You are on page 1of 42

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Universitas Islam Indonesia


PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Farmasi
Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat
(Menteri Kesehatan RI, 2010). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah
Industri Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Industri Farmasi dalam
seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan atau bahan obat
harus menerapkan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan
agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaan (Menteri Kesehatan RI, 2010). Industri farmasi merupakan
industri yang diatur secara ketat (seperti registrasi, Cara Pembuatan Obat
yang Baik, distribusi dan perdagangan produk yang dihasilkan, dan lain-lain)
karena menyangkut jiwa (nyawa) manusia. Perusahaan industri farmasi wajib
memperoleh izin usaha industri farmasi, karena itu industri tersebut wajib
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut :
a. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum
berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi.
b. Memiliki rencana investasi.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
d. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan
CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No.
43/Menkes/SK/II/1988.

4
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

e. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara
tetap sekurang-kurangnya 3 orang apoteker Warga Negara Indonesia,
masing-masing sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab
penjaminan mutu dan penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan
persyaratan CPOB.
f. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan
setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku (Menteri Kesehatan, 1990).

B. Cara Pembuatan Obat Yang Baik


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Cara pembuatan obat yang baik
(CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Aspek-aspek
CPOB adalah sebagai berikut(Anonim, 2012):
1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum
dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak
efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan
tersebut melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi
dan komitmen jajaran di semua departemen dalam perusahaan, para
pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara
konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar mengacu pada
Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan
Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan
dimonitor efektivitasnya (Anonim, 2012).

5
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Unsur dasar manajemen mutu adalah:


a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (jasa
pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian
Mutu (Anonim, 2012).

2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat
yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk
menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai
untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami
tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah
memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaannya (Anonim, 2012).
Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian
Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian
Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/kepala
bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang
lain(Anonim, 2012).
Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa
sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian
mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung
jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi
wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat
melaksanakan tugasnya secara efektif(Anonim, 2012).

6
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh


personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi,
gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik,
perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang
kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping pelatihan
dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat
pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan
berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya
hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan
yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan hendaklah
disimpan. Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang
bekerja di area di mana pencemaran merupakan bahaya, misalnya area
bersih atau area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat
sensitisasi (Anonim, 2012).

3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki
desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya
dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang
benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan
lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif
untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran,
dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat(Anonim, 2012).
a. Area Penimbangan
Penimbangan bahan awal hendaklah dilakukan di area
penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut.
Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area
produksi(Anonim, 2012).
b. Area Produksi
Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat

7
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

terjadi pencemaran silang, suatu sarana khusus harus disediakan untuk


produksi obat tertentu seperti produk yang dapat menimbulkan
sensitisasi tinggi (golongan penisilin) atau preparat biologis
(mikroorganisme hidup). Produk lain seperti antibiotika tertentu,
hormon tertentu (hormon seks), sitotoksika tertentu, produk
mengandung bahan aktif tertentu berpotensi tinggi, dan produk non-
obat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah. Dalam kasus
pengecualian, bagi produk tersebut di atas, prinsip memproduksi bets
produk secara ‘campaign’ di dalam fasilitas yang sama dapat
dibenarkan asal telah mengambil tindakan pencegahan yang spesifik
dan validasi yang diperlukan telah dilakukan(Anonim, 2012).
Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian
rupa untuk:
1) Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling
berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti
urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang
dipersyaratkan.
2) Mencegah kesesakan dan ketidak-teraturan.
3) Memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif
terlaksana(Anonim, 2012).
c. Klasifikasi Kebersihan Ruang Pembuatan Obat
Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat
hendaklah diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat
udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di
bawah ini(Anonim, 2012):

Tabel 1. Klasifikasi Kebersihan Ruang Pembuatan Obat

Ukuran Partikel Nonoperasional Operasional

8
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Jumlah maksimum partilkel/m3 yang diperbolehkan


Kelas ≥ 0,5 μm ≥ 5 μm ≥ 0,5 μm ≥ 5 μm

A 3.520 20 3.520 20

B 3.520 29 352.000 2.900

C 3.520.000 2.900 3.520.000 29.000

D 3.520.000 29.000 Tidak Tidak


ditetapkan ditetapkan

E 3.520.000 29.000 Tidak Tidak


ditetapkan ditetapkan

Catatan: Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk


pembuatan produk steril. Kelas E adalah kelas kebersihan
ruang untuk pembuatan produk nonsteril.

d. Area Penyimpanan
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang
memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam
bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina,
produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang
dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. Area
penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin
kondisi penyimpanan yang baik, terutama area tersebut hendaklah
bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara
dalam batas suhu yang ditetapkan(Anonim, 2012).

4. Peralatan
a. Desain dan Konstruksi
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta
seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta
perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu

9
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu
produk(Anonim, 2012).
Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal,
produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi
atau absorbsi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian
diluar batas yang ditentukan. Bahan yang diperlukan untuk peng-
operasian alat khusus, misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh
bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak
memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara
ataupun produk jadi(Anonim, 2012).
Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar
mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai
prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan
kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan
digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran(Anonim, 2012).
Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat
buruk pada produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan
produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat
mempengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk. Semua peralatan
khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia atau
yang ditempatkan di area dimana digunakan bahan mudah terbakar,
hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi
serta dibumikan dengan benar(Anonim, 2012).
b. Pemasangan dan penempatan
Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah
risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah
ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan
serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan ketercampuran produk.
Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas
yang jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan
bets untuk menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan pada

10
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

pembuatan bets tersebut kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan


untuk satu jenis produk saja(Anonim, 2012).
c. Perawatan
Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah
malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu
atau kemurnian produk. Bahan pendingin, pelumas dan bahan kimia
lain seperti cairan alat penguji suhu hendaklah dievaluasi dan disetujui
dengan proses formal. Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan
hendaklah dibuat dan dipatuhi.  Pelaksanaan perawatan dan pemakaian
suatu peralatan utama hendaklah dicatat dalam buku log alat yang
menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan dan nomor setiap bets
atau lot yang diolah dengan alat tersebut. Catatan untuk peralatan yang
digunakan khusus untuk satu produk saja dapat ditulis dalam catatan
bets(Anonim, 2012).
Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan
bila perlu disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau
sisa bahan dari proses sebelumnya yang akan memengaruhi mutu
produk termasuk produk antara diluar spesifikasi resmi atau spesifikasi
lain yang telah ditentukan. Buku log untuk peralatan utama dan kritis
hendaklah dibuat untuk pencatatan validasi pembersihan dan
pembersihan yang telah dilakukan termasuk tanggal dan personil yang
melakukan kegiatan tersebut(Anonim, 2012).

5. Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi
personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta
wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat
merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial
hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang
menyeluruh dan terpadu(Anonim, 2012).

11
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

a. Higiene Perorangan
Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan
untuk keselamatan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian
pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup
rambut. Pakaian kerja kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat
dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat
pencucian, dan bila perlu, didisinfeksi atau disterilisasi. Prosedur
higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian
pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang
memasuki area produksi, baik karyawan purnawaktu, paruh waktu
atau bukan karyawan yang berada di area pabrik, misal karyawan
kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan
inspektur(Anonim, 2012).
b. Sanitasi bangunan dan fasilitas
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah
didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi
yang baik. Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet
dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang
letaknya mudah diakses dari area pembuatan. Hendaklah disediakan
sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik
pribadinya di tempat yang tepat. Penyiapan, penyimpanan dan
konsumsi makanan dan minuman hendaklah dibatasi di area khusus,
misalnya kantin dan hendaklah memenuhi standar saniter (Anonim,
2012).
c. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik
bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap
kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan
bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah
dihilangkan. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah

12
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan


dengan hati-hati dan bila mungkin dihindarkan karena menambah
risiko pencemaran produk(Anonim, 2012).
Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat
dan persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk
produk antara. Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator
dapat melakukan pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan
efektif. Prosedur hendaklah mencantumkan:
1) Penanggung jawab untuk pembersihan alat;
2) Jadwal pembersihan, termasuk sanitasi, bila perlu;
3) Deskripsi lengkap dari metode pembersihan dan bahan pembersih
yang digunakan termasuk pengenceran bahan pembersih yang
digunakan.
4) Instruksi pembongkaran dan pemasangan kembali tiap bagian alat,
bila perlu, untuk memastikan pembersihan yang benar;
5) Instruksi untuk menghilangkan atau meniadakan identitas bets
sebelumnya;
6) Instruksi untuk melindungi alat yang sudah bersih terhadap
kontaminasi sebelum digunakan;
7) Inspeksi kebersihan alat segera sebelum digunakan; dan
8) Menetapkan jangka waktu maksimum yang sesuai untuk
pelaksanaan pembersihan alat setelah selesai digunakan
produksi(Anonim, 2012).
6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Penanganan bahan dan
produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel,
penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan
distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi

13
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah
diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah
hendaklah dibersihkan dimana perlu dan diberi penandaan dengan data
yang diperlukan(Anonim, 2012).
Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara
fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai
dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi. Produk antara dan
produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani seperti penerimaan
bahan awal. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada
kondisi seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara
teratur untuk memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok(Anonim,
2012).
a. Bahan Awal
Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang
telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila
memungkinkan, langsung dari produsen. Dianjurkan agar spesifikasi
yang dibuat oleh pabrik pembuat untuk bahan awal dibicarakan
dengan pemasok. Sangat menguntungkan bila semua aspek produksi
dan pengawasan bahan awal tersebut, termasuk persyaratan
penanganan, pemberian label dan pengemasan, juga prosedur
penanganan keluhan dan penolakan, dibicarakan dengan pabrik
pembuat dan pemasok. Sampel bahan awal hendaklah diuji
pemenuhannya terhadap spesifikasi. Dalam keadaan tertentu,
pemenuhan sebagian atau keseluruhan terhadap spesifikasi dapat
ditunjukkan dengan sertifikat analisis yang diperkuat dengan
pemastian identitas yang dilakukan sendiri(Anonim, 2012).
b. Validasi Proses
Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi
dan kesimpulan hendaklah dicatat. Hendaklah secara kritis dilakukan
revalidasi secara periodik untuk memastikan bahwa proses dan

14
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

prosedur tetap mampu mencapai hasil yang diinginkan(Anonim,


2012).
c. Pencegahan pencemaran silang
Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk
lain harus dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul
akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme
dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal
pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini
tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Di antara
pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat
menimbulkan sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung
mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain
berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh pencemaran
adalah sediaan parenteral, sediaan yang diberikan dalam dosis besar
dan/atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang
panjang(Anonim, 2012).
d. Sistem penomoran Bets/Lot
Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci
penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap
bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat
diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap
pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan. Sistem
penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang
sama tidak dipakai secara berulang(Anonim, 2012).
e. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal,
bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai
bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta
rekonsiliasi yang lengkap. Pengendalian terhadap pengeluaran bahan
dan produk tersebut untuk produksi, dari gudang, area penyerahan,
atau antar bagian produksi, adalah sangat penting. Cara penanganan,

15
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

penimbangan, penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan


pengemas, produk antara, dan produk ruahan hendaklah tercakup
dalam prosedur tertulis(Anonim, 2012).
f. Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah
didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi serta tidak
dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi
yang telah ditetapkan(Anonim, 2012).

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk
secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk
jadi (Anonim, 2012).
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi,
pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan
yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan,
dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk
dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga
harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang
fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan(Anonim, 2012).
a. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel merupakan kegiatan penting. Keabsahan
kesimpulan secara keseluruhan tidak dapat didasarkan pada pengujian

16
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

yang dilakukan terhadap sampel yang tidak mewakili satu bets. Oleh
karena itu cara pengambilan sampel yang benar adalah bagian yang
penting dari sistem Pemastian Mutu(Anonim, 2012).
b. Bahan Awal
Pengambilan bahan awal hendaklah dilakukan menurut pola di
bawah ini(Anonim, 2013):
1) Pola n : hanya jika bahan yang akan diambil sampelnya
diperkirakan homogeny dan diperoleh dari pemasok yang disetujui.
Sampel dapat diambil dari bagian manapun dari wadah (umumnya
dari lapisan atas).
Dimana n = 1 + √ N
n = jumlah wadah yang dibuka / diambil sampelnya
N= jumlah wadah yang diterima
Catatan:
Apabila N ≤ 4 , maka sampel diambil dari tiap wadah

2) Pola p : jika bahan homogen, diterima dari pemasok yang disetujui


dan tujuan utama adalah untuk pengujian identitas.
Dimana p = 0,4 √ N

p = jumlah wadah yang dibuka/diambil sampel berdasarkan


pembulatan keatas
N = jumlah wadah yang diterima
3) Pola r : jika bahan diperkirakan tidak homogeny dan/atau diterima
dari pemasok yang belum dikualifikasi. Pola r dapat digunakan
untuk bahan yang berasal dari herbal (ekstrak) yang digunakan
sebagai bahan awal.
Dimana r = 1,5 √ N
r = jumlah sampel yang diambil berdasarkan pembulatan ke
atas
N = jumlah wadah yang diterima

17
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

8. Inspeksi diri dan Audit


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua
aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi
ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk
mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan
tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan
secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan
yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus,
misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi
penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif(Anonim,
2012).
a. Audit Mutu
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap
inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua
atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik
untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh
spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk
khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga
dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak(Anonim,
2012).
b. Audit dan Persetujuan Pemasok
Hendaklah dibuat daftar pemasok yang disetujui untuk bahan
awal dan bahan pengemas. Daftar pemasok hendaklah disiapkan dan
ditinjau ulang. Hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok
disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi.
Evaluasi hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat
bahan yang dipasok(Anonim, 2012).

18
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk


a. Keluhan Terhadap Produk
Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk
menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan
bersama staf yang memadai untuk membantunya. Apabila personil
tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu),
maka ia hendaklah memahami cara penanganan seluruh keluhan,
penyelidikan atau penarikan kembali produk. Hendaklah tersedia
prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut
yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk,
dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat.
Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi
dari penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat
dan dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait(Anonim,
2012).

b. Penarikan Kembali Produk


Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk dan
hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua
aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil
tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan
pemasaran. Jika personil ini bukan kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami segala operasi
penarikan kembali. Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang
diperiksa secara berkala dan dimutakhirkan jika perlu, untuk meng-
atur segala tindakan penarikan kembali. Operasi penarikan kembali
hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat(Anonim,
2012).
c. Produk Kembalian

19
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Produk kembalian adalah produk jadi yang telah beredar yang


kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai
kerusakan, kadaluarsa atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau
kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu,
jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Produk yang ditarik
kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area
yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk
tersebut(Anonim, 2012).
Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk
penahanan, penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta
pengambilan keputusan apakah kembalian dapat diproses ulang atau
harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi. Produk kembalian
dapat dikategorikan sebagai berikut(Anonim, 2012):
a. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu
dapat dikembalikan ke dalam persediaan
b. Produk kembalian yang dapat diproses ulang
c. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat
diproses ulang
Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah
dimusnahkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi hendaklah
mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan
ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan personil yang
menyaksikan pemusnahan(Slamet, Lucky, 2006).

10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan
rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi,

20
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan


instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia
secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting(Anonim, 2012).
Dokumen yang diperlukan dalam industri farmasi, antara
lain(Anonim, 2012):
a. Spesifikasi
Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk
antara dan ruahan serta produk jadi
b. Dokumen produksi
Dokumen yang esensial dalam produksi adalah :
1) Dokumen produksi induk yang berisi formula produksi dari suatu
produk dalam bentuk sediaan dan ketentuan tertentu
2) Prosedur produksi induk, terdiri dari prosedur pengolahan induk dan
prosedur pengemasan induk
Catatan produksi batch, terdiri dari catatan pengolahan batch dan
catatan pengemasan batch, yang merupakan reproduksi dari masing-
masing prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasn induk, dan
berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
produksi dari suatu batch produk(Anonim, 2012).

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara
benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman
yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak
memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima
Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas
prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi
tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
(Anonim, 2012).
a. Pemberi Kontrak

21
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Pemberi Kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi


Penerima Kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian
yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB
diikuti. Pemberi Kontrak hendaklah menyediakan semua informasi
yang diperlukan kepada Penerima Kontrak untuk melaksanakan
pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal
lain. Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa Penerima
Kontrak memahami sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan
produk atau pekerjaan atau pengujian yang dapat membahayakan
gedung, peralatan, personil, bahan atau produk lain(Anonim, 2012).
b. Penerima Kontrak
Penerima Kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan
yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang
kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh Pemberi
Kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak
hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat
CPOB yang diterbitkan oleh Badan POM(Anonim, 2012).
Penerima Kontrak hendaklah tidak mengalihkan pekerjaan atau
pengujian apa pun yang dipercayakan kepadanya sesuai kontrak
kepada pihak ketiga, tanpa terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui
oleh Pemberi Kontrak. Pengaturan antara Penerima Kontrak dan pihak
ketiga manapun hendaklah memastikan bahwa informasi pembuatan
dan analisis disediakan kepada pihak ketiga dengan cara yang sama
seperti yang dilakukan pada awalnya antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak(Anonim, 2012).
c. Kontrak
Kontrak hendaklah dibuat antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-
masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian
mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh
personil yang kompeten yang mempunyai pengetahuan yang sesuai di

22
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

bidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang


Baik. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan
izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak. Kontrak hendaklah
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan dan memastikan bahwa tiap bets telah dibuat dan diperiksa
pemenuhannya terhadap persyaratan izin edar yang menjadi tanggung
jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
(Anonim, 2012).

12. Kualifikasi dan Validasi


CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek
kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap
fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah
digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi(Anonim, 2012).
a. Kualifikasi(Anonim, 2012)
1) Kualifikasi Desain (KD)
Kualifikasi Desain (KD) adalah unsur pertama dalam melakukan
validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Desain
hendaklah memenuhi ketentuan CPOB dan didokumentasikan.
2) Kualifikasi Instalasi
Kualifikasi Instalasi (KI) hendaklah dilakukan terhadap fasilitas,
sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi. KI hendaklah
mencakup, tapi tidak terbatas pada hal berikut:
a) Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang dan instrumentasi
hendaklah sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik yang
didesain;
b) Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan
perawatan peralatan dari pemasok;

23
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

c) Ketentuan dan persyaratan kalibrasi; dan


d) Verifikasi bahan konstruksi.
3) Kualifikasi Operasional (KO)
KO hendaklah dilakukan setelah KI selesai dilaksanakan, dikaji
dan disetujui. KO hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada hal
berikut:
a) Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan
tentang proses, sistem dan peralatan; dan
b) Pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang
mencakup batas operasional atas dan bawah, sering dikenal
sebagai kondisi terburuk (worst case).

4) Kualifikasi Kinerja (KK)


KK hendaklah dilakukan setelah KI dan KO selesai dilaksanakan,
dikaji dan disetujui. KK hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas
pada hal berikut:
a) Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti
yang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan
berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan
peralatan;
b) Uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup
batas operasional atas dan bawah.
5) Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah
Operasional
Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung dan
memverifikasi parameter operasional dan batas variabel kritis
pengoperasian alat. Selain itu, kalibrasi, prosedur pengoperasian,
pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan
pelatihan operator hendaklah didokumentasikan.

24
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

b. Validasi(Anonim, 2012)
1) Validasi Proses
Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk
dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di
atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama
proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang
sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif).
Fasilitas, sistem dan peralatan yang digunakan hendaklah telah
terkualifikasi dan metode analisis hendaklah divalidasi. Personil
yang melakukan validasi hendaklah mendapat pelatihan yang
sesuai. Fasilitas, sistem, peralatan dan proses hendaklah dievaluasi
secara berkala untuk verifikasi bahwa fasilitas, sistem, peralatan
dan proses tersebut masih bekerja dengan baik.
a) Validasi Prospektif
Validasi prospektif hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas pada hal berikut:
(a) Uraian singkat suatu proses;
(b) Ringkasan tahap kritis proses pembuatan yang harus
diinvestigasi.
(c) Daftar peralatan/fasilitas yang digunakan termasuk alat
ukur, pemantau dan pencatat serta status kalibrasinya.
(d) Spesifikasi produk jadi untuk diluluskan.
(e) Daftar metode analisis yang seharusnya
(f) Usul pengawasan selama-proses dan kriteria penerimaan.
(g) Pengujian tambahan yang dilakukan termasuk kriteria
penerimaan dan validasi metode analisis, bila diperlukan.
(h) Pola pengambilan sampel (lokasi dan frekuensi).
(i) Metode pencatatan dan evaluasi hasil
(j) Fungsi dan tanggung jawab
(k) Jadwal yang diusulkan;
b) Validasi Konkuren

25
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Keputusan untuk melakukan validasi konkuren harus


dijustifikasi, didokumentasikan dan disetujui oleh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Persyaratan dokumentasi
untuk validasi konkuren sama seperti validasi prospektif.
c) Validasi Retrospektif
Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses
yang sudah mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan
formula produk, prosedur pembuatan atau peralatan. Validasi
proses hendaklah didasarkan pada riwayat produk. Tahap
validasi memerlukan pembuatan protokol khusus dan laporan
hasil kajian data untuk mengambil kesimpulan dan memberikan
rekomendasi. Pada umumnya, validasi retrospektif memerlukan
data dari 10 (sepuluh) sampai 30 (tiga puluh) bets berurutan
untuk menilai konsistensi proses, tapi jumlah bets yang lebih
sedikit dimungkinkan bila dapat dijustifikasi.
2) Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk
konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas
kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran
mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada bahan yang
terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat
dicapai dan diverifikasi. Biasanya validasi prosedur pembersihan
dilakukan hanya untuk permukaan alat yang bersentuhan langsung
dengan produk. Hendaklah dipertimbangkan juga untuk bagian alat
yang tidak bersentuhan langsung dengan produk. Interval waktu
antara penggunaan alat dan pembersihan hendaklah divalidasi
demikian juga antara pembersihan dan penggunaan kembali.
Hendaklah ditentukan metode dan interval pembersihan.
3) Pengendalian Perubahan
Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci langkah
yang diambil jika ada usul perubahan terhadap bahan awal,

26
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

komponen produk, peralatan proses, lingkungan kerja (atau pabrik),


proses produksi atau pengujian ataupun perubahan yang
berpengaruh terhadap mutu atau reprodusibilitas proses. Prosedur
pengendalian perubahan hendaklah memastikan bahwa data
pendukung cukup untuk menunjukkan bahwa proses perubahan
yang diperbaiki akan menghasilkan suatu produk sesuai mutu yang
diinginkan dan konsisten dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Semua perubahan yang dapat memengaruhi mutu produk atau
reprodusibilitas proses hendaklah secara resmi diajukan,
didokumentasikan dan disetujui. Kemungkinan dampak perubahan
fasilitas, sistem dan peralatan terhadap produk hendaklah
dievaluasi, termasuk analisis risiko.
4) Validasi Ulang
Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses
pembersihan hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi
keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang signifikan terhadap
status validasi, peninjauan dengan bukti bahwa fasilitas, sistem,
peralatan dan proses memenuhi persyaratan yang ditetapkan akan
kebutuhan revalidasi.
5) Validasi metode analisis
Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap 4
jenis:
a) Uji identifikasi;
b) Uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity);
c) Uji batas impuritas
d) Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau
obat atau komponen tertentu dalam obat.
Metode analisis lain, seperti uji disolusi untuk obat atau
penentuan ukuran partikel untuk bahan aktif obat, hendaklah juga
divalidasi. Tujuan prosedur analisis hendaklah jelas dan dimengerti
karena hal ini akan menentukan karakteristik validasi yang perlu

27
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

dievaluasi. Karakteristik validasi yang umumnya perlu diperhatikan


adalah sebagai berikut:
a) Akurasi
b) Presisi
c) Ripitabilitas
d) Intermediate precision
e) Spesivitas
f) Batas deteksi
g) Batas kuantitasi
h) Linearitas
i) Rentang

C. Production Planning and Inventory Control (PPIC)


Tugas pokok PPIC adalah mengubah ramalan penjualan (forecasting)
menjadi perencanaan bahan baku, persediaan akhir, hasil antara, peralatan
pengangkutan, dan jam kerja. Kegiatan utamanya adalah perencanaan produk
dan pengendaliaan persediaan. Sasaran pokok dari perencanaan produksi,
antara lain(Priyambodo, 2007):

1. Ketepatan waktu dalam memenuhi janji (permintaan) pelanggan


2. Kecepatan waktu penyelesaian pesanan (permintaan) pelanggan
3. Berkurangnya biaya produksi, dan
4. New product launching dan divestment (write off) produk-produk lama
berjalan lancar (teratur).
Tujuan diadakannya persediaan (inventori) antara lain :

1. Untuk memberikan layanan terbaik pada pelanggan


2. Untuk memperlancar proses produksi
3. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
(stockout), dan
4. Untuk menghadapi fluktuasi harga(Priyambodo, 2007).

28
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

D. Pergudangan
Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi dan operasi
industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan, bahan baku, bahan
kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan. Selain untuk penyimpanan,
gudang juga berfungsi untuk melindungi bahan (baku, pengemas, dan obat
jadi) dari pengaruh luar dan binatang pengerat, serangga dan melindungi obat
dari kerusakan(Slamet, Lucky, 2006).
Syarat-syarat gudang (sesuai CPOB 2006) :
1. Harus ada Prosedur Tetap (protap) yang mengatur/tata cara kerja bagian
gudang, termasuk didalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan
bahan, penyimpanan dan distribusi bahan/produk.
2. Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam
keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur.
3. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah
terbakar atau meledak (misal alkohol atau pelarut-pelarut organik)
4. Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam status “karantina”
dan “ditolak”.
5. Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sampling room)
dengan kualitas ruangan seperti ruang produksi (grey area).
6. Pengeluaran bahan baku harus menggunakan prinsip FIFO (First In First
Out) FEFO (First Expired First Out).
7. Ada program “Pest Control” yang terdokumentasi.
8. Khusus untuk LABEL, harus terkunci(Priyambodo, 2007).
Gudang meliputi gudang bahan baku, pengemas, dan obat jadi. Fungsi
gudang adalah melindungi bahan dari pengaruh luar dan binatang pengerat,
serangga, dan melindungi obat dari kerusakan. Gudang biasanya memiliki
persyaratan suhu dan kelembaban yang harus selalu dapat diawasi. Dalam hal
ini aspek yang perlu dipertimbangkan antara lain: lokasi dan/atau jumlah titik
pengawasan suhu yang dapat mewakili kondisi ruangan. Alat ukur tersebut
juga harus memiliki standar ukuran yang sudah terkalibrasi). Dan yang

29
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

terakhir frekuensi pengawasan juga perlu diatur untuk memastikan bahwa


kondisi gudang selalu terpantau dengan cukup(WHO, 2003).
Pengelolaan pergudangan secara benar atau yang sering disebut
dengan Manajemen Pergudangan memiliki cakupan antara lain mengatur
orang atau petugas (SDM), mengatur penerimaan barang, mengatur penataan
atau penyimpanan barang dan mengatur pelayanan akan permintaan barang
(Priyambodo, 2007). Fasilitas umum yang perlu tersedia dalam gudang antara
lain pencahayaan yang cukup, pendingin (AC) jika diperlukan, forklift
ataupun troli juga diperlukan untuk memudahkan penanganan pemindahan
barang untuk gudang yang memiliki ukuran yang cukup besar. Sementara itu
fasilitas yang berkaitan dengan keamanan antara lain, perlengkapan
keamanan individu, tanda pengaman, alarm, dan pemadam kebakaran (WHO,
2003).

E. Produksi
Produksi adalah penciptaan atau penambahan faedah, bentuk, waktu
dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga lebih bermanfaat bagi
pemenuhan kebutuhan manusia. Produksi hendaknya dilaksanakan dengan
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB
yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan
mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten
(Slamet, Lucky, 2006). Adapun ruang lingkup yang dimaksud yaitu
penimbangan bahan baku dan bahan pengemas, proses pengolahan, validasi
proses pengolahan, protap dan dokumen produksi(Priyambodo, 2007).
Proses produksi adalah cara atau metode untuk menciptakan atau
menambah guna suatu barang atau jasa dengan memanfaatkan sumber daya
yang ada. Proses pengolahan obat (bahan aktif) harus diberikan dalam bentuk
sediaan obat agar dapat digunakan oleh pasien secara aman, mudah, nyaman,
efisien dan memberikan efek terapi yang optimal. Adapun ruang lingkup yang
termaksud di dalamnya yaitu(Anonim, 2012):

30
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

1. Penimbangan/Penyerahan bahan baku dan bahan pengemas;


2. Proses Pengolahan;
3. Validasi Proses Pengolahan; dan
4. Protap dan Dokumen Produksi.
Setiap prosedur yang dilakukan diharapkan tertulis secara jelas,
karena hal ini merupakan salah satu bagian dari aktivitas produksi. Prosedur
tertulis yang telah disetujui (Dokumen Induk Produksi), berisi : penimbangan,
tahapan proses kritis, kebersihan alat/mesin yang digunakan serta pengawasan
dalam proses In Process Control (IPC).
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (Anonim, 2012).
1. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
2. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan,
pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai
dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
3. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan
kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan dimana
perlu dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan.
4. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan
terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada
Bagian Pengawasan Mutu.
5. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik
atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan
lulus untuk pemakaian atau distribusi.
6. Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani
seperti penerimaan bahan awal.

31
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

7. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti
yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara teratur untuk
memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok.
8. Pemeriksaan hasil nyata dan rekonsiliasi jumlah hendaklah dilakukan
sedemikian untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang
telah ditetapkan.
9. Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan
atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko
terjadi kecampurbauran ataupun kontaminasi silang.
10. Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba.
11. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan
tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini
terutama dilakukan pada penanganan bahan yang sangat aktif atau
menyebabkan sensitisasi.
12. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau
mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi
label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan
(bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga
menyebutkan tahapan proses produksi.
13. Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda
dan dengan format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna sering kali
sangat membantu untuk menunjukkan status (misal: karantina, diluluskan,
ditolak, bersih dan lain-lain).
14. Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat
lain untuk transfer produk dari satu ke tempat lain telah terhubung dengan
benar.
15. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin
dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan
tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan
bagian Pengawasan Mutu.

32
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

16. Akses ke fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil yang
berwenang.
17. Pada umumnya pembuatan produk non obat hendaklah dihindarkan
dibuat di area dan dengan peralatan untuk produk obat.

F. Quality Assurance (QA), Quality Control (QC), dan Validation


1. Quality Assurance (QA)
Quality Assurance adalah merupakan keseluruhan sistem yang
dibuat agar seluruh proses produksi di industri farmasi dapat menghasilkan
produk yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan.
Keberadaan QA merupakan salah satu langkah untuk memenuhi tuntutan
konsumen atas jaminan terhadap khasiat, keamanan dan kualitas produk-
produk industri farmasi(Priyambodo, 2007).
Secara konseptual, Quality Assurance (QA) merupakan seluruh
aktivitas yang memberikan kontribusi untuk menentukan, merancang,
menilai, memonitor, dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Industri farmasi yang secara umum merupakan bagian dari konsep
pharmaceutical care tentunya harus memberikan porsi tersendiri bagi
keberadaan peran apoteker, disamping adanya QA dapat memberikan
jaminan tersendiri bagi khasiat obat untuk konsumen(Wrigley, 2004).
2. Quality Control
Quality Control (QC) merupakan bagian pengawasan mutu yang
memfokuskan pada sampling, spesifikasi dan testing, juga berkaitan dengan
organisasi, dokumentasi dan prosedur persetujuan dimana proses tersebut
yang akan meyakinkan bahwa segala persyaratan telah terpenuhi. Selain itu
adanya QC juga memperhatikan bahan-bahan yang memang tidak layak
untuk digunakan tidak akan diproduksi atau diperjualkan, sampai pada
tahapan kualitas telah terpenuhi, sehingga kepuasan akan bahan dan barang
dapat tercapai. Pengawasan mutu ini tidak hanya diterapkan dalam lingkup

33
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

laboratorium saja, akan tetapi juga harus diterapkan dan disertakan ke


dalam semua kualitas dari produk(WHO, 2004).
Pengawasan mutu obat harus dilaksanakan melalui sistem
pengawasan yang terencana dan terpadu. Semua aspek yang terkait di
dalamnya, baik dari personel, sampai pada proses yang menyertainya harus
dapat mendukung terhadap terpenuhinya standar-standar yang berlaku.
Dengan demikian, tanggung jawab di setiap lini kegiatan produksi dapat
dijadikan sebagai acuan bagi keberlangsungan proses produksi. Sesuai
dengan CPOB, maka departemen pengawasan mutu memiliki kewenangan
khusus dalam memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak atas
mutu bahan baku obat atau produk obat, dan juga segala hal lain yang
mempengaruhi mutu obat(Priyambodo, 2007).
Secara umum, keberadaan pengawasan mutu meliputi pembangunan,
validasi dan implementasi dari seluruh prosedur pengawasan mutu, di mana
kesemuanya bertujuan untuk mengevaluasi, pemeliharaan dan
penyimpanan untuk pemenuhan terhadap standar yang berlaku. Tahapan
dari pada saat awal bahan baku masuk, kemudian sampai pada tahapan
pembuatan produk serta pemasaran produk tidak terlepas dari bagian
pengawasan mutu. Oleh karena itu seluruh rangkaian kegiatan tersebut
harus terdokumentasikan, sebagai bukti bahwa semua telah sesuai dengan
prosedur(WHO, 2004).

3. Validasi
Validasi dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk membuktikan,
meliputi segala prosedur, proses, peralatan, material, aktivitas, ataupun
sistem yang sesuai dengan yang diharapkan. Sistem validasi membutuhkan
definisi, rancangan, rencana validasi, konstruksi, instalasi dan kualifikasi,
serta pemeliharaan. Dengan berbagai kebutuhan yang ada, maka proses
validasi ini merupakan suatu acuan bagi keberlangsungan proses produksi
di industri farmasi untuk meminimalkan kesalahan-kesalahan yang tidak
terdeteksi melalui pengawasan rutin(Wrigley, 2004).

34
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Gambar 1. Diagram life-cycle approach for validation

Sebelum memulai proses validasi, sebaiknya harus diperiksa


terlebih dahulu bahwa fasilitas dan perlengkapan sudah sesuai untuk
digunakan, hal ini untuk mendukung segala proses manufaktur yang akan
dilangsungkan. Kualifikasi yang merupakan bagian dari validasi, di mana
kualifikasi ini ada untuk membuktikan dan mendokumentasikan bahwa
peralatan dan perlengkapan maupun sistem sudah dengan benar terpasang,
bekerja secara optimal, dan tentu saja sesuai dengan yang diharapkan.
Antara kualifikasi dan validasi akan menjadi suatu bagian yang saling
mendukung untuk membuktikan dokumentasi yang meliputi :
a. Bangunan, fasilitas pendukung, perlengkapan, dan proses yang telah
dirancang dalam rangka memenuhi persyaratan dari GMP. Hal
tersebut termasuk ke dalam design qualification (DQ).
b. Bangunan, fasilitas pendukung, dan perlengkapan yang telah dibangun
dan terpasang sesuai dengan spesifikasi yang ada. Hal tersebut
termasuk ke dalam installation qualifications (IQ).
c. Fasilitas, peralatan penunjang, dan perlengkapan yang beroperasi
sesuai dengan spesifikasi design yang ada. Hal tersebut termasuk ke
dalam operational qualifications (OQ).

35
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

d. Fasilitas, peralatan, dan perlengkapan yang dapat mempengaruhi


konsistensi kualitas produk. Hal tersebut termasuk ke dalam
equipment performance qualifications (EPQ)(Wrigley, 2004).
Pada saat fasilitas dan perlengkapan dapat beroperasi sesuai dengan
rancangan spesifikasi secara berulang, serta dapat memproduksi produk
jadi sesuai dengan kualitas process validation (PV), maka fungsi dari
performance qualifications (PQ) dapat juga digunakan. Untuk lebih jauh
lagi menjelaskan mengenai dasar dari hubungan yang ada pada masing-
masing bagian pada kualifikasi, maka dapat digunakan V-models untuk
menggambarkan hubungan antar proses kualifikasi, dimana V-models ini
dapat terbagi ke dalam dua bagian :
a. V-models yang secara tidak langsung akan mempengaruhi sistem.
Secara umum, model ini hanya membutuhkan sebuah
hubungan yang terhubung dengan Good Engineering Practice (GEP).
Contoh bagian yang menggunakan V-models ini adalah chilled water
system. Adapun gambaran hubungan dalam model ini dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2. Rancangan V-models untuk indirect impact system.

b. V-models yang secara langsung akan mempengaruhi sistem.


Model ini menjelaskan bahwa sistem yang digunakan
membutuhkan hubungan dengan bagian lain untuk mendapatkan
pengawasan yang lebih fokus, dimana meliputi qualification practices
(IQ+OQ+PQ). Contoh untuk sistem yang menggunakan model ini adalah

36
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

purified water system. Gambar di bawah ini akan menjelaskan tentang V-


models untuk direct system impact.

Gambar 3. Rancangan V-models untuk direct impact systems.

Setelah melihat dari seluruh rangkaian penjelasan mengenai


validasi, termasuk di dalamnya adalah qualifikasi, seluruh proses yang ada
harus terdokumentasi secara baik dan benar. Kualitas suatu obat, selain
diperiksa melalui quality control (QC), juga harus dipastikan bahwa
seluruh komponen yang terlibat di dalamnya, baik itu dari segi bangunan,
peralatan, perlengkapan, sampai pada metode harus mendapati suatu
proses validasi. Secara umum, alur rangkain proses validasi dapat
diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

37
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Gambar 4. Alur Proses Validasi

G. Pengemasan
Pengemasan adalah seluruh kegiatan meliputi pengisian, pelabelan,
dimana produk ruahan sudah dipersiapkan untuk dijadikan sebagai produk
jadi. Pada produksi steril, kegiatan pengemasan dilakukan dengan teknik
aseptik, dengan tujuan produk yang ada tetap berada dalam kondisi steril,
sehingga kegiatan tersebut menjadi bagian dari proses pengemasan(WHO,
2004).

Kegiatan pengemasan berfungsi untuk membagi dan mengemas


produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di

38
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu
produk akhir yang dikemas. Dalam kegiatan pengemasan, harus ada perhatian
khusus untuk meminimalkan resiko terjadinya kontaminasi silang,
ketercampurbauran, maupun kekeliruan lainnya. Dalam kegiatan pengemasan
juga hendaknya terdapat prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan dan
identifikasi produk ruahan dan bahan pengemas, pengawasan untuk menjamin
bahwa produk ruahan dan bahan pengemas yang akan digunakan adalah
benar, IPC pengemasan rekonsiliasi terhadap produk ruahan dan bahan
pengemas, serta pemeriksaan hasil akhir pengemasan. Rincian pelaksanaan
pengemasan harus dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets (CKB) (Anonim,
2012).
Resiko kesalahan yang dapat terjadi dalam kegiatan pengemasan dapat
diperkecil dengan cara sebagai berikut (Anonim, 2012) :
1. Menggunakan label dalam gulungan;
2. Pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label; dengan
menggunakan alat pemindai dan penghitung label elektronik;
3. Label dan bahan cetak lain didesain sedemikian rupa sehingga masing-
masing mempunyai tanda khusus untuk tiap produk yang berbeda;
4. Melakukan pemeriksaan secara independen oleh bagian Pengawasan Mutu
selama dan pada akhir proses pengemasan.
Pengawasan pada jalur pengemasan setidaknya meliputi hal-hal
berikut ini (Anonim, 2012):
1. Tampilan kemasan secara umum
2. Apakah kemasan telah lengkap
3. Apakah produk dan bahan pengemas yang dipakai telah benar
4. Apakah prakodifikasi telah benar
5. Apakah monitor pada jalur sudah berfungsi dengan benar.

H. Distribusi

39
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Sebelum produk jadi disimpan di gudang dan siap untuk


didistribusikan, maka produk jadi akan dikarantina dan menunggu pelulusan
(release) dari bagian Pemastian Mutu/ Quality Assurance (QA). Produk jadi
yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus harus diberi penandaan yang
jelas dan disimpan di area karantina dengan kondisi sesuai. Setelah pelulusan
suatu bets/lot oleh bagian Pemastian Mutu, produk tersebut dipindahkan dari
area karantina ke gudang produk jadi(Anonim, 2012).
Sistem distribusi yang digunakan adalah First Expired First Out
(FEFO), dan First In First Out untuk memastikan produk yang pertama
masuk didistribusikan terlebih dahulu. Dalam distribusi, selalu ada catatan
tentang distribusi tiap bets/lot, sehingga dapat mempermudah penyelidikan
atau penarikan kembali jika dibutuhkan(Anonim, 2012).

I. Pengelolaan Limbah, Air, dan Udara


1. Limbah
a. Pengelolaan Limbah Padat (Priyambodo, 2007)
Limbah padat yang dihasilkan industri farmasi, antara lain
berasal dari:
1) Debu/serbuk obat dari sistem pengendalian debu (dust collector)
2) Obat rusak/kadaluarsa/reject
3) Kertas, karton, plastik bekas, botol dan aluminium foil dan sampah
rumah tangga
4) Lumpur dari proses Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Upaya Pengelolaan:
1) Sampah domestik dibuatkan tempat sampah, kemudian dibuang ke
tempat pembuangan sampah akhir.
2) Sisa-sisa kertas, karton, plastic dan aluminium foil dikumpulkan
kemudian dijual ke pengumpul sampah.
3) Debu/sisa serbuk, obat rusak/kadaluarsa serta lumpur IPAL di bakar
di incenerator.

40
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

Pemantauan: Kualitas lingkungan (kebersihan) di dalam area


industri, tidak ada limbah B3 yang tercecer di area pabrik,
derajat kebauan (kadar H2S) di sekitar area pabrik.

b. Pengelolaan Limbah Cair (Priyambodo, 2007)


Limbah cair yang dihasilkan industri farmasi, antara lain berasal
dari bekas cucian peralatan produksi, laboratorium, laundry dan rumah
tangga, kamar mandi dan WC, bekas reagensia di laboratorium. Upaya
Pengelolaan :

1) Pembuatan saluran drainase sesuai dengan sumber limbah


a) Saluran air hujan langsung dialirkan ke selokan umum dan dibuat
sumur resapan.
b) Saluran dari kamar mandi/WC dialirkan ke septic tank.
c) Saluran dari tempat pencucian produksi dan laboratorium
dialirkan ke IPAL.
2) Membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
3) Khusus untuk limbah cair yang berasal dari golongan β-laktam:
sebelum dicampur dengan limbah non β-laktam ditambahkan NaOH
10 N dan HCL 2 N untuk memecah cincin β-laktam.
Pemantauan :
a) Kualitas badan air permukaan inlet dan outlet saluran limbah,
meliputi kadar COD, BOD, pH, TSS, N total serta parameter lain
termasuk indikator biologis dan mikrobiologi.
b) Kualitas badan sungai sebelum dan sesudah outlet IPAL

2. Pengolahann Air
Air merupakan salah satu aspek kritis dalam pelaksanaan CPOB.
Hal tersebut disebabkan air merupakan bahan baku dalam jumlah besar,
terutama untuk produk sirup, obat suntik cair, cairan infus, dan lain-lain.
Bila tercemar, beresiko sangat fatal bagi pemakai. Kualitas air yang
digunakan untuk produksi tergantung dari persyaratan air yang digunakan

41
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

produk yang dibuat, yaitu air murni (purified water) atau air untuk injeksi
(water for injection)(Priyambodo, 2007). Mekanisme kerja Purified Water
System terdiri dari:
a. Multimedia Filter
Multimedia filter berfungsi untuk menghilangkan lumpur, endapan
dan partikel-partikel yang terdapat pada raw water. Multimedia filter ini
terdiri dari beberapa filter dengan porositas yang berbeda-beda, yaitu 6-
12 mm; 2,4-4,8 mm; 1,2-2,4 mm; dan 0,6-1,2 mm.
b. Active Carbon Filter
Active Carbon Filter merupakan karbon yang telah diaktifkan
dengan menggunakan uap bertekanan tinggi atau karbon dioksida.
Karbon ini berfungsi sebagai pre-treatment sebelum proses de-ionisasi
untuk menghilangkan chlorine, chloramines, benzene, pestisida, bahan-
bahan organik, warna, bau dan rasa.
c. Water Softener Filter
Water Softener Filter berisi resin anionik yang berfungsi untuk
menghilangkan atau menurunkan kesadahan.
d. Reverse Osmosis
Reverse Osmosis merupakan teknik pembuatan air murni yang
dapat menurunkan hingga 95% Total Dissolve Solids di dalam air.
e. EDI (Electronik De-Ionization)
EDI merupakan perkembangan dari Ion Exchange system yang
menggunakan elektroda dan resin sebagai pengikat ion (-) dan (+).
Elektroda ini dihubungkan dengan arus listrik searah sehingga proses
pemurnian air dapat berlangsung terus menerus tanpa perlu regenerasi.

f. Looping System
CPOB mensyaratkan bahwa air yang digunakan untuk proses
produksi harus disirkulasi 24 jam. Untuk itu purified water system harus
dilengkapi dengan looping system.

42
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

3. Sistem Tata Udara (Air Handling Unit/AHU)


Salah satu faktor yang menentukan kualitas obat adalah kondisi
lingkungan tempat di mana produk tersebut dibuat/diproduksi. Kondisi
lingkungan yang kritis terhadap kualitas produk, antara lain adalah
Cahaya, Suhu, Kelembaban Relatif (RH), Kontaminasi mikroba,
Kontaminasi Partikel (Priyambodo, 2007).
Sebagai upaya untuk mengendalikan kondisi lingkungan tersebut,
maka setiap industri farmasi diwajibkan untuk memiliki Sistem Tata Udara
(Air Handling System/AHS). Sistem tata udara yang digunakan tergantung
dari jenis produk yang dibuat dan tingkat kelas ruang yang digunakan,
misalnya ruang produksi steril, beta-laktam, non sterile, sefalosporin dan
sebagainya.

Air Handling Unit (AHU) merupakan seperangkat alat yang dapat


mengontrol suhu, kelembaban, tekanan udara, tingkat kebersihan (jumlah
partikel/mikroba), pola aliran udara, jumlah pergantian udara dan
sebagainya, di ruang produksi sesuai dengan persyaratan ruangan yang
telah ditentukan. Pada dasarnya AHU terdiri dari(Priyambodo, 2007):
1. Cooling coil atau evaporator
Cooling coil atau sering pula disebut dengan istilah evaporator
berfungsi untuk mengontrol suhu atau temperatur dan kelembaban
relative (Relative Humudity/RH) udara yang didistribusikan ke ruangan-
ruangan produksi. Hal ini dimaksudkan agar dapat dihasilkan output
udara, sesuai dengan spesifikasi ruangan yang telah ditetapkan.
2. Static Pressure Fan (blower)
Blower adalah bagian dari AHU yang berfungsi untuk
menggerakkan udara di sepanjang sistem distribusi udara yang
terhubung dengannya. Blower yang digunakan dalam AHU berupa
blower radial yang memiliki kisi-kisi penggerak udara yang terhubung
dengan motor penggerak blower. Motor ini berfungsi merubah energi
listrik menjadi energi gerak. Dapat mengatur jumlah udara yang masuk

43
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

ke ruang produksi sehingga tekanan dan pola aliran udara yang masuk
ke ruang produksi dapat dikontrol.
3. Filter
Filter merupakan bagian dari AHU yang berfungi untuk
mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme
(partikel asing) yang dapat mengkontaminasi udara yang masuk
kedalam ruang produksi. Filter yang digunakan untuk AHU dibagi
menjadi Prefilter (efisiensi penyaringan 35%), medium filter ( efisiensi
penyaringan 95%), HEPA filter (efisiensi penyaringan 99,997%).
4. Ducting
Saluran tertutup tempat mengalirnya udara yang
menghubungkan blower dengan ruangan produksi. Ducting terdiri dari
saluran udara yang masuk dan saluran udara yang keluar dari ruang
produksi dan dilapisi insulator untuk menahan penetrasi panas dari
udara luar.
5. Dumper
Dumper berfungsi mengatur jumlah (debit) udara yang
dipindahkan ke dalam maupun yang keluar dari produksi. Besar
kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur sesuai dengan
pengaturan tertentu pada dumper.
Supply udara yang akan disalurkan ke ruang produksi berasal
dari 2 sumber yaitu :
1. Berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%).
2. Berasal dari udara bebas/fresh air (sebanyak 20%).
Supply udara tersebut kemudian melewati filter yang terdapat di dalam
filter house, yang terdiri dari pre-filter yang memiliki efisiensi
penyaringan sebesar 35%, dan medium filter yang memiliki efisiensi
penyaringan sebesar 95%. Selanjutnya supply udara ini melewati
cooling coil yang akan menurunkan suhu dan kelembaban relative
udara. Kemudian udara dipompa dengan menggunakan static pressure
fan ke dalam ruang produksi melalui ducting. Jumlah udara yang masuk

44
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia
PT. Molex Ayus
Periode Bulan November 2014

ke dalam ruang produksi diatur dengan menggunakan volume dumper.


Selanjutnya udara diresirkulasi kembali ke AHU, demikian seterusnya
(Priyambodo, 2007).

45

You might also like