You are on page 1of 6

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat dan pelayanan intensif merupakan pelayanan
profesional yang di dasarkan pada ilmu dan metodologi yang berbentuk bio-
psiko-sosio-spiritual yang komprehensif yang di tujukan kepada klien atau pasien
yang mempunyai masalah aktual dan potensial, mengancam kehidupan, terjadi
secara mendadak atau tidak di perkirakan ( Maryuani, 2009 dalam Suarnati, dkk.
2013).
Pelayanan dan pertolongan kasus gawat darurat di IGD dewasa ini semakin
meningkat jumlahnya, sebagai akibat modernisasi hasil pembangunan, sarana
angkutan, kepadatan penduduk, lingkungan pemukiman serta kemajuan teknologi
disegala bidang. Pada tahun 2007, data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat
Darurat (IGD) di seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 (13,3% dari total seluruh
kunjungan di RSU) dengan jumlah kunjungan 12% dari kunjungan IGD berasal
dari rujukan dengan jumlah Rumah Sakit Umum 1.033 Rumah Sakit Umum dari
1.319 Rumah Sakit yang ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian memerlukan
perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat darurat (Keputusan
Menteri Kesehatan, 2009).
Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) adalah sebuah
sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur, pelayanan
pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit antar Rumah Sakit dan terjalin
dalam suatu sistem. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang
menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh
masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat
darurat dan sistem komunikasi. Tujuan dalam sistem pelayanan ini adalah agar
korban atau pasien tetap hidup dan mengurangi angka kecacatan pada pasien
gawat darurat salah satunya pasien stroke bilamana sistem ini berjalan sesuai
prosedurnya (Saanin S, 2006).
Stroke ialah penyakit cerebrovaskular terjadi secara tiba-tiba yang
mengakibatkan kerusakan neurologis. Kerusakan neurologis dapat di sebabkan
oleh oleh adanya sumbatan total atau parsial pada satu atau lebih pembuluh darah

1
2

cerebral sehingga menghambat aliran darah ke otak ( Ikawati, 2007 dalam


Anggraini dan Edrivania, 2015). Menurut Price & Wilson (2006) ialah setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Stroke merupakan penyakit
neurologis terbanyak yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius
yang berdampak pada kecacatan, kematian, dan ekonomi keluarga, yang di
akibatkan oleh adanya disfungsi motorik dan sensorik ( Subianto, 2012 dalam
Harhap, 2014). Di Indonesia terdapat sekitar 550.000 pasien baru stroke setiap
tahunnya. Angka ini terbilang sangat tinggi dan menempati urutan ketiga sebagai
penyebab kematian di Indonesia, setelah kardiovascular dan kanker
(Kuncoro,2014).
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (2014) Angka kejadian stroke di
Indonesia meningkat dengan tajam. Bahkan saat ini Indonesia merupakan negara
dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia, karena berbagai sebab selain
penyakit degeneratif, dan terbanyak karena stress. Kejadian ini sangat
memprihatinkan mengingat Insan Pasca Stroke (IPS) biasanya merasa rendah diri
dan emosinya tidak terkontrol dan selalu ingin diperhatikan. Apabila tidak ada
upaya penanggulangan stroke yang lebih baik maka jumlah penderita stroke pada
tahun 2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat.
Dijelaskan pula oleh (Pudiastuti, 2011) bahwa stroke merupakan peringkat ke
2 penyebab kematian dengan laju mortalitas 18%-37%. Stroke adalah salah satu
penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Terdapat
kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa
kecacatan. Angka kejadian stroke adalah 200 per 100.000 penduduk dalam 1
tahun diantara 100.000 penduduk maka 800 orang akan menderita stroke.
Prosentase penderta stroke adalah: usia 35-44 tahun = 0,2%,usia 45-54 tahun =
0,7% , usia 55-64 tahun = 1,8%, usia 65-74 tahun = 2,7%, sedangkan usia 75-85
tahun = 10,4%.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 prevalensi stroke di
Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan didapati 7,0 per mil dan yang
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi,
sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan.
3

Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke terlihat meningkat
seiring peningkatan umur responden. Prevalensi stroke sama banyak pada laki-
laki dan perempuan. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan
dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta
(16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰),dan prevalensi stroke di NTB sejumlah
9,6%.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Praya pada tanggal 17
November 2015 didapat hasil jumlah pasien stroke yang tercatat pada tahun 2014
sejumlah 323 kasus dan sebanyak 60 kasus meninggal dunia. Dari seluruh kasus
tercatat 133 kasus adalah pasien laki-laki dan 190 kasus adalah perempuan.
Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang
profesional, bersifat holistik dan komprehensif yang di tujukan kepada individu,
kelompok, dan masyarakatbaik dalam keadaan sehat maupun sakitdengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan. Pelayanan keperawatan yang di
berikan oleh seorang perawat sangat berpengaruh dalam mutu asuhan
keperawatan yang di terima oleh pasien. Oleh karena itu memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas maka perawat perlu mengembangkan ilmu dan
praktik keperawatan salah satunya menggunakan model konseptual dalam
pemberian asuhan keperawatan pada klien ( Muhlisin dan Ikawati, 2010).
Dalam memberikan asuhan keperawatan, berbagai model konseptual yang
telah di perkenalkan oleh para ahli keperawatan, salah satunya yaitu teori model
keperawatan Dorothea E. Orem. Model Keperawatan menurut Orem dikenal
dengan Model Self Care. Model Self Care fokus utama dari model konseptual ini
adalah bentuk pelayanan keperawatan dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan
dapat dilakukan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan
memperthankan kehidupan, kesehatan, kesejahteraan sesuai dengan keadaan
sehat dan sakit ( Muhlisin dan Ikawati, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Nurhidayah dan
Simanjuntak (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “Kemampuan Self Care Dan
Gambaran Diri Pasien Kolostomi Di Rsup H. Adam Malik Medan” menyatakan
pada pasien kolostomi dengan menggunakan aplikasi teori Orem, bahwa
perlunya peningkatan pelayanan keperawatan yang optimal bagi pasien
4

kolostomi untuk pencapaian kemampuan self care-nya selama masa perawatan


pasien di rumah sakit, sedangkan menurut Ropyanto (2014) dalam jurnalnya
yang berjudul “Analisis Penerapan Teori Self Care Orem Pada Asuhan
Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal” menyatakan
penerapan model Self Care Orem pada gangguan sistem musculoskeletal
mampu meningkatkan kemampuan melakukan asuhan keperawatan terutama
dalam hal meningkatkan kemandirian pasien dengan memperhatikan unsur
fisiologis, psikologis, dan budaya secara menyeluruh. Model self care Orem
dapat digunakan dalam menerapkan asuhan keperawatan yang dapat
dimodifikasi sesuai kebutuhan ruangan dengan bentuk yang lebih mudah
dipahami. Menurut Wulandari et. al (2014) dalam jurnalnya yang berjudul
“Penerapan Model Keperawatan Need For Help Wiedenbach Dan Self Care
Orem Pada Asuhan Keperawatan Ibu Hamil Dengan Kontraksi Dini”
mengemukakan bahwa konsep model self care sangat tepat diterapkan dalam
kasus kontraksi dalam kehamilan untuk memandirikan klien sehingga kontraksi
berulang tidak terjadi. Dari pengkajian perawat dapat mengetahui kemampuan
perawatan diri klien, kebutuhan akan perawatan dirinya dan juga defisit
perawatan diri yang dialami oleh klien. Perencanaan yang berdasarkan
nursing system dapat secara jelas mengetahui tingkat kemandirian klien secara
bertahap. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kemandirian klien telah tercapai
untuk melakukan perawatan di rumah, mulai dari pembatasan aktivitas sehari-
hari, personal hygiene, nutrisi, cara memonitor kontraksi dan kesejahteraan
janin sampai dengan pembatasan aktivitas seksual. Menurut Wahyuni dan
Hidayati (2012) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengalaman Self-Care
Berdasarkan Teori Orem Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis” menyatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman
dan kesadaran inisiatif tindakan yang dilakukan informan dalam pemenuhan
self-care secara optimal akan didapatkan melalui cara berfikir dalam menganalisa
pengalaman untuk mampu memilih tindakan yang efektif bagi dirinya sesuai
harapan yang akan dicapai dan diharapkan juga Informan dapat meningkatkan
upaya pemenuhan kebutuhan Self-Care untuk mempertahankan dan
5

mengoptimalkan fungsi tubuh dalam melakukan aktivitas sehari hari dengan cara
disiplin dalam mengontrol keseimbangan cairan dan nutrisi dalam tubuh.
Berdasarkan latar belakang di atas dan data masih tingginya angka kasus
stroke yang di rawat RSUD Praya Lombok Tengah, tercatat pada tahun 2014
sejumlah 323 kasus dan sebanyak 60 kasus meninggal dunia. Dari seluruh kasus
tercatat 133 kasus adalah pasien laki-laki dan 190 kasus adalah perempuan. Maka
dari itu penulis tertarik untuk mengangkat judul ” Aplikasi Teori model Dorothe
E Orem pada kasus stroke Di ruang perawatan RSUD Praya Lombok Tengah”
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan berdasarkan aplikasi Dorothea E. Orem
pada pasien stroke di ruang perawatan RSUD Praya Lombok Tengah
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada pasien stroke berdasarkan teori model
keperawatan Dorothea E.Orem di ruang perawatan RSUD Praya Lombok
Tengah
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien stroke berdasarkan teori
model keperawatan Dorothea E.Orem di ruang perawatan RSUD Praya
Lombok Tengah
c. Menyusun intervensi/rencana keperawatan pada pasien stroke
berdasarkan teori model keperawatan Dorothea E.Orem di ruang
perawatan RSUD Praya Lombok Tengah
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien stroke berdasarkan
teori model keperawatan Dorothea E.Orem di ruang perawatan RSUD
Praya Lombok Tengah
e. Mengevaluasi hasil akhir keberhasilan perawat dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien stroke berdasarkan teori model
keperawatan Dorothea E.Orem di ruang perawatan RSUD Praya Lombok
Tengah
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien stroke berdasarkan
teori model keperawatan Dorothea E.Orem di ruang perawatan RSUD
Praya Lombok Tengah
6

1.3 Manfaat Penulisan


Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis sebagai berikut:
a. Penulis
Menambah ilmu dan wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan dengan
menggunakan teori model keperawatan yang diterapkan.
b. Bagi perawat
Untuk dapat digunakan sebagai alat bantu mengevaluasi dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan bagi pasien Stroke
c. Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan refrensi untuk menambah referensi tentang aplikasi teori
model keperawatan.

You might also like