You are on page 1of 6

OPTIMALISASI PENENTUAN POSISI ENODE-B BERDASARKAN

BTS EXISTING DI KOTA PADANG MENGGUNAKAN METODA


PARTICLE SWARM OPTIMIZATION
Rahmatia Safitri1, Iwan Krisnadi
(1)JurusanMagister Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Mercu Buana, Meruya, Jakarta, Indonesia
Telp. 087877213438. E-mail : rs.rahmatia@gmail.com

Abstrak
Salah satu komponen pendukung jaringan Long Term Evolution (LTE) adalah Evolved
Node B (ENodeB). ENodeB dapat dianalogikan sebagai Base Tranceiver Station (BTS)
yang berperan sebagai perangkat pemancar dan penerima yang menghubungkan user
equipment dan jaringan. Seiring meningkatnya jumlah pengguna layanan seluler,
kebutuhan akan ENodeB semakin bertambah, hal ini menyebabkan banyaknya jumlah
menara BTS. Mengingat peraturan Menteri Kominfo No.19/PER/M.KOMINFO/03/2009
mengenai pembangunan menara telekomunikasi sebagai infrastruktur pendukung dalam
penyelenggara telekomunikasi harus memperhatikan efisiensi, keamanan lingkungan
serta estetika lingkungan. Maka untuk meminimalisir pembangunan BTS baru, perlu
dilakukan optimalisasi penentuan posisi E-NodeB. Penelitian ini dilakukan perencanaan
jumlah eNodeB pada jaringan LTE berdasarkan jumlah penduduk dan luas daerah,
kemudian melakukan optimasi posisi eNodeB berdasarkan posisi BTS existing yang ada
di Kota Padang, serta melakukan visualisasi analisa cakupan sinyal hasil optimasi. Hasil
yang didapatkan adalah penempatan 20 ENodeB di wilayah urban dan 21 ENodeB di
wilayah suburban dari 121 BTS yang sudah ada. Performansi penempatan ENodeB yang
dihasilkan sebesar 77% dengan nilai optimalitas 100%.

Kata Kunci: BTS existing, LTE, Particle Swarm Optimization.

1. PENDAHULUAN [4]. LTE mewakili kemajuan besar dalam


Penggunaan mobile data dan aplikasi teknologiselular, LTE meliputi data berkecepatan
multimedia pada pengguna jaringan tinggi, dapat membawa komunikasi pada tahap
telekomunikasi setiap tahunnya mengalami tinggi, tidak hanya menghubungkan manusia
peningkatan. Secara global, diprediksi saja tetapi juga menyambungkan mesin. Secara
penggunaan trafik data seluler akan tumbuh 7 teori, LTE mempunyai kecepatan download
kali lipat dari 2016 sampai 2021, tingkat hingga 100 Mbps. Teknologi LTE mempunyai
pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 47% kecepatan 10 kali dari jaringan 3.5G [5].
dimana penggunaan trafik data seluler akan Munculnya teknologi baru dan meningkatnya
mencapai 49,0 Exabytes per bulan pada tahun jumlah pengguna seluler membuat
2021, naik dari 7,2 Exabytes per bulan pada penyelenggara jasa jaringan telekomunikasi
tahun 2016[1]. Di Indonesia diperkirakan jumlah membangun infrastruktur sistem komunikasi
pengguna data mencapai 270 juta pengguna seluler [6]. Infrastruktur jaringan LTE yang
dalam kurun 3-4 tahun mendatang [2]. penting dan terus menerus dibangun adalah
Dengan permintaan dari para pengguna Evolved Node B (ENodeB). ENodeB adalah
untuk peningkatan kecepatan akses data dan perangkat pemancar dan penerima yang
kualitas layanan serta memastikan berlanjutnya berfungsi menyediakan link physical radio antara
daya saing sistem Generasi ke-3 (3G) masa user equipment dan jaringan, serta dapat
depan, pada akhir tahun 2009 Third Generation dianalogikan sebagai Base Transceiver Station
Partnership Project (3GPP) mengembangkan (BTS) pada sistem 2G (Generasi ke-2) atau
teknologi yang dapat meningkatkan performa Node B pada sistem Universal Mobile
jaringan mobile, salah satunya adalah Long Telecommunication System (UMTS) [4].
Term Evolution (LTE) [3]. LTE atau yang disebut Berdasarkan peraturan Menteri Kominfo
dengan Generasi ke-4 (4G) merupakan suatu No.19/PER/M.KOMINFO/03/2009 yang menjadi
teknologi telekomunikasi bergerak yang salah satu pertimbangan utama bahwa
dikeluarkan oleh (3GPP) Release 8 dan pembangunan dan pengguna menara
merupakan evolusi dari operator seluler 3G yang telekomunikasi sebagai infrastruktur pendukung
mengusung komunikasi berbasis voice dan data dalam penyelenggara telekomunikasi harus
memperhatikan efisiensi, keamanan lingkungan menghasilkan nilai coverage area terbaik
serta estetika lingkungan [7]. sebesar 90,57%.
Maka dari itu perlu dilakukan optimasi
penataan letak dari Evolved Node B (E-NodeB) 2. TELAAH PUSTAKA
yang optimal. Untuk mengatasi permasalahan LTE atau yang disebut dengan Generasi ke-4
tersebut maka dalam pembangunan infrastruktur (4G) merupakan suatu teknologi telekomunikasi
baru dapat dilakukan dengan optimasi bergerak yang dikeluarkan oleh (3GPP) Release
penempatan E-NodeB pada BTS yang sudah 8 dan merupakan evolusi dari operator seluler
ada (existing). Dinamika optimasi yang 3G yang mengusung komunikasi berbasis voice
berkembang salah satunya adalah Particle dan data. LTE mewakili kemajuan besar dalam
Swarm Optimization (PSO) dimana menerapkan teknologi selular, LTE meliputi data
sifat masing-masing individu dalam satu berkecepatan tinggi, dapat membawa
kelompok besar dan menggabungkan sifat-sifat komunikasi pada tahap tinggi, tidak hanya
tersebut untuk menyelesaikan suatu menghubungkan manusia saja tetapi juga
permasalahan. Sistem PSO diinisilisasi oleh menyambungkan mesin. Secara teori, LTE
sebuah populasi secara acak dan selanjutnya mempunyai kecepatan download hingga 100
mencari titik optimum dengan cara Mbps. Teknologi LTE mempunyai kecepatan 10
memperbaharui tiap hasil pembangkitan [8]. kali dari jaringan 3.5G.[5]
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
pada penelitian ini dilakukan “Analisis 2.1. Arsitektur Jaringan LTE
Penggunaan Metoda Particle Swarm Perancangan arsitektur jaringan LTE untuk
Optimization Dalam Perencanaan Coverage tujuan mendukung trafik packet switching
Area Untuk Penempatan Enode-B Optimal Pada dengan mobilitas tinggi, quality of service (QOS),
BTS Existing 3g di Kota Padang”. Tujuan dari dan latency yang kecil. Arsitektur jaringan LTE
penelitian ini membuat perencanaan coverage dirancang sesederhana mungkin, hanya terdiri
area jaringan LTE berdasarkan jumlah penduduk dari dua node yaitu eNodeB dan mobility
dan luas daerah dan melakukan optimasi management entity/gateway (MME/GW). Hal ini
penempatan E-NodeB pada BTS Existing sangat berbeda dengan Arsitektur teknologi
menggunakan Particle Swarm Optimization GSM dan UMTS yang memiliki struktur lebih
(PSO) di kota Padang. kompleks dengan adanya radio network
Penelitian terkait, dari publikasi [6] dilakukan controller (RNC) [9].
optimasi untuk menempatkan ENodeB pada BTS
yang telah terpasang menggunakan metode
Fuzzy Evolutionary Algorithm (FEA). Hasil yang
didapatkan adalah penempatan 58 ENodeB
pada BTS yang telah terpasang. Performansi
penempatan ENodeB menggunakan Fuzzy
Evolutionary Algorithm sebesar 84% Fuzzy
Evolutionary Algorithm mencapai kestabilan
pada nilai 84 dengan nilai optimalitas sebesar
100 dan trafik sebesar 68. Pada publikasi [9]
dilakukan penelitian Implementasi Fuzzy
Evolutionary Algorithms Untuk Penentuan Posisi
Base Transceiver Station (BTS). Dalam hal ini
kemampuan AG dalam mencari solusi optimal
dari suatu permasalahan digunakan untuk
menentukan posisi-posisi BTS pada suatu area Gbr 1. Arsitektur Jaringan LTE [9]
agar mampu menghasilkan coverage area dan
layanan trafik maksimal. Untuk meningkatkan 2.2. Perencanaan Jaringan LTE
performa AG, digunakan Sistem Fuzzy (SF) Agar tidak terjadi kesalahan dalam
untuk mengatur nilai probabilitas rekombinasi menentukan rancangan infrasturktur jaringan
(Pc) dan probabilitas mutasi (Pm) selama proses maka dalam membangun suatu jaringan LTE di
evolusi pada AG berlangsung. Hal ini dilakukan suatu wilayah, diperlukan suatu prosedur yang
untuk menghindari terjadinya konvergensi sistematis [10]. Untuk itu, ada beberapa prosedur
prematur pada AG. Gabungan dari Algoritma yang harus dikerjakan, yaitu:
Genetika dan Sistem Fuzzy ini bisa disebut
Fuzzy Evolutionary Algorithms (Fuzzy EAs). 2.1.1. Penentuan Wilayah Perencanaan
Algoritma Fuzzy Evolusi ini digunakan untuk Berdasarkan kepadatan dan tingkat aktivitas
menentukan posisi BTS di Kota Yogyakarta, penduduk, wilayah dapat dibagi menjadi tiga
dengan ruang solusi sebesar 5.001 x 1034 dan jenis yaitu wilayah urban, suburban, dan rural.
Urban adalah wilayah yang memiliki tingkat Dimana
kepadatan dan aktivitas penduduk yang lebih R : Data rate (Kbps),
tinggi daripada daerah sekitarnya. Suburban Eb/No : Energi bit per noise (dB),
adalah wilayah yang tingkat kepadatan dan W : Bandwidth (Mbps),
aktivitas penduduknya lebih rendah daripada α : Activity factor,
daerah urban. Sedangkan rural adalah wilayah β : Gain sektorisasi antenna,
dengan tingkat kepadatan penduduk paling f : Faktor interferensi.
rendah. [11]
2.1.5. Perhitungan Sel
Tabel 1 Penggolongan Kriteria Wilayah [11] Perhitungan sel mencakup perhitungan luas
Kepadatan rata rata sel, radius sel, dan jumlah sel yang diperlukan di
Area
(per km2) suatu wilayah. Untuk menghitung jumlah sel
Urban 3500 maka terlebih dahulu dihitung total luas coverage
wilayah tersebut menggunakan persamaan
Suburban 1000 berikut [8]:
Rural 70 (4)
kapasitas kanal
Luas Cakupan Sel =
OBQ
2.1.2. Estimasi Jumlah Pengguna
Jaringan LTE yang akan dibangun harus Sehingga jumlah sel yang diperlukan dapat
mampu mengantisipasi besarnya jumlah dicari dengan persamaan berikut [13]:
pengguna untuk beberapa tahun kedepan. Untuk
itu diperlukan estimasi pertumbuhan pengguna luas area cakupan
menggunakan persamaan berikut [12]: Jumlah Sel =
luas cakupan sel
(5)
n
Un = Uo(1+fp) (1)
Luas cakupan sel yang berbentuk lingkaran
dapat ditentukan dengan persamaan berikut [14]
Dimana: :
Un : Jumlah pelanggan pada tahun ke-n,
Uo : Jumlah pelanggan pada tahun 2
perencanaan, Luas Sel Lingkaran = πr (6)
fp : Faktor pertumbuhan,
n : Jumlah tahun prediksi. Luas cakupan sel yang berbentuk hexagonal,
radius sel dapat ditentukan berdasarkan luas dari
2.1.3. Offered Bit Quantity (OBQ) hexagonal dengan persamaan berikut [14]:
OBQ merupakan total bit throughput per km2
3
pada jam sibuk. Nilai OBQ dapat dihitung Luas Sel = √3𝑟 2 = 2.6*r2 (7)
2
menggunakan persamaan berikut [12]:
Dimana r = jari-jari sel.
OBQ=σ × p × d × BHCA × BW (2)
2.3. Particle Swarm Optimization (PSO)
Dimana: Particle Swarm Optimization merupakan
OBQ : Offered Bit Quantity (kbps/km²) sebuah metode metaheuristik untuk melakukan
𝜎 : Kepadatan pelanggan suatu daerah pencarian solusi berdasarkan populasi dari
(user/km²), sekelompok burung atau ikan, dimana setiap
𝑝 : Penetrasi pengguna tiap layanan (%) populasi memiliki individu yang dapat
D : Durasi panggilan efektif (sec), mempengaruhi individu lainya. Individu tersebut
BHCA : Busy Hour Call Attempt (call/hour), disebut juga sebagai partikel yang diperlakukan
BW : Net User Bit Rate (kbps). seperti sebuah titik pada suatu dimensi ruang
waktu tertentu. Pencarian solusi Algoritma PSO
2.1.4. Perhitungan Kapasitas Kanal dilakukan secara acak dari suatu populasi,
Kapasitas suatu kanal diukur dari jumlah bit dimana setiap partikel berkaitan dengan posisi
sistem yang dapat dikirim per Hertz dari dan kecepatan dalam melakukan pencarian baru
bandwidth tiap detik (bps/Hz). Untuk menghitung secara dinamis berdasarkan prilaku mereka.
kapasitas suatu kanal dapat menggunakan Setiap partikel memiliki nilai fitness yang harus
persamaan berikut [12] : dievaluasi untuk setiap generasi berdasarkan
w
local best (pbest) dan global best (gbest) yang
β
Nse l=
p merupakan pengalaman dari setiap partikel
Eb (3)
[ ] α[1+f] dalam menghasilkan solusi terbaik [8].
No
3. METODE PENELITIAN adalah ibukota Sumatera Barat dengan luas
Tahapan ini berisi perancangan jaringan LTE sebesar 694,96 km2 yang tersebar di 11
berdasarkan kapasitas dan pengoptimalan kecamatan atau 103 kelurahan yang terletak
penempatan E-NodeB menggunakan algoritma dipantai bagian barat Sumatera yang berada
Particle Swarm Optimization. Perencanaan pada 00 44’ 00” dan 10 08’ 35” Lintang Selatan
jaringan LTE yaitu proses perhitungan beberapa (LS) dan 1000 05’ 05” dan 1000 34’ 09” Bujur
parameter terhadap area perancangan jaringan Timur (BT) [15].
daerah urban dan daerah suburban. Proses Berdasarkan kepadatan penduduknya,
perencanaan berdasarkan kapasitas ini terdiri kecamatan Lubuk Begalung, Padang Selatan,
dari lima proses utama, yaitu penentuan daerah Padang Timur, Padang Barat, Padang Utara,
layanan, perhitungan jumlah pengguna, Nanggalo, termasuk daerah urban dengan
perhitungan Offered Bit Quantity (OBQ), jumlah penduduk sebanyak 432.267 jiwa dan
perhitungan kapasitas kanal, dan perhitungan luas wilayah sebesar 72,24 km2. Sedangkan
jumlah sel/ENodeB yang dibutuhkan. Setelah kecamatan Bungus Teluk Kabung, Lubuk
perancangan jaringan LTE, maka dilanjutkan Kilangan, Kuranji, Pauh, dan Koto Tangah
dengan proses optimasi penentuan posisi E- termasuk daerah suburban dengan jumlah
NodeB PADA BTS Existing menggunakan penduduk sebanyak 470.146 jiwa dan luas
Metoda PSO. Tahapan kerangka solusi masalah wilayah sebesar 622.63 km2.
dapat bentuk flowchart pada Gambar 2 dan
Gambar 3. 4.2. Perhitungan Estimasi Jumlah Pengguna
. Estimasi jumlah pengguna LTE akan
Mulai dilakukan dalam rentang waktu tiga tahun
kedepan terhitung dari tahun 2016-2019. Data
yang digunakan dalam perhitungan estimasi
Identifikasi wilayah jumlah penduduk ini yaitu data penduduk Kota
Padang tahun 2016 yang didapatkan dari Badan
Pusat Statistik Kota Padang.
Perhitungan Jumlah Pengguna Berdasarkan perhitungan yang dilakukan
menggunakan persamaan (2.1) untuk estimasi
jumlah pelanggan dalam kurun waktu tiga tahun
Perhitungan OBQ dari tahun 2016-2019 maka didapatkan hasil
perhitungan pada tabel 2:
Perhitungan Kapasitas Kanal
Tabel 2. Estimasi Jumlah Pengguna Seluler
Tahun
Urban Suburban
2019
Perhitungan Jumlah ENodeB
Jumlah
575 870 634 196
Penduduk
Perhitungan Radius Sel Jiwa Jiwa
(Jiwa)
Jumlah
53 561 58 968
Selesai Pengguna
Jiwa Jiwa
LTE (Jiwa)
Kepadatan
Gbr 2. Perancangan jaringan LTE berdasarkan 741 96
Penduduk
kapasitas Jiwa/km2 Jiwa/km2
(Jiwa/km2)

Perencanaan Jumlah E- Optimasi Posisi E-NodeB


Visualisasi dan 4.3. Perhitungan Offered Bit Quantity (OBQ)
NodeB Berdasarkan Berdasarkan Posisi BTS
Analisa Cakupan Penghitungan OBQ dilakukan untuk
Jumlah Penduduk dan Existing dan Data Payload
Sinyal Hasil Optimasi memprediksi tingkat trafik maksimum pada jam-
Luas Daerah Menggunakan PSO
jam sibuk. Tingkat kepadatan pengguna LTE
wilayah urban sebesar 767,66 jiwa/km2 dengan
Gbr 3. Tahapan Optimasi Penentuan Posisi ENode-B distribusi pengguna diasumsikan 30% building,
40% pedestrian, 30% vehicular, menggunakan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN persamaan (2) didapatkan hasil perhitungan
OBQ pada daerah urban sebesar 1647
4.1. Penentuan Wilayah Perencanaan Kbps/km2.
Dalam perencanaannya jaringan LTE ini akan Dengan cara yang sama, nilai OBQ untuk
diimplementasikan di kota Padang. Kota Padang wilayah suburban dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan (2). Berdasarkan fungsi minimum pada titik -211.10 pada posisi
kepadatan untuk wilayah suburban adalah 96,87 partikel (-307,078 dan -115,13). Posisi minimum
jiwa/km2 dan distribusi pengguna diasumsikan fungsi diperoleh oleh partikel 4 dan kemudian
25% building, 45% pedestrian,dan 30% daerah hasil optimasi akan di plot menggunakan
vehicular. Sehingga OBQ total untuk wilayah software palnning atoll pada gambar 5 berikut :
suburban sebesar 200 Kbps/km2.

4.4. Perhitungan Kapasitas Kanal


Berdasarkan persamaan (3), maka dapat
dihitung kapasitas kanal yang disediakan sistem,
dengan besarnya [6]:

Bit rate (R) : 1000 Kbps,


Eb/No : 1 dB,
Bandwidth : 5 MHz,
α : 1,
β : 2.4,
f : 0.6. Gbr 5. Tampilan Simulasi Atoll

Perhitungan kapasitas kanal dapat dilakukan Dapat dilihat bahwa coverage yang dihasilkan 41
dengan menggunakan persamaan (3) sehingga site yang optimal didapat sinyal level yang
diperoleh kapasitas kanal sebesar 5957.58 diterima mencakup 77.6% area den gan luas
Kbps/sel. 159.667 km2.. berdasarkan site hasil optimasi
terlihat bahwa masih adanya daerah blankspot
4.5. Perhitungan Jumlah Sel dan warna kuning dan merah masih
Dari haril perencanaan diperoleh jumlah mendominasi.
ENodeB yang dibutuhkan untuk daerah urban
sebanyak 20 ENodeB dengan radius sel 0.85 km 5. KESIMPULAN DAN SARAN
dan jumlah ENodeB untuk daerah suburban 5.1. Kesimpulan
sebanyak 21 ENodeB dengan radius sel 2.42 Berdasarkan hasil perencanaan, proses
km. optimasi dan pembahasan yang telah dilakukan
maka diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari haril perencanaan diperoleh jumlah
4.6. Hasil Optimasi Penempatan ENode-
ENodeB yang dibutuhkan untuk daerah
B
urban sebanyak 20 ENodeB dengan radius
Dengan menggunakan parameter, N=5 dan
sel 0.85 km dan jumlah ENodeB untuk
maksimum iterasi =75 didapat kurva konvergensi daerah suburban sebanyak 21 ENodeB
PSO seperti pada gambar 2 maka dapat dilihat dengan radius sel 2.42 km.
bahwa posisi partikel mendekati tititk 2. Optimasi menggunakan metode PSO dapat
konvergensi pada iterasi lebih dari 40. mengurangi jumlah BTS dari 121 BTS
menjadi 41 BTS untuk posisi ENodeB hasil
100
perencanaan.
50 3. Hasil optimasi yang diperoleh berupa nilai
cakupan sebesar 159.637 km 2 dengan
0
persentase 77.6% dari wilayah padang .
Parrtikel Best

-50
5.2. Saran
-100 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
maka adapun saran untuk penyempurnaan pada
-150 penelitian selanjutnya, sebagai berikut:
1. Dapat dikembangkan dengan penelitian
-200
lanjutan dengan metode yang berbeda
-250
supaya menghasilkan perbandingan nilai
0 10 20 30
Iterasi
40 50 60 70
mana yang lebih akurat.
2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih
Gbr 4. Kurva Konvergensi spesifik yang merancang dan menganalisis
link budget dari perencanaan jaringan.
Dari kurva dapat dilihat bahwa proses PSO
berhenti diproses iterasi ke 65 dengan nilai
6. UCAPAN TERIMA KASIH Pomits. Vol.1, No.1, (2014) 1-6, Surabaya,
Ucapan terima kasih penulis berikan kepada 2014.
staff di BPS Kota Padang, staff NPM Project XL [12] Putra, A. P. 2010. Perencanaan Tahap Awal
yang telah memberikan data yang terkait dengan Jaringan Radio Untuk Komunikasi
Keselamatan Publik Pada Frekuensi 700
penelitian ini dan kepada teman-teman yang
MHz di Wilayah DKI Jakarta. Departemen
telah ikut serta membantu penulis dalam Teknik Elektro Universitas Indonesia::
menyelesaikan penelitian ini. Skripsi.
[13] P. D. Aryanti, S. H. Pramono, dan O.
7. REFERENSI Setyowati. “Optimasi Penempatan node B
[1] Cisco, Cisco VNI Global Mobile Data Traffic UMTS900 pada BTS Existing
Forecast (2016-2021) Cisco, 2014 Menggunakan Algoritma Genetika”. Jurnal
[2] C. Anestia. (2014). Pelanggan data tiga EECCIS. Vol. 7, No. 2, Hal. 111-118,
operator besar naik jadi 123,3 juta Desember 2013.
pengguna. Indonesia Finance Today. [14] Asmungi, Gaguk., Wirawan, Y Anandito.,
[Online].Available: Budi, P Endah., 2015. Estimasi Luas
[3] Wardhana, Lingga. 2011. 2G/3G RF Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada
Planning and Optimization for Consultant. Teknologi WCDMA (Wideband Code
Jakarta: www.nulisbuku.com. Division Multiple Access). Brawijaya
[4] Usman, Uke. K., et all. 2012. Fundamental University, Indonesia. Vol. 3, No. 1.
Teknologi Seluler LTE. Bandung : [15] Indah, Nur. “Analisa dan Perencanaan
Rekayasa Sains Jaringan Long Term Evolution (LTE) di
[5] Wardhana, Lingga., et all. 2014. 4G Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan”. Tugas
Handbook Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta Besar Mata Kuliah Sistem Komunikasi
Selatan : www.nulisbuku.com Nirkabel. Universitas Telkom. Bandung,
[6] A.M.Prihatini, S. Hadi, Rahmadwati. 2015.
“Optimasi Penentuan Posisi Evolved Node
B Long Term Evolution pada BTS GSM
yang Terpasang Menggunakan Fuzzy
Evolutionary Algorithm”. Jurnal Elektronika
dan Telekomunikasi. Vol.15, No.2,
Desember 2015.
[7] Pedoman Pembangunan dan Penggunaan
Bersama Menara Telekomunikasi,
Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika No.19/Per/M.Kominfo/03/2009,
Jakarta.2009.
[8] Priawadi , Ozi 2012. Algoritma Particle
Swarm Optimization (PSO) dengan JAVA
[Online].Availablehttp://www.priawadi.com/
2012/01/algoritma-particle-swarm
optimization.html.
[9] M. Fachrie, S. Widowati, dan A. T.
Hanuranto, “Implementasi fuzzy
evolutionary algorithms untuk penentuan
posisi BTS”, dalam prosiding Seminar
Nasional Apllikasi Teknologi Informasi 2012
(SNATI’12), Juni 2012.
[10] Moschos, Stylianos. 2013. Anovel Genetic
Algorithmic Approach to Coordinate Base
Station Transmissions in LTE Cellular
Network. Department of Information
Technology Alexander Technological
Educational Institute of Thessaloniki :
Bachelor of Science Thesis.
[11] Sangsoko, Erfin. “Perencanaan dan
Penataan Menara Telekomunikasi Seluler
Bersama di Kabupaten Sidoarjo
Menggunakan Mapinfo”.Jurnal Teknik

You might also like