You are on page 1of 24

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328829630

Sistem sensori

Technical Report · November 2018

CITATIONS READS
0 54,263

1 author:

Ahmad Arsyadi
IPB University (ID) Ibaraki University (JP)
46 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ahmad Arsyadi on 09 November 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

SISTEM SENSORI

Nama : Ahmad Arsyadi

NIM : 12640024

Asisten : Mbak Rahmiyati

Kelompok :1

Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

2014
I. Tujuan Percobaan
a. Pengecap

1. Menentukan daerah penyebaran reseptor rasa pada lidah.

2. Menentukan tingkat kepekaan berbagai daerah di lidah terhadap setiap rasa.

b. Pembau

1. Mengetaui tingkat kepekaan seseorang terhadap rangsangan bau.

2. Mengetahui waktu adaptasi reseptor pada indera pembau.

c. Reseptor Panas dan Dingin

1. Membandingkan jumlah reseptor panas (badan Ruffini) dan dingin (badan


Krause) pada kulit.

2. Mengetahui persebaran reseptor sentuhan (badan Meissner) pada kulit.

d. Bintik Buta

Menentukan jarak benda yang bayangannya jatuh pada bintik buta.

e. Refleks Pupil

1. Mengetahui refleks pupil terhadap intensitas cahaya.

2. Mengetahui refleks pupil terhadap akomodasi mata.

II. Dasar Teori


Perspesi yang ada di dunia yaitu tekstur, warna, suara, hangat, bau, dan rasa
ditimbulkan oleh otak akibat adanya impuls elektrokimiawi pada sel saraf yang
dihantarkan ke otak dari reseptor sensori. Reseptor ini mengubah (mentransduksi)
berbagai energi yang ada di dunia nyata menjadi energi impuls untuk dihantarkan ke
sistem saraf pusat oleh sel-sel saraf sensori (Fox, 2008).
Menurut Fox (2008), reseptor sensori dapat dibagi menjadi empat macam
menurut tipe energi stimulus yang ditransduksinya. Pembagian ini meliputi:
1. Kemoreseptor, merupakan reseptor stimulus berupa zat-zat kimia yang ada di
lingkungan atau darah ( papil pengecap, epitel olfaktori, aorta, dan badan
carotid).
2. Fotoreseptor, meliputi sel-sel kerucut dan sel-sel batang pada retina mata.
3. Termoreseptor, yang peka terhadap kondisi panas dan dingin (badan Crausse
dan badan Ruffini pada kulit).
4. Mekanoreseptor, yang distimulasi oleh adanya perubahan bentuk mekanik
dari reseptor membran sel (reseptor sentuhan dan tekanan pada kuli serta sel
rambut pada bagian dalam telinga).
Reseptor juga dapat dibagi menjadi dua macam menurut tipe informasi dalam
sel saraf sensori yang dihantarkan ke otak. Proprioreceptor merupakan reseptor
yang peka terhadap posisi badan dan pergerakann tulang (gelendong otot, tendon,
dan reseptor tulang sendi). Jenis kedua adalah Cutaneous receptor meliputi
reseptor sentuhan dan tekanan, reseptor panas dan dingin, dan reseptor sakit (Fox,
2008).
1. Kemoreseptor
a. Lidah
Lidah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan indera (khususnya
pengecap) dan pembau. Lidah terletak pada dasar mulut, sementara
pembuluh-pembuluh darah dan urat ssaraf masuk dan keluar pada akarnya.
Ujung serta pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi-gigi bawah. Pada bagian
posteriornya terdapat struktur ligamen halus (frenulum linguae) yang
mengkaitkan bagian tersebut pada dasar mulut (Irianto, 2012).
Bagian anterior lidah bebas tidak terkait. Saat dijulurkan, ujung lidah akan
meruncing dan bila terletak tenang di dasar mulut, maka ujung lidah akan
membulat. Selaput lendir lidah selalu lembab dan pada waktu sehat berwarna
merah jambu (Irianto, 2012).
Sel reseptor pengecap pada mamalia adalah sel epitel termodifikasi yang
terorganisasi menjadi kuncup pengecap ( taste bud) yang tersebar di sejumlah
area lidah dan mulut.Kuncup lidah terasosiasi dengan penjuluran berbentuk
puting yang disebut papila yang bertugas untuk untuk mengenali berbagai
macam rasa (Guyton, 2006).
Menurut Irianto (2012), permukaan atas lidah ditutupi papilla-papila yang
mempunyai kepekaaan sendiri-sendiri dan terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a1. Papila sirkumvalata, ada delapan hingga dua belas dari jenis ini yang
terletak pada bagian dasar lidah. Papila ini adalah jenis papilla yang terbesar
dan masing-masing dikelilingi semacam lekukan seperti parit.
a2. Papila fungiformis, menyebar pada permukaan ujung dan sisi lidah serta
berbentuk seperti jamur.
a3. Papila filiformis adalah yang terbanyak dan menyebar pada seluruh
permukaan lidah.
Kebanyakan makanan memiliki ciri harum dan cita rasa, tetapi ciri-ciri itu
merangsang ujung saraf pembau bukan ujung saraf pengecap. Supaya dapat
dirasakan semua, makanan harus menjadi cair serta benar-benar bersentuhan
dengan ujung saraf yang mampu menerima rangsangan yang berbeda-beda.
Puting pengecap yang berbeda-beda menimbulkan kesan rasa yang berbeda-
beda juga. Adaptasi dari rasa kecap mula-mula berlangsung cepat dalam 2-3
detik, kemudian adaptasi berjalan lambat (Irianto, 2012).
Acuan untuk pengajaran peta rasa pertama kali diungkapkan oleh Hanig
untuk meraih gelar doctor (Ph.D.) dan dipublikasikan pada Philosophisce
Studien tahun 1901 menyatakan bahwa peta rasa di lidah terdiri atas empat
bagian, yaitu rasa manis, asin, asam, dan pahit (Irianto, 2012).
Gambar:

Umami
Peta rasa ini dikatakan sudah kadaluarsa karena setelah dikaji dan diteliti
selama 100 tahun, para ilmuan menemukan bahwa otak dapat
menginterpretasikan rasa kelima yaitu umami (enak,sedap,lezat) melalui
serangkaian reaksi kimia di dalam sel rasa (taste cell) yang terdapat pada kuncup
rasa (taste bud) di lidah. Kuncup ini berbentuk menyerupai bawang, terdiri atas
50-100 sel rasa yang masing-masing mempunyai mikrovili dan pori rasa (taste
pore) (Irianto, 2012).

Menurut Ganong (1998), reseptor rasa asam (kecut) dirangsang oleh ion
H+, bukan anion yang terkait. Untuk setiap bahan asam, rasa asam biasanya setara
dengan konsentrasi H+, tetapi asam-asam organic sering lebih asam daripada asam
mineral dengan konsentrasi H+ yang sama. Hal ini menurutnya disebabkan karena
asam organik lebih cepat menembus sel daripada asam mineral.

Rasa asin dihasilkan oleh Na+. Beberapa senyawa organik juga terasa asin,
misalnya dipeptida lisiltaurin dan orniltaurin terasa asin, dan berdasarkan
beratnya, lisiltaurin lebih kuat daripada NaCl. Sebagian besar rasa bahan yang
terasa manis adalah bahan organik seperti sukrosa, maltosa, laktosa, glukosa, serta
bahan lain seperti polisakarida, gliserol, kloroform, dsb. Bahan yang sering
digunakan untuk menguji rasa pahit adalah kina sulfat yang disebabkan oleh
adanya kation. Adapun rasa umami ditimbulkam oleh glutamat, asam amino yang
banyak terdapat pada protein daging, ikan, dan legum (Ganong, 1998).

Menurut Irianto (2012), kerjasama antara indera pengecap dan pembau


dapat mempengaruhi nafsu makan seseorang. Di samping itu juga mempengaruhi
produksi kelenjar air liur. Bila aroma makanan itu sedap dan rasanya lezat, maka
nafsu makan seseorang akan meningkat, dan produksi air liur juga akan
meningkat untuk ditelan. Sebaliknya jika suatu zat berbau busuk, maka nafsu atau
selera makan akan turun, tetapi produksi air liur akan meningkat untuk ditelan.

Banyak serangga memiliki indera rasa yang berkembang sangat baik.


Kupu-kupu admiral merah dapat merasakan larutan sukrosa sebanyak 0,000078
molar yang terlau uncer untuk kita rasakan. Reseptor rasa kupu-kupu tersebut
terletak di kaki-kakinya. Insekta lain memiliki reseptor rasa pada antena dan
bagian-bagian mulutnya (Kimball, 1983).

b. Hidung
Penciuman (Hidung) dan pengecap (Lidah) secara umum diklasifikasikan sebagai
indera visceral karena kaitannya yang erat dengan fungsi saluran cerna. Secara
fisiologis keduanya berkaitan satu sama lain sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya. Namun, kedua indera ini secara anatomis agak berbeda. Reseptor
penciuman merupakan reseptor jarak jauh (telesepator), jalur penciumannya tidak
memiliki penyambung di thalamus, dan tidak terdapat daerah proyeksi neokorteks
untuk penciuman. Sedangkan pada lidah, jalur pengecapannya berjalan melewati
batang otak ke thalamus dan berproyeksi ke girus postsentralis bersama dengan jalur
untuk sensibilitas sentuh dan tekan dari mulut (Ganong, 1998).

Menurut Fox (2008), reseptor yang bertanggung jawab terhadap olfaksi atau
sensasi bau terletak pada epitel olfaktori. Apparatus olfaktori terdiri atas sel-sel
reseptor (sel saraf bipolar), sel-sel tiang, dan sel-sel batang. Sel-sel batang akan
berdegenerasi untuk membentuk sel-sel reseptor baru setiap satu atau dua bulan untuk
menggantikan sel saraf yang rusak akibat terbukanya dan bersentuhan dengan udara
dingin dari lingkungan. Sel-sel tiang merupakan sel epitel yang kaya akan enzim
untuk terjadinya oksidasi hidropobik.

Setiap sel saraf bipolar memiliki satu dendrit yang menembus masuk ke rongga
hidung dan terdapat knob yang bersilia di ujungnya. Dendrit pada sel saraf sensori ini
memiliki protein reseptor olfaktori pada silianya yang berfungsi untuk mengikat dan
menangkap molekul bau yang berupa uap (Fox, 2008).

Fungsi hidung adalah untuk menerima rangsangan bau-bauan yang dirangsang


oleh gas yang terhirup. Rasa pembauan ini sangat peka dan kepekaannya mudah
hilang bila dihadapkan pada suatu bau yang sama dalam waktu yang cukup lama.
Rasa pembauan ini juga dapat diperlemah bila selaput lendir sangat kering, sangat
basah dan membengkak (pilek atau flu). Bau-bauan dilukiskan sebagai bau harum dan
bau busuk (Irianto, 2012).

Menurut Irianto (2012), adaptasi terhadap bau-bauan mula-mula berjalan cepat


dalam 2-3 detik kemudian adaptasi berjalan lambat. Suatu hal yang istimewa dalam
pembauan manusia adalah bahwa kita dapat membaui sesuatu walau kadar zat
tersebut dalam udara sangat sedikit. Beberapa hewan memiliki indera pembauan yang
sangat hebat karena terdapat banyak sekali reseptor pembau yang sensitif pada
hidungnya (Irianto, 2012).

Ngengat ulat sutra jantan dapat mencium feromon yang dikeluarkan ngengat
betina yang jauhnya dua sampai tiga mil. Reseptor baunya, sebagaimana kebanyakan
insekta, terdapat pada antena. Ular dan kadal mempunyai organ reseptor bau yang
amat baik, yaitu organ Jacobson yang terletak di langit-langit mulut. Secara
bergantian mereka mengeluarkan lidahnya ke udara dan kemudian ke dalam organ
Jacobson sehingga mereka merasakan udara dan mendeteksi adanya bau (Kimball,
1983).

c. Kulit

Kulit atau kutis merupakan salah satu organ yang paling luas permukaannya dan
sangat penting bagi tubuh, yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga
memiliki banyak fungsi yaitu sebagai alat pengeluaran, pelindung tubuh terhadap air,
cuaca dan keadaan lingkungan lain, sebagai pengatur panas, sebagai alat pertahanan
tubuh, sebagai alat indera untuk perasa dan peraba (Irianto, 2012).

Menurut Irianto (2012), di dalam kulit terdapat sejumlah reseptor untuk berbagai
jenis rangsangan, dan paling sedikit terdiri atas lima jenis penginderaan, yaitu rabaan
(sentuhan), tekanan, panas, dingin, dan sakit (nyeri). Reseptor-reseptor tersebut tidak
secara merata tersebar di kulit tubuh, demikian pula perbandingan jumlah untuk
masing-masing reseptor tidak sama. Jumlah reseptor untuk rasa sakit hampir 27 kali
lebih banyak daripada reseptor untuk dingin, sedang reseptor dingin berjumlah 10 kali
lebih banyak daripada reseptor untuk panas.

Sensasi pada kulit seperti yang telah disebutkan di atas ditangkap oleh dendrit
yang terdapat di ujung berbagai sel saraf sensori yang berbeda pula. Reseptor rasa
panas, dingin, dan sakit merupakan ujung dari sel saraf sensori yang naked
(telanjang). Sensasi rasa sentuh difasilitasi oleh adanya dendrit yang mengelilingi
folikel rambut dan diperluas oleh ujung dendrite yang disebut badan Ruffini dan
piringan Merkels. Sensasi rasa sentuh dan tekanan juga difasilitasi oleh dendrit yang
dibungkus dalam struktur yang bervariasi seperti badan Meissner dan badan Pacini
(Fox, 2008).

Menurut Irianto (2012), untuk rangsangan mekanik diperlukan beberapa reseptor


khusus, ujung cabang-cabang halus serabut saraf yang berada di antara sel-sel
epidermis dan berfungsi untuk rangsangan berbentuk sentuhan halus, sedang untuk
rabaan yang agak kasar diperlukan reseptor yang berada di antara epidermis dan
dermis. Untuk rabaan yang lebih kasar berupa tekanan pada kulit diperlukan reseptor
khusus yang berbentuk seperti bawang yang terletak dalam dermis lebih dalam. Pada
kulit telapak tangan, khususnya di ujung-ujung jari banyak ditemukan reseptor untuk
sentuhan dan rabaan.

Reseptor untuk rangsangan sakit (nyeri) dijumpai pada ujung-ujung percabangan


serabut saraf yang menyebar pada dermis kulit secara meluas. Walaupun suhu
merupakan rangsangan dalam satu kelompok, namun untuk merasakan perbedaan
suhu, kulit dilengkapi dengan reseptor khusus yang berbeda strukturnya antara
reseptor untuk suhu dingin dan suhu panas (Irianto, 2012).
Menurut Irianto (2012), indera yang disebutkan di atas tidak terbatas pada kulit
saja, melainkan juga ditemukan pada selaput lendir mulut dan lidah. Hal ini sesuai
dengan kenyataan bahwa lidah kita dapat merasakan sakit, dingin, panas, dan dapat
merasakan kasar halusnya permukaan makanan dalam mulut. Impuls saraf yang
terbentuk oleh rangsangan pada setiap reseptor alat indera tersebut akan dijalarkan
melalui serabut saraf menuju ke medulla spinalis untuk refleks dan ke korteks otak
untuk penghayatan informasi yang diperoleh.

d. Mata

Mata adalah organ indera yang kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik peka
sinar yang primitif pada permukaan invertebrata. Di dalam wadahnya yang protektif,
setiap mata memiliki sebuah lapisan reseptor-reseptor, sebuah lensa yang
memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, dan sebuah sistem saraf yang
menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Ganong, 1998).

Struktur bola mata terdiri atas sklera, yaitu lapisan paling luar dari mata yang
keras dan terdiri dari jaringan konektif dan jika dilihat dari luar merupakan bagian
yang berwarna putih. Jaringan sklera berhubungan dengan kornea yang
transparan.Cahaya masuk melewati kornea menuju ruang anterior mata. Kemudian
cahaya melewati sebuah celah yaitu pupil yang dikelilingi oleh serabut otot
berpigmen yang dikenal dengan iris. Setelah melewati pupil, cahaya masuk melalui
lensa (Fox, 2008).

Mata berbentuk seperti bola, terletak di dalam rongga mata. Dinding rongga mata
itu ialah tulang-tulang tengkorak yang sangat keras. Hal ini baik sekali untuk
melindungi mata yang lunak. Bola mata memiliki garis tengah kira-kira 2,3 cm.
Bagian depannya bening. Alat penerima rangsang cahaya yang akan dihayati oleh
otak sebagai penglihatan ini terdapat di dalam bola mata berbentuk sebagai selaput
jala atau retina. Bagian dari alat penglihatan beserta kelengkapannya ialah bola mata,
otot-otot penggerak bola mata, kelopak mata, dan kelenjar air mata (Irianto, 2012).

Menurut Kimball (1983), mata manusia terdiri atas tiga lapisan, yaitu: Lapisan
luar atau lapisan sklera yang sangat kuat. Lapisan ini membentuk kornea yang bening
yang menerima cahay masuk ke bagian dalam mata dan membelokkan berkas cahaya
sedemikian rupa sehingga dapat difokuskan. Permukaan kornea tetap basah dan bebas
debu karena sekresi dari kelenjar air mata.

Lapisan tengah mata, yaitu lapisan koroid, amat berpigmen dengan melanin dan
sangat banyak pembuluh darah. Lapisan ini sangat berfungsi untuk menghentikan
refleksi berkas cahaya yang menyimpang di dalam mata. Di bagian depan mata,
lapisan koroid membentuk iris. Iris juga dapat berpigmen dan bertanggung jawab
terhadap warna mata. Suatu bukaan, yaitu pupil (biji mata) ada di tengah iris.
Besarnya bukaan ini bermacam-macam dan dikendalikan secara otomatis (Kimball,
1983).

Menurut Kimball (1983), pada saat cahaya suram (saat ada bahaya), pupil
membesar agar cahaya yang masuk ke mata menjadi lebih banyak. Pada cahay terang,
pupil mengecil. Hal ini tidak saja melindungi bagian dalam mata dari penerangan
yang berlebihan, tetapi juga memperbaiki kemampuan pembentukan bayangan dari
kedalaman medan. Lapisan dalam mata adalah retina. Retina terdiri atas reseptor
cahaya yang sesungguhnya, yaitu sel batang dan sel kerucut yang tersusun rapat tepat
di bawah permukaan retina.

Sel batang, kira-kira ada 100 juta batang dalam setiap mata. Sel batang terutama
dipakai untuk penglihatan dalam cahaya suram dan teramat peka terhadap cahaya.
Akan tetapi, bayangan yang dibentuk batang-batang ini tidak tajam. Batang berfungsi
dalam kelompok. Dengan kata lain, sejumlah batang berbagi satu rangkaian saraf ke
otak. Satu batang dapat mengawali impuls dalam rangkaian tersebut tetapi otak tidak
mungkin untuk menentukan batang mana dalam kumpulan itu yang terlibat. Agar
cahaya dapat diserap, harus ada bahan penyerap cahaya, yaitu suatu pigmen pada
batang yaitu rodopsin, suatu protein terkonjugasi (Kimball, 1983).

Sel kerucut, kira-kira sekitar 15.000 pada setiap millimeter persegi di satu daerah
retina, yaitu fovea, suatu daerah tepat di seberang lensa. Berbeda dari batang, kerucut
hanya bekerja dalam cahaya terang yang membuat kita dapat melihat warna-warna.
Setiap macam kerucut mengandung suatu pigmen yang paling baik menyerap salah
satu di antara ketiga warna utama, merah, hijau, dan biru. Secara teori, otak dapat
mencampurkan tiga sensasi warna utama untuk membentuk satu dari 17.000 lebih
berbagai corak warna yang dapat dibedakan oleh mata yang terlatih dengan baik
(Kimball, 1983).

Lensa terdapat di belakang iris (selaput pelangi) berbentuk bulat dengan dua
permukaan cembung kea rah depan dan belakang. Jadi, lensa mata merupakan lensa
bikonveks. Lensa ini bersifat kenyal dan dilindungi oleh suatu bungkus lensa. Agar
tidak berpindah tempat, maka pada bungkus lensa diperkuat dengan alat penggantung
sebagai tali temali yang berpangkal di belakang iris. Pada pangkal tali temali tersebut
terdapat otot pengatur kecembungan lensa. Untuk melihat dekat, lensa harus lebih
cembung agar bayangan dapat jatuh pada selaput jala. Kecembungan lensa mata
disebabkan kontraksinya otot-otot polos tadi. Proses mencembungnya lensa mata
disebut amomodasi. Terlalu lama melihat dekat, misalnya membaca terus-menerus
menyebabkan capai karena kontraksinya otot yang terus-menerus (Irianto, 2012).
Gangguan penglihatan dapat disebabkan karena kelainan lensa. Bila pada
pandangan jauh, bayangan jatuh di muka retina menyebabkan kelianan yang
dinamakan miopi. Keadaan ini harus dibetulkan dengan memakai kacamata yang
lensanya cekung atau kacamata negatif, sebaliknya penglihatan pada pandangan dekat
yang memberikan pandangan yang jatuh di belakang retina akan menyebabkan
kelainan penglihatan yang disebut hipermetropi. Untuk membetulkan kelainan ini
dipergunakan kacamata dengan lensa cembung atau kaca mata positif. Pada usia
lanjut, kekenyalan lensa sudah berkurang, hingga akomodasi sudah berkurang
kemampuannya. Orang tersebut membutuhkan kacamata dengan lensa cembung
untuk membaca. Keadaan penglihatan tersebut dinamakan presbiopi. Penglihatan
yang normal disebut emetropi (Irianto, 2012).

III. Bahan dan Metode Kerja


a. Alat dan Bahan
1. Pengecap
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cotton bud, cawan petri,
sapu tangan, gelas kimia, dan tissue atau kapas.
Bahan yang dibutuhkan adalah larutan garam, larutan cuka, larutan gula,
larutan kina, larutan MSG, dan air putih.
2. Pembau
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol flakon dan
stopwatch.
Bahan yang dibutuhkan adalah minyak angin dan parfum.
3. Reseptor Panas dan Dingin
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah penggaris, jarum pentul,
jangka, gelas kimia, pulpen, dan sapu tangan.
Bahan yang dibutuhkan adalah air panas dan air dingin.
4. Bintik Buta
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah uang logam 100 rupiah
sebanyak 5 buah, kertas A4, dan penggaris.
5. Refleks Pupil
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah penggaris, senter, dan
stopwatch.
b. Metode Kerja
1. Pengecap
Percobaan kali ini dilakukan dengan dibersihkannya gusi dan lidah
terlebih dahulu (berkumur) kemudian dikeringkan dengan tissue atau kapas.
Cawan petri yang sudah disiapkan sebelumnya dituangkan cairan lalu cotton
bud direndam dalam setiap larutan.
Setelah mata praktikan ditutup, cotton bud disentuhkan pada beberapa
daerah lidahnya lalu ditanyakan rasa apa yang dirasakan. Bila jawaban
praktikan sesuai dengan larutan yang dicobakan, diberikan tanda + pada
gambar lidah dan bila tidak sesuai diberikan tanda -. Kemudian intensitas rasa
pada setiap daerah lidah yang diuji ditentukan dengan tanda – (tidak terasa), +
(kurang terasa), ++ (terasa), dan +++ (sangat terasa).
Percobaan ini diulangi dengan cotton bud yang lain sesuai larutannya dan
diujikan pada orang lain dan dibandingkan hasilnya. Berdasarkan hasil
percobaan, dibuatkan peta penyebaran reseptor rasa pada lidah.
2. Pembau
Percobaan kali ini dilakukan dengan dituangkannya bahan uji pada botol
flakon secukupnya. Langkah selanjutnya adalah lubang hidung sebelah kiri
praktikan ditutup dan bahan ditempatkan kurang-lebih 30 cm dari hidung
praktikan. Kemudian tutup botol flakon dibuka dan dikibaskan dengan tangan.
Saat membaui bahan uji, mulut praktikan harus dalam keadaan tertutup.
Kemudian waktu sejak mulainya proses membaui hingga bau bahan tersebut
tidak terasa lagi (Olfactory Fatigue Times (OFT)) dicatat dan botol flakon
ditutup lalu diulangi untuk bahan lainnya segera setelah OFT untuk bahan
pertama tercapai.
Percobaan diulangi sebanyak tiga kali untuk dihitung nilai rata-rata
OFTnya. Setelah OFT tercapai untuk semua bahan, praktikan diminta untuk
membuka lubang hidungnya. Kemudian, secara berurutan dari bahan pertama
hingga kedua, dikibaskan dan ditanyakan apakah praktikan kesulitan untuk
mencium bau lalu dicatat hasil pengamatannya.
3. Reseptor Panas dan Dingin
a. Reseptor panas dan dingin
Percobaan kali ini dilakukan dengan dibuatkannya kotak berukuran
2,8 x 2,8 cm pada tangan bagian dorsal lalu dibagi menjadi 64 kotak.
Langkah selanjutnya dilakukan dengan dimasukkannya jarum ke
dalam gelas kimia yang berisi air panas dan jarum lain pada air dingin.
Setelah lima menit, masing-masing jarum tersebut disentuhkan
sebentar ke dalam kotak bujur sangkar pada praktikan secara berurutan
lalu dicatat hasilnya dengan diberikan tanda + untuk kotak yang
merasakan dan tanda – untuk kotak yang tidak merasakan.
b. Reseptor Sentuhan
Percobaan ini dilakukan dengan ditutupnya mata praktikan dengan
salah satu lengannya diletakkan di atas meja dan diletakkannya kaki
jangka pada jarak 3 cm lalu disentuhkan dengan tekanan ringan kedua
kaki jangka secara bersama-sama pada bagian ventral lengan bawah
praktikan.
Jika praktikan merasakan dua titik, jarak antara kedua kaki jangka
diperkecil, dan jika praktikan merasakan satu titik, jarak antara kedua
kaki jangka diperbesar. Jarak antara kedua kaki jangka diperkecil
sedikit demi sedikit hingga diperolah jarak terpendek yang masih
dirasakan dua titik oleh praktikan kemudian dicatat hasilnya.
Setelah dilakukan, semua langkah tersebut diulangi pada lengan
bawah dorsal, telapak tangan ventral dan dorsal, ujung jari tangan
kanan dan tangan kiri, dahi, pipi, tengkuk, serta bibir.

4. Bintik Buta
Percobaan kali ini dilakukan dengan disusunnya lima buah mata uang
logam lurus ke belakang dengan jarak masing-masing 8 mm dan ditandai
lokasi uang logam pada kertas. Kemudian salah satu mata praktikan ditutup
dengan karton tebal sedangkan mata yang satunya ditujukan pada bagian
tengah dari uang logam yang terdepan.
Setelah itu, praktikan ditanya tentang jumkah uang logam yang terlihat
dan mana yang tidak. Kemudian jarak antar mata uang logam tersebut diubah
(diperbesar atau diperkecil) lalu ditandai setiap posisi uang logam pada kertas
dan dibandingkan hasilnya. Setelah semua langkah dilakukan, mata yang lain
diujikan kembali sama dengan langkah-langkah di atas.
5. Refleks Pupil
a. Refleks pupil terhadap intensitas cahaya
Percobaan kali ini dilakukan dengan diletakkannya penggaris di
bawah salah satu mata praktikan pada ruangan terang untuk diukur
diameter pupilnya dan dicatat. Setelah itu, praktikan diminta untuk
menutup matanya. Secara mendadak, praktikan diminta untuk
membuka matanya kembali lalu diukur diameter pupilnya dan dicatat
waktu yang diperlukan untuk terjadinya refleks pupil.
Pada keadaan gelap, praktikan diminta untuk menutup kembali
matanya dengan penggaris diposisikan dibawah salah satu matanya.
Langkah selanjutnya dilakukan dengan diberikannya tanda kepada
praktikan untuk membuka matanya lalu diterangi matanya dengan
senter secara bersamaan dan diukur diameter pupilnya serta dicatat
waktu yang diperlukan untuk refleks pupil kemudian dibandingkan
dengan hasil percobaan sebelumnya.
b. Refleks pupil terhadap akomodasi mata
Percobaan ini dilakukan dengan diukurnya diameter pupil
praktikan pada keadaan normal dengan diletakkannya penggaris di
bawah salah satu matanya. Langkah berikutnya yaitu paraktikan
diminta untuk melihat benda-benda yang jauh letaknya dan diukur
diameter pupilnya.
Setelah dilakukan, praktikan diminta kembali untuk melihat benda-
benda yang dekat letaknya lalu diukur diameter pupilnya. Pada jarak
yang sama, langkah percobaan di atas diulangi pada praktikan yang
memiliki mata minus tanpa menggunakan kacamata dan dibandingkan
hasilnya.
IV. Hasil dan Pembahasan
a. Pengecap
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan daerah penyebaran reseptor rasa pada
lidah dan untuk menentukan tingkat kepekaan berbagai daerah di lidah terhadap
setiap rasa. Adapun prinsip kerja percobaan ini adalah dengan menyentuhkan cotton
bud yang telah direndam pada berbagai larutan ke setiap bagian lidah untuk
berikutnya ditandai dan dijadikan data pengamatan.
Setelah praktikan melakukan percobaan ini, didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar:

a. b.

c. d.

e.
Ket: a. Larutan gula b. Larutan garam
c. Larutan cuka d. Larutan MSG
e. Larutan kina
Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk puting pengecap
untuk reseptor rasa manis banyak terdapat di bagian ujung lidah, reseptor rasa pahit
banyak terdapat di bagian pangkal lidah, reseptor rasa umami banyak terdapat di
bagian tengah lidah, reseptor rasa asin banyak terdapat dibagian tepi depan lidah, dan
reseptor rasa asam banyak terdapat di bagian tepi belakang, sehingga dapat dikatakan
sesuai dengan teori aslinya.
Gambar a hingga e menunjukkan adanya perbedaan tingkat kepekaan rasa antar
larutan pada berbagai daerah di lidah. Menurut Irianto (2012), perbedaan yang
mendasari kualitas rasa tersebut adalah terletak pada mekanisme jalur biokimia yang
terjadi untuk setiap rasa. Senyawa kimia yang memberikan rasa asin, asam, dan gurih
secara langsung akan bergerak melalui kanal ion, sedangkan pada rasa pahit dan
manis perlu pengikatan senyawa kimia dengan permukaan reseptor rasa terlebih
dahulu sehingga kualitas kepekaannya lebih rendah dibandingkan ketiga rasa lainnya.
Adapun perbedaan tingkat kesukaan rasa tertentu didasarkan atas kebutuhan
tubuh terhadap ion-ion dalam setiap rasa. Menurut Ganong (1998), tubuh lebih
membutuhkan banyak ATP dalam memenuhi energinya sehingga manusia lebih
cenderung menyukai rasa manis, suka rasa asin disebabkan tubuh membutuhkan ion
Na+ dalam penyerapan glukosa, suka rasa umami disebabkan tubuh membutuhkan
banyak asam amino dalam metabolisme selnya, dan tidak suka rasa asam serta pahit
dikarenakan kedua rasa tersebut cenderung erat kaitannya dengan rasa basi dan racun.
Perbedaan jenis kelamin tidak begitu dibahas dalam percobaan ini dikarenakan
hanya menggunakan satu probandus, perempuan saja atau laki-laki saja. Namun,
menurut Fox (2008), wanita memiliki tingkat kepekaan yang lebih tinggi
dibandingkan pria disebabkan oleh jumlah papilla pengecap serta reseptor rasa yang
dimiliki terdapat lebih banyak pada lidah wanita.
b. Pembau
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepekaan seseorang terhadap
rangsangan bau dan untuk mengetahui waktu adaptasi reseptor pada indera pembau.
Adapun prinsip kerja percobaan ini adalah dengan dikibaskannya botol flakon yang
berisi bahan uji kea rah lubang hidung dengan perlakuan dibuka salah satu atau kedua
lubang hidung probandus.
Setelah praktikan melakukan percobaan ini, didapatkan hasil sebagai berikut:
Satu lubang hidung Dua lubang hidung
Klp. ♀/♂ Parfum Minyak angin Parfum Minyak angin
1 2 3 x 1 2 3 x 1 2 3 x 1 2 3 x
1. ♀ 4 3 3 3 6 4 2 4 4 7 5 5 2 2 4 3
2. ♂ 9 5 4 6 6 5 3 5 5 3 3 3 3 2 2 2
3. ♀ 4 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 2 2
4. ♂ 7 5 4 5 4 4 4 4 3 3 2 3 3 3 2 3

x♀ parfum satu lubang: 2,5 x♀ parfum dua lubang: 3


x♀ minyak angin satu lubang: 2,5 x♀ minyak angin dua lubang: 2,5
x♂parfum satu lubang: 5,5 x♂parfum dua lubang: 3
x♂minyak angin satu lubang: 4,5 x♂minyak angin dua lubang: 2,5
ket: x: rata-rata
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa nilai OFT terbesar adalah dari
probandus laki-laki. Namun, menurut Ganong (1998), OFT terbesar (ORT terkecil)
adalah terletak pada wanita bukan laki-laki. Menurutnya, jumlah sel olfaktori
(reseptor penciuman) pada wanita terdapat lebih banyak dibandingkan laki-laki
sehingga menurunkan nilai ORT sebaliknya menaikkan nilai OFT wanita.
ORT merupakan nilai yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan seseorang untuk
dapat membaui suatu zat (peka), sedangkan OFT merupakan nilai yang menunjukkan
waktu yang dibutuhkan (adaptasi atau densisitas) seseorang hingga kehilangan bau
zat tersebut. Hal inilah yang menyebabkan wanita pada umumnya memiliki tingkat
kepekaan dan daya tahan pembau yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Ganong,
1998).
Perbedaan hasil yang diperoleh dengan teori aslinya ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti kelainan pembau yang mungkin dialami oleh probandus
wanita seperti hiposmia (berkurangnya kepekaan menghidung) akibat sakit atau pilek,
bagian rongga hidung yang mengandung reseptor penciuman kurang mengalami
ventilasi, dsb.
Berdasarkan data di atas juga dapat dilihat adanya perbedaan OFT antara
perlakuan ditutupnya satu lubang hidung dengan yang terbuka semua. Menurut
Irianto (2012), dalam keadaan satu lubang tertutup, sel-sel saraf penciuman tidak
dapat berfungsi secara sempurna sehingga kepekaan terhadap rangsangan bau
menjadi lebih rendah. Sedangkan pada keadaan terbuka dua-duanya, sel-sel saraf
olfaktori dapat berfungsi secara sempurna sehingga tingkat kepekaan seseorang pun
akan menjadi lebih tinggi. Namun, dalam percobaan ini, praktikan tidak menghitung
ORT setiap probandus, sehingga perbedaaan tingkat kepekaan untuk tiap perlakuan
pun belum dapat disimpulkan sesuai dengan teori yang ada atau tidak.
c. Reseptor Panas dan Dingin
Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan jumlah reseptor panas (badan
Ruffini) dan dingin (badan Krause) pada kulit dan untuk mengetahui persebaran
reseptor sentuhan (badan Meissner) pada kulit. Adapun percobaan ini dibagi menjadi
dua macam yaitu percobaan terhadap rasa panas dan dingin serta percobaan reseptor
sentuhan.
Prinsip kerja percobaan pertama yaitu dengan dibuatkannya kotak berukuran
2,8x2,8 cm dan dibagi menjadi 64 kotak pada tangan bagian dorsal lalu disentuhkan
dengan jarum yang sudah dimasukkan ke dalam air panas atau dingin. Sedangkan
pada percobaan kedua memiliki prinsip kerja dengan disentuhkannya kedua kaki
jangka pada bagian-bagian tubuh tertentu (dorsal dan ventral) dengan perlakuan
berupa pengaturan jarak antar kaki.
Setelah praktikan melakukan kedua percobaan ini, didapatkan hasil sebagai
berikut:
1. Reseptor panas dan dingin
Panas dingin
Klp. ♀/♂
+ - + -
1. 60 4 53 11 ♀
2. 39 25 35 29 ♀
3. 30 34 38 26 ♀
4. 60 4 64 0 ♂
5. 28 36 19 45 ♂
6. 26 38 26 38 ♀
7. 64 0 48 16 ♂
xpanas +: 43,8 xdingin +: 40,43

xpanas -: 20,14 xdingin -: 23,57

2. Reseptor sentuhan

Klp. ♀/♂ VLB DLB VTT DTT UTKI UTKA DA PI TENG BI


1. ♂ 2,5 1,5 1 1,5 0,5 0,5 1,5 0,1 2 0,1
2. ♀ 2 0,5 1 1,5 0,5 0,5 2,5 3 0,5 2,5
3. ♂ 2 4 2,1 5 1,8 1,2 1 2 2,8 2
x 2,17 2 1,36 2,67 0,93 0,73 1,67 1,7 1,77 1,53

Ket: x: rata-rata

Berdasarkan kedua tabel di atas, untuk tabel pertama dapat dismpulkan bahwa
tangan bagian dorsal memiliki reseptor panas dan juga reseptor dingin. Sedangkan
pada tabel yang kedua, bagian tubuh yang memiliki sensivitas terkecil adalah telapak
tangan dorsal dan yang memiliki sensivitas terbesar adalah ujung tangan kanan.

Menurut Irianto (2012), penyebaran reseptor panas paling banyak terdapat pada
tubuh bagian dorsal dan reseptor rasa dingin terletak pada tubuh bagian ventral. Hal
ini disebabkan pada bagian dorsal terdapat lebih banyak badan Ruffini. Menurut Fox
(2008), bagian tubuh yang paling sensitif terhadap sentuhan dari sepuluh bagian pada
percobaan kedua di atas adalah ujung jari kanan sedangkan yang paling kurang peka
adalah pada bagian dahi. Hal ini disebabkan pada ujung jari lebih banyak terdapat
badan meissner dibandingkan bagian lainnya terlebih pada dahi.

Berdasarkan tabel pengamatan pertama, praktikan mendapatkan data yang sesuai


dengan teori namun ada penyimpangan terhadap rasa dingin. Seharusnya, reseptor
rasa dingin (+) pada tangan dorsal harus lebih sedikit dibandingkan yang (-). Begitu
juga pada hasil pengamatan yang kedua. Praktikan menemukan penyimpangan bahwa
telapak tangan dorsal memiliki sensivitas yang lebih kecil dibandingkan dahi. Namun,
pada teori sebelumnya telah dijelaskan bahwa dahi memiliki reseptor sentuhan
terkecil dibandingkan bagian lainnya.

Perbedaan ini menurut Irianto (2012) dapat disebabkan oleh berbagai faktor
seperti, probandus sedang mengalami gangguan psikis, adanya peubahan pada tekstur
kulit akibat kosmetik ataupun obat oles, dan jumlah reseptor panas, dingin, serta
sentuhan yang berbeda pula penyebarannya pada setiap orang.

d. Bintik Buta

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan jarak benda yang bayangannya jatuh
pada bintik buta. Adapun prinsip kerja percobaan ini adalah dengan difokuskannya
sebelah mata kanan kemudian kiri probandus ke bagian tengah uang logam pertama
dari lima uang logam dengan perlakuan berupa pengaturan jarak antar uang logam
tersebut.

Setelah praktikan melakukan percobaan ini, didapatkan hasil sebagai berikut:

Jarak antar koin Jumlah koin yang terlihat


Klp. ♀/♂
(mm) Kanan Kiri
8 1 1
1. ♀
10 4 4
8 5 5
2. ♀
10 5 5
8 5 5
5. ♀
10 5 5
8 5 4
4. ♀
10 2 3

Ket: Jarak mata ke uang logam pertama: 30 cm x: rata-rata

xjumlah koin yang terlihat oleh mata kanan 8 mm: 4

xjumlah koin yang terlihat oleh mata kiri 8 mm: 4


xjumlah koin yang terlihat oleh mata kanan 10 mm: 4

xjumlah koin yang terlihat oleh mata kiri 10 mm: 4

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa jarak benda yang


bayangannya jatuh pada bintik buta probandus adalah: 300 + (8x5) = 340 mm dari
mata probandus. Menurut Irianto (2012), mata kanan dan kiri memiliki jarak titik buta
yang tidak jauh berbeda, sehingga pada tabel di atas dapat dilihat kesamaan jumlah
uang logam yang terlihat baik pada mata kiri dan kanan. Adapun perbedaan yang
ditemukan pada kelompok empat dapat disebabkan oleh kemungkinan mata
probandus yang mengalami miopi atau hipermetropi. Perubahan kecembungan lensa
ini pun menyebabkan berubahnya lokasi bayangan yang jatuh ke retina.

e. Refleks Pupil

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui refleks pupil terhadap intensitas cahaya
dan untuk mengetahui refleks pupil terhadap akomodasi mata. Adapun percobaan ini
dibagi menjadi dua macam, yaitu refleks pupil terhadap intensitas cahaya dan refleks
pupil terhadap akomodasi mata.

Prinsip kerja percobaan pertama adalah dengan diukurnya diameter pupil


probandus pada saat di ruang terang dan gelap dengan perlakuan berupa pemberian
cahaya senter dan dicatatkan waktu refleks pupil yang terjadi. Sedangkan prinsip
kerja percobaan kedua yaitu dengan diukurnya diameter pupil probandus dengan
perlakuan berupa pengaturan jarak benda yang dilihat (dekat dan jauh) untuk
mengatur daya akomodasi yang terjadi.

Setelah praktikan melakukan kedua percobaan ini, didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Refleks pupil terhadap intensitas cahaya
Diameter pupil (cm) / detik
Klp. ♀/♂
R.terang R.Gelap Mendadak Senter
1. ♀ 0,3/2 0,5/3 0,2/4 0,2/2

2. Refleks pupil terhadap akomodasi mata


Jarak dekat (cm) Jarak jauh (cm)
Klp. ♀/♂
Normal Miopi Normal Miopi
1. ♀ 0,4 0,6 0,3 0,4
2. ♀ 0,35 0,3 0,5 0,5
3. ♀ 0,3 0,5 0,4 0,7
4. ♀ 0,8 0,4 0,9 0,7
5. ♀ 0,3 0,3 0,7 0,3

xjarak dekat normal: 0,43 xjarak jauh normal: 0,56


xjarak dekat miopi: 0,42 xjarak jauh miopi: 0,52
ket: x: rata-rata
Berdasarkan kedua tabel di atas dapat disimpulkan bahwa diameter pupil
terkecil terjadi ketika probandus membuka mata dan disenter secara mendadak.
Sedangkan diameter terbesar terjadi ketika probandus berada dalam ruang gelap.
Selain itu, saat probandus melihat benda-benda yang dekat, maka diameter
pupilnya akan mengecil dan akan membesar ketika melihat benda-benda yang
jaraknya lebih jauh.
Hasil pengamatan ini sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan di bagian
depan. Alasan pupil mengecil ketika melihat benda dekat ataupun berada dalam
kondisi yang terang adalah karena adanya pengaruh refleks pupil dan daya
akomodasi mata yan berfungsi untuk membatasi jumlah cahaya yang masuk agar
tidak terlalu banyak dan untuk mengatur kecembungan lensa mata saat melihat
sumber cahaya (benda) yang dekat (Kimball, 1983).
Pada tabel pengamatan percobaan yang kedua, terdapat perbedaan antara
diameter pupil probandus bermata normal dengan yang rabun jauh (miopi). Dari
tabel tersebut dapat dilihat bahwa diameter pupil mata normal adalah lebih besar
dibandingkan mata minus. Hal ini menurut Ganong (1998), dikarenakan mata
seorang penderita miopi memiliki lensa yang terlalu mencembung sehingga
cahaya yang diteruskan menjadi lebih banyak menyebabkan pupil lebih mengecil
dari keadaan normalnya.
V. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

a. Penyebaran reseptor rasa di berbagai daerah pada lidah menentukan tingkat


kepekaan tiap daerahnya terhadap setiap rasa.

b. Tingkat kepekaan (ORT) dan waktu adaptasi (OFT) seseorang terhadap rangsangan
bau ditentukan beberapa factor salah satunya oleh jumlah reseptor olfaktori yang
terdapat dalam indera penciumannya.

c. Jumlah dan persebaran reseptor panas, dingin, dan sentuhan adalah berbeda pada
setiap bagian tubuh manusia.

d. Jarak benda yang bayangannya jatuh pada bintik buta mata kanan adalah relatif
sama dengan mata kiri.

e. Refleks dan diameter pupil seseorang dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan
intensitas cahaya dan daya akomodasi matanya.

VI. Daftar Pustaka

Fox, S.I. (2008). Human Physiology Tenth Edition. New York: McGraw-Hill.

Ganong, W.F. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran
UGC.

Guyton, A.C. (2006). Text Book of Medical Physiology. Misisipi: Department of


Physiology and Biophysics University of Misisipi Medical.

Irianto, K. (2012). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta.

Kimball, J.W. (1983). Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.


View publication stats

You might also like