You are on page 1of 9

Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, Vol 5.No.

2 Desember 2019
Avaiable online at www.jurnal-pharmaconmw.com/jmpi
p-ISSN : 2442-6032
e-ISSN : 2598-9979

Pola Penggunaan Obat Hipertensi Pada Pasien Geriatri Berdasarkan Tepat


Dosis, Tepat Pasien Dan Tepat Obat Di Rumah Sakit Anutapura Palu Tahun
2019

Syafika Alaydrus, Natalia Toding


Program Studi DIII Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Pelita Mas Palu

ABSTRAK
the Eight Joint National Committee (JNC VIII).
Hipertensi merupakan faktor resiko utama
Berdasarkan hasil penelitian dari analisis
penyakit-penyakit kardiovaskular yang menjadi
rasionalitas terapi penggunaan obat hipertensi pada
penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
pasien geriatri, diperolah hasil kesesuaian terapi
Sementara itu, peningkatan jumlah usia lanjut akan
yaitu 96,67% tepat pasien, 86,67% tepat obat dan
berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan salah
83,33% tepat dosis. Hasil penggunaan obat
satunya pada perubahan fisik dalam sistem
antihipertensi tunggal yang paling banyak
kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk
digunakan yaitu golongan CCB sebesar 56,67% dan
mengetahui pola dan kesesuaian terapi penggunaan
obat kombinasi yang paling banyak digunakan yaitu
obat hipertensi pada pasien geriatri di RSU
golongan CCB+ARB sebesar 10%.
Anutapura Palu. Kesesuaian terapi dalam penelitian
ini dilakukan dengan mengevaluasi kerasionalan
Kata Kunci: Hipertensi, Geriatri, Rasionalitas
terapi yang meliputi tepat pasien, tepat obat dan
Terapi, Kardiovaskular
tepat dosis. Jenis dan rancangan penelitian ini
adalah penelitian observasional dengan
Penulis Korespondensi:
pengambilan data secara prospektif dan analisis
Syafika Alaydrus
data secara deskriptif. Pengambilan sampel
Program Studi DIII Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu
menggunakan metode total sampling dan sebanyak
Farmasi Pelita Mas Palu
30 data yang diambil sebagai sampel dianalisis
E-mail : syafikaalaydrus39@gmail.com
berdasarkan standar terapi yang digunakan yaitu

PENDAHULUAN
Seseorang dapat dikatakan hipertensi atau kehidupan sehari-hari dapat
tekanan darah tinggi apabila tekanan darah mempengaruhi dan memperberat disfungsi
meningkat dengan sistolik lebih dari 140 kardiovaskular seperti perubahan normal
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih yaitu adanya penuaan faktor keturunan,
dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dan gaya hidup dapat memicu terjadinya
dengan jarak waktu lima menit dalam kelainan mayor salah satunya adalah
keadaan cukup istirahat atau tenang penyakit tekanan darah tinggi. Hasil
(Kemenkes RI, 2017). penelitian John et al mengatakan bahwa
Bertambahnya usia akan mempengaruhi geriatri lebih dominan beresiko terkena
beberapa sapek dalam kehidupan, salah penyakit kardiovaskular absolut lebih
satunya yaitu perubahan fisik dalam sistem tinggi, karena adanya keterikatan antara
kardiovaskular. Aktivitas normal dalam
66

bertambahnya usia terhadap tekanan peringkat ketujuh dari 10 penyakit


darah tinggi (Lestari dan Isnaini, 2018) terbanyak pada tahun 2018 dengan jumlah
Pada hasil penelitian yang dilakukan 769 pasien. Dapat disimpulkan bahwa
sebelumnya dikatakan bahwa dari 350 penyakit hipertensi mengalami
pasien yang terdiagnosa hipertensi lebih peningkatan pada tahun 2018 karena pada
banyak dialami oleh pasien usia geriatri tahun 2017, hipertensi menempati
yang baru akan memasuki usia geriatri peringkat ke 9 dengan jumlah sebanyak
yaitu usia 66-74 tahun sebesar 50,9%. 527 pasien. Di tahun 2018 penderita
Penggunaan obat antihipertensi sebagai hipertensi pada lansia adalah sebanyak 193
terapi pada pasien lanjut usia yang tepat pasien. (Profil rumah sakit Anutapura,
dapat mengurangi morbiditas dan 2018).
mortalitas pengobatan yang sesuai bagi Latar belakang tersebut diatas
pasien usia geriatri. Secara umum, mendorong peneliti untuk melakukan
pemberian obat dapat dinyatakan rasional penelitian lebih lanjut mengenai hipertensi
bila telah memenuhi kriteria tepat pasien, pada pasien geriatri. Tujuan penelitian ini
tepat indikasi, tepat obat dan tepat dosis adalah untuk mengetahui pola dan
(Andriyana, 2018). kesesuaian terapi penggunaan obat
Data yang diperoleh dari Riskesdas hipertensi pada pasien geriatri di RSU
2013 menyebutkan bahwa prevelensi Anutapura Palu
hipertensi menurut diagnosis di Indonesia
sebesar 25.8%. jika dibandingkan hasil METODE PENELITIAN
Riskesdes 2018 sebesar 34.1% Penelitian ini merupakan penelitian
menunjukkan adanya peningkatan angka observasional atau non eksperimental
prevelensi hipertensi. Sedangkan dengan menggunakan metode deskriptif
prevelensi hipertensi berdasarkan serta pengambilan data secara prospektif
diagnosis dokter munurut karakteristik dengan menggunakan data rekam medik.
2018 usia 18-24 tahun sebesar 13.2%, 25- Pengambilan data dengan melihat data
34 tahun sebesar 20.1%, 35-44 tahun rekam medis pasien lansia yang
sebesar 31.6%, 45-54 tahun sebesar 45.3%, terdiagnosa hipertensi di Rumah Sakit
55-64 tahun sebesar 55.2 %, 65-74 tahun Anutapura Palu. Kriteria inklusi meliputi
sebesar 63.2% dan 75+ tahun sebesar pasien geriatri penderita hipertensi dengan
69.5% dari data tersebut dapat dilihat umur ≥60 tahun tanpa penyakit penyerta.
bahwa lanjut usia memiliki persentase sedangkan kriteria eksklusi yaitu data
prevelensi hipertensi tertinggi dan juga rekam medik pasien geriatri hipertensi
penyakit kardiovaskular yang menjadi yang tidak lengkap. Metode pengambilan
faktor resiko utama penyebab kematian sampel yang digunaka yaitu total sampling.
tertinggi di Indonesia adalah hipertensi, Sampel pada penelitian ini adalah semua
hal tersebut mendorong peneliti untuk pasien geriatri yang terdiagnosa hipertensi
melihat gambaran penyakit hipertensi pada yang tercatat dalam rekam medik periode
lansia dan apakah pengobatan yang Juli 2019, besar sampel dalam penelitian
diberikan sudah sesuai dengan standar ini adalah 30 pasien.
terapi. Penilaian kesesuaian dilakukan
Di rumah sakit Anutapura Palu, berdasarkan standar terapi yaitu
prevalensi penyakit hipertensi berada pada digunakan yaitu JNC VIII.

Alaydrus & Toding., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 5(2);2019 : 65-73


67

HASIL PENELITIAN
ANALISIS HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data yang
Dalam penelitian ini, analisis data diambil dari data pasien yang dirawat
dilakukan dengan mencatat jumlah pasien selama bulan Juli-Agustus 2019 di Rumah
geriatri yang menggunakan obat Sakit Anutapura Palu dan digunakan
antihipertensi, kemudian dianalisis secara sampel sebanyak 30 pasien. Hasil analisa
deskriptif. Data akan dinyatakan dalam berdasarkan jenis kelamin, usia,
bentuk persentase yang dilakukan dengan penggolongan obat, nama obat dan
cara melihat kesesuaian terapi obat evaluasi kesesuaian terapi obat hipertensi
berdasarkan standar terapi yang digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk
tabel.

Tabel 1 Karakteristik Pasien hipertensi menurut jenis kelamin


Karakteristik Jumlah Persentase
Jenis Kelamin:
Laki-laki 9 30%
Perempuan 21 70%
Total 30 100
Sumber: Data RSU Anutapura Palu periode Juli 2019

Tabel 2 karakteristik pasien hipertensi menurut umur


Kriteria Usia Jumlah Persentase
60-74 26 86,67%
75-84 4 13,33%
≥85 0 0%
Total 30 100
Sumber: Data RSU Anutapura Palu periode Juli 2019

Tabel 3 Distribusi Golongan Obat Antihipertensi


No Kelas Jumlah Persentase
1 Monoterapi
ACEI 3 10%
ARB 1 3,33%
CCB 16 56,67%
Penghambat Beta 1 3,33%
Total 22 73,33%
2 Terapi Kombinasi
1.kombinasi 2 obat
antihipertensi
CCB+ARB 3 10%
CCB+ACEI 2 6,67%
CCB+Penghambat beta 1 3,33%
Penghambat beta+ diuretik 1 3,33%
CCB+Diuretik 1 3,33%
2.Kombinasi 3 obat

Alaydrus & Toding., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 5(2);2019 : 65-73


68

antihipertensi
CCB+ARB+Diuretik 1 3,33%
ARB+Diuretik+ penghambat Beta 1 3,33%
Total 8 26,66%
Sumber: Data RSU Anutapura Palu periode Juli 2019

Tabel 4 Distribusi Jenis Obat Antihipertensi yang Digunakan pada Pasien Geriatri di
RSU Anutapura Palu
Nama Obat Frekuensi Presentase
Amlodipin 24 60%
Captopril 3 7,5%
Candesartan 6 15%
Furosemide 1 2,5%
Lasix 2 5%
Betaone 2 5%
Bisoprolol 1 2,5%
Spironolactone 1 2,5%
Total 40 100
Sumber: Data RSU Anutapura Palu Periode Juli 2019

Tabel 5 Rasionalitas ketepatan penggunaan antihipertensi di RSU Anutapura Palu


Kriteria kerasionalan Jumlah penggunaan Persentase
Sesuai Tidak sesuai Sesuai Tidak sesuai
Tepat pasien 29 1 96,67% 3,33%
Tepat obat 26 4 86,67% 13,33%
Tepat dosis 25 5 83,33% 16,67%
Sumber: Data Rekam medik RSU Anutapura Palu Periode Juli 2019

PEMBAHASAN monopause, prevalensi hipertensi pada


1. Karakteristik Pasien perempuan meningkat, sehingga
a) Jenis Kelamin menyebabkan perempuan lebih cenderung
pasien lanjut usia yang lebih beresiko terkena hipertensi. Memasuki
dominan menderita hipertensi dan masa monopause, produksi hormon
menggunakan obat antihipertensi di estrogen menurun sehingga wanita
Rumah Sakit Anutapura Palu adalah pasien kehilangan efek menguntungkan sehingga
perempuan. Hal ini selaras dengan data hal tersebut menyebabkan tekanan darah
kesehatan tahun 2013 yang mengatakan meningkat. Selain itu, menurut Kemenkes
bahwa pasien hipertensi perempuan lebih RI 2017, dibandingkan laki-laki, angka
tinggi yaitu 28,8 % sedangkan pada pria harapan hidup perempuan lebih tingi. Hal
22,8 %. tersebut dapat dilihat dari keberadaan
Menurut Artiyaningrum, 2015 penduduk lansia perempuan yang lebih
dibandingkan dengan perempuan, gaya banyak (9,53%) dibandingkan lansia laki-
hidup laki-laki cenderung dapat laki (8,54%). wanita geriatri yang sudah
mengakibatkan peningkatan tekanan monopause akan mengalami defisiensi
darah. Namun, setelah masuk masa aktivitas dari hormon estrogen, dan hal ini

Alaydrus & Toding., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 5(2);2019 : 65-73


69

akan mempengaruhi peningkatan aktivitas tekanan darah tinggi stadium 1 dengan


RAAS. Kemudian RAAS ini akan terlibat faktor resiko total kardiovaskular rendah
dalam beberapa proses fisiologis atau sedang, dapat dimulai dengan
kardiovaskular termasuk juga regulasi pemberian dosis awal kemudian dinaikkan
tekanan darah arterial (O’donnell et al, hingga dosis maksimal jika terget tekanan
2014). darah belum tercapai. Jika terget tekanan
b) Usia darah belum tercapai dapat diganti dengan
Menurut Kumar et. al., 2008 obat yang memiliki mekanisme kerja
bertambahnya usia meningkatkan resiko berbeda, yang dimulai dengan dosis rendah
terjadinya hipertensi karena faktor usia kemudian dosis ditingkatkan hingga dosis
sangat mempengaruhi peningkatan maksimal.
tekanan darah . Kelenturan pembuluh Pemberian terapi tunggal yang lebih
darah besar yang berkurang menyebabkan banyak adalah pemberian obat
tekanan sistolik meningkat seiring dengan antihipertensi golongan CCB sebanyak
bertambahnya umur hingga dekade 56,67%. CCB digunakan pada pasien
ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik hipertensi sistolik lansia. Systolic
mengalami peningkatan hingga dekade Hypertension-Europe melakukan uji coba
kelima dan keenam lalu kemudian pada pada placebo terkontrol yang
menetap atau cenderung menurun. Pasien menunjukkan bahwa CCB dihidropyridine
lanjut usia yang paling banyak menderita long-acting mengurangi resiko kejadian
hipertensi adalah pasien yang berumur 60- kardiovaskular pada hipertensi sistolik.
74 tahun dimana terdapat 26 pasien Dalam JNC VIII dijelaskan bahwa lini
dengan persentase sebanyak 86,67%. pertama untuk mengatasi hipertensi pada
Akibat proses penuaan sehingga fungsi geriatri yaitu CCB dihydropyridine long-
fisiologis mengalami penurunan yang acting. Relaksasi jantung dan otot polos
menyebabkan banyak penyakit tidak terjadi karena penggunaan CCB yang
menular timbul pada geriatri. Daya tahan mengakibatkan terhambatnya saluran
tubuh yang menurun akibat masalah kalsium yang sensitif terhadap tegangan,
degeneratif juga menyebabkan kerentanan sehingga masuknya kalsium ekstraseluler
terkena infeksi penyakit menular. Pada kedalam sel menjadi berkurang. Relaksasi
geriatri, penyakit tidak menular adalah otot vaskular menyebabkan vasodilatasi
yang terbanyak diantaranya hipertensi, dan berhubungan dengan reduksi tekanan
stroke, artritis, penyakit paru obstruktif darah (Dipiro, et al, 2008).
kronik (PPOK), dan diabetes melitus dan Untuk menurunkan dan
persentase umur yang paling banyak mempertahankan tekanan darah secara
menderita hipertensi pada lansia adalah optimal, maka harus mempertimbangkan
umur ≥75 sebanyak 63,8% disusul umur pemilihan obat dengan baik. Hal ini dapat
65-74 sebanyak 57,6% dan umur 55-64 dilakukan dengan pemilihan pengobatan
sebanyak 45,9% (kemenkes RI, 2016). dengan terapi tunggal maupun terapi
2. Karakteristik Obat kombinasi, dan kombinasi terapi obat
a) Distribusi Golongan Obat antihipertensi yang paling banyak
Antihipertensi diberikan yaitu kombinasi CCB+ARB,
Menurut JNC VIII, terapi tunggal terapi kombinasi 2 obat dosis rendah
dapat diberikan sebagai terapi inisial untuk diberikan untuk terapi inisial pada

Alaydrus & Toding., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 5(2);2019 : 65-73


70

hipertensi stadium 2 dengan faktor risiko spironolacton. Penelitian ini dilakukan


tinggi atau sangat tinggi, bila dengan 2 dengan melihat rekam medis pasien dan
macam obat target tekanan darah tidak tidak ditemukan adanya riwayat alergi
tercapai dapat diberikan 3 macam obat pada obat hipertensi yang diberikan namun
antihipertensi (JNC VIII dalam Florensia, terdapat 1 pasien yang berkontradinikasi
2016). dengan terapi furosemid yang diberikan
b) Distribusi Jenis Obat karena pasien tersebut memiliki penyakit
Antihipertensi. penyerta gagal ginjal (CKD) .ketepatan
Di RSU Anutapura Palu, ada 8 jenis pasien di RSU Anutapura Palu memenuhi
antihipertensi yang digunakan pada pasien kriteria tepat pasien yaitu 96,67 (29
geriatri di RSU Anutapura Palu selama pasien). Hasil evaluasi ketepatan pasien
penelitian. Amlodipin merupakan obat pada penelitian ini tidak sejalan dengan
hipertensi yang lebih banyak digunakan penelitian sebelumnya tentang studi
yaitu sebesar 60%, yang mana amlodipin penggunaan obat pada pasien hipertensi di
tersebut termasuk dalam golongan CCB. instalasi rawat inap di RSUD Undata Palu
Hasil penelitian ini sejalan dengan tahun 2018 yaitu 100% tepat pasien
penelitian yang dilakukan oleh Andriyana, (Laenus, 2018).
2018 yaitu penggunaan obat amlodipin b) Tepat obat
untuk terapi tunggal lebih dominan Dalam penelitian ini evaluasi
dibandingkan obat yang lain yaitu kesesuaian obat dilihat berdasarkan
sebanyak 32,78%. Golongan CCB adalah ketepatan pemilihan obat dengan
salah satu golongan obat antihipertensi mempertimbangkan diagnosis yang telah
yang memiliki pengelolaan klinis hipertensi tertulis dalam rekam medis dan kesesuaian
yang baik secara terapi tunggal maupun pemilihan obatnya kemudian
kombinasi dan telah terbukti aman dan dibandingkan dengan literatur yang
efektif untuk menurunkan tekanan darah digunakan. Ketepatan obat dapat
dengan toleransi yang baik (Ardhany, dikatakan tepat jika obat dengan efek
2018). farmakoterapi yang diharapkan sesuai
3. Kerasionalan dengan yang direkomendasikan dalam JNC
a) Tepat pasien VIII (2014). Sehingga jika ditemukan
Dalam penelitian ini evaluasi adanya pemberian obat antihipertensi
ketepatan pasien dilakukan dengan kepada pasien yang tidak termasuk dalam
membandingkan kontraindikasi obat yang drug of choise dalam guidline tersebut,
diberikan kepada pasien dan jika ada maka akan dikatakan tidak tepat obat.
riwayat alergi yang tercantum pada rekam Ketepatan obat dalam skala rekam
medis. Maka apabila obat yang diberikan medis sebanyak 86,67% dan tidak tepat
kepada pasien tidak berkontraindikasi obat sebanyak 13,33%. Pasien hipertensi
dengan keadaan pasien dan tidak ada yang menjadi sampel di RSU Anutapura
riwayat alerti maka pengobatan dapat Palu sebagian besar mendapat terapi
dikatakan sebagai tepat pasien. antihipertensi dari golongan CCB, ACEI,
Obat antihipertensi yang diberikan ARB, beta bloker dan diuretik. Golongan
pada pasien di RSU Anutapura Palu antara obat hipertensi yang diberikan di RSU
lain amlodipin, captopril, furosemid, lasix, Anutapura telah sesuai dengan obat-obatan
bisoprolol, betaone, candesartan, yang direkomendasikan dalam JNC VIII.

Alaydrus & Toding., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 5(2);2019 : 65-73


71

Namun terdapat pasien yang mendapat beresiko menimbulkan efek samping.


terapi obat yang tidak tepat, karena pasien Namun jika pemberian dosis obat
diberikan obat dari golongan diuretik loop diberikan dibawah rentang terapi, maka
dan diuretik hemat kalium, dimana dalam tidak menjamin terapi yang diberikan akan
JNC VIII tidak direkomendasikan tercapai (kemenkes RI, 2011). Pemberian
pemberian obat dari golongan tersebut. dosis obat antihipertensi pada pasien
Obat diuretik loop dan hemat kalium yang dalam penelitian ini dapat dikatakan tepat
diberikan pada pasien yaitu furosemid, dosis apabila obat antihipertensi berada
lasix dan spironolacton. pada pasien no 5, pada rentang dosis minimal dan dosis
pasien menerima terapi obat furosemid+ perhari yang dianjurkan dalam guidline
amlodipin+candesartan dimana pasien JNC VIII (2014).
tersebut memiliki penyakit penyerta CKD. Berdasarkan data ketepatan
Dalam penatalaksanaan JNC VIII dosis, terdapat 25 pasien yang mendapat
menyebutkan bahwa untuk semua umur terapi antihipertensi yang sesuai dosis
dengan penyakit ginjal kronik terapi yaitu 83,33%, yaitu pada pada penggunaan
antihipertensi awal yang diberikan obat amlodipin dosis yang diberikan 5 mg
sebaiknya mencakup ACEI atau ARB untuk dan 10 mg 1 kali sehari sedangkan dosis
meningkatkan outcome ginjal. Dan yang dianjurkan 2,5 mg 1 kali sehari dan
pemberian candesartan pada pasien pada penggunaan obat candesartan dosis
tersebut sudah sesuai karena dari golongan yang diberikan 8 mg 1 kali sehari
ARB, namun pasien tersebut juga sedangkan dosis yang dianjurkan 4 mg 1
mendapat kombinasi obat furosemid kali sehari. Dapat dilihat bahwa kedua obat
dimana obat furosemid tidak tersebut pemberiannya melebihi dosis yang
direkomendasikan JNC VIII. Ada beberapa dianjurkan JNC VIII namun tidak melebihi
pasien yang menerima obat furosemid, dosis maksimum yang dianjurkan. Hal ini
obat tersebut tidak termasuk drug of choise dikarenakan kebanyakan pasien yang
dalam JNC VIII karena furosemid dirawat di RSU Anutapura Palu menderita
mempunyai aktivitas diuretik yang hipertensi stadium 2 sehingga dosis
cenderung kuat, sehingga mengurangi amlodipin dan candesartan dinaikkan. Dan
aktivitas dari obat antidiabetik dan potensi pada pemberian obat captopril dosis yang
menurunnya fungsi ginjal jika digunakan diberikan kurang dari dosis yang diberikan
sebagai antihipertensi jangka panjang pada 25 mg 2 kali sehari dan 12,5 mg 3 kali
pasien diabetes yang rentan terkena sehari sedangkan dosis yang dianjurkan 50
penyakit gagal ginjal kronis. Pasien mg 2 kali sehari. Menurut JNC VIII, dosis
hipertensi yang menerima peresepan antihipertensi dimulai dengan dosis awal
spironolacton, furosemid dan lasix sebagai kemudian dapat dinaikkan hingga dosis
terapi kombinasi diketahui sebanyak 4 maksimal jika target tekanan belum
pasien. tercapai. Selanjutnya jika tekanan darah
c) Tepat Dosis belum juga tercapai dapat diganti dengan
Dosis adalah salah satu aspek obat yang mempunyai mekanisme kerja
yang penting untuk menentukan efikasi berbeda, dimulai dengan dosis rendah
dari obat, jika dosis suatu obat terlalu kemudian dosis dinaikkan hingga dosis
tinggi terutama obat yang mempunyai maksimal. Sehingga dapat disimpulkan
rentang terapi sempit, akan sangat

Alaydrus & Toding., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 5(2);2019 : 65-73


72

bahwa dosis obat antihipertensi yang


diberikan kepada pasien sudah tepat dosis. DAFTAR PUSTAKA
Terdapat 5 pasien yang mendapat Kemenkes RI, 2017. Profil kesehatan Indonesia
dosis tidak sesuai dengan yang dianjurkan 2016. Keputusan Menteri kesehatan
JNC VIII yaitu pada pasien nomor 5, 7, 10, Republik Indonesia. Jakarta
Lestari, Inda Galuh dan Isnaini, Nur. 2018.
21, 22 penggunaan obat furosemid, lasix Pengaruh Self Management Terhadap
(diuretik loop) dan spironolacton (diuretik Tekanan Darah Lansia yang Mengalami
hemat kalium) tidak sesuai dosis karena Hipertensi. Indonesian Journal For
obat-obat tersebut tidak termasuk obat Health Sciences. 02(1): 8
Andriyana Novita Diah, 2018. Evaluasi terapi
yang direkomendasikan JNC VIII, obat penggunaan obat antihipertensi pada
diuretik yang direkomendasikan JNC VIII pasien Geriatri di instalasi rawat inap
adalah diuretik tiasid. penggunaan obat RSUD Dr. Moewardi di Surakarta tahun
bisoprolol atau betaone tidak sesuai karena 2016. Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta
pasien di RSU Anutapura yang mendapat Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar;
terapi bisoprolol atau betaone adalah RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
pasien dengan penyakit penyerta gagal Rumah Sakit Umum Anutapura. 2017.Profil
jantung dan diabetes sedangkan alasan Rumah Anutapura palu Tahun 2017.
RSU Anutapura. Palu
JNC VIII membatasi penggunaan beta Ariyaningrum, B. 2015. Faktor-faktor yang
blocker adalah karena beta bloker kurang berhubungan dengan kejadian
efektif dalam menurunkan resiko stroke hipertensi tidak terkendali pada
dan penyakit jantung iskemik jika penderita yan melakukan pemeriksaan
rutin di puskesmas kedungmundu kota
dibandingkan dengan golongan obat lain, semarang. skripsi. Universitas negeri
juga obat golongan beta blocker semarang. Semarang
meningkatkan resiko diabetes terutama O’Donnell E., Floras J.S. and Harvey P.J., 2014,
jika dibandingkan dengan terapi diuretik. Estrogen status and the renin
angiotensin aldosterone system, AJP:
Regulatory, Integrative and
KESIMPULAN Comparative Physiology, 307 (5),
Berdasarkan pola penggunaan obat R498– R500. Terdapat di:
http://ajpregu.physiology.org/cgi/doi/1
antihipertensi pada pasien Geriatri di RSU
0.1152/ajpregu.00182.2014.
Anutapura Palu, obat antihipertensi Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Hypertensive
tunggal yang paling banyak digunakan Vascular Disease, Dalam Robbin and
adalah obat golongan CCB (56,67%) dan Cotran Pathologic Basis of Disease, 7th
edition. Philadelpia: Elsevier Saunders.
obat kombinasi yang paling banyak
2005. p: 528-529
digunakan adalah CCB+ARB (10%). Kemenkes RI, 2016. Situasi lanjut usia (lansia)
Evaluasi kerasionalan penggunaan di Indonesia. Infodatin pusat data dan
obat antihipertensi dilihat dari kriteria informasi kementerian kesehatan
Republik Indonesia. ISSN 2442-7659
tepat pasien sebanyak 96,67%, tepat obat
James P.A., Oparil S., Carter B.L., Cushman
sebanyak 86,67% dan tepat dosis sebanyak W.C., Dennison-Himmelfarb C.,
83,33%. Handler J., Lackland D.T., LeFevre
M.L., MacKenzie T.D., Ogedegbe O.,
Smith S.C., Svetkey L.P., Taler S.J.,
UCAPAN TERIMAKASIH Townsend R.R., Wright J.T., Narva A.S.
Terima Kasih kepada RSU Anutapura Palu and Ortiz E., 2014, Evidence-based
yang telah memberikan kesempatan untuk guideline for the management of high
melakukan penelitian. blood pressure in adults Report From

Alaydrus & Toding., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 5(2);2019 : 65-73


73

the Panel Members Appointed to the Tahun 2015. UIN Syarif Hidayatullah.
Eighth Joint National Committee (JNC Jakarta. Naskah Publikasi.
VIII), Jama, 311 (5), 507–20. Terdapat Ardhany, S.D., Pandaran, Wahyu., Pratama,
di: M.R.F, 2018. Profil Penggunaan obat
http://jama.jamanetwork.com/article.a antihipertensi di RSUD Mas Amsyar
spx?articleid=1791497%5Cn Kasongan Kabupaten Katingan. Borneo
http://jama.jamanetwork.com/article.a Journal of Pharmacy. 1(1).48
spx?doi=10.1001/jama.2013.284427 Kenta, Y. S. (2013). Analisis Biaya Pengobatan
Alaydrus, S. (2017). Profil Penggunaan Obat Hypertensive Heart Disease Pada
pada pasien Hipertensi di Puskesmas Pasien Rawat Inap Di Rsud Dr.
Marawola Periode Januari-Maret 2017. Moewardi Periode Juli 2011-Agustus
Jurnal Mandala Pharmacon 2012 (Doctoral Dissertation,
Indonesia, 3(02), 110-118. Universitas Setia Budi).
Dipiro J.T, Talbert R.L, Yee G.C, Matzke G.R, Tyashapsari, M. W. E., & Zulkarnain, A. K.
Wells B.G.P.L. 2008. Pharmacotherapy (2012). Penggunaan Obat pada Pasien
a pathophysiologi approach seventh Hipertensi di Instalasi Rawat Inap
edition, MC Graw Hill Companies, INC, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi
United states of America Semarang. Majalah Farmaseutik, 8(2),
Florensia, Anissa. 2016. Evaluasi Penggunaan 145-151.
Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Wulandari, T. (2019). Pola Penggunaan
Inap RSUD Kota Tanggerang dengan Kombinasi Dua Obat Antihipertensi
Metode Anatomical Therapeutic pada Pasien Hipertensi. JURNAL
Chemical/Defined Daily Dose pada ILKES (Jurnal Ilmu Kesehatan), 10(1),
77-82.

Alaydrus & Toding., Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia 5(2);2019 : 65-73

You might also like