Professional Documents
Culture Documents
Sistemsensori
Sistemsensori
net/publication/328829630
Sistem sensori
CITATIONS READS
0 54,263
1 author:
Ahmad Arsyadi
IPB University (ID) Ibaraki University (JP)
46 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Ahmad Arsyadi on 09 November 2018.
SISTEM SENSORI
NIM : 12640024
Kelompok :1
2014
I. Tujuan Percobaan
a. Pengecap
b. Pembau
d. Bintik Buta
e. Refleks Pupil
Umami
Peta rasa ini dikatakan sudah kadaluarsa karena setelah dikaji dan diteliti
selama 100 tahun, para ilmuan menemukan bahwa otak dapat
menginterpretasikan rasa kelima yaitu umami (enak,sedap,lezat) melalui
serangkaian reaksi kimia di dalam sel rasa (taste cell) yang terdapat pada kuncup
rasa (taste bud) di lidah. Kuncup ini berbentuk menyerupai bawang, terdiri atas
50-100 sel rasa yang masing-masing mempunyai mikrovili dan pori rasa (taste
pore) (Irianto, 2012).
Menurut Ganong (1998), reseptor rasa asam (kecut) dirangsang oleh ion
H+, bukan anion yang terkait. Untuk setiap bahan asam, rasa asam biasanya setara
dengan konsentrasi H+, tetapi asam-asam organic sering lebih asam daripada asam
mineral dengan konsentrasi H+ yang sama. Hal ini menurutnya disebabkan karena
asam organik lebih cepat menembus sel daripada asam mineral.
Rasa asin dihasilkan oleh Na+. Beberapa senyawa organik juga terasa asin,
misalnya dipeptida lisiltaurin dan orniltaurin terasa asin, dan berdasarkan
beratnya, lisiltaurin lebih kuat daripada NaCl. Sebagian besar rasa bahan yang
terasa manis adalah bahan organik seperti sukrosa, maltosa, laktosa, glukosa, serta
bahan lain seperti polisakarida, gliserol, kloroform, dsb. Bahan yang sering
digunakan untuk menguji rasa pahit adalah kina sulfat yang disebabkan oleh
adanya kation. Adapun rasa umami ditimbulkam oleh glutamat, asam amino yang
banyak terdapat pada protein daging, ikan, dan legum (Ganong, 1998).
b. Hidung
Penciuman (Hidung) dan pengecap (Lidah) secara umum diklasifikasikan sebagai
indera visceral karena kaitannya yang erat dengan fungsi saluran cerna. Secara
fisiologis keduanya berkaitan satu sama lain sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya. Namun, kedua indera ini secara anatomis agak berbeda. Reseptor
penciuman merupakan reseptor jarak jauh (telesepator), jalur penciumannya tidak
memiliki penyambung di thalamus, dan tidak terdapat daerah proyeksi neokorteks
untuk penciuman. Sedangkan pada lidah, jalur pengecapannya berjalan melewati
batang otak ke thalamus dan berproyeksi ke girus postsentralis bersama dengan jalur
untuk sensibilitas sentuh dan tekan dari mulut (Ganong, 1998).
Menurut Fox (2008), reseptor yang bertanggung jawab terhadap olfaksi atau
sensasi bau terletak pada epitel olfaktori. Apparatus olfaktori terdiri atas sel-sel
reseptor (sel saraf bipolar), sel-sel tiang, dan sel-sel batang. Sel-sel batang akan
berdegenerasi untuk membentuk sel-sel reseptor baru setiap satu atau dua bulan untuk
menggantikan sel saraf yang rusak akibat terbukanya dan bersentuhan dengan udara
dingin dari lingkungan. Sel-sel tiang merupakan sel epitel yang kaya akan enzim
untuk terjadinya oksidasi hidropobik.
Setiap sel saraf bipolar memiliki satu dendrit yang menembus masuk ke rongga
hidung dan terdapat knob yang bersilia di ujungnya. Dendrit pada sel saraf sensori ini
memiliki protein reseptor olfaktori pada silianya yang berfungsi untuk mengikat dan
menangkap molekul bau yang berupa uap (Fox, 2008).
Ngengat ulat sutra jantan dapat mencium feromon yang dikeluarkan ngengat
betina yang jauhnya dua sampai tiga mil. Reseptor baunya, sebagaimana kebanyakan
insekta, terdapat pada antena. Ular dan kadal mempunyai organ reseptor bau yang
amat baik, yaitu organ Jacobson yang terletak di langit-langit mulut. Secara
bergantian mereka mengeluarkan lidahnya ke udara dan kemudian ke dalam organ
Jacobson sehingga mereka merasakan udara dan mendeteksi adanya bau (Kimball,
1983).
c. Kulit
Kulit atau kutis merupakan salah satu organ yang paling luas permukaannya dan
sangat penting bagi tubuh, yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga
memiliki banyak fungsi yaitu sebagai alat pengeluaran, pelindung tubuh terhadap air,
cuaca dan keadaan lingkungan lain, sebagai pengatur panas, sebagai alat pertahanan
tubuh, sebagai alat indera untuk perasa dan peraba (Irianto, 2012).
Menurut Irianto (2012), di dalam kulit terdapat sejumlah reseptor untuk berbagai
jenis rangsangan, dan paling sedikit terdiri atas lima jenis penginderaan, yaitu rabaan
(sentuhan), tekanan, panas, dingin, dan sakit (nyeri). Reseptor-reseptor tersebut tidak
secara merata tersebar di kulit tubuh, demikian pula perbandingan jumlah untuk
masing-masing reseptor tidak sama. Jumlah reseptor untuk rasa sakit hampir 27 kali
lebih banyak daripada reseptor untuk dingin, sedang reseptor dingin berjumlah 10 kali
lebih banyak daripada reseptor untuk panas.
Sensasi pada kulit seperti yang telah disebutkan di atas ditangkap oleh dendrit
yang terdapat di ujung berbagai sel saraf sensori yang berbeda pula. Reseptor rasa
panas, dingin, dan sakit merupakan ujung dari sel saraf sensori yang naked
(telanjang). Sensasi rasa sentuh difasilitasi oleh adanya dendrit yang mengelilingi
folikel rambut dan diperluas oleh ujung dendrite yang disebut badan Ruffini dan
piringan Merkels. Sensasi rasa sentuh dan tekanan juga difasilitasi oleh dendrit yang
dibungkus dalam struktur yang bervariasi seperti badan Meissner dan badan Pacini
(Fox, 2008).
d. Mata
Mata adalah organ indera yang kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik peka
sinar yang primitif pada permukaan invertebrata. Di dalam wadahnya yang protektif,
setiap mata memiliki sebuah lapisan reseptor-reseptor, sebuah lensa yang
memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, dan sebuah sistem saraf yang
menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Ganong, 1998).
Struktur bola mata terdiri atas sklera, yaitu lapisan paling luar dari mata yang
keras dan terdiri dari jaringan konektif dan jika dilihat dari luar merupakan bagian
yang berwarna putih. Jaringan sklera berhubungan dengan kornea yang
transparan.Cahaya masuk melewati kornea menuju ruang anterior mata. Kemudian
cahaya melewati sebuah celah yaitu pupil yang dikelilingi oleh serabut otot
berpigmen yang dikenal dengan iris. Setelah melewati pupil, cahaya masuk melalui
lensa (Fox, 2008).
Mata berbentuk seperti bola, terletak di dalam rongga mata. Dinding rongga mata
itu ialah tulang-tulang tengkorak yang sangat keras. Hal ini baik sekali untuk
melindungi mata yang lunak. Bola mata memiliki garis tengah kira-kira 2,3 cm.
Bagian depannya bening. Alat penerima rangsang cahaya yang akan dihayati oleh
otak sebagai penglihatan ini terdapat di dalam bola mata berbentuk sebagai selaput
jala atau retina. Bagian dari alat penglihatan beserta kelengkapannya ialah bola mata,
otot-otot penggerak bola mata, kelopak mata, dan kelenjar air mata (Irianto, 2012).
Menurut Kimball (1983), mata manusia terdiri atas tiga lapisan, yaitu: Lapisan
luar atau lapisan sklera yang sangat kuat. Lapisan ini membentuk kornea yang bening
yang menerima cahay masuk ke bagian dalam mata dan membelokkan berkas cahaya
sedemikian rupa sehingga dapat difokuskan. Permukaan kornea tetap basah dan bebas
debu karena sekresi dari kelenjar air mata.
Lapisan tengah mata, yaitu lapisan koroid, amat berpigmen dengan melanin dan
sangat banyak pembuluh darah. Lapisan ini sangat berfungsi untuk menghentikan
refleksi berkas cahaya yang menyimpang di dalam mata. Di bagian depan mata,
lapisan koroid membentuk iris. Iris juga dapat berpigmen dan bertanggung jawab
terhadap warna mata. Suatu bukaan, yaitu pupil (biji mata) ada di tengah iris.
Besarnya bukaan ini bermacam-macam dan dikendalikan secara otomatis (Kimball,
1983).
Menurut Kimball (1983), pada saat cahaya suram (saat ada bahaya), pupil
membesar agar cahaya yang masuk ke mata menjadi lebih banyak. Pada cahay terang,
pupil mengecil. Hal ini tidak saja melindungi bagian dalam mata dari penerangan
yang berlebihan, tetapi juga memperbaiki kemampuan pembentukan bayangan dari
kedalaman medan. Lapisan dalam mata adalah retina. Retina terdiri atas reseptor
cahaya yang sesungguhnya, yaitu sel batang dan sel kerucut yang tersusun rapat tepat
di bawah permukaan retina.
Sel batang, kira-kira ada 100 juta batang dalam setiap mata. Sel batang terutama
dipakai untuk penglihatan dalam cahaya suram dan teramat peka terhadap cahaya.
Akan tetapi, bayangan yang dibentuk batang-batang ini tidak tajam. Batang berfungsi
dalam kelompok. Dengan kata lain, sejumlah batang berbagi satu rangkaian saraf ke
otak. Satu batang dapat mengawali impuls dalam rangkaian tersebut tetapi otak tidak
mungkin untuk menentukan batang mana dalam kumpulan itu yang terlibat. Agar
cahaya dapat diserap, harus ada bahan penyerap cahaya, yaitu suatu pigmen pada
batang yaitu rodopsin, suatu protein terkonjugasi (Kimball, 1983).
Sel kerucut, kira-kira sekitar 15.000 pada setiap millimeter persegi di satu daerah
retina, yaitu fovea, suatu daerah tepat di seberang lensa. Berbeda dari batang, kerucut
hanya bekerja dalam cahaya terang yang membuat kita dapat melihat warna-warna.
Setiap macam kerucut mengandung suatu pigmen yang paling baik menyerap salah
satu di antara ketiga warna utama, merah, hijau, dan biru. Secara teori, otak dapat
mencampurkan tiga sensasi warna utama untuk membentuk satu dari 17.000 lebih
berbagai corak warna yang dapat dibedakan oleh mata yang terlatih dengan baik
(Kimball, 1983).
Lensa terdapat di belakang iris (selaput pelangi) berbentuk bulat dengan dua
permukaan cembung kea rah depan dan belakang. Jadi, lensa mata merupakan lensa
bikonveks. Lensa ini bersifat kenyal dan dilindungi oleh suatu bungkus lensa. Agar
tidak berpindah tempat, maka pada bungkus lensa diperkuat dengan alat penggantung
sebagai tali temali yang berpangkal di belakang iris. Pada pangkal tali temali tersebut
terdapat otot pengatur kecembungan lensa. Untuk melihat dekat, lensa harus lebih
cembung agar bayangan dapat jatuh pada selaput jala. Kecembungan lensa mata
disebabkan kontraksinya otot-otot polos tadi. Proses mencembungnya lensa mata
disebut amomodasi. Terlalu lama melihat dekat, misalnya membaca terus-menerus
menyebabkan capai karena kontraksinya otot yang terus-menerus (Irianto, 2012).
Gangguan penglihatan dapat disebabkan karena kelainan lensa. Bila pada
pandangan jauh, bayangan jatuh di muka retina menyebabkan kelianan yang
dinamakan miopi. Keadaan ini harus dibetulkan dengan memakai kacamata yang
lensanya cekung atau kacamata negatif, sebaliknya penglihatan pada pandangan dekat
yang memberikan pandangan yang jatuh di belakang retina akan menyebabkan
kelainan penglihatan yang disebut hipermetropi. Untuk membetulkan kelainan ini
dipergunakan kacamata dengan lensa cembung atau kaca mata positif. Pada usia
lanjut, kekenyalan lensa sudah berkurang, hingga akomodasi sudah berkurang
kemampuannya. Orang tersebut membutuhkan kacamata dengan lensa cembung
untuk membaca. Keadaan penglihatan tersebut dinamakan presbiopi. Penglihatan
yang normal disebut emetropi (Irianto, 2012).
4. Bintik Buta
Percobaan kali ini dilakukan dengan disusunnya lima buah mata uang
logam lurus ke belakang dengan jarak masing-masing 8 mm dan ditandai
lokasi uang logam pada kertas. Kemudian salah satu mata praktikan ditutup
dengan karton tebal sedangkan mata yang satunya ditujukan pada bagian
tengah dari uang logam yang terdepan.
Setelah itu, praktikan ditanya tentang jumkah uang logam yang terlihat
dan mana yang tidak. Kemudian jarak antar mata uang logam tersebut diubah
(diperbesar atau diperkecil) lalu ditandai setiap posisi uang logam pada kertas
dan dibandingkan hasilnya. Setelah semua langkah dilakukan, mata yang lain
diujikan kembali sama dengan langkah-langkah di atas.
5. Refleks Pupil
a. Refleks pupil terhadap intensitas cahaya
Percobaan kali ini dilakukan dengan diletakkannya penggaris di
bawah salah satu mata praktikan pada ruangan terang untuk diukur
diameter pupilnya dan dicatat. Setelah itu, praktikan diminta untuk
menutup matanya. Secara mendadak, praktikan diminta untuk
membuka matanya kembali lalu diukur diameter pupilnya dan dicatat
waktu yang diperlukan untuk terjadinya refleks pupil.
Pada keadaan gelap, praktikan diminta untuk menutup kembali
matanya dengan penggaris diposisikan dibawah salah satu matanya.
Langkah selanjutnya dilakukan dengan diberikannya tanda kepada
praktikan untuk membuka matanya lalu diterangi matanya dengan
senter secara bersamaan dan diukur diameter pupilnya serta dicatat
waktu yang diperlukan untuk refleks pupil kemudian dibandingkan
dengan hasil percobaan sebelumnya.
b. Refleks pupil terhadap akomodasi mata
Percobaan ini dilakukan dengan diukurnya diameter pupil
praktikan pada keadaan normal dengan diletakkannya penggaris di
bawah salah satu matanya. Langkah berikutnya yaitu paraktikan
diminta untuk melihat benda-benda yang jauh letaknya dan diukur
diameter pupilnya.
Setelah dilakukan, praktikan diminta kembali untuk melihat benda-
benda yang dekat letaknya lalu diukur diameter pupilnya. Pada jarak
yang sama, langkah percobaan di atas diulangi pada praktikan yang
memiliki mata minus tanpa menggunakan kacamata dan dibandingkan
hasilnya.
IV. Hasil dan Pembahasan
a. Pengecap
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan daerah penyebaran reseptor rasa pada
lidah dan untuk menentukan tingkat kepekaan berbagai daerah di lidah terhadap
setiap rasa. Adapun prinsip kerja percobaan ini adalah dengan menyentuhkan cotton
bud yang telah direndam pada berbagai larutan ke setiap bagian lidah untuk
berikutnya ditandai dan dijadikan data pengamatan.
Setelah praktikan melakukan percobaan ini, didapatkan hasil sebagai berikut:
Gambar:
a. b.
c. d.
e.
Ket: a. Larutan gula b. Larutan garam
c. Larutan cuka d. Larutan MSG
e. Larutan kina
Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk puting pengecap
untuk reseptor rasa manis banyak terdapat di bagian ujung lidah, reseptor rasa pahit
banyak terdapat di bagian pangkal lidah, reseptor rasa umami banyak terdapat di
bagian tengah lidah, reseptor rasa asin banyak terdapat dibagian tepi depan lidah, dan
reseptor rasa asam banyak terdapat di bagian tepi belakang, sehingga dapat dikatakan
sesuai dengan teori aslinya.
Gambar a hingga e menunjukkan adanya perbedaan tingkat kepekaan rasa antar
larutan pada berbagai daerah di lidah. Menurut Irianto (2012), perbedaan yang
mendasari kualitas rasa tersebut adalah terletak pada mekanisme jalur biokimia yang
terjadi untuk setiap rasa. Senyawa kimia yang memberikan rasa asin, asam, dan gurih
secara langsung akan bergerak melalui kanal ion, sedangkan pada rasa pahit dan
manis perlu pengikatan senyawa kimia dengan permukaan reseptor rasa terlebih
dahulu sehingga kualitas kepekaannya lebih rendah dibandingkan ketiga rasa lainnya.
Adapun perbedaan tingkat kesukaan rasa tertentu didasarkan atas kebutuhan
tubuh terhadap ion-ion dalam setiap rasa. Menurut Ganong (1998), tubuh lebih
membutuhkan banyak ATP dalam memenuhi energinya sehingga manusia lebih
cenderung menyukai rasa manis, suka rasa asin disebabkan tubuh membutuhkan ion
Na+ dalam penyerapan glukosa, suka rasa umami disebabkan tubuh membutuhkan
banyak asam amino dalam metabolisme selnya, dan tidak suka rasa asam serta pahit
dikarenakan kedua rasa tersebut cenderung erat kaitannya dengan rasa basi dan racun.
Perbedaan jenis kelamin tidak begitu dibahas dalam percobaan ini dikarenakan
hanya menggunakan satu probandus, perempuan saja atau laki-laki saja. Namun,
menurut Fox (2008), wanita memiliki tingkat kepekaan yang lebih tinggi
dibandingkan pria disebabkan oleh jumlah papilla pengecap serta reseptor rasa yang
dimiliki terdapat lebih banyak pada lidah wanita.
b. Pembau
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepekaan seseorang terhadap
rangsangan bau dan untuk mengetahui waktu adaptasi reseptor pada indera pembau.
Adapun prinsip kerja percobaan ini adalah dengan dikibaskannya botol flakon yang
berisi bahan uji kea rah lubang hidung dengan perlakuan dibuka salah satu atau kedua
lubang hidung probandus.
Setelah praktikan melakukan percobaan ini, didapatkan hasil sebagai berikut:
Satu lubang hidung Dua lubang hidung
Klp. ♀/♂ Parfum Minyak angin Parfum Minyak angin
1 2 3 x 1 2 3 x 1 2 3 x 1 2 3 x
1. ♀ 4 3 3 3 6 4 2 4 4 7 5 5 2 2 4 3
2. ♂ 9 5 4 6 6 5 3 5 5 3 3 3 3 2 2 2
3. ♀ 4 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 2 2
4. ♂ 7 5 4 5 4 4 4 4 3 3 2 3 3 3 2 3
2. Reseptor sentuhan
Ket: x: rata-rata
Berdasarkan kedua tabel di atas, untuk tabel pertama dapat dismpulkan bahwa
tangan bagian dorsal memiliki reseptor panas dan juga reseptor dingin. Sedangkan
pada tabel yang kedua, bagian tubuh yang memiliki sensivitas terkecil adalah telapak
tangan dorsal dan yang memiliki sensivitas terbesar adalah ujung tangan kanan.
Menurut Irianto (2012), penyebaran reseptor panas paling banyak terdapat pada
tubuh bagian dorsal dan reseptor rasa dingin terletak pada tubuh bagian ventral. Hal
ini disebabkan pada bagian dorsal terdapat lebih banyak badan Ruffini. Menurut Fox
(2008), bagian tubuh yang paling sensitif terhadap sentuhan dari sepuluh bagian pada
percobaan kedua di atas adalah ujung jari kanan sedangkan yang paling kurang peka
adalah pada bagian dahi. Hal ini disebabkan pada ujung jari lebih banyak terdapat
badan meissner dibandingkan bagian lainnya terlebih pada dahi.
Perbedaan ini menurut Irianto (2012) dapat disebabkan oleh berbagai faktor
seperti, probandus sedang mengalami gangguan psikis, adanya peubahan pada tekstur
kulit akibat kosmetik ataupun obat oles, dan jumlah reseptor panas, dingin, serta
sentuhan yang berbeda pula penyebarannya pada setiap orang.
d. Bintik Buta
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan jarak benda yang bayangannya jatuh
pada bintik buta. Adapun prinsip kerja percobaan ini adalah dengan difokuskannya
sebelah mata kanan kemudian kiri probandus ke bagian tengah uang logam pertama
dari lima uang logam dengan perlakuan berupa pengaturan jarak antar uang logam
tersebut.
e. Refleks Pupil
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui refleks pupil terhadap intensitas cahaya
dan untuk mengetahui refleks pupil terhadap akomodasi mata. Adapun percobaan ini
dibagi menjadi dua macam, yaitu refleks pupil terhadap intensitas cahaya dan refleks
pupil terhadap akomodasi mata.
Setelah praktikan melakukan kedua percobaan ini, didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Refleks pupil terhadap intensitas cahaya
Diameter pupil (cm) / detik
Klp. ♀/♂
R.terang R.Gelap Mendadak Senter
1. ♀ 0,3/2 0,5/3 0,2/4 0,2/2
b. Tingkat kepekaan (ORT) dan waktu adaptasi (OFT) seseorang terhadap rangsangan
bau ditentukan beberapa factor salah satunya oleh jumlah reseptor olfaktori yang
terdapat dalam indera penciumannya.
c. Jumlah dan persebaran reseptor panas, dingin, dan sentuhan adalah berbeda pada
setiap bagian tubuh manusia.
d. Jarak benda yang bayangannya jatuh pada bintik buta mata kanan adalah relatif
sama dengan mata kiri.
e. Refleks dan diameter pupil seseorang dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan
intensitas cahaya dan daya akomodasi matanya.
Fox, S.I. (2008). Human Physiology Tenth Edition. New York: McGraw-Hill.
Ganong, W.F. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran
UGC.