You are on page 1of 7

Nama: Fety Farida Aryani

Kelas: XI-IA 4

Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia

Membudayakan Cinta Lingkungan Melalui Dunia Pendidikan


Oleh Drs.Rachmat Arif Ibrahim
Dulu, Indonesia dikenal sebagai negeri yang subur. Dunia mengenalnya sebagai Zamrud
Khatulistiwa. Tanaman apa saja bisa tumbuh di sana. Bahkan, tongkat dan kayu pun, menurut
versi Koes Plus, bisa tumbuh jadi tanaman yang subur. Namun, seiring berkembangnya
peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan
tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih
menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah
longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan
terus terjadi. Mengapa bencana demi bencana terus terjadi?

Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman
untuk tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya
menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Berhektar-hektar
hutan telah gundul, terbakar, dan terbabar habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air.
Satwa liar pun telah kehilangan habitatnya. Sementara itu, di perkotaan telah tumbuh cerobong-
cerobong asap yang ditanam kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan tanpa
mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Polusi tanah, air, dan udara benar-benar
telah mengepung masyarakat perkotaan sehingga tak ada tempat lagi untuk bisa bernapas dengan
bebas dan leluasa. Limbah rumah tangga dan industri makin memperparah kondisi tanah dan air
di daerah perkotaan sehingga menjadi sarang yang nyaman bagi berbagai jenis penyakit yang
bisa mengancam keselamatan manusia di sekitarnya.

Sebenarnya kita bisa banyak belajar dari kearifan lokal nenek moyang kita tentang
bagaimana cara memperlakukan lingkungan dengan baik dan bersahabat. Meski secara teoretis
mereka buta pengetahuan, tetapi di tingkat praksis mereka mampu membaca tanda-tanda dan
gejala alam melalui kepekaan intuitifnya.

Apa yang salah ? karena perkembangan IPTEK tidak diikuti dengan pengetahuan dan
pengelolaan  tentang lingkungan yang baik. Mulai dari tingkat bawah, di masyarakat mempunyai
tradisi yang kurang baik, misal membuang sampah sembarangan, membakar hutan untuk
membuka lahan, dan kebiasaan lain yang tidak ramah lingkungan. Sampai di tingkat atas,
pemerintah masih belum tangguh untuk memenjarakan oknum-oknum perusak lingkungan.
Dibutuhkan gebrakan yang berwibawa, baik dari tingkat bawah sampai tingkat atas dengan
memberikan sanksi  yang tegas.
Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk membudayakan cinta lingkungan
hidup melalui dunia pendidikan. Institusi pendidikan, menurut hemat saya, harus menjadi
benteng yang tangguh untuk menginternalisasi dan menanamkan nilai-nilai budaya cinta
lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu. Nilai-nilai
kearifan lokal masyarakat setempat perlu terus digali dan dikembangkan secara kontekstual
untuk selanjutnya disemaikan ke dalam dunia pendidikan melalui proses pembelajaran yang
aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Pola dan gaya penyajiannya pun tidak
bercorak teoretis dan dogmatis seperti orang berkhotbah, tetapi harus lebih interaktif dan dialogis
dengan mengajak siswa didik untuk berdiskusi dan bercurah pikir melalui topik-topik lingkungan
hidup yang menarik dan menantang.

Lingkungan hidup yang disemaikan melalui dunia pendidikan tidak harus menjadi mata
pelajaran tersendiri, tetapi disajikan lintas mata pelajaran melalui pokok-pokok bahasan yang
relevan. Dengan kata lain, lingkungan hidup harus menjadi tanggung jawab semua guru mata
pelajaran.

Mengapa budaya cinta lingkungan hidup ini penting dikembangkan melalui dunia
pendidikan? Ya, karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku
pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu kebijakan mengenai penanganan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup
kepada anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan lingkungan
hidup dari kerusakan yang makin parah. Dan itu harus dimulai sekarang juga. Depdiknas yang
memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan harus secepatnya “menjemput bola” agar
dunia pendidikan kita mampu melahirkan generasi masa depan yang sadar lingkungan dan
memiliki kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat dan bangsanya. Nah,
bagaimana?

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik.  Lingkungan yang terdiri dari
sesama manusia disebut juga sebagai lingkungan sosial. Lingkungan sosial inilah yang
membentuk sistem pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian. Adapun
berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: Unsur Hayati
(Biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan,
tumbuhan, dan jasad renik; Unsur Sosial Budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang
dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai
makhluk social; Unsur Fisik (Abiotik), yaitu unsur lingkungan yang terdiri dari benda-benda
tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat
besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang
terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja kehidupan di
muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan, banyak
hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit,
dan lain-lain.

Selama ini mungkin kita merasa kalau masalah lingkungan disebabkan oleh hal-hal yang
di luar jangkauan kita, seperti industri-industri besar yang membuang limbah, manusia serakah
yang menebang hutan seenaknya dan lain sebagainya. Atau kadang kita merasa hal tersebut
bukan urusan kita tetapi urusan pemerintah. Tahukah anda, kalau kita bisa membiasakan diri
untuk sadar lingkungan dari hal-hal kecil yang kelihatannya remeh, tetapi kalau semakin banyak
yang melakukan hal kecil tersebut, akan menjadi hal besar yang sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan lingkungan hidup kita dan bahkan buat anak cucu kita kelak.

Melalui sekolah, seorang guru dengan metode pembelajaran interaktif dapat


membiasakan siswa melakukan hal-hal yang kecil tersebut menjadi budaya cinta lingkungan
yang besar pengaruhnya setelah diterapkan siswa di lingkungannya masing-masing. Misalnya:
Mengurangi pemakaian plastik. Susah untuk terurai, membuang sampah pada tempatnya.
Membagi sampah sesuai dengan kategorinya. Misalkan, sampah kering dan sampah basah,
sampah yang bisa didaur ulang dan sampah yang tidak bisa didaur ulang dan lain-lain.
Meminimalisir pembelian barang yang memiliki pembungkus plastik dan membuang sisa plastik
tersebut di tempat sampah kategori bisa didaur ulang. Terbiasa memungut sampah (terutama
yang berbahan plastik ) jika ditemukan berserakan di jalan.
http://www.qothrotulfalah.com/indeks-artikel-santri/102-membudayakan-cinta-lingkungan-
melalui-dunia-pendidikan.html

*Paragraf 1: menggunakan Paragraf Induktif. Yaitu pada kalimat:

Dulu, Indonesia dikenal sebagai negeri yang subur. Dunia mengenalnya sebagai Zamrud
Khatulistiwa. Bahkan menurut versi Koes , tongkat dan kayu, bisa tumbuh jadi tanaman yang
subur. Namun, seiring berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman
untuk dihuni.

*Paragraf 2 : Paragraf Deduktif. Yaitu pada kalimat:

Saat ini agaknya (nyaris) tidak ada lagi tanah di Indonesia yang nyaman bagi tanaman
untuk tumbuh dengan subur dan lebat. Mulai pelosok-pelosok dusun hingga perkotaan hanya
menyisakan celah-celah tanah kerontang yang gersang, tandus, dan garang. Berhektar-hektar
hutan telah gundul, terbakar, dan terbabar habis sehingga tak ada tempat lagi untuk resapan air.

*Paragraph 3: Paragraf Campuran. Yaitu pada kalimat:

Sebenarnya kita bisa banyak belajar dari kearifan lokal nenek moyang kita tentang
bagaimana cara memperlakukan lingkungan dengan baik, Meski secara teoretis mereka buta
pengetahuan, tetapi di tingkat praksis mereka mampu membaca tanda-tanda dan gejala alam
melalui kepekaan intuitifnya.

*Paragraf 4 : Paragraf Campuran. Yaitu pada kalimat:

karena perkembangan IPTEK tidak diikuti dengan pengetahuan dan pengelolaan  tentang
lingkungan yang baik. Dibutuhkan gebrakan yang berwibawa, baik dari tingkat bawah sampai
tingkat atas dengan memberikan sanksi  yang tegas.

*Paragraf 5 : Paragraf Induktif. Yaitu pada kalimat:

Yang tidak kalah penting, harus ada upaya serius untuk membudayakan cinta lingkungan
hidup melalui dunia pendidikan.
*Paragraf 6: Paragraf Deduktif. Yaitu pada kalimat:

lingkungan hidup harus menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran.

*Paragraf 7: Paragraf Induktif. Yaitu pada kalimat:

karena jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku pendidikan. Merekalah
yang kelak akan menjadi penentu kebijakan mengenai penanganan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang baik

*paragraf 8: Paragraf Campuran. Pada kalimat:

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung.
berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Paragraf 9: Paragraf Induktif. Yaitu pada kalimat:

Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: Unsur Hayati
(Biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan,
tumbuhan, dan jasad renik; Unsur Sosial Budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang
dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai
makhluk social; Unsur Fisik (Abiotik), yaitu unsur lingkungan yang terdiri dari benda-benda
tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain

*Paragraf 10: Paragraf Deduktif Yaitu. pada kalimat:

Tahukah anda, kalau kita bisa membiasakan diri untuk sadar lingkungan dari hal-hal kecil
yang kelihatannya remeh, tetapi kalau semakin banyak yang melakukan hal kecil tersebut, akan
menjadi hal besar yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan lingkungan hidup kita dan
bahkan buat anak cucu kita kelak

*Paragraf 11:Paragraf Induktif. Yaitu pada kalimat:


Melalui sekolah, seorang guru dengan metode pembelajaran interaktif dapat
membiasakan siswa melakukan hal-hal yang kecil tersebut menjadi budaya cinta lingkungan
yang besar pengaruhnya setelah diterapkan siswa di lingkungannya masing-masing.

~Kesimpulan

Orang bijak mengatakan, sangat sulit untuk menguah kebiasaan orang lain, tetapi hal yang paling
mungkin kita lakukan adalah mengubah keiasaan diri sendiri, di mulai dari hal-hal kecil dan
dimulai sekarang juga! Melalui pendidikan formal di sekolah, budaya cinta lingkungan hidup
dapat menjadi solusi bagi pembangunan yang baik demi kelangsungan hidup manusia di bumi.

You might also like