan Keuangan Khusus Terhadap Peningkatan Infrastruktur
Masyarakat Desa terhadap Peningkatann Kesejahteraan di Kabupaten Jombang. Ternyata dalam
analisis SPSS model korelasi ditemukan tidak ada hubungan atau korelasi antara Bantuan Keuangan
Khusus dan Kesejahteraan melalui PDRB_ADHK.dengan nilai signifikasi 0,250>0,05 (lebih besar
dari 0,05),

Interprestasi Koefisien R. Squared

ANOVAb
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1,460E19 1 1,460E19 2,020 ,250a
Residual 2,169E19 3 7,228E18
Total 3,629E19 4
a. Predictors: (Constant), BKK
b. Dependent Variable: PDRB_ADHK

Berdasarkan output pada abel 5.10 model ANOVA, diketahui bahwa jilai dalam uji F
sebesar 0,250 lebih besar > dari nilai probabilitas 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Bantuan
Keuanga Khusus secara simultan tidak berpengaruh.terhadap kesejahteraan dalam hal ini dinilai dari
pendapatan perkapitan pada PDRB_ADHK . Sementara untuk melihat berapa persen pengaruh yang
ditimbulkan oleh Bantuan Keuanga Khusus terhadap kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 5.11 di
bawah ini.

Dari output model summary di atas pada tabel 5.11, diketahui nilai koefisien determinasi (R
Square) sebesar 0,402 (dihasilkan dari pengkuadratan koefisien korelasi atau R yaitu 0,634). Besarnya
angka koefisien determinasi (R Square) 0,402 sama dengan 40,2%, ini berarti pengaruh Bantuan
Keuangan Khusus terhadap Kesejahteraan melalui perhitungan pendapatan perkapitan PDRB-ADHK
sebesar 40,2% sisanya 59,8 % dari faktor lain yang tidak ada dalam penelitian ini. Ini menunjukkan
bahwa pengaruh Bantuan Keuangan Khusus dalam posisi lemah terhadap nilai kesejahteraan.

Pembahasan
Berdasar pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dijelaskan bahwa
Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana
dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan secara berkelanjutan.

| 90
Vol. 1, No. 2 2017

Sementara itu sebagai penuntun penyelenggaraan Pembangunan Desa disusun panduan


penyelenggaraan Pembangunan Desa yang dijabarkan dalam Peraturan Dalam Negeri nomor 114
tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa. Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya
pemerintah dalam penyediaan barang dan jasa (goods and service) .Salah satu instrumen penting
dalam pembangunan yang wajib disediakan oleh pemerintah adalah ketersediaan infrastruktur.
Dalam penelitiannya, Kaufman, Kraay, dan Zoido-Lobatón (2009) menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan langsung antara good governance, stable government, dan kondisi sosial-ekonomi.
Riset dilakukan terhadap lebih dari 150 negara dengan menggunakan enam indikator, yaitu: (i) voice
& accountability, (ii) political instability & violence, (iii) government effectiveness, (iv) regulatory
burden, (v) rule of law dan (vi) graft. Dari berbagai indikator di atas, diperoleh ukuran yang
disebut Worldwide Governance Indicators (WGI), yang dapat memberikan gambaran perbandingan
antar negara dalam mengelola pemerintahannya. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat dilihat
perkembangan good governance Indonesia dalam periode 1998–2010 dengan enam indikator
utama yakni control of corruption, political stability and absence of violence, voice accountability,
rule of law, regulatory quality dan government effectiveness.
Kunci keberhasilan dalam penerapan good governance adalah adanya pembagian tugas dan
pertanggung jawaban yang jelas antara semua pihak yang terlibat dalam kemitraan. Untuk itu, salah
satu kerangka untuk memperbaiki permasalahan transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab dan
independensi, pemerintah perlu memetakan prinsip-prinsip: (i) responsible, yaitu dengan menetapkan
siapa yang bertanggung jawab secara langsung terhadap eksekusi program atau proyek yang ada;
(ii) accountable dengan menetapkan lembaga pelaksana yang akuntabel dalam membuat keputusan
dan mengawasi kinerja proyek; (iii) consulted, yaitu penetapan lembaga tempat berkonsultasi dalam
setiap penyelenggaraan sebuah inisiatif agar tidak bertentangan dengan regulasi yang berlaku, yang
dalam hal ini bisa beraneka ragam jenisnya, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, legislatif,
kementrian terkait, dan lain sebagainya; dan (iv)informed, yaitu pihak yang harus diberikan informasi
terkait dengan perencanaan dan pengembangan sejumlah inisiatif tertentu, misalnya: publik, media,
dan lain sebagainya.
Isu lain terkait dengan public private partnership adalah regulatory environment,
coordination dan project selection.Dalam konteks regulatory environment, investor melihat perlunya
peraturan yang jelas terkait dengan masa proyek. Hal ini tidak hanya dalam lingkup peraturan terkait
investasi, namun juga sektor, khususnya yang berkaitan dengan hak atas tanah dan kepemilikan.
Dalam konteks coordination, adanya desentralisasi dalam pengambilan keputusan dan
kurangnya kapasitas dari pemerintah daerah menciptakan hambatan lain pada investasi infrastruktur.
Untuk itu perlu adanya pembagian kewenangan yang jelas atas berbagai jenis investasi infrastruktur.
Selain itu, ada kebutuhan terkait kesiapan fisik lokal termasuk bank tanah dan peraturan yang jelas
dalam mengakuisisi lahan. Di kementerian dan lembaga tingkat nasional, pembagian tanggung jawab
dan koordinasi juga penting. Misalnya, ada kebutuhan unit public private partnership yang memiliki
kewenangan untuk mengkoordinasikan proyek-proyek di seluruh kementerian.
Project selection atau pemilihan proyek tergantung pada prioritas pemerintah dan pada
tingkat apa dapat mendukung pasar. Untuk itu pemerintah dan swasta juga perlu menyadari isu sektor
yang spesifik. Sektor yang berbeda (air, energi, transportasi) mungkin memiliki dinamika yang
berbeda dan oleh karena itu, struktur proyek mungkin berbeda. Pertanyaan yang penting adalah
apakah kebutuhan sektor yang spesifik tersebut cukup menarik bagi kalangan investor swasta untuk
berinvestasi?
Terakhir, terkait dengan project preparation, salah satu perhatian adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan transaksi. Seharusnya sebelum ditenderkan, proyek harus dilengkapi
dengan dukungan fasilitas yang terdiri dari berbagai layanan infrastruktur seperti: pengacara, pemodal
dan lain sebagainya yang diperlukan dalam memperlancar transaksi. Apabila berbagai fasilitas yang
diperlukan dalam transaksi telah dikembangkan sebelum investor masuk, maka periode proyek dapat
diperpendek.
Public Private Partnership Unit dapat berkontribusi bagi keberhasilan proyek-proyek
infrastruktur apabila unit ini dirancang secara spesifik untuk memperbaiki kegagalan pemerintahan
dalam menjalankan public private partnership. Unit ini nantinya akan menyediakan layanan yang
dibutuhkan oleh pemerintah, melakukan analisis keuangan proyek public private partnership, dan

| 91
Vol. 1, No. 2 2017

harus memenuhi standar umum maupun kebijakan khusus pemerintahan seperti transparan, pengadaan
yang kompetitif, kebijakan fiskal yang prudent, serta complying terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku.
Terkait dengan pendanaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Jombang
terhadap peningkatan infrastruktur di desa-desa dilingkungan Kabupaten Jombang telah berpengaruh
lemah dengan angka jauh dari nilai error 1 yaitu 0,402 atau 40,2 %, Menunjukkan bahwa Bantuan
Keuangan Khusus berpengaruh lemah dalam kesejahteraan melalui peningkatan Infrasktruktur di
Kabupaten Jombang. Berabti ada suatu kesalahan dalam teknis dan evaluasi hasil pemberian Bantuan
Keuangan Khusus di Kabupaten Jombang.
Dalam penelitian ini ditemukan peneliti bahwa ada kurang ketepatan penggunaan dana yang
diberikan ini dapat dilihat pada Surat Keputusan pemberian Bantuan Keuangan Khusus pada desa-
desa. Infrastruktur dalam Keputusan Bupati ada yang tidak jelas, seperti pembuatan pagar balai desa,
pembuatan pagar makam tercantum dalam pencairan Bantuan Keuangan Khusus (lampiran SK Bupati
tahun 2016). Dalam pernyataan pejabat Sekretaris Daerah, bahwa pengesahan dan pencairan Bantuan
Keuangan Khusus bagi desa sudah disaring dengan ketat, dan dicairkan bukan karena pembangunan
infrastrukturnya akan tetapi padat karya untuk menanggulangi pengangguran dimasyarakat. Ini juga
terkait dengan bukti fisik laporan perkembangan penggunaan dana. Kepada desa hanya melaporkan
penggunaan dana tetapi tidak melaporkan kondisi infrastruktur sebelum dan sesudah dibangun.
Hambatan dalam pembangunann infrastruktur dalam laporan yang diberikan kepada
Sekretaris Daerah adalah
1. Belum maksimalnya pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan.
Pengawasan sangat diperlukan guna menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang
dapat dilakukan oleh pihak-pihak penyelenggara pembangunan. Kurangnya pengawasan
yang maksimal menjadi penghambat dalam proses pembangunan
2. Cuaca dan Medan
Kondisi alam sangat berpengaruh dalam melaksanakan pembangunan di Kabupaten
Jombang‟.Keadaan iklim di Kabupaten Jombang pada umumnya yang terdiri dari musim
hujan, musim kemarau, dan musim pancaroba.
Yang menjadi permasalahan keadaan cuaca yang tidak menentu. Cuaca merupakan
kendala yang tidak bisa ditebak karena setiap saat dapat berubah membuat pelaksanaan
program pembangunan dapat mundur dari jadwal yang direncanakan, ditambah dengan
medan yang sulit untuk dijangkau terutama saat musim hujan tiba.
3. Harga bahan material
Harga bahan material yang tidak menentu menjadi kedala tersendiri dalam pelaksanaan
pembangunan infrastruktur karena membuat pengeluaran pembangunan tidak sesuai
dengan RAB yang telah disetujui, sehingga akan membuat perencana dan pelaksana
pembangunan untuk mengurangi mutu material.
4. Pelaporan yang tidak akuntabel
Pelaporan yang dilakukan dalam penggunaan tidak memiliki dasar akuntabel dan
hanya penggunaan dana saja, pelaporan tidak secara analisis, perkembangan
sebelum dan sesudah diberikannya Bantuan Keuangan Khusus. Sehingga
pemerintah daerah tidak dapat memberikan peniilaian kelayakan infrastruktur
selanjutnya.

V. KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, dengan berdasar pada bab-bab sebelumnya dapat disimulkan
bahwa
1. Bantuan Keuangan Khusus kepada desa Bidang Sarana dan Prasarana merupakan
bantuan keuangan yang bersifat Khusus yang diberikan untuk membangun
Infrastruktur tingkat pedesaan atau lintas desa. yang tidak masuk dalam usulan Dana
Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD)

| 92
Vol. 1, No. 2 2017

2. Bantuan Keuangan khusus pada pembangunan infrastruktur sarana prasarana


digunakan pembangunan atau rehap pendopo atau balai desa, pembangunan
penahan, untuk pembangunan jalan, untuk kebutuhan drainase, peningkatn rehap
pagar, pembangunan gapuro desa.Dengan rata-rata dana yang diberikan sebesar Rp.
75.000.000,- dengan pencairan paling tinggi Rp. 150.000.000,- dan terendah Rp.
40.000.000,-
3. Panjang keseluruhan jalan di Kabupaten Jmbang adalah 665.654 Km dengan jenis
jalan aspal /penetrasi/makadam sepanjang 602.032 atau 90,44 % dan perkerasan
beton sebesar 59,317 Km atau 8,91%, sedangkan jalan telfor krikil sebesar 0,170Km
atau 0,03%, sedangkan jalan yang masih berupa tanah sebsar 2,347 Km atau 0,35%.
Pada kondisi jalan terdapat dalam kondisi baik sepanjang 408,092 Km atau 61,31%,
dan kondisi sedang sebesar 33, 703 Km atau 5,06%, kondisi rusak ringan sebesar
146,019 Km atau 21,94%, sedangkan kondisi jalan rusak berat sebesar 77,841 Km
atau 11,69%
4. Pada pengujian Analisa korelasi dijelaskan bahwa tidak ada pengaruh Bantuan
Keuangan Khusus Terhadap Peningkatan Infrastruktur Masyarakat Desa terhadap
Peningkatann Kesejahteraan di Kabupaten Jombang.
5. Hambatan dalam pembangunann infrastruktur dengan menggunakan Bantuan
Keuangan Khusus adalah Belum maksimalnya pengawasan yang dilakukan oleh
masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, Cuaca dan Medan, Harga bahan
material dan Pelaporan yang tidak akuntabel.

DAFTAR PUSTAKA

Todaro, P. Michael, Smith, C. Stephen, 2004, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga-edisi


kedelapan. Erlangga, Jakarta;
Todaro, P. Michael / Smith, C. Stephen, 2004a, Pembangunan Ekonomi-edisi kesembilan. Erlangga,
Jakarta,
Gilarso, T. (1992), Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Kanisius, Yogyakarta;
Ahmad, Jamaluddin, (2015), Metode Penelitian Administrasi Publik Teori dan Aplikasi, Gava Media,
Yogyakarta.
Dunn, William N., (2000), Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi
Kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Herabudin, (2016), Studi Kebijakan Pemerintah Dari Filosofi KeImplementasi, Pustaka Setia,
Bandung.
Keban, Yeremias T., (2014), Enam Dimensi Strategis Ilmu Administrasi Negara
: Konsep, Teori, dan Isu, Penerbit Gava Media, Yogyakarta.
Konsultan Manajemen Wilayah Satuan Wilayah Kerja XIV Jawa Tengah, Modul Coaching Fasilitator
Mengenai KSM, Semarang.
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, (2008), Analisis Kebijakan Publik Modul
Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, Edisi Tahun 2008, LAN, Jakarta.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, (2014), Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan Keuangan Khusus Dalam Upaya Pengentasan
Kemiskinan Tahun Anggaran 2014.
Purwanto, Erwan A., dan Dyah R.S., (2012), Implementasi Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasinya
di Indonesia, Gava Media, Yogyakarta.
Syafiie, Inu Kencana, (2010), Ilmu Administrasi Publik, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Wibawa, Samodra, (1992), Beberapa Konsep Untuk Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta.
Wahab, Solichin Abdul, (1989), Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara,
Rineka Cipta, Cetakan Pertama, Malang.

| 93
Vol. 1, No. 2 2017

Djam'an, Djonet. 2011. Sistim Pelaksanaan Pembangunan Desa. Balai Penelitian dan Pembangunan,
Pembangunan Desa. Yogyakarta.
Novi Maryaningsih Oki Hermansyah Myrnawati Savitr, Jurnal Internasional, BI, 2016, Edisi 32, hal
18 – 24.
Ginandjar,Kartasasmita.2006.PerencanaanPembangunanNasional.Malang
Armein Z. R. Langi. 2006.Pengembangan dan manajemen infrastruktur Indonesia yang
berkeadilan.Lembaga Penelitian UGM. Jogjakarta
Mankiw, N. Gregory, David Romer, David N Weil., “ A Contribution To The Empirics Of Economic
Growth, “ The Quartely Journal Of Economics, Vol.107, No.2, May 2015

| 94

You might also like