You are on page 1of 7

Kemelut-Kemelut HMI Menurut Azhari Akmal

Tarigan

Ket.gbr: Ibnu Arsib dan Azhari Akmal Tarigan

YakusaBlog, 14/01/2020- Dalam prolog buku terbaru


Azhari Akmal Tarigan, yang akrab disapa Bang Akmal, Nilai-
Nilai Dasar Perjuangan HMI; Teks, Interpretasi, dan
Kontekstualisasi, menjelaskan beberapa kemelut-kemelut
yang melanda Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi
tertua di Indonesia saat ini.
Kemelut-kemelut yang dimaksud Penceramah NDP HMI
Tingkat Nasional ini memunculkan pertanyaan yang terlebih
dahulu harus kita ketahui. Bang Akmal dalam prolog
tersebut menyebutkan pertanyaannya seperti; apakah
organisasi ini (HMI) masih layak disebut sebagai organisasi
Himpunan Mahasiswa Islam? Apakah HMI bisa dikatakan
sebagai organisasi pembaru, khususnya dalam konteks
pemikiran Islam? Dan apakah organisasi HMI masih pantas
dilabeli sebagai anak kandung umat?

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 39
Pertanyaan-pertanyaan tadi muncul disebabkan
beberapa indikasi, yang disebut Bang Akmal bagian daripada
kemelut HMI masa kini. Pertama, semakin memudarnya
citra HMI sebagai organisasi pembaru pemikiran Islam,
seperti yang pernah ditahbiskan Muhammad Kemal Hasan,
dalam bukunya "Contemporary Muslim Religio-Political
Thought" yang terbit pada tahun 1975. Hal ini sebagaimana
juga disebutkan oleh yang pernah diberi status Anggota
Kehormatan HMI atas jasanya pada HMI, yaitu
Viktor Immanuel Tanja, dalam bukunya yang berjudul "HMI:
Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan-Gerakan
Muslim Pembaharu di Indonesia". Bang Akmal pun
melemparkan pertanyaan yang perlu kita renungkan
bersama, mengapa saat ini HMI sangat sulit melahirkan
kader-kader sekaliber Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra,
Komaruddin Hidayat, Dawam Rahardjo, Fachry Ali, Mahfud
M.D., Johan Efendi, Deliar Noer, dan tokoh-tokoh HMI
lainnya.
Nyatanya ini memang benar, kader-kader HMI saat ini,
mayoritas disibukkan dengan politik praktis sehingga
menguras pemikiran yang seharusnya memikirkan hal-hal
strategis dalam dunia pemikiran baik dalam skop lokal,
nasional dan global. Nuansa politis, saling rebut dan sikut
menyikut mencapai kursi kekuasaan lebih terlihat daripada
dinamika atau "pertarungan" pemikiran di HMI. Khazah

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 40
pengetahuan Islam menjadi tertinggal dan lebih laku kajian-
kajian yang sifatnya praktis. Kader-kader akan susah diajak
berpikir dan berdiskusi dalam ranah pemikiran atau ideologi.
Indikasi kedua menurut Bang Akmal adalah muncul kesan
semakin lunturnya pengamalan dan akhlak Islam di kalangan
kader-kader HMI. Tidak mengherankan jika banyak kader
HMI hijrah ke organisasi lain yang dianggap lebih "Islami"
kendati sebenarnya cenderung eksklusif. Ironisnya, kata
Bang Akmal, fenomena hijrah organisasi tidak hanya terjadi
di kampus-kampus "sekuler" atau kampus-kampus umum,
tetapi juga terjadi secara masif di Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan
Universitas Islam Negeri (UIN). Perlu saya tambahi, bahkan
fenomena ini juga terjadi di Sekolah Tinggi Agama Islam
Swasta (STAIS).
Saya ingin menanggapi sebagai bentuk tambahan
pandangan, bahwa kajian akhlak atau etika hanya sekedar di
forum training saja. Sungguh sangat jarang kita menemukan
HMI di setiap tingkatan melakukan kajian atau diskusi rutin
tentang akhlak dan atau etika sebagai kader HMI yang
kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Padahal kita sangat mengenal sebuah hadits mengatakan
bahwa adab itu di atas ilmu. Jadi sebenarnya percuma ilmu
pengetahuan atau intelektualitas kader HMI tanpa akhlak
atau adab.

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 41
Dalam pandangan lain, bicara akhlak ini menjadi bahan
kajian yang kurang menarik bagi kader-kader HMI secara
mayoritas sehingga mengimplikasikan ketika terjun dalam
bidang apapun cenderung machiavelis. Dalam berbuat atau
beraktivitas sehari-hari, baik masih kader atau sudah alumni
cenderung pragmatisme. Sebagaimana kita ketahui bahwa
pragmatisme itu indikator atau tolak ukurnya adalah selagi
menguntungkan akan dinyatakan baik atau benar, tapi jika
tidak menguntungkan maka akan dibuang. Mungkin ini
asumsi atau pandangan emosional saya secara pribadi, tapi
hal ini dapat kita temui di lingkungan HMI sekitar kita.
Sebagaimana yang dibenarkan Bang Akmal bahwa Ketua
Umum Pemuda Muhammadiyah periode 1993-
1997 Hajriyanto Y. Thohari dalam tulisannya yang dimuat
oleh Panji Masyarakat Nomor 40 tahun 2000 mengatakan
satu dasawarsa terakhir kader-kader HMI semakin tidak
terlihat sama sekali sibghah keislamannya, baik pada
aktivitas maupun semangat intelektualitasnya. Dalam
ukuran sederhananya, semangat mempelajari Islam dan
mengamalkannya jauh lebih bergelora pada gerakan
mahasiswa Islam kontemporer.
Selanjutnya yang ketiga, rendahnya minat kader-kader
HMI untuk mempelajari dan mendalami Islam, seperti yang
pernah dilakukan "abang-abangnya". Berdasarkan
pengalaman Bang Akmal berkeliling Indonesia bagian Barat

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 42
menyampaikan materi Nilai-Nilai Dasar Perjuangan
Himpunan Mahasiswa Islam (NDP HMI) dalam training
formal HMI seperti Latihan Kader II (LK II) atau Intermediate
Training, beliau merasakan keringnya wawasan keislaman
kader-kader HMI. Terkadang, lanjut beliau, hal-hal yang
bersifat fundamental keagamaan pun tidak terkuasai dengan
baik. Penglihatan Bang Akmal ini adalah "cuaca kemarau"
yang sangat panjang dan belum menunjukkan tanda-tanda
perubahannya. Wacana keislaman tanah air yang selama ini
dikendalikan HMI, kini telah diambil oleh lembaga-lembaga
kajian lainnya.
Yang keempat adalah melihat keadaan akhir-akhir ini
komitmen HMI terhadap persoalan keumatan mulai
mengendur. HMI yang dahulunya sering disebut, hingga
sampai sekarang, bahwa organisasi ini sebagai anak kandung
umat dan harapan masyarakat Indonesia, sebagaimana kata
Jenderal Sudirman, mulai meninggalkan ibu kandungnya.
Ketidak-pekaan HMI terhadap persoalan yang melanda umat
mengakibatkan organisasi HMI tidak lagi populer di mata
ummat. Jika boleh saya menambahi melihat kondisi
kekinian, HMI makin tidak populer atau bahkan tidak
diminati lagi karena konflik berkepanjangan di tubuh HMI
seperti dualismenya Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa
Islam (PB HMI).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 43
Bang Akmal menambahi lagi dengan melihat ironisnya
kader-kader HMI saat ini disebabkan karena seakan-akan
mengalami kelelahan intelektual dan kehilangan
kreativitasnya. Nilai-nilai yang telah tertanam pada diri
kader, tidak lagi berperan sebagai daya tonjok psikologis
sebagaimana istilah Nurcholish Madjid atau yang akrab
disapa Cak Nur, dan tidak lagi berfungsi sebagai api Islam
yang diistilahkan Sayyed Ameer Ali. Akibatnya, kata Bang
Akmal, HMI terjebak pada rutinitas organisasi tanpa
dinamika yang berarti.
Sebagai bentuk tawaran solusi buat kita semua (kader
HMI), Bang Akmal menyarankan supaya HMI perlu segera
melakukan autokritik untuk selanjutnya mengambil langkah-
langkah strategis agar dapat keluar dari kemelut-kemelut di
atas tadi. Sikap-sikap a priori dan berapologi bahwa kritikan-
kritikan tersebut tidak berdasar pada fakta. Apologia itu
hanya akan mempercepat tenggelamnya HMI.
Kemudian, solusi dari Bang Akmal agar nilai-nilai tauhid
yang tertanam dalam diri kader berperan dan berfungsi,
maka hal mendesak yang harus dilakukan kader-kader HMI
adalah mengembalikan tauhid sebagai paradigma gerakan.
HMI harus mampu menerjemahkan kembali wawasan
keislamannya, seperti yang termuat di dalam NDP HMI
untuk melakukan kontekstualisasi dengan persoalan
kekinian, jika boleh saya tambah dengan kedisinian, baik

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 44
yang bersentuhan langsung dengan umat maupun dengan
dinamika bangsa yang terus berubah.
Sebagai tambahan dan sekaligus penutup dari saya dalam
tulisan sederhana ini, kader-kader HMI harus kembali pada
cirinya sebagai organisasi mahasiswa, organisasi kader,
organisasi perjuangan, dan memegang teguh independensi
HMI yang terdiri dari independensi etis dan independensi
organisatoris. Demikian dan semoga bermanfaat.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia


biasa).

YakusaBlog E-Paper, Bahaya Bucinisme Terhadap Kader HMI, Edisi 1,


Februari 2020. | 45

You might also like