You are on page 1of 15

MAKALAH FALSAFAH KESATUAN ILMU

Pemikiran Syed Naquib Al-Attas tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Falsafah Kesatuan Ilmu

Dosen Pengampu : Edi Daenuri Anwar, M.Si

Oleh :

1. Vina Rosada (1608066014)


2. Ata Ubaidillah (1608066019)
3. Zuafatun Ni’mah (1608066021)

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islamisasi ilmu selalu diperdebatkan oleh cendekiawan Islam dan tak
kunjung selesai. Dalam Islam, ilmu merupakan perkara yang penting, dan
bahkan menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi umat Islam. Bahkan wahyu
pertama yang diturunkan kepada Rasulullah berkaitan dengan ilmu, yaitu iqra’
(bacalah) pada surat Al-Alaq : 1-5. Menurut ajaran Islam, ilmu tidak bebas nilai,
sebagaimana yang dikembangkan pada peradaban Barat. Melainkan ilmu
dipandang universal dan tidak ada pemisah antara ilmu-ilmu tersebut.
Sejarah Islam telah melahirkan banyak sekali cendekiawan dan ulama-
ulama terkemuka yang tidak hanya pandai dalam satu bidang ilmu saja, atau
hanya menguasai ilmu ‘umum’ atau ilmu ‘agama’ saja. Salah satu contohnya
adalah Ibnu Sina. Ibnu Sina dikenal sebagai bapak kedokteran juga menguasai
filsafat, psikologi, dan seorang penghapal Al-Qur’an. Contoh lain adalah al-
kindi. Al kindi selain mahir berbahasa Arab juga mahir berbahasa Yunani dan
bahasa Suryani. Ia adalah seorang filsuf, insinyur, ahli dalam bidang kedokteran
dan farmasi, menguasai ilmu alam, astronomi, fisika, kimia, teknik mesin,
matematika, logika, dan musik.
Sesungguhnya usaha Islamisasi ilmu telah terjadi sejak zaman Rasulullah
dan para sahabat. Ditunjukkan dengan turunnya Al-Qur’an dalam bahasa Arab.
Al-Qur’an telah membawa bahasa Arab kearah penggunaan yang lebih
menenangkan dan damai sehingga merubah watak, perangai dan tingkah laku
orang Arab. Oleh karena itu, Islamisasi ilmu bukanlah perkara yang baru.
Namun dalam konteks kerangka operasional Islamisasi ilmu-ilmu masa sekarang
dicetuskan oleh tokoh-tokoh ilmuwan Islam seperti Prof Syed. Muhammad
Naquib Al-Attas, Ismail Raji Al-Faruqi, Fazlur Rahman, Syed Hussein Nasr, dan
lain-lain.

1
Pada era dimana peradaban modern-sekuler mencengkeram negeri-negeri
Muslim dengan kukuhnya, gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai
fenomena modernitas menarik untuk dicermati dan dikaji. Pemunculan wacana
Islamisasi ilmu dapat dibaca sebagai kontra-hegemoni ataupun diskursus
perlawanan. Dalam makalah ini menggali tentang pemikiran tentang Islamisasi
ilmu pengetahuan yang dicanangkan oleh Syed Naquib Al Attas.

B. Rumusan Masalah
Pada makalah kali ini, beberapa masalah yang akan dikaji adalah :
1. Bagaimana latar belakang munculnya Islamisasi ilmu pengetahuan?
2. Bagaimana Islamisasi ilmu pengetahuan menurut pemikiran Syed
Muhammad Naquib Al Attas?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Syed Naquib al-Attas


Syed Muhammad Naquib al-Attas bin Ali bin Abdullah bin Muhsin bin
Muhammad al - Attas lahir pada tanggal 5 september 1931 di Bogor, Jawa Barat,
Indonesia. Pada waktu itu Negara Indonesia masih dalam jajahan atau tekanan
bangsa Belanda. Ketika Syed Naquib al-Attas berusia 5 tahun, ia diajak orang
tuanya bermigrasi ke Malaysia. Di sini al-Attas dimasukkan dalam pendidikan
dasar Ngee Heng Primary School sampai usia 10 tahun. Melihat perkembangan
yang kurang menguntungkan yakni ketika Jepang menguasai Malaysia, maka al-
Attas dan keluarga pindah lagi ke Indonesia. Di sini, ia kemudian melanjutkan
pendidikan di sekolah ‘Urwah al -Wusqa, Sukabumi (Jawa Barat) selama 5
tahun. Di tempat ini al-Attas mulai mendalami dan mendapatkan pemahaman
tradisi Islam yang kuat, terutama tarekat. Hal ini bisa dipahami, karena saat itu,
di Sukabumi telah berkembang perkumpulan tarekat Naqsabandiyah.

Pada tahun 1946 Syed Naquib Al-Attas kembali ke Johor Baru. Pada tahun
1946 ia belajar di Bukit Zahrah School kemudian di English Johor Baru (1946-
1949 M). Setelah tamat dari sana ia memasuki Dinas Tentara sebagai Perwira
kader dalam Laskar Melayu - Inggris. Karena kepawaiannya akhirnya ia pun
diikutkan pada pendidikan dan latihan kemiliteran di Eaton Hall, Chester Inggris,
kemudian ke Royal Militery Academy Sandhurst Inggris (1952-1959 M.) sampai
akhirnya ia mencapai pangkat letnan. Karena merasa bukan bidangnya, maka ia
keluar dari Dinas Militer untuk selanjutnya kuliah lagi ke Universitas Malaya
(1957-1959 M) pada Fakultas Kajian Ilmu-ilmu Sosial (social sciences studies),
lalu ia melanjutkan lagi studinya ke Mc. Gill University, Mentreal, Kanada
sampai mendapatkan gelar Master of Art (M.A), dengan nilai yang
membanggakan dalam bidang teologi dan metafisika Islam. Tahun 1962, Naquib

3
Al-Attas mendapat gelar M.A. dengan tesis yang berjudul Raniry and the
Wujudiyyah of 17𝑡ℎ Century Acheh. (Daud, 2003)

Pada tahun 1963-1964 melalui sponsor Sir Richard Winstert dan Sir
Morimer Wheeler dari British Academy ia berkesempatan untuk melanjutkan
studinya di School of Oriental and African Studies, University of London, yang
oleh banyak kalangan dianggap sebagai pusat kaum orientalis. Otoritas
kepakaran al-Attas dalam berbagai bidang, seperti filsafat, sejarah dan sastra
telah di akui oleh dunia internasional. Ia juga ikut mengembangkan pemikirannya
untuk pendirian Universitas Islam kepada Organisasi Konferensi Negara-negara
Islam (OKI) di Jeddah, Saudi Arabia, bahkan terlaksananya konferensi tentang
pendidikan Islam sedunia I di Makkah tersebut, adalah diilhami oleh gagasan al-
Attas yang menyatakan bahwa persoalan yang paling urgen dihadapi umat Islam
saat ini adalah persoalan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1975, kerajaan Iran
memberikan anugrah tertinggi dalam bidang ilmiah sebagai sarjana akademi
falsafah maharaja Iran, fellow of the Imperial Iranian Academy of Philosophy.
(Hasibuan, 2015)

B. Karya-karya Syed Naquib al-Attas


Unsur yang terpenting yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam
mempertimbangkan kualitas dan bobot serta keilmuan seseorang adalah terletak
pada karya-karya yang telah dihasilkannya, baik dalam bentuk tulisan maupun
lain sebagainya, dari kualitas maupun kuantitas. Ditinjau dari prespektif ini,
maka al-attas tergolong kepada intelektual yang sangat produktif dalam
menghasilkan karya-karya berupa tulisan dalam berbagai bidang keilmuan, yang
jumlahnya mencapai sekitar 22 buah dengan 30 makalah. Yang secara global
dapat diklasifikasian kepada dua klasifikasi, yaitu karya-karya kesarjanaan
(Shoolarly Writing), dan karya-karya pemikiran lainnya. (Daud, 2003)

4
C. Pemikiran Syed Naquib Al-Attas tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan

1. Latar Belakang Lahirnya Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Gagasan awal Islamisasi ilmu pengetahuan muncul pada saat
konferensi dunia pertama tentang pendidikan muslim di Makkah, pada tahun
1997 yang diprakarsai oleh King Abdul Aziz University. Ide Islamisasi ilmu
pengetahuan dilontarkan Ismail Raji AL-Faruqi dan Muhammad Naquib al-
Attas. Menurut al-Attas bahwa tantangan terbesar yang dihadapi ummat
Islam adalah tantangan pengetahuan yang disebarkan keseluruh dunia Islam
oleh peradaban Barat. Maka jalan pertama yang harus dilakukan adalah sains
Barat harus dibersihkan dulu dari unsur-unsur yang bertentangan dengan
ajaran Islam, kemudian merumuskan dan memadukan unsur Islam yang
esensial dan konsep-konsep kunci sehingga menghasilkan komposisi yang
merangkum pegetahuan inti.
Islamisasi pengetahuan berarti mengislamkan atau melakukan
penyucian terhadap sains produk Barat yang selama ini dikembangkan dan
dijadikan acuan dalam wacana pengembangan sisitem pendidikan Islam agar
diperoleh sains yang bercorak “khas Islam”. (Novayani, 2017)
Islamisasi ini sebagai upaya membongkar dasar-dasar filsafat,
anggapan-anggapan, dan implikasi moral dari paradigma sekuler sains
modern. Islamisasi tidak berarti menolak seluruh ilmu modern-Barat, akan
tetapi penolakan tersebut terletak pada aspek-aspek yang bertentangan
dengan prinsip fundamental Islam. (Hasibuan, 2015)
Sebenarnya, Islam telah memberi kontribusi yang sangat berharga
pada peradaban barat dalam bidang pengetahuan dan menanamkan semangat
rasional serta ilmiah, meski diakui bahwa sumber asalnya juga berasal dari
barat sendiri, yakni dari para filsuf yunani. Namun berkat kegigihan usaha
para sarjana (filsuf) Islam di masa klasik, warisan yunani tersebut dapat
digali dan dikembangkan. Bahkan, pengetahuan - pengetahuan telah

5
diaplikasikan untuk kesejahteraan umat manusia, setelah dilakukan usaha-
usaha secara ilmiah melalui penelitian dan percobaan. Barat mengambil alih
pengetahuan dan ilmu tersebut dari dunia Islam.
Kebenaran dan realitas dalam pandangan barat tidak diformulasikan
atas dasar pengetahuan wahyu dan keyakinan, melainkan atas tradisi budaya
didukung premis-premis filodofis yang didasarkan pada spekulasi atau
perenungan-perenungan, terutama yang berkaitan dengan kehidupan duniawi
yang berpusat pada manusia. Karena itu, pengetahuan dan nilai-nilai yang
mendasari world view dan mengarahkan kepada kehidupan barat menjadi
tergantung pada peninjauan (review) dan perubahan (change) yang tetap.
Ini berkebalikan dengan pandangan hidup dalam Islam yaitu visi
mengenai realitas dan kebenaran. Realitas dan kebenaran dalam Islam
bukanlah semata-mata fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan manusia
dalam sejarah, social, politik, dan budaya sebagaimana yang ada dalam
konsep Barat mengenai dunia. Realitas dan kebenaran dimaknai berdasarkan
kajian metafisis terhadap dunia yang nampak dan tidak nampak. (Novayani,
2017)
Realitas dan kebenaran dipahami dengan metode yang menyatukan
(tauhid). Pandangan hidup Islam bersumber kepada wahyu yang didukung
oleh akal dan intuisi. Substansi agama seperti nama, keimanan, dan
pengalaman ibadahnya, doktrin serta sistem teologinya telah ada dalam
wahyu dan dijelaskan oleh Nabi.
Dilema umat Islam saat ini adalah hilangnya adab. Oleh karena itu,
untuk memecahkan permasalahan ini yang dilakukan pertama-tama adalah
persoalan adab. Proses islamisasi berhubungan erat dengan pengenalan
kembali adab pada level individu. Dilema yang dialami umat manusia adalah
kebingungan dan kekeliruan persepsi mengenai ilmu pengetahuan. Yang
selanjutnya menciptakan ketiadaan adab dari masyarakat. Akibatnya adalah
munculnya para pemimpin yang bukan saja tidak layak memimpin umat.

6
Melainkan juga tidak memiliki akhlak yang luhur dan kapasitas intelektual
dan spiritual yang mencukupi. (Hasibuan, 2015)

2. Pengertian Islamisasi
Islamasasi adalah pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis,
animalis, nasional-kultural, dan pengendalian sekuler terhadap nalar dan
bahasanya. Pada tingkat epistemologis, isamisasi berkaitan dengan
pembebasan akal manusia dari keraguan (syakk), prasangka (dzann), dan
argumentasi kosong (mira’) menuju pencapaian keyakinan (yaqin) dan
kebenaran (haqq) tentang realitas spiritual, penalaran dan material. Dalam
hal ini Islamisasi berarti pembebasan ilmu pengetahuan dari penafsiran yang
berdasarkan ideologi, makna-makna, dan ungkapan-ungkapan sekuler.
(Daud, 2003)
Proses Islamisasi menurut Al-Attas bahwa konsep fundamental dalam
Islam seperti konsep agama (din), konsep manusia (insan) konsep ilmu (‘ilm
dan ma’rifah), konsep keadilan, amal yang benar harus dimasukkan dalam
tubuh. Dan konsep universitalis (kulliyah-jami’ah) adalah implementasi dari
semua konsep dan menjadi dasar sistem pendidikan. (Hasibuan, 2015)
Islamisasi ilmu pengetahuan perlu dimasukkan konsep fundamental
yang telah disebutkan agar tidak terjadi kerancuan dalam berpikir. Kerancuan
dalam berpikir akan menimbulkan kesalahan dalam memahami ilmu tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa Islamisasi ilmu berarti pembebasan ilmu dari
penafsiran-penafsiran yang didasarkan pada ideologi sekuler, dan dari
makna-makna serta ungkapan manusia-manusia sekuler.

3. Langkah-Langkah Islamisasi
Sebelum membahas tentang langkah-langkah Islamisasi ilmu, terlebih
dulu akan dibahas tentang klasifikasi ilmu menurut Al-Attas, yaitu :
a. Ilmu-ilmu agama. Ilmu agama seperti (1) Al-Qur’an dalam segi
pembacaan dan penafsirannya. (2) As-Sunnah meliputi kehidupan

7
Nabi, sejarah dan pesan-pesan para Rasul, hadis dan riwayat-
riwayatnya. (3) Asy-Syari’ah yaitu undang-undang dan hukum,
prinsip-prinsip dan praktek-praktek Islam. (4) Teologi meliputi
ketuhanan, esensi ketuhanan, sifat-sifat dan Nama-nama-Nya serta
tindakan-tindakan-Nya. (5) Metafisika Islam (At Tashawwuf)
seperti psikologi, kosmologi, dan ontology; unsur-unsur yang sah
dalam filsafat Islam.
b. Ilmu-ilmu linguistik : bahasa arab, tata bahasa, leksikografi, dan
kesusastraannya.
c. Ilmu-ilmu rasional, intelektual, dan filosofis. Meliputi ilmu-ilmu
kemanusiaan, ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu terapan, dan ilmu
teknologi. (Junaedi, 2015)
Ide Islamisasi mengarah pada ilmu-ilmu rasional, intelektual, dan
filosofis. Islamisasi ilmu adalah suatu proses eliminasi unsur-unsur dan
konsep pokok yang membentuk kebudayaan dan beradaban barat dan ilmu-
ilmu yang dikembangkan, dan dimasukkannya unsur serta konsep pokok
Islam.
Islamisasi bahasa perlu dilakukan sebelum Islamisasi ilmu. Fakta ini
ditunjukkan dengan bahasa Al-Qur’an, pertamakali diwahyukan di antara
bangsa Arab, bahasa, pikiran, dan nalar saling berhubungan erat. Maka
Islamisasi bahasa menyebabkan Islamisasi nalar dan pikiran. Bahasa Arab
sebagai bahasa Al-Qur’an menjadikan bahasa itu terpelihara, tanpa
perubahan, tetap hidup, dan tetap kekal sebagai bahasa yang luhur.
Adapun pemikiran Al-Attas meliputi dua hal, yaitu:
1. Pandangan tentang epistimologi Islam. Kemerosotan ilmu pengetahuan
Islam terutama sekali berhubungan dengan epistemolog. Problem umat
Islam muncul ketika sains modern diterima di Negara Muslim modern.
Padahal epistemologi sains modern berpijak pada landasan pemisahan
agama dalam ilmu pengetahuan. Epistemology Islam tidak berangkat
dari keraguan melainkan dari keyakinan dan kebenaran itu sendiri.

8
2. Pandangan tentang Dewesternisasi dan Islamisasi. Dewesternisasi
adalah proses memisahkan dan menghilangkan unsur-unsur sekuler
dari tubuh pengetahuan. Dan harus dilanjutkan dengan gerakan
Islamisasi. Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang
mengandung ideology sekuler harus direformulasikan secara
konseptual melalui Islamisasi ilmu pengetahuan agar tidak terlepas
dari nilai-nilai spiritualitas dan ketuhanan. (Novayani, 2017)

Islamisasi yang dicanangkan Al-Attas mempunyai beberapa langkah,


yaitu :
a. Mengisolisir unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang membentuk
budaya dan peradaban barat. Unsur-unsur tersebut terdiri dari :
1. Akal diandalkan untuk membimbing kehidupan manusia.
2. Bersikap dualistik terhadap realitas dan kebenaran.
3. Menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan
hidup sekuler.
4. Membela doktrin humanisme.
5. Menjadikan drama dan tragedy sebagai unsur-unsur yang dominan
dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan.
b. Penguasaan disiplin ilmu modren: pengelompokan kategori.
Pemisahan disiplin ilmu perlu dikelompokkan menjadi
kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi-metodologi, problema-
problema dan tema- tema.
c. Survei disiplin ilmu.
Langkah ini bertujuan menetapkan pemahaman muslim akan
disiplin ilmu yang dikembangkan di dunia Barat.
d. Penguasaan terhadap khazanah Islam.
Khazanah Islam harus dikuasai denagan seksama. Tetapi
disini, apa yang diperlukan adalah antologi-antologi mengenai warisan
pemikir muslim yang berkaitan dengan disiplin ilmu.

9
e. Penguasaan terhadap khazanah Islam untuk tahap analisa.
Jika antologi-antologi telah disiapkan, khazanah pemikir Islam
harus dianalisa dari perspektif masalah- masalah masa kini.
f. Penentuan keterkaitan spesifik untuk setiap disiplin ilmu.
keterkaitan dapat ditetapkan dengan tiga persoalan. Pertama,
apa yang telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari al-Qur'an hingga
pemikir-pemikir kaum modernis, dalam keseluruhan masalah yang
telah dicakup dalam disiplin-disiplin moderen. Kedua, seberapa besar
sumbangan itu jika dibandingkan dengan hasil- hasil yang telah
diperoleh oleh disiplin modren tersebut. Ketiga, apabila ada bidang-
bidang masalah yang sedikit diperhatikan atau sama sekali tidak
diperhatikan oleh khazanah Islam, kearah mana kaum muslim harus
mengusahakan untuk mengisi kekurangan itu, juga memformulasikan
masalah- masalah, dan memperluas visi disiplin tersebut.
g. Penilaian kritis terhadap disiplin modern.
Jika keterkaitan Islam telah disusun, maka ia harus dinilai dan
dianalisa dari titik permualaan Islam.
h. Penilaian krisis terhadap khazanah Islam.
Sumbangan khazanah Islam untuk setiap bidang kegiatan
manusia harus dianalisa dan kesesuaiannya saat ini harus dirumuskan.
i. Survei mengenai problem-problem terbesar umat Islam.
Suatu studi sistematis harus dibuat tentang masalah-masalah
politik, sosial, ekonomi, inteltektual, kultural, moral dan spritual dari
kaum muslim.
j. Survei mengenai problem-problem umat manusia.
Suatu studi yang sama, kali ini difokuskan pada seluruh umat
manusia, harus dilaksanakan.
k. Analisa kreatif dan sintesa.
Dari sini khazanah pemikir Islam harus dilanjutkan dengan
prestasi-prestasi moderen, dan harus membuat batas ilmu pengetahuan

10
ke horison yang lebih luas dari pada yang sudah dicapai disiplin-
disiplin moderen.
l. Merumuskan kembali disiplin-disiplin ilmu dalam kerangka kerja
(framework) Islam.
Memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci
dalam setiap bidang dari ilmu pengetahuan. Konsep utama Islamy
yaitu konsep agama (din), konsep manusia (insane), konsep
pengetahuan (ilmu dan ma’rifah), konsep kearifan (hikmah), konsep
keadilan (‘adl), konsep perbuatan yang benar, dan konsep universitalis
(kulliyah jami’ah).
m. Penyebarluasan ilmu pengetahuan yang sudah diislamkan. (Daud,
2003)

Tujuan Islamisasi ilmu adalah untuk melindungi orang Islam dari ilmu
yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan.
Islamisasi ilmu bertujuan untuk mengembangkan ilmu yang hakiki sehingga
dapat menambahkan keimanan kepada Allah.
Beberapa contoh ilmu yang telah disusupi ideologi sekuler adalah :
1. Evolusi yang dicetuskan leh Darwin. Bahwa materi yang tak
berkesadaran telah membentuk diri sendiri. Seluruh makhluk hidup
lainnya dapat dijelaskan melalui mekanisme alam yang terjadi dengan
sendirinya tanpa disengaja. Teori ini membawa implikasi serius karena
dapat menjerumuskan manusia kefaham atheism. Hal ini karena teori
Darwin meniadakan unsur supernatural (pencipta). Selain itu ia juga
menyebutkan tentang hukum seleksi alamiah yang meniadakan unsur
pencipta.
Proses kejadian alam dan mekanisme benda-benda angkasa yang
dikemukakan oleh Pierre Simon de Laplace, seorang astronom
perancis. Dalam karyanya, Laplace tidak menyinggung Tuhan sama
sekali. Ketika kaisar Napoleon menyadari dan menanyakannya, ia

11
hanya menjwab ‘saya tidak membutuhkan hipotesa seperti itu
(melibatkan Tuhan)’.
Padahal Allah telah menegaskan penciptaan manusia dan semesta alam
dalam wahyu-Nya. Seperti surah Al-Anbiya : 30, surah Ar-Rum : 20,
surah Al-Hajj : 5, dan surah Al-Mukmin : 67. Dari wahyu tersebut
dapat diketahui bahwa seleksi alam tidak terjadi dengan sendirinya
melainkan ada campur tangan Allah. Dan juga penciptaan dan
pergerakan alam semesta telah diatur oleh Allah.
2. Dalam ilmu biologi terdapat ilmu rekayasa genetika, seperti cloning
manusia. Ini berarti usaha untuk menciptakan duplikat suatu organisme
melalui aseksual. Tentu saja bertentangan dengan Islam yakni proses
perkembangan manusia dan perkawinan yang sah menurut Islam.
Sebagaimana dalam surah Adz-Dzariyat : 49.
3. Dalam ilmu ekonomi terdapat teori sistem ekonomi kapitalis. Di
dalamnya terdapat beberapa prinsip kebebasan memiliki harta secara
perorangan. Sehingga mereka dapat mengorganisir secara bebas
kepemilikan harta tersebut, dan mengelola perusahaan yang
diinginkan. Ini dapat menimbulkan jurang perbedaan diantara
golongan atas dan golongan bawah. Padahal dalam surat Al-Hsr:7
telah disebutkan bahwa harta tersebut jangan hanya beredar diantara
golongan kaya saja. (Irma Novayani, 2017)

12
BAB III
KESIMPULAN

Syed Muhammad Naquib al-Attas bin Ali bin Abdullah bin Muhsin bin
Muhammad al - Attas lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 5 september 1931.
Syed Naquib al-Attas termasuk golongan intelektual yang sangat produktif dalam
menghasilkan karya-karya berupa tulisan dalam berbagai bidang keilmuan, yang
jumlahnya sekitar 22 buah dan 30 makalah.

Gagasan awal Islamisasi ilmu pengetahuan oleh Ismail Raji AL-Faruqi dan
Muhammad Naquib al-Attas muncul pada saat konferensi dunia pertama tentang
pendidikan muslim di Makkah, pada tahun 1997. Menurut al-Attas bahwa tantangan
terbesar yang dihadapi ummat Islam adalah tantangan pengetahuan yang disebarkan
keseluruh dunia Islam oleh peradaban Barat.

Islamisasi ilmu pengetahuan berarti pembebasan ilmu pengetahuan dari


penafsiran yang berdasarkan ideologi, makna-makna, dan ungkapan-ungkapan
sekuler bangsa barat. Adapun pemikiran Al-Attas mengenai ilmu pengetahuan
meliputi dua hal, yaitu: pandangan tentang epistimologi Islam dan pandangan tentang
Dewesternisasi dan Islamisasi.
Langkah-langkah Islamisasi yang dicanangkan Al-Attas diantaranya yaitu
mengisolisir unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang membentuk budaya dan
peradaban barat dan memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci
dalam setiap bidang dari ilmu pengetahuan.
Tujuan Islamisasi ilmu pengetahuan adalah untuk melindungi orang Islam dari
ilmu pengetahuan yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan
kekeliruan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Daud, Wan Mohd. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-
Attas. Bandung : Mizan

Hasibuan, Albar Adetary. 2015. Filsafat Pendidikan Islam. Malang : UIN Maliki
Press

Junaedi, Mahfud. 2015. Filsafat Pendidikan Islam. Semarang : Karya Abadi Jaya

Novayani, Irma. 2017. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan Menurut Pandangan Syed M.


Naquib Al-Attas dan Implikasi terhadap Lembaga Pendidikan ISTAC” dalam
Jurnal Al Muta’aliyah Vol. 1 No. 1.

14

You might also like