Professional Documents
Culture Documents
Proposal Skripsi
Proposal Skripsi
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Agama (S,Ag)
pada program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT) Jurusan Ushuluddin Adab dan
Dakwah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene
Oleh :
Ahmad Darwis
NIM: 30156117002
30156117002, Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada Jurusan
Ushuluddin Adab dan Dakwah STAIN Majene, setelah meneliti dan mengoreksi
Q.S Al-Baqarah Ayat 143) memandang bahwa proposal skripsi tersebut telah
Pembimbing I Pembimbing II
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................6
BAB II.............................................................................................................11
TINJAUAN TEORITIS................................................................................11
BAB III...........................................................................................................20
METODOLOGI PENELITIAN...................................................................20
A. Metode Penelitian..................................................................................20
KOMPOSISI BAB.........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN
sejarah, baik oleh yang mengimaminya maupun yang tidak mengimaminya. Namun,
nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an tidak pernah kering, semakin dikaji
semakin terbentang luas nilai-nilai yang belum dapat diselami. Pengkajian yang
Sejak masa awal Islam, terutama pasca turunnya wahyu Al-Qur’an pemeluk
Islam senantiasa berusaha untuk mengerti dan memahami isi kandungannya. Upaya
penafsiran terus dilakukan, meskipun masih sebatas pada ranah linguistik yang
memang masyarakat Arab pada umumnya, terutama Nabi Saw dan para sahabatnya
yang diakui dalam sejarah Islam sangat fasih berbahasa dan mengerti bahasa
sosialnya. Sahabat Ibnu Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas misalnya tanpa mengabaikan
yang muncul dan telah direspon oleh Al-Qur’an sebagai bentuk dialektika wahyu.2
Bagi umat Islam, al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjadi manhaj al-
1
Salim Muin, Metodologi Penelitan Tafsir Maudhu’I (Cet.I; Pustaka Al-Zikra, 2011), h.1.
2
Muhammad Yusuf, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, ed. Sahiron
Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, (Yogyakarta: TH Press, 2007), h. 35.
2
sebuah apresiasi dan respons umat Islam ternyata sangat beragam. Ada berbagai
ritual atau untuk memperoleh ketenangan jiwa. Bahkan ada pula model pembacaan
Qur’an, maka hidupnya akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Untuk
perilaku yang beragam pula sebagai tafsir al-Qur’an dalam praksis kehidupan, baik
maupun dalam bentuk tindakan tersebut dapat mempengaruhi individu lain sehingga
maupun hiasan.5
Dalam konteks uraian tentang moderasi beragama, para pakar sering kali
merujuk kepada QS al-Baqarah/2:143, yaitu :
ۤ
َةَ الَّتِ ْي ُك ْنتSَا ْالقِ ْبلSSَا َج َع ْلنSS ِه ْيدًا ۗ َو َمSوْ ُل َعلَ ْي ُك ْم َشSَّس
ُ وْ نَ الرSSاس َويَ ُك ِ َّهَدَا َء َعلَى النSوْ ا ُشSSَُو َك ٰذلِكَ َج َع ْل ٰن ُك ْم اُ َّمةً َّو َسطًا لِّتَ ُكوْ ن
ُ انَ هّٰللاSا َكSدَى هّٰللا ُ ۗ َو َمSَ َرةً اِاَّل َعلَى الَّ ِذ ْينَ هSَْت لَ َكبِي ْ انS ۗ ِه َواِ ْن َكSْوْ َل ِم َّم ْن يَّ ْنقَلِبُ ع َٰلى َعقِبَيSَّس
ُ ُع الرSَِعلَ ْيهَٓا اِاَّل لِنَ ْعلَ َم َم ْن يَّتَّب
هّٰللا
(١٤٣) ف َّر ِح ْي ٌم ٌ ْاس لَ َرءُوِ َُّض ْي َع اِ ْي َمانَ ُك ْم ۗ اِ َّن َ بِالن ِ لِي
Terjemahnya:
5
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, h. 12.
6
Khaled abou El-Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim puritan, terj. Helmi Mustofa (Jakarta :
Serambi, 2005), h. 343.
7
Haidar Bagir, Islam Tuhan Islam Manusia : Agama dan Spritualitas di Zaman Kacau,
(Bandung : Mizan, 2017), h. 131.
4
Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat
pertengahan”, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak
menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar
kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke
belakang. Sungguh (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang
yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sunnguh Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.8
Hadirnya Islam dalam masyarakat Mandar adalah hasil dari dakwah yang
dilakukan para ulama dengan berpangkal pada moderasi beragama. Hadirnya Islam
dimulai dari hubungan politik antara kerajaan Gowa dan Mandar. Ulama yang
pada sekitar abad 16 pertama kali mendarat di pantai Tammangalle, Balanipa. Syekh
ini kemudian menetap dan meninggal di Binuang hingga ia dikenal dengan gelar
8
Idham Khalid Bodi, Koroang Mala’bi : Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Mandar dan
Indonesia, (Makassar : Balitbang Agama Makassar, 2019). h. 35.
9
Idham Khalid Bodi, Koroang Mala’bi : Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Mandar dan
Indonesia, h. 35.
5
dalam meyebarkan Islam ini karena dia langsung melakukanya di tingkat masyarakat
melakukan interaksi dialogis dengan mengakomodir budaya lokal yang ada. Dalam
hal ini, perjumpaan Islam dan budaya lokal berlangsung dalam ruang kebudayaan
yang setara. Para ulama yang memiliki latar belakang budaya Arab memanfaatkan
kawasan santri. Di tempat ini, sangat mudah ditemukan kelompok pengajian kitab
tradisional yang sudah diwariskan sejak lama. Para pengajarnya bukan kiai dari luar,
Menariknya, praktik Islam bernuansa lokal di wilayah ini pun tumbuh subur. Tradisi
sangat mudah ditemukan disini. Para annangguru bahkan menjadi aktor penting
dalam menjalankan tradisi ini. Annangguru menjadi pusat pertemuan antara Islam
dan narasi sehingga, peran annangguru menjadi sangat sentral dalm menjaga titik
10
Idham Khalid, Moderasi Dalam Budaya Masyarakat Islam ( Cet I, Jakarta: Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama, 2019), h. 12.
11
Idham Khalid, Moderasi Dalam Budaya Masyarakat Islam, h. 12-13.
6
Menurut Idham, moderasi beragama yang dipegang para penyebar Islam telah
berhasil membuat masyarakat Mandar tidak saja memeluk tetapi juga menjadikan
Dalam kasus ini proses dialog kultural yang panjang dengan kebudayaan lokal
mereka. Hal ini disebabkan karena ajaran tawassut Islam bertemu dengan budaya
Mandar yang sangat terbuka. Pertemuan itu berkembang dalam hubungan saling
ayat 143 dengan menggunakan studi analisis baik dari segi tafsiran dan aspek
sosiologinya, sehingga akan ditemukan makna yang jelas tentang ummatan wasathan
dan sejauh mana implementasi konsep ummatan wasathan tersebut dalam lingkup
B. Rumusan Masalah
12
Idham Khalid, Moderasi Dalam Budaya Masyarakat Islam, h. 4.
7
ini adalah :
a. Secara Teoritis
b. Secara Praktis
khususnya yang berkaitan dengan penelitian penulis, belum ditemukan sebuah karya
Q.S Al-Baqarah/2:143). Akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan
judul yang menjadi objek kajian penulis dalam skripsi ini, diantaranya:
sebagai Khalifah Allah dan yang lebih penting untuk keperluan penelitian
13
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah : Wawasan tentang Moderasi Beragama, (Cet. I;
Tangerang: Lentera hati, Sebtember 2019).
14
Muhammad fathurrohman, Islamic Building : Memahami Islam Secara kaffah dalam
Rangka mewujudkan Moderasi Beragama di Indonesia, Cet. I; Yogyakarta: Kalimedia, 2020).
9
3. Karya Ilmiah berbentuk skripsi yang ditulis oleh Sabri Mide dengan judul
Ummatan Wasathan Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tahlili dalam Q.S Al-
4. Karya Ilmiah bebentuk Tesis yang ditulis oleh Bagus Wibawa Kusuma
15
Sabri Mide, Ummatan Wasathan Dalam Al-Qur’an, Skripsi (Makassar: Fakultas
Ushuluddin Adab dan dakwah UINAM, 2014).
16
Bagus Wibawa Kusuma, Integritas Nilai-Nilai Islam Wasathiyyah dan Kearifan Lokal
Dalam dakwah Transformatif Ponpes Sabilul Hidayah, Tesis (Malang: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim, 2020).
10
dan fungsinya dalam pendidikan agama Islam, serta analisis moderasi dalam
Islam.17
buku, skripsi, jurnal, dan sejenisnya sudah banyak yang mengkaji tentang konsep
yang signifikan antara penelitian yang akan peneliti kaji dengan karya-karya
terdahulu sehingga perlu dilanjutkan untuk penelitian selanjutnya. Dalam tulisan ini
Campalagian Kab. Polman tentang konsep wasathiyah dan bagaimana pemaknaan ini
kemudian terwujud dalam kehidupan sehari-hari, atau menjadi dasar perilaku dan
17
Rizal Ahyar Musaffa, Konsep Nilai-Nilai Moderasi Dalam Al-Qur’an dan Implementasinya
Dalam Pendidikan Agama Islam, Skripsi (Semarang : Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Walisongo, 2018).
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
dari kedua kata tersebut. Dengan memberi penjelasan tentang makna kata Ummatan
Kata ummah ( )أ َّم ْةterambil dari kata َأ َّم –يَُؤ ُّمyang berarti menuju, menumpu,
dan meneladani. Dari akar kata yang sama lahir antara lain kata َأ ْمyang berarti Ibu
dan ا ٌمSS ِإ َمyakni pemimpin, karena keduanya (ibu dan imam) merupakan teladan,
tumpuan pandangan, dan harapan. Ada sementara paka'r bahasa yang berpendapat
sebagaimana dikemukakan oleh Ibrahim Bin Umar al-Biqa’I (1406-1580) dalam
tafsirnya bahwa kata أ َّم ْةterambil dari kata ( اَأل ِّمal-ammi) yakni “Keterikutan sejumlah
hal menuju satu arah sehingga berakhir pada Imam”. Ar-Raghib al-Asfahani (w.1109
M) dalam kitab Mu’jamnya, mengemukakan bahwa kata Ummah digunakan untuk
menunjuk semua kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama yang sama,
waktu atau tempat yang sama, baik penghimpunannya secara terpaksa maupun atas
kehendak mereka. Karena itu, binatang-binatang terhimpun karena adanya persamaan
di antara mereka, demikian juga burung burung dinamai ummah oleh al-Qur’an.18
Sebagaimana dalam QS. Al-An’am/6:38 :
ْي ٍء ثُ َّم اِ ٰلى َربِّ ِه ْمSSب ِم ْن َش ْ ا فَرSSالُ ُك ْم ۗ َمSSَ ِه ِآاَّل اُ َم ٌم اَ ْمثSSْ ُر بِ َجنَا َحيSSْض َواَل ٰۤط ِٕى ٍر يَّ ِطي
ِ ا فِى ْال ِك ٰتSSََّطن ۤ
ِ ْا ِم ْن دَابَّ ٍة فِى ااْل َرSSَو َم
(٣٨) َيُحْ َشرُوْ ن
18
M. Quraish Shihab, Islam dan Kebangsaan : Tauhid, Kemanusiaan, dan
Kewarganegaraan, (Cet. I; Tangerang Selatan: Lentera Hati, November 2020), h. 5-6.
12
:Terjemahnya
Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat
(juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam
Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.19
19
Idham Khalid Bodi, Koroang Mala’bi : Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Mandar dan
Indonesia, (Makassar : Balitbang Agama Makassar, 2019). h. 216.
20
Idham Khalid Bodi, Koroang Mala’bi : Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Mandar dan
Indonesia, h. 216.
21
M. Quraish Shihab, Islam dan Kebangsaan : Tauhid, Kemanusiaan, dan
Kewarganegaraan, h. 7.
22
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Cet. I; Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 432.
13
Ummah sebagaimana yang kita kita tahu dan sering dengar, (singkatnya)
menunjukkan sebuah kumpulan orang, atau banyak saudara muslim kita di Indonesia
khususnya, memahami ummah sebagai kumpulan orang-orang Islam, sehingga
redaksinya (karena mungkin bagi mereka mengandung unsur Arab, dan Islam sarat
akan karakteristik Arab) maka sering dikembangkan “Ummat Islam”. Ungkapan itu
ada benarnya, dan di Indonesia redaksi ‘umat’ banyak mengalami perluasan makna
dan fungsi, jadi ummat bukan hanya dimiliki semata oleh Islam dengan Ummat
Islamnya, tapi disana ada Ummat Kristiani, Ummat Katolik, Ummat Hindu, Ummat
Budha, dan sebagainya yang tidak menutup kemungkinan (seandainya muncul agama
baru) akan meluas lagi. Unik memang, karena di negara lain mungkin tidak demikian
adanya. Ummah memiliki karakter yang berbeda dengan istilah lainnya, ia tidak
sebatas bangsa, suku, atau etnis. Amstrong berpendapat bahwa : “The ummah has
sacramental importance, as a ‘sign’ that God has blessed this endeavour to redeem
humanity from oppression and injustice; its political healt holds much the same place
in a Muslim’s spirituality as aparticular theological option (Catholic, Protestant,
Methodist, Baptist) in the life of a Christian”.24 Demikian Amstrong sempat
menguraikan arti ummah setelah sebelumnya sempat mensetarakan ummah dengan “a
new united community”.25
Bisa saja ulama berbeda pendapat tentang makna-makna di atas, tetapi yang
jelas adalah kata ummah dari tinjauan bahasa bermakna himpunan, baik dalam jumlah
23
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat,.
1036.
24
Muhammad fathurrohman, Islamic Building : Memahami Islam Secara kaffah dalam
Rangka mewujudkan Moderasi Beragama di Indonesia, Cet. I; Yogyakarta: Kalimedia, 2020), h. 137-
138.
25
Muhammad fathurrohman, Islamic Building : Memahami Islam Secara kaffah dalam
Rangka mewujudkan Moderasi Beragama di Indonesia, h. 139.
14
yang besar walapun kecil, baik manusia atau bukan manusia. Dari sini sekali, wajar
jika kebangsaan ditunjuk oleh kata ummah. Hanya saja dalam sekian masyarakat
pengguna bahasa Arab, kata ummah telah menjadi istilah politik dan sosial sehingga
kata tersebut mengandung makna “sekumpulan manusia yang saling terikat
anggotanya dengan ikatan tertentu seperti bahasa, sejarah, atau asal keturunan”. Itu
dari satu sisi, dan dari sisi lain, terikat pula kemaslahatan, kepentingan, dan tujuan
bersama, dan bermukim bersama dalam satu wilayah. 26
antara dua pihak yang berhadapan atau yang saling bertentangan, sehingga salah satu
26
M. Quraish Shihab, Islam dan Kebangsaan : Tauhid, Kemanusiaan, dan
Kewarganegaraan, h. 8-9.
27
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah : Wawasan tentang Moderasi Beragama, (Cet. I;
Tangerang: Lentera hati, Sebtember 2019), h. 2.
15
dari mereka berpengaruh dan mempengaruhi pihak lain, dan tidak ada pihak yang
mengambil alih haknya yang lebih banyak dan mengintimidasi pihak lain. Dari
defenisi tersebut wasathiyyah akan menjadi penetral dari dua sikap yang ekstrem dari
kedua titik. Seperti; titik antara nilai kemanusiaan dan rabbaniyyah, antara ruh dan
materi, antara dunia dan akhirat, antara akal dan wahyu, yang lalu dan yang akan
datang, individu dan sosial, antara idealitas dan realitas, antara yang tetap dan yang
berubah. Antara titik titik yang ekstrem tersebut, diharapkan ada yang menjembatani
sehingga kedua belah pihak saling memberi manfaat dan potensi masing-masing
dengan seimbang, tanpa ada yang berlebihan dan ada yang kekurangan.28
Kata wasath dalam berbagai bentuknya ditemukan lima kali dalam al-Qur’an,
1. Q.S. Al-Baqarah/2:143
Terjemahannya :
“Anna bassa toi iyami’pura mappajario mie’ (umma’ Sallang) umma’ lalo
tangnga".
2. Q.S. Al-Baqarah/2:238
28
Ahmad Munir, Agus Ramlon Saputra, Implementasi Konsep Islam Wasathiyyah Studi
Kasus MUI Eks. Karesidenan Madiun, (Jurnal Penelitian Islam, Volume 13 No. 1 Tahun 2019), h. 71-
72.
29
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah : Wawasan tentang Moderasi Beragama, h. 4.
16
Terjemahannya:
tangnga)”.30
adalah shalat pertengahan dengan menjadikan shalat pertama dalam sehari adalah
subuh.31
3. Q.S. Al-Maidah/5:89
Terjemahannya:
Maka Kaffarat sumpah-sumpah kamu yang kamu sengaja ucapkan sebagai
sumpah lalu kamu batalkan adalah, memberi makan sepuluh orang miskin,
yaitu dari pertengahan yang kamu berikan kepada keluarga kamu.
30
Idham Khalid Bodi, Koroang Mala’bi : Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Mandar dan
Indonesia, h. 61.
31
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah : Wawasan tentang Moderasi Beragama, hal. 4.
32
Idham Khalid Bodi, Koroang Mala’bi : Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Mandar dan
Indonesia, h. 199.
17
4. Q.S. Al-Qalam/68:28
(٢٨) َال اَوْ َسطُهُ ْم اَلَ ْم اَقُلْ لَّ ُك ْم لَوْ اَل تُ َسبِّحُوْ ن
َ َق
Terjemahannya:
Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, “bukankah aku telah
Puangmu)”.33
Kata طُهُ ْمSS اَوْ َسdi sini dipahami dalam arti yang terbaik dan paling lurus
pemikirannya, atau yang pertengahan dalam usianya dibanding dengan siapa yang
5. Q.S. Al-‘Adiyat/100:4-5
Terjemahannya:
Maka ia (yang berlari kencang itu) menerbangkan debu, dan menyerbu ke tengah-
tengah kelompok.”
33
Idham Khalid Bodi, Koroang Mala’bi : Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Mandar dan
Indonesia, h. 1060.
34
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah : Wawasan tentang Moderasi Beragama, h. 5.
18
bali”.35
defenisi menurut etimologi, kata wasath berarti sesuatu yang ada di tengah, atau
sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya ukurannya sebanding. Kedua,
defenisi menurut terminologi, makna wasath adalah nilai-nilai Islam yang dibangun
atas dasar pola pikir yang lurus dan pengetahuan, tidak berlebihan dalam hal tertentu.
Moderasi diartikan menjauhi perilaku dan ungkapan yang ekstrem. Dalam hal ini,
ungkapan-ungkapan ektrem.38
1. Akidah/Iman/kepercayaan.
35
Idham Khalid Bodi, Koroang Mala’bi : Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Mandar dan
Indonesia, h. 1162.
36
Rizal Ahyar Musaffa, Konsep Nilai-Nilai Moderasi Dalam Al-Qur’an dan Implementasinya
Dalam Pendidikan Agama Islam, Skripsi (Semarang : Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Walisongo, 2018), h. 19.
37
Syauqi Dhoif, Al-Mu’jam Al-Wasit, (Mesir: ZIB, 1972), h. 1061.
38
Rizal Ahyar Musaffa, Konsep Nilai-Nilai Moderasi Dalam Al-Qur’an dan Implementasinya
Dalam Pendidikan Agama Islam, h. 20.
19
39
M. Quraish Shihab, Wasathiyyah : Wawasan tentang Moderasi Beragama, h. 44-45.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Jenis dan Lokasi Penelitian
a. Jenis Penelitian
b. Lokasi Penelitian
kegiatan.41 Oleh karena itu yang menjadi tempat atau lokasi penelitian adalah Desa
Bonde Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar dengan fokus dan objek
kaca mata Living qur’an. Dalam riset Living Qur’an, model-model resepsi dengan
40
Abdul Mustaqim, Metodologi Penelitian living Qur’an dan Hadits, ed. Sahiron
Syamsuddin, Metodologi Penelitian living Qur’an dan Hadits, h. 72.
41
S. Nasution, Metode Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsinto, 1996), h. 43
21
proses budaya, perilaku, yang diinspirasi atau dimotivasi oleh kehadiran Al-Qur’an.42
Metode tahlili adalah suatu metode Tafsir dengan berusaha menjelaskan kandungan
menguraikan makna yang dikandung oleh Q.S Al-Baqarah/2:143 mulai dari kosa
kata, konotasi kalimat, latar belakang turunnya ayat, kaitannya dengan ayat yang lain,
diberikan berkenaan dengan ayat tersebut, baik dari Nabi, sahabat, para tabi’in,
wasathiyyah pada setiap aktivitas. Dengan pendekatan ini juga, penulis dapat
42
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Cet II; Yogyakarta: Idea Press,
2015), h. 104.
43
H. Abd. Muin Salim, Metodologi Penelitan Tafsir Maudu’i, (Yogyakarta: Pustaka Al-Zikra,
2011). h. 38.
44
Hasan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Cet. IX; Jakarta: Bina Aksara,
1983), h. 1.
22
lingkungan bermasyarakat.
a. Observasi
pengetahuan dari dunia luar dengan menggunakan indera. 45 Dalam penelitian ini,
karakteristik fisik dalam kegiatan yang alamiah. Metode ini merupakan cara yang
sangat relevan untuk mengawasi perilaku penduduk disuatu tempat seperti perilaku
dalam lingkungan atau ruang, waktu, dan keadaan tertentu. Meskipun demikian,
metode ini ada pula kelemahannya yaitu tidak dapat mengungkapkan hal-hal yang
b. Interview/Wawancara
yang menjadi narasumber untuk memperoleh data pada penelitian ini adalah tokoh
ulama yang ada di Campalagian, tokoh agama dan tokoh masyarakat desa Bonde
Kecamatan Campalagian. Selain dari data yang diperoleh langsung dari sumbernya
sebagian data didapatkan dari dokumen yang ada di Pemerintah Desa Bonde sebagai
suatu wawancara yang bersifat luwes, susunan pertanyaanya dan susunan kata-kata
dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, serta wawancara
disediakan.48 Dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara tak terstruktur atau
c. Dokumentasi
yang terkait dengan kondisi Desa Bonde Kecamatan campalagian, Sejarah Desa
Bonde, dan praktek-praktek nilai-nilai wasathiyyah masyarakat Desa Bonde, Data ini
akan dicrosscheck dengan data yang didapatkan melalui wawancara dapat lebih
48
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, h. 79
24
Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat dipahami dengan
mudah. Menyusun data berarti menggolongkannya ke dalam pola, tema, atau
kategori. Untuk mendapatkan hasil yang objektif dalam penelitian ini, maka data
yang didapatkan di lapangan akan diolah dan di analisa secara kualitatif, yaitu dengan
menggambarkan dan menjelaskan hasil-hasil penelitian dari sejumlah data-data yang
telah diperoleh di lapangan selama penelitian berlangsung.49 Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan proses analisis data dengan metode sebagai berikut :
1. Metode Deduktif
Suatu cara pengumpulan data yang dimulai dari hal-hal yang bersifat umum
kemudian menyimpulkan secara khusus.50 Yakni mengambil gambaran umum tentang
hal-hal yang berkaitan dengan konsep wasathiyah di lokasi tersebut kemudian
disimpulkan setelah melakukan penelitian.
2. Metode Komparatif
49
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial; Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
Ed II (Yogyakarta: Erlangga, 2009) h. 99.
50
Tim Pustaka harapan, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Surabaya: CV. Pustaka Agung
Harapan, t.th.), h. 227.
51
Idham Hamid, Tradisi Ma’baca Yasin di Makam Annangguru Maddappungan Santri
Pondok Pesantren Salafiyah Parappe, Skripsi (Makassar: Fak. Ushuluddin Filsafat dan Politik, UIN
Alauddin Makassar, 2017), h. 61.
25
1. Display Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Display ini merupakan bagian dari kegiatan
analisis, dengan dibuatnya display data maka masalah makna data yang terdiri atas
berbagai macam konteks dapat terkuasai dan tidak tenggelam dalam tumpukan data,
seperti bentuk penerapan konsep terkait, alasan dan faktornya sehingga tetap
dijalankan hingga saat ini. Data yang telah diperoleh dari lokasi penelitian penting
2. Reduksi Data
memokuskan, membuang, dan menyusun data dalam suatu cara di mana kesimpulan
akhir dapat digambarkan dan diverifikasi.53 Laporan atau data yang diterima dari
lokasi tersebut perlu direduksi, dirangkum, dipilih-pilih hal yang pokok difokuskan
pada hal-hal yang bersangkutan dengan konsep wasathiyah, sehingga lebih mudah
uraian yang jelas dan tidak menyebar pada penjelasan yang tidak bersangkutan.
Setelah melalui banyak penyaringan data dari lokasi penelitian yaitu Desa
52
Idham Hamid, Tradisi Ma’baca Yasin di Makam Annangguru Maddappungan Santri
Pondok Pesantren Salafiyah Parappe, h. 61.
53
Emzir, Metode Penelitian Kualitatif analisis Data, (Cet. IV; jakarta: Rajawali Press, 2014),
h. 131.
26
tetapi dengan bertambahnya data maka kesimpulan akan menjadi bersifat Grounded
dalam bentuk siklus yang saling berkaitan pada sebelum, sedang, dan setelah
tersebut.
54
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta: Paradigma, 2012), h.
133.
KOMPOSISI BAB
BAB I : PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
D. Kajian Pustaka
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
28
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Muin, Salim, Metodologi Penelitan Tafsir Maudhu’I . Cet.I; Pustaka Al-Zikra, 2011.
Yusuf, Muhammad, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, ed. Sahiron
Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits, Yogyakarta:
TH Press, 2007.
Azizan Fitriana, Muhammad, Jurnal Studi Living Qur’an dikalangan Narapidana :
Studi Kasus Pesantren At-Taubah Lembaga Pemasyarakatan Kab. Cianjur-
Jawa Barat, Misykat, Volume 03, Nomor 02, Desember 2015.
Abou El-Fadl, Khaled, Selamatkan Islam dari Muslim puritan, terj. Helmi Mustofa
(Jakarta : Serambi, 2005.
Bagir, Haidar, Islam Tuhan Islam Manusia : Agama dan Spritualitas di Zaman
Kacau, Bandung : Mizan, 2017.
Khalid, Bodi Idham, Koroang Mala’bi : Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Mandar dan
Indonesia, Makassar : Balitbang Agama Makassar, 2019.
Khalid, Idham, dkk, Sejarah Islam di Mandar, Jakarta : Badan Litbang dan Diklat
Puslitbang Lektur Keagamaan Kementerian Agama RI, 2010.
Khalid, Idham, Moderasi Dalam Budaya Masyarakat Islam, Cet I, Jakarta: Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2019.
Shihab, M. Quraish, Wasathiyyah : Wawasan tentang Moderasi Beragama, Cet. I;
Tangerang: Lentera hati, Sebtember 2019.
Fathurrohman, Muhammad, Islamic Building : Memahami Islam Secara kaffah
dalam Rangka mewujudkan Moderasi Beragama di Indonesia, Cet. I;
Yogyakarta: Kalimedia, 2020.
Mide, Sabri, Ummatan Wasathan Dalam Al-Qur’an, Skripsi, Makassar: Fakultas
Ushuluddin Adab dan dakwah UINAM, 2014.
Kusuma, Bagus Wibawa, Integritas Nilai-Nilai Islam Wasathiyyah dan Kearifan
Lokal Dalam dakwah Transformatif Ponpes Sabilul Hidayah, Tesis, Malang:
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim, 2020.
Musaffa, Rizal Ahyar, Konsep Nilai-Nilai Moderasi Dalam Al-Qur’an dan
Implementasinya Dalam Pendidikan Agama Islam, Skripsi, Semarang :
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Walisongo, 2018.
Shihab, M. Quraish, Islam dan Kebangsaan : Tauhid, Kemanusiaan, dan
Kewarganegaraan, Cet. I; Tangerang Selatan: Lentera Hati, November 2020.
30