You are on page 1of 18

MAKALAH

EKSISTENSI PAGUYUBAN TERHADAP SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT


LOKAL DAN TRANSMIGRAN DI KOTA PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :

Nama : Uswatun Mailani

NIM : GAB 117 009

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

PALANGKA RAYA

2020
EKSISTENSI PAGUYUBAN TERHADAP SOSIAL BUDAYA
MASYARAKAT LOKAL DAN TRANSMIGRAN DI KOTA PALANGKA
RAYA

ABSTRAK

Eksistensi atau keberadaan dari sebuah paguyuban di indonesia dalam


kaitannya dengan kemajemukan masyarakat terhadap sosial budaya tentunya
harus dilestarikan guna menjaga keutuhan dalam paguyuban itu sendiri. Baiik itu
kaitannnya dengan masyarakat lokal maupun transmigran. Kelompok paguyuban
ini diciptakan oleh anggota masyarakat atas rasa kekeluargaan, ikatan darah dan
terbentuk karena tempat kebeeradaan lokasi yang sama. Pengembangan dari sosial
budaya dapat dikembangkan dengan adanya sebuah paguyuban dalam sebuah
masyarakat. Di kota Palangka Raya sendiri memiliki kelompok sosial atau
masyarakat (paguyuban) dalam kebudayaan misalnya saja seperti paguyuban kuda
lumping. Dalam paguyuban lainnya misalnya paguyuban sosial marga Tionghoa
serta masih banyak lagi hal lainnya.

Kata Kunci : Eksistensi, Paguyuban, Sosial Budaya

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

ABSTRAK .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................... iii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iv

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................. 2

BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................... 3

2.1 Landasan Teori ...................................................................... 3


2.1.1 Teori Keberagaman .............................................. 3
2.1.2 Teori Sosial Budaya ............................................. 3
2.1.3 Teori Paguyuban atau Gemeinschaft..................... 4
2.2 Uraian Materi ......................................................................... 6
2.2.1 Pengertian Paguyuban ......................................... 6
2.2.2 Jenis-Jenis Paguyuban ......................................... 6
2.2.3 Perkembangan Paguyuban di Indonesia .............. 7
2.2.4 Eksistensi Paguyuban tehadap sosial budaya
masyarakat di Kota Palangka Raya ...................... 8
2.3 Solusi atau Penyelesaian Masalah ........................................ 11

BAB III. PENUTUP ................................................................................. 12

3.1 Kesimpulan ............................................................................ 12


3.2 Saran ..................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Revormasi Administrasi Publik dengan tema Regulasi Keberagaman yang
berjudul Eksistensi Paguyuban Terhadap Sosial Budaya Masyarakat Lokal Dan
Transmigran Di Kota Palangka Raya.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas


mata kuliah Revormasi Administrasi Publik pada semester genap tahun 2020-
2021. Dalam makalah ini diuraikan tentang Eksistensi Paguyuban Terhadap
Sosial Budaya Masyarakat Lokal dan Tranmisgran Di Kota Palangka Raya.
Penyusun menyadari, penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
serta masih banyak kekurangan. Penyusun mohon kritik dan saran dari rekan-
rekan semua kearah kesempurnaan makalah ini.

Penyusun mengucapkan terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah


Revormasi Administrasi Publik atas bimbingannya, dan juga kepada rekan-rekan
yang terlibat didalamnya, sehingga makalah ini dapat tersusun.

Akhirnya penyusun berharap, makalah ini dapat bermanfaat bagi


penyusun sendiri ataupun semua pihak yang memerlukan.

Palangka Raya, 16 April 2020

Uswatun Mailani

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perlu diketahui secara bersama, Indonesia merupakan negara
kepulauan yang memiliki banyak sekali keberagaman. Keberagaman disini
bukan hanya dari segi suku bangsanya saja melainkan juga bahasa, agama,
ras, kebudayaan, gender atau jenis kelamin. Dengan adanya sebuah
perbedaan ini tidak membuat Indonesia menjadi pecah dan luntur melainkan
justru masih tetap bersatu dengan semboyan negara yaitu Bhineka Tunggal
Ika, yang memiliki arti berbeda-beda tapi tetap satu jua.
Menurut Undang Undang RI no 15 tahun 1997 tentang
ketransmigrasian bab II pasal 2 yang berbunyi “penyelenggaraan
transmigrasi berasaskan: kepeloparan, kesukarelaan, kemandirian,
kekeluargaan, keterpaduan serta berwawasan lingkungan”. Serta pasal 4
yang berbunyi “Sasaran penyelenggaraan transmigrasi adalah meningkatkan
kemampuan dan produktivitas masyarakat transmigrasi, membangun
kemandirian, dan mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi
sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang
secara berkelanjutan”.
Perpindahan penduduk atas dasar sebuah kepentingan misalnya pindah
tugas PNS, merantau, menempuh pendidikan yang mana hal ini tak jarang
membuat sebagian orang harus berpindah tempat tinggal untuk sementara
maupun menetap. Perpindahan penduduk ini tak jarang juga akan
membentuk suatu kelompok sosial dalam masyarakat atas dasar ikatan
darah maupun ikatan batin. Dalam hal ini masyarakat yang berpindah tempat
mereka tinggal masih membawa kebudayaan lama mereka.
Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan
manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di antara mereka.
Sekumpulan masyarakat pastinya ada yang namanya interaksi sosial dimana
hal ini merupakan proses dalam terbentuknya kelompok sosial didalam
masyarakat. Namun dalam hal ini tidak semua dapat dikatakan sebagai

1
kelompok sosial misal sekumpulan orang yang sedang mengantri, ini
merupakan hal yang sifatnya dinamis.
Kalimantan Tengah dengan ibu kota Palangka Raya memiliki luas
wilayah 153.564,60 km ². Berdasarkan data dari badan pusat statistik ( BPS)
pada tahun 2018, jumlah umat Islam adalah 1.944.177, Protestan 420.624,
Katolitk 86.238, Hindu 218.890 dan Budha 9.338 (BPS 2017). Dengan jumlah
penduduk yang terbilang lumayan banyak ini memiliki suku, ras, agama yang
berbeda beda sehingga dalam hal ini masyarakat membentuk sebuah
kelompok sosial atau paguyuban atas dasar kesamaan atau rasa
kekeluargaan di dalam masyarakat itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang dapat saya
ambil adalah :
1. bagaimanakah eksistensi dari paguyuban terhadap sosial budaya
masyarakat lokal dan transimigran di kota Palangka Raya?

1.3 Tujuan
Adapaun penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetetahui serta
mempelajari bagaimana eksistensi dari paguyuban terhadap sosial budaya
masyarakat baik lokal maupun transmigran di kota Palangka Raya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Landasan Teori


2.1.1 Teori Keberagaman
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
keberagaman memiliki arti perihal beragam-ragam, berjenis-jenis,
perihal ragam, perihal jenis, serta menyangkut pula mengenai
kerukunan.
Keberagaman adalah suatu kondisi dalam masyarakat
yang terdapat banyak perbedaan dalam berbagai bidang.
Perbedaan tersebut terutama dalam hal suku bangsa, agama, ras,
keyakinan, sosial budaya, ekonomi, dan jenis kelamin.
Keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan
kekayaan dan keindahan bangsa. (Menurut kementrian
pendidikan dan kebudayaan).
Keberagaman atau diversity semula dipergunakan dalam
pengertian secara umum sebagai pernyataan bervariasi (Cris
Speechley dan Ruth weatley, 2001, p.4). Namun, keberagaman
kemudian berkembang dan dipergunakan untuk menjelaskan
terdapatnya variasi di tempat pekerjaan, karena dalam suatu
organisasi terdapat orang dengan berbagai latar belakang dan
budaya.

2.1.2 Teori Sosial Budaya

Teori perubahan social dan budaya Karl Marx yang


merumuskan bahwa perubahan social dan budaya sebagai
produk dari sebuah produksi (materialism), sedangkan
Max weber lebih pada system gagasan, system pengetahuan,
system kepercayaan yang justru menjadi sebab perubahan.

Menurut William Ogburn dalam Rimawati (2013, p.41),


sosial budaya adalah teori fungsionalis. Menurut teori ini,

3
beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat
cepat sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti
kecepatan perubahan unsur tersebut, maka yang terjadi adalah
ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) budaya


diartikan sebagai pikiran akal budi atau adat-istiadat. Secara tata
bahasa pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang
cenderung menunjuk pada pola piker manusia. Budaya
merupakan salah satu cara hidup yang terus berkembang dan
dimiliki bersama oleh suatu kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi selanjutnya.

E.B Taylor Budaya adalah keseluruhan yang bersifat


kompleks dan meliputi aspek pengetahuan, kepercayaan, seni,
kesusilaan, hukum, adat istiadat, dan kesanggupan serta
kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai tokoh
anggota masyarakat.

Koentjaraningrat budaya merupakan suatu sistem


gagasan, rasa, tindakan, dan karya yang dihasilkan manusia
dalam kehidupan bermasyarakat dan akan dijadikan miliknya
melalui tahap belajar.

2.1.3 Teori Paguyuban atau Gemeinschaft

Menurut Ferdinand Tonnies paguyuban adalah suatu


kelompok kehidupan yang dijalani bersama yang diantara mereka
terhadapat hubungan yang murni pada semua anggotanya dan
juga hubungan ini bersifat alamiah dan kekal.

Menurut Soerjono Soekanto (2006,P.101), kelompok-


kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan-
kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut
antara lain menyangkut kaitan timbal balik yang saling
mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong.

4
Beberapa persyaratan setiap himpunan manusia dapat dinamakan
kelompok sosial, antara lain:

a) Adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia


merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
b) Ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan
anggota lainnya.
c) Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan
antar mereka bertambah erat, yang dapat merupakan nasib
yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama,
ideologi politik yang sama dan lain-lain. Tentunya faktor
mempunyai musuh bersama misalnya, dapat pula menjadi
faktor pengikat/pemersatu.
d) Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
e) Bersistem dan berproses.

2.2 Uraian Materi

2.2.1 Pengertian Paguyuban


KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mengartikan
paguyuban sebagai perkumpulan yang bersifat kekeluargaan,
didirikan oleh orang orang yang sepaham (sedarah) untuk membina
persatuan (kerukunan) di antara para anggotanya. Contoh daripada
paguyuban adalah : keluarga, kelompok kekerabatan, dan
hubungan antar tetangga pada masyarakat tradisional/pedesaan.

Paguyuban (Gemeinschaft) ditemukan dalam struktur sosial


kecil di mana hubungan manusia dihargai dan bahwa kesejahteraan
masyarakat diperhatikan oleh individu. Dalam masyarakat
paguyuban, orang-orang memiliki naluri untuk melayani orang lain
dalam masyarakat sehingga mereka sukarela waktu mereka keluar
dari kehendak bebas. Prinsip paguyuban dikonseptualisasikan oleh
Ferdinand Tonnies.

Paguyuban adalah kelompok sosial yang anggotanya


memiliki keterikatan yang alami, suci dan muri. Keterikatan ini

5
sifatnya kuat dankekal.istilah paguyuban sering disebut juga
dengan gemeinschaft (Nugroho, p.2011).

Ciri-ciri pokok masyarakat paguyuban antara lain:

a. Intimate yakni hubungan secara menyeluruh yang dijalani


secara mesra.
b. Private yakni hubungan pribadi yang terjalin hanya untuk
orang tertentu saja.
c. Exclusive yakni hubungan yang ditujukan hanya untuk kita,
tanpa keterlibatan orang lain di luar diri kita.

2.2.2 Jenis-Jenis Paguyuban

Paguyuban terbagi menjadi atas beberapa jenis sesuai


dengan karakteristiknya. Jenis jenis paguyuban yaitu :

a. Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood)


Kelompok genealogis adalah kelompok yang
terbentuk berdasarkan hubungan sedarah. Kelompok
genealogis memiliki tingkat solidaritas yang tinggi karena
adanya keyakinan tentang kesamaan nenek moyang.
Contohnya keluarga, kelompok kekerabatan.
b. Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place)
Komunitas adalah kelompok sosial yang terbentuk
berdasarkan lokalitas. Contohnya beberapa keluarga yang
berdekatan membentuk RT (Rukun Tetangga), dan
sejumlah Rukun Tetangga membentuk RW (Rukun
Warga).
c. Paguyuban karena ideologi (gemeinschaft of mind)
Paguyuban berdasarkan ideologi ini berupa
beberapa orang memiliki pemikiran, jiwa, dan ideologi
yang sama. Contohnya partai politik yang dibentuk
berdasarkan agama, para penganut paham komunisme
yang menyebar di belahan dunia ini dan juga ideologi-
ideologi lain di dunia.

6
2.2.3 Perkembangan Paguyuban di Indonesia

Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, agama dan rasa


atau serung disebut sebagai masyarakat yang majemuk. Menurut
Clifford Geertz dalam Depdikbud, (2012, p.180) masyarakat
Indonesia adalah masyarakat majemuk, adalah merupakan
masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam sub-sub sistem yang
kurang lebih berdiri sendiri-sendiri dalam mana masing-masing sub
sistem terikat ke dalam oleh ikatan-ikatan yang bersifat primordial.

Keberadaan berbagai paguyuban atau perkumpulan


kedaerahan yang banyak tersebar di kota besar di Indonesia tidak
terlepas dari kemajemukan bangsa Indonesia. Sebagai akibat dari
pembangunan di berbagai bidang, seperti transportasi, teknologi
dan informasi yang semakin tinggi intensitasnya ternyata mampu
memacu perkembangan perkumpulan daerah atau paguyuban
sebagai kelompok sosial tertentu dalam masyarakat yang tak
terpisah dari kesatuan masyarakat perkotaan setempat. Paguyuban
kedaerahan adalah perkumpulan yang anggota-anggotanya berasal
dari satu daerah yang sama. Atau dapat juga berdasarkan pada
kesamaan etnis. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya
paguyuban ini pun lebih mengetengahkan fungsi aktif dan peran
bagi para anggotanya yang berpatisipasi aktif karena terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan ekonomi, sosial, serta jatidiri di dalam suatu
kelompok masyarakat yang lebih luas dan heterogen. Dengan
demikian, setiap paguyuban setidaknya berusaha menyiasati
berbagai hubungan sosial yang terjadi di sekeliling kegiatan
mereka, baik dengan paguyuban lain maupun dengan masyarakat
etnik lokal, bahkan pemerintah daerah setempat.

Kebudayaan-kebudayaan bangsa sekarang sudah mulai


luntur dari masyarakat kita karena masyarakat kita khususnya
para pemuda lebih condong senang meniru budaya-budaya luar
dari pada budaya asli kita sendiri. Remaja sekarang ini berbeda
jauh dengan remaja-remaja zaman dulu. Jika remaja dulu

7
cenderung aktif, kreatif, ulet dan mau berusaha sedangkan remaja
sekarang ini sudah dimanjakan dengan peralatan serba canggih
dan makanan instan, dan kebanyakan tidak mau berusaha dengan
keras, sebagi generasi penerus hendaknya kita harus berusaha
lebih keras . Zaman yang serba ada ternyata mampu membuat
seorang menjadi pemalas dan lamban dalam berfikir serta
bertindak. Dahulu, nilai gotong royong sangat terasa sekali, jika
ada tetangga yang melaksanakan hajatan. Ketika petani mau
menanam padi, pasti tidak bayar, upahnya hanya makan pagi dan
siang atau makan kecil.
Nasib bangsa Indonesia dan nilai-nilai kebudayaan sangat
tergantung kepada kemampuan penalaran, skill, dan manajemen
masyarakat khususnya kaum muda sebagai generasi penerus.
Sayang sekali sampai dengan saat ini, masyarakat Indonesia
mengalami krisis kebudayaan. Hal ini disebabkan kebudayaan asli
bangsa dibiarkan merana, tidak terawat, dan tidak dikembangkan
oleh pihak-pihak yang berkompeten. Namun dengan adanya hal
ini masih ada beberapa paguyuban yang dapat berdiri meskipun
jumlahnya tidak banyak.
2.2.4 Eksistensi Paguyuban tehadap sosial budaya masyarakat di
Kota Palangka Raya
Paguyuban nampaknya kini sudah mulai berkembang juga
kota Palangka Raya salah satunya yang mana masyarakat
membentuk kelompok sosial budaya baik dari masyarakat lokal
sendiri maupun masyarakat tranmigran. Dalam kaitannnya antara
masyarakat lokal dan transmigran biasanya cenderung akan
bersatu karena hubungan darah misal marga serta suku.
Masyarakat adalah sistem yang kompleks dalam berbagai
kebutuhan dan menciptakan ruang sosial integrasi untuk
kelangsungan hidup komunitas itu sendiri (Suprayitno, 2018, p.
231). Kelompok sosial (paguyuban) yang dibentuk oleh
masyarakat dibentuk oleh anggota anggota dalam masyarakat itu
sendiri. Menurut Justian (2016, p.161) transmigrasi merupakan
salah satu bentuk migrasi yang diatur dan dibiayai oleh pemerintah

8
serta ditetapkan melalui undang-undang. Berdasarkan undang-
undang RI No.3 tahun 1972 tentang ketentuan pokok transmigrasi
menyatakan bahwa: “transmigrasi adalah perpindahan penduduk
dari suatu Daerah yang padat penduduknya yang ditetapkan di
dalam wilayah Republik Indonesia. Transmigrasi di Indonesia
bermula dari upaya pemerintah Hindia Belanda untuk
memindahkan penduduk pulau Jawa yang semakin padat ke
pulau-pulau lain yang membutuhkan tenaga kerja untuk
mengembangkan potensi ekonominya dan merupakan bagian dari
politik etis. Sementara masyarakat lokal adalah salah satu bagian
dari hubungan sosial masyarakat berdasarkan sistem sosial yang
tumbuh di dalam masyarakat tersebut.
Perbedaan pada setiap anggota paguyuban tak jarang
mengakibatkan adanya hubungan yang tidak baik. Paguyuban
memang sudah harus di kembangkan serta dilestarikan dengan
tetap menjunjung tinggi nilai nilai pancasila dan saling menghargai
satu sama lain. Berjalannya sebuah paguyuban tentunya dibaengi
dengan adanya hubungan sosial yang akan diikuti dengan adanya
sebuah interkasi. Interaksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(kbbi.web.id) yaitu diartikan sebagai hal saling melakukan aksi
seperti berhubungan dan mempengaruhi. Sedangkan interaksi
sosial diartikan sebagai hubungan sosial yang dinamis antara
orang perseorangan dan orang perseorangan, antara
perseorangan dan kelompok, dan antara kelompok dengan
kelompok. Sejalan dengan hal ini, interaksi sosial menurut Basrowi
(2005, p.138) interaksi sosial adalah hubungan yang dinamis yang
mempertemukan seserang dengan seseorang, kelompok dengan
kelompok maupun orang dengan kelompok manusia.
Paguyuban di kota Palangka Raya sendiri memilki beberapa
jenis paguyuban yaitu :
a. Paguyuban komunitas hindu Jawa diamana memilki etnis
jawa dan dengan adat serta nilai budaya luhur. Dalam Adi
Agung (2018, p.4) Hindu Jawa di Kota Palangka Raya
tergabung dalam komunitas Paguyuban Hindu Jawi (Pandu

9
Jawi). Paguyuban ini memiliki aktivitas pertemuan rutin sekali
dalam sebulan dengan para anggotanya, kegiatan sosial dan
ritus lingkaran hidup acap diselenggarakan oleh Pandu Jawi.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka memiliki eksistensi di
tengah pluralnya masyarakat Hindu di Kota Palangka Raya.
Paguyuban Hindu Jawi merupakan organisasi yang bernaung
di bawah lembaga PHDI Provinsi Kalimantan Tengah.
Memiliki unsur kepengurusan; penasehat, ketua, wakil ketua,
sekretaris, bendahara. Sedangkan masa bhakti kepengurusan
Paguyuban Hindu Jawi selama 3 tahun dan dapat dipilih
kembali untuk periode berikutnya berdasarkan musyawarah
dan mufakat. Aktifitas eksternal paguyuban hindu jawa berupa
pelatihan fermentasi makanan ternak, gotong royong, dharma
wacana/pandehen dalam acara basarahserta arisan.
sementara aktifitas internal berupa ritus slametan, slametan
kelahiran bayi (babaran, brokahan, puputan dan selapanan)
serta wetonan, slametan kematian.
b. Paguyuban kebudayaan berupa kuda lumping, yang mana
paguyuban ini ikut serta berkontribusi membangun kota cantik
Palangka Raya. Paguyuban yang bergerak dibidang kesenian
tradisional ini merupakan paguyuban resmi secara legal
formal dan diakui oleh negara. Kuda lumping ini sebagai
hiburan bernuansa seni. Paguyuban ini mengharapkan
keikutsertaan marga lainnya untuk ikut andil sehingga dapat
menjalin atau memperkuat tali silaturahmi. Untuk
mempertahankan eksistensi dari paguyuban ini dilakukan
dengan menghadiri even dan tampil secara bergiliran.
c. Paguyuban car free day, dimana paguyuban ini dibentuk guna
ikut serta juga berkontribusi membangun Kalteng. Car free
day biasanya diadakan di hari minggu mulai pukul 06:00 –
09:00 WIB. Paguyuban ini bergerak dengan melakukan
kegiatan berupa peduli terhadap lingkungan.
d. Paguyuban sosial marga Tionghoa, orang nomor satu di Bumi
Tambun Bungai ini meyakini jajaran pengurus paguyuban

10
sosial marga Tionghoa Indonesia provinsi Kalimantan Tengah
ini pasti dapat mewujudkan tujuan organisasi kedepannya
dengan baik dan sesuai dengan aturan dan ketentuan dalam
sebuah organisasi yang berlaku di Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini. PSMT (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa) INI
bergerak pada bidang sosial dan tidak ada kaitannya dengan
ranah politik.

2.3 Solusi
Adapun solusi dari penulisan makalah ini, dengan adanya fungsi
paguyuban yaitu untuk membina persatuan atau kerukunan dengan para
anggota dapat menyeimbangkan dengan kehidupan masyarakat dan tidak
membentuk suatu perkumpulan perkumpulan yang menyimpang dari nilai
nilai. Paguyuban dengan adanya nilai nilai pancasila akan membentuk
sebuah panguyuban yang baik.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penulisan makalah di ini dapat diambil kesimpulan yaitu


keberadaan dari kelompok sosial yaitu paguyuban sebagai wadah bagi
masyarakat atas rasa serta kepentingan yang sama baik dari segi sosial
budaya hingga kehidupan masyarakat. Di Indonesia Paguyuban ini
terbentuk baik atas dasar ideologi, ikatan darah maupun tempat. paguyuban
dibentuk di Kalimantan Tengah kota Palangka Raya guna ikut serta
berkontribusi dalam meningkatkan serta mengembangkan seni-seni lokal
atau etnis.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini, saran dari penulis yaitu paguyuban di


indonesia baiknya agar tetap dijaga dan di dilestarikan dengan tetap saling
menghormati satu sama lain serta tetap menjunjung tinggi nilai-nilai
pancasila. Pemerintah juga dapat ikut serta andil untuk menjaga membina
serta memfasilitasi adanya paguyuban di Kalimantan Tenngah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Jurnal :

Suprayitno, S., Putri, F.P.P., Triyani, T. (2019). Strategy on the National Unity
and Politics Agency (KESBANGPOL) in Maintaining Ethnicity and
Religious Relations Based on Huma Betang Philosophy in Central
Kalimantan. Budapest Internasional Research And Critics Institute-
Journal (Birci-Journal). 2. 229-238. DOI:
https://doi.org/10.33258/birci.v2i4.629.

Nawang Retno Dwiningrum., Patria Rahmawaty., Totok Ismawanto. (2018).


Peran Paguyuban di Balikpapan dalam Mendukung Integritas
Sosial. Jurnal Sosial Humaniora Dan Pendidikan. Vol 2. Halaman
77-84.

Rimawati. (2015). Perwujudan Paguyuban Masyarakat dan Nilai Kebersamaan


dalam Pengelolaan Desa Wisata Sambi di Sleman. Mimbar Hukum.
Vol 27. Halaman 29-42.

Justian., Juhaepa., dan Bakri Yusuf. (2016). Hubungan Antara Masyarakat Lokal
Dengan Masyarakat Transmigran Dalam Adaptasi Pertanian (Studi
Di Desa Lalobao Kecamatan Andoolo Kabupaten Konawe Selatan).
161- 169.

Adi Agung. (2018). Eksistensi Paguyuban Hindu Jawi Di Kota Palangka Raya.
Jurnal Satya Widya. Vol 1. Halaman 1-25.

Sumber Internet :

https://kbbi.web.id/keragaman

https://www.academia.edu/38137207/Makalah_keberagaman_dalam_keberagam
aan_dalam_islam

https://www.scribd.com/doc/137528789/Teori-Tentang-Sosial-Kebudayaan

13
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-budaya/

pendidikan.co.id/pengertian-budaya/

https://eprints.uny.ac.id/8668/3/BAB%202%20-%2008413241015.pdf

http://repositori.kemdikbud.go.id/7726/

https://pengertianmenurutparaahli.org/pengertian-paguyuban-dan-patembayan-
beserta-contohnya/

https://www.kompasiana.com/noviccasalim6930/5b94df1b677ffb50bc06a083/me
ngapa-nilai-paguyuban-memudar.

14

You might also like