KINERJA KERBAU BETINA PADA BERBAGAI
BEBAN KERJA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP
KEBUTUHAN ENERGI DAN PROTEIN PAKAN
Oleh
1 GEDE MAHARDIKA
PTK: 91511
PROGRAM PASCASARJANA.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1996RINGKASAN
I Gede Mahardika. “Kinerja Kerbau Betina pada Berbagai Beban Kerja
serta Implikasinya terhadap Kebutuhan Energi dan Protein Pakan” (dibawah
bimbingan Prof. Dr. Djokowoerjo Sastradipradja sebagai ketua, Prof. Dr. Toha
Sutardi, Dr. Ir. Kartiarso, Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah dan Prof. Dr. Klaus
Becker masing-masing sebagai anggota pembimbing).
Penggunaan ternak Kkhususnya kerbau sebagai sumber tenaga kerja
didalam sistim usaha tani di Indonesia adalah sangat penting artinya di dalam
meningkatkan pemanfaatan sumber energi yang tersedia secara lokal, terutama
sekali untuk menghemat penggunaan minyak bumi. Melihat banyaknya manfaat
pemeliharaan ternak, diperlukan suatu perhatian Khusus sehingga
produktifitasnya bisa ditingkatkan terutama sekali bila diinginkan ternak yang
multifungsi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya penentuan kebutuhan
energi melalui pengukuran denyut jantung dianggap cukup memadai untuk
mengukur kebutuhan energi kerja, sehingga penerapannya untuk pengukuran
energi pada ternak kerja sangat penting untuk dilakukan. Di samping penelitian
semacam ini belum pernah dilakukan di Indonesia, sehingga dengan adanya
formula yang menyatakan hubungan antara denyut nadi dengan pengeluaran
energi kerja ini, dapat dipakai untuk menentukan kebutuhan energi ternak pada
berbagai tipe dan beban kerja.Penelitian menggunakan kerbau betina berat 280 - 380 kg. yang terlebih
dahulu dilatih untuk menarik beban selama 3 jam/hari.
Percobaan I menggunakan rancangan bujur sangkar latin dengan 4
perlakuan dan 4 ulangan:
A: Kerbau yang tidak bekerja.
B: Kerbau menarik beban 5% massa tubuh selama 3 jam.
C: Kerbau menarik beban 10% massa tubuh selama 3 jam. -
D: Kerbau menarik beban 15% massa tubuh selama 3 jam.
Energi untuk kerja ditentukan dengan persamaan Lawrence (1985),
dengan mengukur massa ternak, jarak berjalan, beban tarik dan sudut tarikan.
Parameter darah yang diamati adalah kadar glukose, laktat, trigliseride, B-
hidroksi butirat, Hb, PCV, pH, sel darah merah dan leukosit. Disamping itu
diamati pula pengaruh kerja terhadap temperatur rektal dan kulit, frekwensi
nafas.
Percobaan I menggunakan rancangan bujur sangkar latin dengan 4
perlakuan dan 4 ulangan,
I : Kerbau yang tidak kerja.
TI : Kerbau yang bekerja 1 jam/hari
Ill: Kerbau yang bekerja 2 jam/hari
IV : Kerbau yang bekerja 3 jam/hariBeban kerja yang diberikan pada semua perlakuan adalah 450 - 500 N.
Energi untuk kerja ditentukan dengan persamaan Lawrence (1985) dan
pengukuran yang didasarkan pada penentuan komposisi tubuh. Denyut jantung,
diukur secara kontinyu pada saat kerja dan istirahat dengan “Polar Sport Tester
PE-3000” yang telah dilengkapi dengan amplifier operasional gain 10 dan sabuk
elektrode yang Kkhusus dibuat sendiri untuk kerbau. Pengamatan dilakukan
selama 2 minggu dari masing-masing unit percobaan, Peubah yang diamati
adalah konsumsi pakan, perubahan massa tubuh, kecernaan pakan dengan
teknik koleksi total serta energi metabolis (ME). Komposisi tubuh ditentukan
dengan metode pengukuran berat jenis (Kleiber, 1961) yang disesuaikan dengan
kondisi pengukuran untuk kerbau. Produksi panas dihitung dengan: PP = ME -
RE.
Kecepatan berjalan kerbau yang bekerja 5% dari massa tubuh adalah 1,06
m/dt. Meningkatnya beban akan menyebabkan menurunnya kecepatan berjalan
sehingga jarak yang ditempuh akan menurun sedangkan total energi untuk kerja
akan meningkat secara nyata dengan meningkatnya beban kerja.
Konsentrasi glukose plasma darah pada kerbau yang bekerja dengan
beban 15% meningkat selama kerja, tetapi kerbau yang bekerja 5% dan 10%,
glukose darahnya meningkat setelah satu jam periode kerja. Peningkatan ini
disebabkan karena adanya pembentukan glukose baru (glukoneogenesis) dan
peningkatan mobilisasi glukose dari simpanan glikogen. Peningkatan kadar
iiitrygliserida erat kaitannya dengan peningkatan epineprin sehingga merangsang
terjadinya lipolisis.
Energi yang diperlukan oleh kerbau untuk bekerja menarik beban dengan
gaya 450 - 500 N selama 1 jam adalah 6,40 MJ. Bila dia bekerja selama 2 jam dan 3
jam dengan beban yang sama maka energi yang diperlukan 13,91 MJ dan 18,01
MJ. Hasil pengukuran ini ternyata lebih rendah 22 - 25% dibandingkan dengan
pengukuran yang didasarkan pada penentuan komposisi tubuh. Total kebutuhan
energi kerbau yang bekerja selama 1 jam adalah 36,83 MJ. Besarnya pengeluaran
energi ini adalah 1,21 kali kebutuhan energi untuk istirahat. Kerbau yang bekerja
selama 2.jam dan 3 jam setiap hari dengan beban 450 - 500 N memerlukan energi
1,51 dan 1,65 kali dari kebutuhan energi untuk hidup pokok. Didasarkan atas
perhitungan produksi panas (energi) dengan teknik pengukuran komposisi
tubuh maka produksi panas kerbau yang bekerja 1 jam, 2 jam dan 3 jam masing-
masing adalah 1,31; 1,76 dan 1,99 kali dari produksi panas saat istirahat.
Meningkatnya pengeluaran energi diikuti dengan meningkatnya denyut
jantung secara linier mengikuti persamaan: Ex. = (0,270 HR®*- 1) W t HR adalah
denyut jantung/menit, W adalah massa tubuh (kg) dan t adalah lama kerja
(menit).
Kecernaan bahan kering tidak dipengaruhi oleh kerja, sedangkan
terjadinya penurunan retensi lemak dan protein yang semakin besar disebabkan
oleh meningkatnya beban kerja. Penurunan retensi lemak dan protein padakerbau yang bekerja menunjukkan bahwa komponen tersebut digunakan sebagai
sumber tenaga untuk kerja. Produksi panas kerbau yang tidak kerja adalah 3042
MJ/hari atau setara dengan 0,42 W°? MJ. Nilai ini besarnya 1,42 kali bila
dibandingkan dengan katabolisme puasa yang besarnya 70 W% Kcal (Brody,
1945), sedangkan kebutuhan energi untuk hidup pokok adalah 0,37 W075 MJ/hari
atau setara dengan 1,25 kali katabolisme puasa. Kebutuhan energi untuk kerja
berbanding lurus dengan lama kerja mengikuti model persamaan Ek = 0,003 Fs
°/Wom sedangkan kebutuhan energi untuk tumbuh besarnya 14,6 MJ setiap
kenaikkan 1 kg massa tubuh .
Penentuan kebutuhan protein dengan pendekatan percobaan pakan dan
pengukuran komposisi tubuh mendapatkan kebutuhan protein untuk hidup
pokok 2,51 W° g protein tercerna sedangkan kebutuhan protein untuk kerja
mengikuti model Pk = 12,59 4% g, Kebutuhan protein untuk tumbuh Pt = (258 +
1,25 We”) AW g protein tercerna.WORK PERFORMANCE OF FEMALE SWAMP BUFFALOES
UNDER VARIOUS WORK LOADS AND ITS IMPLICATION
‘TO FOOD ENERGY AND PROTEIN REQUIREMENTS
ABSRACT
The information about the nutrient requirement of draft animals,
especially buffalo, in the tropic area is still limited, so that the nutrient
requirement of draft animals in every stage of draft load is needed to be done.
A female swamp buffaloes with body weight of 280 - 350 kg were used in this
study. The experiments were carried out in two step using 4 x 4 latin square
experiment design. First experiment consisted of four level of work load. A
no work, B, C and D pulled load equivalent to 5%, 10% and 15% of body
weight respectively. All buffaloes were subjected to similar work regime for 3
hours daily. Second experiment also consisted of four level of work. A no
work, B, C and D work amounting 450 - 500 Newton traction for 1, 2 and 3
hours duration daily respectively.
The energy expenditure for work was calculated with factorial
methods (Lawrence, 1985), energy and nitrogen balance trial were carried out
to calculated metabolizable energy (ME). The body composition could be
done by measuring the body dencity to define protein, fat and energy
retention (RE). Daily heat production (PP) was calculated as the differencesbetween ME and RE. Daily energy for work was calculated as: PPworking -
PPresting.
Dry matter digestibility was not influenced by the intensity of work. In
contrast, the increase of work load caused the decrease of fat, protein and
energy retention. The heat production of resting buffalo was 30.42 MJ/d or
equal to 0.42 W075 MJ/d, and energy expenditure for maintenance was 0.37
Wo7 MJ/d. Energy expenditure for work calculated were 9.56; 20.00 and
25.86 MJ for treatments 1 hour, 2 hours and 3 hours respectively. The
relationship between energy expenditure for work (Ek) and work loads (F),
work period (t) and body weight (W) was formulated matematically as
follows: Ek = 0,003 F'43 (0/Wo Further the relation between energy for
work (Ek) and heart rate (HR) was formulated as Ek = (0.270 HR®* - 1) Wt
KJ.
The protein requirement for maintenance on buffalo was 251 W0 g.
The protein requirement was increased simultaneously due to the increasing
of work period and the relationship between protein requirement for work
(Pk) and work period (t) was defined as Pk = 12,59 e% ' g. Protein
requirement for growth (Pg) was found with the equation Pg = (258 + 1.25
Wor) AWkg 8.
viiKINERJA KERBAU BETINA PADA BERBAGAI
BEBAN KERJA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP
KEBUTUHAN ENERGI DAN PROTEIN PAKAN
Oleh
IGEDE MAHARDIKA
PYK: 91.511
Disertasi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
DOKTOR
pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1996Judul Disertasi : KINERJA KERBAU BETINA PADA BERBAGAI
BEBAN KERJA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP
KEBUTUHAN ENERGI DAN PROTEIN PAKAN.
Nama Mahasiswa_: I ede Mahardika.
Nomor Pokok —_:91.511/Ilmu Ternak.
1. KomisKPembimbing
yi rind
(Prof. Dr. Djokowoerjo Sastradipradia)
Ketua
i“ ‘
L aah
/ (Prof. Dr. Toha Sutardi) (Dr. Ir. Rartiarso)
Anggota ‘Anggota
ais Beoko—
(Prof. Dr. Klaus Becker)
Anggota Anggota
2. Ketua Program Studi
Ilmu TernakRIWAYAT HIDUP
I Gede Mahardika adalah putra pertama yang dilahirkan pada tanggal 18
Maret 1960 di Desa Baluk, Kecamatan Negara, Daerah Tingkat II Jembrana,
Propinsi Bali dari pasangan I Wayan Welun (ayah) dan Ni Wayan Wersih (ibu).
Pada tahun 1972 menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dari Sekolah
Dasar I Baluk dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama I
Negara pada tahun 1973 serta Sekolah Menengah Atas I Singaraja tahun 1976.
Pengalaman masa kecil sebagai anak seorang petani peternak mendorong
untuk memasuki Fakultas Peternakan Universitas Udayana tahun 1979 dan
memperoleh gelar Sarjana Peternakan tahun 1984. Pada tahun 1988 mendapat
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi IImu Ternak,
Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menmperoleh gelar Magister
Sains tahun 1990. Tahun 1991 mengikuti program doktor pada Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan bantuan biaya dari Tim
Manajemen Program Doktor serta biaya penelitian dari Proyek Penelitian Hibah
Bersaing IL Pada tahun 1994 berkesempatan mengikuti Shorterm Training
mengenai Mask Calorimetry di Universitas Hohenheim Jerman selama 6 bulan.
Penulis menikah dengan Ni Nyoman Sriyani pada tahun 1985 dan
dikaruniai dua orang putri masing-masing Ni Putu Sri Mahayani (10 Th) dan Ni
Made Mahaprastya Udiyani (6 Th).Pada tahun 1984 - 1986 penulis bekerja sebagai Area Supervisor untuk
wilayah Bali dan Lombok pada pabrik makanan ternak “Bamaindo Foodstuff”.
Tahun 1985 sampai sekarang menjadi staf pengajar di bagian Nutrisi dan
Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bali.
xiKATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas karunianya penulis dapat menyelesaikan penelitian serta
penulisan disertasi ini.
Pada kesempatan yang berbahagia ini ijinkanlah penulis menyampaikan
penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr.
Djokowoerjo Sastradipradja, sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Toha
Sutardi, Dr. Ir. Kartiarso, Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah dan Prof. Dr. Klaus
Becker masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala
bimbingan, arahan serta saran-saran yang diberikan selama penulis mengikuti
pendidikan di Program Pascasarjana IPB.
Kepada Bapak Rektor Institut Pertanian Bogor, Rektor Universitas
Udayana, Direktur Program Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Udayana serta Ketua Program Studi Imu Terak penulis
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala fasilitas dan
dorongan yang diberikan selama penulis mengikuti program ini.
Ucapan terimakasih penulis sampikan kepada Ketua Tim Manajemen
Program Doktor, Yayasan Supersemar atas bantuan biaya yang diberikan.
Kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, DirektoratPendidikan Tinggi penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan biaya
penelitian yang diberikan melalui Proyek Penelitian Hibah Bersaing IL
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada bapak
Prof. Dr. Asikin Natasasmita, atas kemurahan hati beliau yang telah memberikan
ijin kepada saya untuk melakukan pengolahan data dari disertasinya, sehingga
didapatkan suatu formula yang dapat penulis pakai di dalam penentuan protein
tubuh kerbau.
Kepada Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (Punhawacana) Bali di IPB,
penulis mengucapkan terimakasih yang, sebesar-besarnya atas segala dorongan,
motivasi dan suasana kekeluargaan yang diberikan selama penulis mengikuti
pendidikan di IPB. Teman-teman sejawat yang secara langsung maupun tidak
langsung ikut membantu penulis dalam masa-masa penelitian dan penulisan
disertasi penulis ucapkan banyak terimakasih.
Kepada keluarga di rumah, penulis mengucapkan terima- kasih atas
segala pengertiannya dan motivasi yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini.
Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan namun
penulis berharap semoga apa yang penulis lakukan dapat memberikan
sumbangan kepada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
xiiiDAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN..
ABSRACT.....
JUDUL...
LEMBAR PENGESAHAN....
RIWAYAT HIDUP.
KATA PENGANTAR....
DAFTAR ISL.
DAFTAR TABEL...
DAFTAR GAMBAI
PENDAHULUAN
Latar Belakang.
Tujuan...
Manfaat....
TINJAUAN PUSTAKA
Kerbau sebagai Ternak Kerja.
Teknik-teknik untuk Mengukur Produksi Panas/Energi ....
Kebutuhan Energi untuk Kerja.
Pengaruh Kerja terhadap Nilai-nilai Fisiologis. 16
Metabolisme Karbohidrat, Lemak dan Protein. 19tL
BAHAN DAN METODE
Ternak....
Pakan dan Air Minum...
Kandang...
Alat-alat.
Tempat Penelitian...
Rancangan Percobaai
Analisis Statistil
HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi Metodologi Pengukuran Nadi .
Pengukuran Energi secara Faktorial
Kecepatan dan Jarak.....
Energi untuk Kerja...
Energi Mekanik dan Efisiensi Kerja.
Biokimia Darah dan Nilai-Nilai Faal...
Glukose, Laktat dan Trigliserida Darah.
Temperatur Kulit, Temperatur Rektal dan Frekwensi
Nafas... -
Konsumsi Pakan, Massa Tubuh dan Kecernaan Bahan
Kering...
Neraca Energi
Produksi panas dan kebutuhan energi kerja.
47
49
50Vi.
Denyut Nadi dan Energi Kerja.
Perhitungan Kebutuhan Energi dan Protein...
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan..
Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xviDAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Pencurahan Tenaga Kerja dalam Usahatani,
2. Rata-rata Konsentrasi Metabolit di dalam Darah
Sebelum dan Sesudah Kerja..
3 . Kadar Hb, RBC, PCV, Leukosit dan pH darah
kerbau yang telah terlatih.
24
4 . Pengukuran Denyut Nadi dengan Polar Sport
Tester dan dengan Stetoskope.
5 . Kecepatan dan Jarak yang dapat Ditempuh oleh
Kerbau yang Bekerja dengan Beban Kerja Berbeda....
6 . Kebutuhan Energi untuk Kerja pada Kerbau dengan
Beban Kerja Berbeda....
51
7 . Penampilan Kerbau yang Bekerja dengan berbagai Lama Kerja...... 53
8 . Kerja Mekanik dan Efisiensi Kerja Kerbau pada Beban Kerja
Berbeda.... 55
9 . Kadar betahidroksi butirat pada berbagai lama kerja. 58
10. Konsumsi Pakan, Perubahan Massa tubuh dan KCBK pakan dari
Kerbau pada Berbagai Lama Kerja. . 67
11. Pengaruh Kerja terhadap Perubahan Komposisi Tubuh Kerbau....... 68
12.. Retensi Lemak, Protein dan Energi Kerbau yang Bekerja pada
Lama Kerja Berbeda.... 6
13. Jumlah Urin dan Nitrogen yang Dikeluarkan oleh Kerbau pada
Berbagai Beban Kerja. 7
14 . Neraca Energi pada Kerbau yang Bekerja dengan Lama Berbeda..._ 7315.. Denyut Nadi (HR) dan Pengeluaran Energi untukKerja (Ek) pada
Kerbau.... %
16 . Data Kebutuhan Energi dan Protein pada Kerbau Betina
Umur 2-4 tahun yang Bekerja di Bawah Naungan. a
17. Komposisi Ransum Kerbau dengan Massa Tubuh 300 kg dan
bekerja 1, 2dan3jam/hari, kenaikkan massa tubuh 0-0,5 kh/h... 88DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Skema Glikolisis dan Siklus Asam Sitrat....
2. Jalur Oksidasi dari Asam Amino.
3. Konstruksi Kandang Penelitian...
4. Alat Beban Tarik (Sledge).
5. Komponen gaya tarik pada proses kerja tarik dengan beban B dan
sudut tarikan a.. ee
6. Pengukuran Energi dengan Metode Faktorial..
7 . Mengukur Volume Tubuh Ternak dalam Bak..
8. Rangkaian antara Elektrode, Aplifier Operasionaldan Transmiter..... 40
9. Skema Amplifier Operasional.
10. Kurva Kalibrasi Pengukuran Denyut Nadi.....
11. Konsentrasi Glukose Plasma Darah Kerbau pada Berbagai Waktu
dan Beban Kerja... .
12. Konsentrasi Trigliserida Plasma Darah Kerbau pada Berbagai
Waktu dan Beban Kerja.
13. Konsentrasi Asam Laktat Plasma Darah Kerbau yang Bekerja
pada Lama dan Beban Kerja Berbeda...
14. Temperatur Kulit Kerbau pada Berbagai Waktu dan Beban Kerja... 61
15. Temperatur Rektal Kerbau pada Berbagai Waktu dan Beban Kerja. 62
16. Frekwensi Nafas Kerbau pada Berbagai Waktu dan Beban Kerja... 6317. Kurva Hubungan antara Retensi Lemak dan Retensi Protein
dengan Beban Kerja.
18. Kurva Perbandingan anatar Energi Metabolis (ME), Produksi
Panas (PP), Retensi Energi (RE) dan Energi untuk Kerja (Ek).
19, Denyut Nadi Kerbau pada Berbagai Kondisi Kerja..
20. Hubungan antara Denyut Nadi dengan Pengeluaran Energi untuk
Kerja pada Kerbau..
x1. PENDAHULUAN
Latar Belakang,
Meningkatnya jumlah penduduk menuntut tersedianya bahan pangan
yang lebih banyak pula, terutama hasil-hasil pertanian yang secara langsung
maupun tak langsung dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Untuk
tujuan itu sangat diperlukan peningkatan produktifitas hasil pertanian baik
dengan cara intensifikasi atau ekstensifikasi.
Intensifikasi dapat dilakukan dengan perbaikan panca usaha tani,
sedangkan ekstensifikasi dapat dilakukan dengan membuka areal baru
seperti pada daerah-daerah transmigrasi. Keadaan ini akan menyebabkan
peningkatan permintaan akan tenaga kerja dalam bidang pertanian. Sumber
tenaga kerja untuk mengolah lahan dapat dipenuhi dari tenaga ternak (sapi
dan kerbu) maupun dari tenaga mesin (traktor). Di negara-negara
berkembang seperti Indonesia yang luas pemilikan tanahnya sempit,
pemanfaatan tenaga ternak lebih efisien dibandingkan dengan traktor. Hal
lain yang mendukung penggunaan tenaga ternak adalah modal yang
diperlukan untuk mendapatkan ternak tidak terlalu besar, pengetahuan
petani kita terhadap mesin masih kurang, dapat menghemat penggunaan
minyak bumi serta adanya integrasi antara ternak dengan usahatani yang
dilakukan. Kamaruddin dan Irwanto (1996) menyatakan bahwa sumbertenaga kerja untuk pertanian di Indonesia sampai tahun 2005 masih
didominasi oleh tenaga ternak.
Sistem peternakan di Indonesia yang sebagian besar dilakukan oleh
petani kecil memberikan manfaat yang tidak kecil terhadap usahatani yang,
dilakukan. Di satu pihak hasil ikutan dari usahatani merupakan sumber
potensial bagi penyediaan makanan ternak, sedangkan di lain pihak ternak
dapat membantu pelaksanaan dan pembiayaan usahatani sebagai sumber
tenaga kerja dan penghasil pupuk. Integrasi demikian merupakan potensi
sosial ekonomi yang mendukung kehadiran ternak sebagai tulang punggung,
kekayaan nasional dalam menunjang usahatani.
Pengembangan pertanian seyogyanya diselenggarakan dengan tujuan
meningkatkan efisiensi usaha dalam suatu sistem yang telah berlaku dengan
mempertimbangkan kendala-kendala yang ada. ‘Ternak hendaknya
dimanfaatkan dengan cara-cara tertentu berdasarkan sifatnya masing-masing
sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungannya, sehingga manfaatnya
menjadi lebih tepat guna dalam melayani kebutuhan manusia. Sehubungan
dengan hal itu, maka penggunaan kerbau sebagai sumber tenaga kerja dalam
usahatani seperti kebanyakan petani di negara berkembang adalah suatu hal
yang sangat rasional.
Kerbau sebagai salah satu ternak kerja mempunyai peranan yang
sangat penting sebagai sumber tenaga kerja, Pemanfaatan jasa kerbausebagai sumber tenaga kerja tidak hanya terbatas untuk pengolahan tanah,
tetapi memberikan peluang untuk dimanfaatkan sebagai sumber tenaga di
dalam pengembangan industri kecil di pedesaan.
Besarnya jumlah hewan yang digunakan sebagai ternak kerja dan
kepentingannya dalam pembangunan pertanian memaksa kita bersikap
untuk menggunakannya secara efisien dengan memberikannya makanan
yang cukup. Pemberian jumlah energi yang cukup untuk penampilan dan
produksi yang optimum adalah penting untuk mengetahui penggunaan
energi ternak kerja pada kondisi dimana mereka bekerja. Informasi yang ada
untuk pendugaan kebutuhan energi ternak kerja sangat terbatas dan
pendugaan sekarang yang terbaik untuk sapi dan kerbau adalah antara 1,25
kali hidup pokok (Pearson, 1988) sampai 1,80 kali hidup pokok (Lawrence,
1985). Penggunaan yang sesungguhnya adalah proporsional dengan tipe
pekerjaan dan beban kerja yang kedua-duanya tidak dapat dipisahkan.
Untuk estimasi kebutuhan energi harus diukur pada berbagai beban kerja
dan kebutuhan yang diprediksi sesuai pengeluaran kerja. Terbatasnya
informasi tentang kebutuhan nutrisi kerbau kerja disebabkan karena
terbatasnya metode yang bisa dipakai untuk menentukan kebutuhan nutrisi
pada hewan-hewan hidup bebas seperti pada saat kerja.Pengukuran energi dari monitoring denyut jantung dianggap
memuaskan untuk berbagai aplikasi lapangan pada manusia (Ceesay ef al.,
1989), sedangkan Rometsch dan Becker (1993) mendapatkan denyut nadi
berkorelasi positif dengan beban kerja.
Tujuan
Dari kenyataan tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah
Menemukan suatu teknik lapang yang dapat dipakai untuk menentukan
kebutuhan gizi kerbau kerja yang didasarkan kepada pengukuran-
pengukuran mekanik, keseimbangan pakan yang disertai dengan
pengukuran komposisi tubuh serta prediksi kebutuhan energi untuk kerja
dari pengukuran denyut jantung. Dari semua informasi yang didapat maka
akan ditentukan:
1. Menemukan konstanta-konstanta baru yang dapat dipakai untuk
menghitung kebutuhan energi untuk kerja yang didasarkan atas
pengukuran-pengukuran mekanis dengan memperhitungkan proses
fisiologi yang mengiringi aktifitas kerja.
2. Memantapkan konsep penentuan kebutuhan energi untuk kerja
dalam bentuk formula yang menyatakan hubungan antara denyut
nadi dengan kebutuhan energi untuk kerja dengan memperhatikan
massa tubuh dan lama kerja.3. Menentukan kebutuhan energi dan protein pada kerbau kerja pada
berbagai beban kerja yang dapat dipakai sebagai dasar dalam
penentuan kebutuhan gizi ternak kerja serta informasi dalam
penyusunan ransum ternak kerja dari bahan-bahan lokal yang ada
sehingga memenuhi kebutuhan untuk berproduksi secara optimum.
4. Memperoleh informasi mengenai pengaruh kerja terhadap nilai-nilai
fisiologis serta beberapa aspek nutrisi.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang ternak kerja,
terutama sekali pengembangan teknik-teknik pengukuran kebutuhan gizi
ternak kerja. Di samping itu hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai suatu
acuan di dalam penyusunan ransum ternak kerja.IL. TINJAUAN PUSTAKA
Kerbau sebagai Ternak Kerja
Kerbau merupakan ternak yang mempunyai peranan yang penting
dalam bidang pertanian. Di Indonesia pemeliharaan kerbau sebagian besar
ditujukan sebagai sumber tenaga kerja untuk mengolah lahan pertanian,
sehingga perhatian terhadap pertumbuhan dan kualitas dagingnya kurang
tampak. Kerbau dapat dianggap sebagai suatu traktor hidup yang tidak
memerlukan banyak modal untuk dibeli serta tidak memerlukan bahan bakar
yang mahal. Keistimewaan lain dari kerbau adalah dapat bekerja pada lahan
yang sempit atau lereng yang agak curam. Di samping itu kerbau dapat
bekerja selama 10 tahun, bahkan ada yang umurnya mencapai 20 tahun, dan
selama masa tugasnya itu, ia tidak memerlukan penggantian suku cadang
seperti yang sering terjadi pada traktor dan alat mekanisasi yang lain.
Usahatani di negara-negara berkembang pada umumnya lebih banyak
menggunakan tenaga ternak dan tenaga manusia dari pada menggunakan
tenaga mesin, sementara di negara-negara maju lebih banyak menggunakan
tenaga mesin (Tabel 1).
Sebagian besar kerbau digunakan sebagai ternak kerja untuk mengolah
tanah dan menarik beban. Penggunaan kerbau sebagai ternak kerja pada
umumnya 3 - 5 jam/hari. Hardiyan (1989) menyatakan bahwa kerbau padaumumnya digunakan pada dua musim tanam dimana untuk setiap musim
tanam dipekerjakan sekitar 25 - 30 hari, dengan waktu kerja pada pagi hari
pukul 6.00 - 10.00 dan sore hari pukul 15.00 - 18.00.
Tabel 1. Pencurahan Tenaga Kerja dalam Usaha Tani (dalam jutaan)
Sumber tenaga kerja
Negara Luas Manusia Ternak Mesin’
(ha) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%)
1. Negara 479 125 2 250 52 104 22
berkembang
2. Negara maju 644 “7 6 1 537 82
Sumber: Ramaswamy (1985)
Kerbau mempunyai kemampuan yang terbatas, oleh karena itu beban
kerja yang diberikan perlu disesuaikan, Pada umumnya kekuatan kerbau
menarik beban berbanding lurus dengan massa tubuhnya. Menurut Goe
(1983) kekuatan tarik kerbau antara 10 -14% dari masa badannya pada
kecepatan 2,5 - 4 km/jam. Teleni dan Hogan (1989) mendapatkan bahwa sapi
dan kerbau dapat menarik beban yang beratnya 11% dari masa badannya
dengan kecepatan 2,5 km/jam selama 3 jam. Di Thailand kerbau digunakan
untuk kerja selama 60 - 146 hari/tahun atau rata-rata 122 hari, dengan waktu
kerja 5 jam setiap hari dan dapat mengerjakan lahan 0,02 - 0,06 hektar/jam.
Kerbau yang dipekerjakan selama 7 jam/hari dapat mengolah lahan 3,7hektar selama 3 bulan atau rata-rata 1 hektar selama 24 hari kerja (Falvey,
1987).
Santosa et al. (1987) melaporkan bahwa kerbau yang dipekerjakan pada
pagi hari selama 1,5 - 3,5 jam/hari dalam satu musim tanam, akan dapat
mengerjakan sawah seluas 2,28 heKtar, tetapi bila dipekerjakan pagi dan sore
hari selama 2,5 - 6 jam/hari dapat mengerjakan sawah rata-rata 3,18 hektar.
Matthews dan Pullen (1977) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi kemampuan kerja kerbau, antara lain umur, temperatur
lingkungan, terik matahari, kelembaban serta tipe dan kekerasan tanah. Di
samping jenis ternak, jenis kelamin juga mempengaruhi kemampuan kerja.
Kerbau jantan pada umumnya lebih kuat dan lebih lincah dibandingkan
kerbau betina.
Teknik-teknik untuk Mengukur Produksi Panas/Energi
Penggunaan energi biasanya dihitung dari pengukuran di dalam bilik
respirasi, yaitu dengan mengukur konsumsi oksigen dan produksi karbon
dioksida serta produk-produk akhir dari metabolisme seperti metan dan
nitrogen urin, dan menghitungnya dengan menggunakan rumus-rumus Weir
atau Brouwer (McLean dan Tobin, 1987). Sementara itu bilik respirasi hanya
dapat memberikan hasil yang berguna untuk ternak yang dikandangkan, cara
itu tidak dapat mencerminkan kondisi lapangan dimana keadaan iklim danlingkungan sosial dapat memberi dampak, karena hewan lebih banyak
melakukan kerja otot dalam aktifitasnya. Untuk memperoleh nilai kebutuhan
energi dalam keadaan hidup bebas dalam kondisi tertentu seperti pada saat
kerja, diperlukan teknik-teknik yang memungkinkan pengukuran tanpa
kekangan dalam keadaan hidup bebas.
Metode Faktorial
Lawrence (1985) mengembangkan teknik yang didasarkan atas
pengukuran-pengukuran mekanik untuk mengukur pengeluaran energi
untuk kerja. Teknik ini disebut metode faktorial. Teknik ini didasarkan atas
pengukuran energi untuk berjalan, energi untuk membawa beban dan energi
untuk menarik beban. Metode ini melibatkan pengukuran-pengukuran gaya
tarik, massa tubuh ternak, jarak berjalan dan sudut tarikan.
a. Energi untuk berjalan dihitung dengan:
Ea=aWL.... 1
dimana:
energi untuk berjalan (KJ)
W : massa tubuh ternak (kg)
L : jarak berjalan (km)
a :2,1 joule
b. Energi untuk membawa beban dihitung dengan:
Eb=b(Fsina)L. a2)
dimana:
Eb: energi untuk membawa beban (KJ)
F : beban (N)10
@ : susut tarikan
L: jarak (km)
b: 4,2 joule
c. Energi untuk menarik beban dihitung dengan:
Ec = (F cos a) L/c..
diamana:
Ec: energi untuk menarik beban (KJ)
¢:0,35 yaitu efisiensi kerja mekanik
Total energi untuk kerja adalah:
Ek =Ea+Eb+ Ec...
Teknik Masker
Di Stuttgart, oleh Clar et el. (1992) dikembangkan teknik masker untuk
mengukur produksi panas pada hewan kerja. Teknik ini didasarkan atas
pengukuran gas-gas respirasi seperti mengukur konsumsi Oz dan produksi
CO, dan CHy. Pengukuran dilakukan dengan memakai masker yang
dipasang pada mulut ternak dan dihubungkan dengan sebuah gasmeter
untuk mengetahui volume gas ekspirasi. Sampel gas ekspirasi ditampung,
dalam sebuah kantong yang selanjutnya siap dianalisis kandungan CH, dan
CO2 dengan infrared-gas analyzer, sedangkan kadar O2 dianalisis dengan
paramagnetik oxygen analyzer, Produksi panas ditentukan dengan mengguna-
kan formula PP = 20,5 VO: (McLean, 1986). Pada teknik masker ini
pengukuran hanya memungkinkan dalam waktu yang singkat (3 menit) yangauy
selanjutnya dikalikan dengan lama aktifitas. Ini merupakan salah satu
kelemahan teknik itu, terutama sekali bila diinginkan pengukuran dalam
waktu yang lama.
Air Berat Berlabel Ganda
Nolet ef al. (1992) melakukan percobaan untuk mengukur produksi
panas untuk aktifitas pada angsa dengan teknik perunutan dengan air yang
berlabel ganda (DLW). Teknik ini sebenarnya memberikan pendekatan yang
terbaik untuk menjawab masalah penggunaan energi dalam keadaan hidup
bebas seperti pada saat kerja. Teknik ini didasarkan atas observasi bahwa
pembaharuan oksigen air pada tubuh hewan lebih besar dari hidrogen air.
Kedua unsur tersebut keluar tubuh sebagai air, tetapi oksigen juga keluar
sebagai CO2. Dengan merunut air tubuh dengan H? dan O'* serta melakukan
observasi secara diferensial, dimungkinkan mengukur produksi COz. Metode
telah diketahui mempunyai akurasi yang sangat tinggi. Namun DLW
sangat mahal dan memerlukan alat analisis yang sangat canggih untuk isotop
stabil, oleh karena itu dalam aplikasi sangat sulit dilakukan, kecuali sebagai
metode untuk validasi.
Pengukuran Denyut Nadi
Penentuan kebutuhan energi dari monitoring denyut jantung
dianggap memuaskan untuk berbagai aplikasi lapangan pada manusia. Dimasa lalu korelasi denyut jantung dengan penggunaan energi pada sapi dan
kerbau dianggap rendah (Richards dan Lawrence, 1984). Kajian di Stuttgart
dan Mali, denyut jantung dan pengeluaran energi berkorelasi tinggi (r=0,94)
(Rometsch dan Becker, 1993; Holmes ef al., 1976), namun estimasi yang lebih
tepat dari pengeluaran energi dalam kondisi lapangan perlu ditetapkan.
Ceesay et al. (1989) melakukan penelitian dengan membandingkan
pengukuran produksi panas dengan teknik pengukuran denyut nadi dengan
produksi panas yang diukur dengan kalorimetri. Didapatkan bahwa kedua
teknik ini mempunyai korelasi yang cukup tinggi (R?= 0,88, n= 20).
Pengukuran Keseimbangan Pakan dan Komposisi Tubuh
Metode lain yang bisa dikembangkan untuk menentukan produksi
panas pada hewan yang hidup bebas adalah dengan melakukan pengukuran
perubahan komposisi tubuh. Dalam metode ini disertai dengan melakukan
pengukuran energi metabolis (ME) dengan percobaan neraca energi. Pada
hewan kecil prosedur yang bisa dikerjakan adalah dengan mengorbankan
contoh jaringan-jaringan yang representatif dari hewan pada permulaan
percobaan untuk menentukan kadar lemak, protein dan energi tubuh. Segera
setelah itu percobaan makanan dilakukan. Pada akhir perlakuan hewan
dipotong dan jaringan tubuhnya dianalisa protein lemak dan energinya
untuk mengetahui perubahan zat-zat tersebut selama percobaan. Produksi13,
panas dapat dihitung dengan mengurangi ME dengan perubahan energi
tubuh.
Pada hewan besar masalahnya adalah kesulitan untuk mendapatkan
contoh jaringan yang representatif di samping pemotongan pada hewan besar
menuntut biaya yang cukup mahal. Masalah ini akan dapat diatasi bila kadar
protein, lemak dan energi jaringan dapat ditentukan dengan metode tanpa
merusak tubuh hewan (kaedah non-invasif).
Rule ef al. (1986) telah mengembangkan teknik penentuan komposisi
tubuh hewan dengan mengukur kadar air tubuh dengan ruang distribusi
urea. Namun formula yang dikembangkan oleh Rule untuk sapi perah
memberikan hasil yang kurang memuaskan pada beberapa percobaan di
Indonesia jika diterapkan pada ternak kambing dan domba (Sastradipradja et
al., 1995). Di samping metode itu, telah banyak pula dikembangkan metode-
metode pengukuran komposisi tubuh seperti pelarutan isotop, Total Body
electrical Conductivity (TOBEC), Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) serta
Skinfold Thickness (Power and Howley, 1991). Namun teknik-teknik tersebut
relatif mahal dan memerlukan peralatan yang harus distandarisasi terlebih
dahulu.
Kleiber (1961) mengulas teknik pengukuran lemak dan protein tubuh
yang didasarkan atas pengukuran berat jenis tubuh. Hal ini didasarkan pada14
suatu kenyataan bahwa tubuh terdiri dari lemak dan bagian bukan lemak
(lean). Lemak mempunyai masa jenis yang lebih kecil dari bagian bukan
lemak (lean). Bila masa jenis tubuh diketahui maka berat lemak dapat
dihitung. Pengukuran masa jenis tubuh dilakukan dengan prinsip Hukum
Archimedes yaitu dengan menimbang berat ternak dan mengukur volume
tubuh hewan. Volume tubuh hewan dapat diukur dengan menimbang ternak
di dalam air atau dengan memasukan ternak ke dalam air kemudian diukur
perubahan permukaan air atau jumalah air yang keluar dari bak tersebut.
Komposisi tubuh ternak dipengaruhi oleh jenis ternak, umur dan
makanan yang dimakan. Secara umum komposisi tubuh hewan dewasa
adalah 59% air, 16% protein, 20% lemak, 4% abu dan. kurang dari 1%
karbohidrat (Tillman et al., 1986). Komponen yang paling banyak berubah
dari komposisi tersebut adalah air dan lemak. Kedua komponen tersebut
sangat dipengaruhi oleh umur dan makanan yang dimakan. Kadar air
cenderung mengalami penurunan dengan meningkatnya umur, tetapi kadar
lemak akan meningkat dengan meningkatnya umur hewan. Jadi ada suatu
hubungan negatif antara air dan lemak. Karkas sapi jantan yang diketahui
mengandung 20% lemak, kandungan airnya 60%, sedangkan sapi jantan yang
gemuk yang mengandung 40% lemak airnya hanya 42% (Tillman et al. 1986).15
Kadar protein tubuh relatif tetap pada berbagai umur. Kadar protein sangat
dipengaruhi oleh jenis hewan
Kebutuhan Energi untuk Kerja.
Kebutuhan energi untuk ternak kerja dipengaruhi oleh intensitas dan
lama kerja, kondisi lingkungan dan jenis pekerjaan serta masa badan ternak
tersebut (Bamualim dan Kartiarso, 1985). Beberapa hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa energi total yang digunakan oleh ternak untuk bekerja
dipengaruhi oleh beban kerja. Pada umumnya beban kerja diklasifikasikan
dalam tiga kelas yaitu kerja ringan, medium dan berat. Oleh karena itu
perhitungan energi sebaiknya didasarkan pada intensitas kerja (persentase
beban kerja terhadap masa badan ternak) dan produksi tenaga yang
dihasilkan (Goe dan McDowell, 1980).
Besaran yang biasa digunakan untuk menentukan kebutuhan energi
untuk kerja adalah dengan menyatakan berapa kali kebutuhan energi untuk
kerja dibandingkan dengan kebutuhan energi istirahat. Leng (1985)
menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk ternak yang bekerja _ringan
(berjalan tanpa beban 6 jam/hari) adalah 1,5 kali kebutuhan energi untuk
istirahat dan meningkat sampai 2 kali kebutuhan energi untuk istirahat untuk
ternak yang bekerja berat (membajak 6 jam/hari). Di lain pihak Goe dan
McDowell (1980) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk kerja pada16
kerbau sebesar 2,7 kali kebutuhan energi untuk hidup pokok, sedangkan hasil
penelitian Lawrence (1985) mendapatkan bahwa sapi memerlukan 1,67 kali
kebutuhan energi istirahat.
Pengaruh Kerja terhadap Nilai-nilai Fisiologis
Komarudin et al. (1991) meneliti pengaruh beban kerja terhadap
denyut jantung, laju pernapasan, temperatur rektal dan temperatur kulit pada
sapi Bali, sapi Ongole dan sapi Madura. Dari hasil penelitiannya didapatkan
bahwa ketiga sapi yang diberikan beban kerja 11,8% dari massa tubuhnya
mempunyai denyut jantung berturut-turut 60; 56 dan 58 kali permenit
sedangkan laju respirasinya 66; 39 dan 50 kali permenit. Tidak ada perbedaan
temperatur kulit dan temperatur rektal dari ketiga sapi tersebut.
Pengaruh radiasi matahari terhadap keadaan fisiologis sapi Bali,
Ongole dan Madura diteliti oleh Kamarudin dan Teleni (1991). Radiasi
matahari akan meningkatkan frekuensi denyut jantung, laju respirasi dan
temperatur kulit, tetapi tidak berpengaruh terhadap temperatur reKtal.
Teleni et al. (1991) melaporkan bahwa penggunaan ternak untuk kerja
akan mempengaruhi metabolit-metabolit di dalam darah (Tabel 2).
Peningkatan packed cell volume (PCV) selama bekerja disebabkan karena
adanya peningkatan pembuangan metabolit-metabolit dari tubuh, sedangkan7
peningkatan asam laktat disebabkan karena jalur glikolisis merupakan tapak
jalan yang penting dalam penggunaan glukosa menjadi energi.
Pemberian makanan yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas sangat penting untuk ternak kerja. Hal ini disebabkan karena tenaga
yang dihasilkan untuk kerja tidak lain berasal dari makanannya. Pemberian
makanan yang kurang akan menyebabkan gangguan-gangguan pada ternak
itu sendiri. Mengingat masih lebih banyaknya penggunaan ternak betina
sebagai tenaga kerja, maka sangat perlu diperhatikan bahwa beban kerja yang
diberikan tidak melampaui kemampuan ternak tersebut, serta makanan yang
diberikan mencukupi untuk keperluan produksi dan reproduksi.
Tabel 2. Rata-rata konsentrasi metabolit di dalam darah sebelum dan
sesudah kerja.
Variabel Sebelum kerja Kerja Recovery
1. Asam lemak bebas (mM) 0,806 1,227 0,925
2. Glukosa (mM) 3,229 3,600 3,202
3. Asam laktat (mM) 0,844 1,121 1,048
4. Urea (mM) 1,607 1777 2,022
5. PCV (%) 25 7 2B
Sumber: Teleni et al. (1991).18
Konsumsi pakan kerbau yang masanya 300 - 350 kg akan meningkat
dari 5,26 kg menjadi 6,26 kg DM/hari bila beban kerjanya ditingkatkan dari
tanpa beban menjadi bekerja dengan beban 50 kg yang dipekerjakan selama
14 hari, namun tidak ada perbedaan kenaikan masa badan dari kedua kerbau
tersebut (Bakrie ef al., 1989). Di lain pihak Borton (1987) menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan konsumsi pakan dari sapi yang dipekerjakan 2 jam/hari
dengan yang dipekerjakan 3 jam/hari. Hal ini sejalan dengan pendapat
Bamualim (1987) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan konsumsi
pakan antara kerbau yang menarik beban 80 kg selama 2 jam/hari dengan
kerbau yang tidak dipekerjakan, namun kenaikan masa badannya jauh lebih
tinggi pada kerbau yang tidak dipekerjakan. Ternak yang frekuensi
bekerjanya lebih berat mengkonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan
dengan ternak yang frekuensi bekerjanya lebih ringan. Namun pertambahan
masa badan/hari tidak menunjukkan perbedaan (Usri, 1988). Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi pakan pada ternak yang bekerja
lebih berat tidak dipergunakan untuk pertumbuhan tetapi digunakan untuk
memenuhi kebutuhan energi untuk kerja.
Pieterson dan Teleni (1991) mendapatkan bahwa kerbau yang
dipekerjakan dengan menarik beban 33 kg (11% dari massa tubuhnya) dan
berjalan dengan kecepatan 2,5 km/jam konsumsi pakannya akan lebih rendahdari kerbau yang tidak dipekerjakan, bila diberikan makanan yang
berkualitas jelek (jerami padi).
Metabolisme Karbohidrat Lemak dan Protein.
Pada ternak ruminansia karbohidrat makanan dirubah menjadi asam
asetat, propionat dan butirat. Asam propionat diserap dari rumen ke sirkulasi
darah dan dibawa ke hati membentuk glukosa. Asam butirat dirubah menjadi
B-hidroksibutirat kemudian bersama asam asetat dipakai oleh jaringan
sebagai sumber energi dan sintesa lemak.
Glukosa mengalami katabolisme melalui dua jalur jaitu jalur glikolitik
dan siklus asam sitrat. Jalur glikolitik terjadi dalam sitoplasma dimana
glukosa mengalami degradasi menjadi asam piruvat (Gambar 1).
Meskipun glikolisis dapat berlangsung dengan atau tanpa oksigen,
hasil energi untuk reaksi seluler lebih tinggi dalam keadaan aerobik. Dua mol
ATP dihasilkan dari tiap gula triose dalam reaksi dari 1,3-difosfogliserat
menjadi 3-fosfogliserat dan dari fosfoenolpiruvat menjadi piruvat, sehingga
jumlahnya 4 mol ATP. Namun dua mol ATP terpakai sehingga hasil netto
fosforilasi tingkat substrat adalah dua mol ATP. Bila kadar oksigen tinggi,
NADH yang disintesa dapat mengalami oksidasi melalui sistem transport
elektron dalam mitokondria. Fosforilasi oksidatif ini akan menghasilkan 6
mol ATP, sehingga jalur glikolisis menghasilkan 8 mol ATP.20
Glukose darah === Glukose-6-fosfat
I
Fruktose-1.6-difostat
I
Triose fosfat
Fosfoenol-piruvat => Gliserol
C02 ze Trigliserida
Asam piruvat
SS Laktat
coe _ Asam lemak
Asetil CoA
a keton
Asam asparlat=== Oksaloasetat Sitrat
co2
Asam glutamin
Suksinat
co2
0:
co2
Asam propionat
Gambar 1. Skema glikolisis dan siklus asam sitrat
(Harper, et al., 1979).21
Hasil akhir jalur glikolitik berupa asam piruvat dalam keadaan aerobik
dioksidasi_menghasilkan energi, CO, dan HzO melalui jalur siklus asam
sitrat. Oksidasi satu mol asam piruvat menghasilkan 15 mol ATP, sehingga
produksi netto dari oksidasi satu mol glukosa adalah 38 ATP (Harper et al,
1979) dengan perincian:
Satu mol glukosa -—-> 2 mol piruvat = 8 ATP.
Dua mol piruvat > COQ, +H20 = 30 ATP.
Total = 38 ATP.
Simpanan lemak dalam tubuh merupakan sumber energi utama bagi
tubuh. Depo lemak berupa trigliserida akan dihidrolisa menjadi gliserol dan
asam lemak bebas. Gliserol dapat dirubah menjadi glukosa melalui proses
glukoneogenesis Glukosa yang dihasilkan masuk siklus glikolisis dan siklus
asam sitrat untuk menghasilkan energi. Satu mol gliserol akan menghasilkan
21 mol ATP dengan perician:
2 mol gliserol ——-> 2 mol dehidro aseton = 4 ATP
fosfat.
2 mol dehidroaseton fosfat —> 1 mol glukosa
1 mol glukosa > CO2 + HO = 38 ATP
2 mol gliserol = 42 ATP
Tiga asam lemak yang dibebaskan dari hidrolisa trigliserida akan
didegradasi menghasilkan energi, CO2 dan HO. Oksidasi yang terjadi padaasam-asam lemak berantai panjang adalah suatu reaksi bertahap yang
meliputi pemindahan dua atom karbon dari ujung cincin asam lemak alifatik
yang dikenal dengan nama reaksi beta oksidasi. Hasil dari beta oksidasi
adalah molekul-molekul asetil yang dapat masuk ke dalam siklus asam sitrat
untuk menghasilkan energi.
Serin
Glisin
Sistin
Sistein
Alanin
Triptophan
Hidroksiprotin
Metionin
Asam aspariai}> Oksaloasetat
Fenilalanin
Tirosin
t-> Fumarat
> Piruvat
Asetil CoA <— Lisin
‘Suksinil Co A
Valin
Treonin
Fenilalanin
Tirosin
Leusin
Isoleusin
Prolin
Asam glutamat
Histidin
Arginin
Keloglutarat
Gambar 2. Jalur oksidasi dari asam amino
(Harper et al,, 1979).Asam amino dapat pula dioksidasi untuk menghasilkan energi,
terutama pada saat persediaan glukosa dan lemak yang terbatas. Keadaan ini
biasanya terjadi pada objek-objek yang bekerja keras dalam waktu yang lama.
Tahap pertama dari degradasi asam amino adalah deaminasi, dimana gugus
amino dipindahkan sehingga menghasilkan gugus alfa-keto. Gugus alfa-keto
akan masuk dalam siklus asam sitrat menghasilkan energi (Gambar 2),
sedangkan amonia yang dihasilkan dibawa ke hati untuk diubah menjadi
urea yang kemudian dikeluarkan melalui urine.I. BAHAN DAN METODE
Ternak
Empat ekor kerbau betina yang massanya 280 - 380 kg, Kerbau-
kerbau ini terlebih dahulu dilatih untuk menarik beban selama 3 jam/hari
selama 2 - 3 bulan. Latihan juga dilakukan untuk membiasakan kerbau
menggunakan alat-alat yang dipakai. Ternak-ternak yang telah terlatih ini,
kemudian dinilai kesegaran tubuhnya untuk mengetahui kesiapannya
dengan melakukan pengukuran kadar Hb, sel darah merah (RBC), PCV,
leukosit dan pH (Tabel 3).
Tabel 3. Kadar Hb, RBC, PCV, Leukosit dan pH darah kerbau yang,
telah terlatih.
No Hb RBC PCV Leukosit | pH
(g/dl) (ul) (%) kr)
1 18,8 6.7 x 10° 42 11.3 x 10° 7A1
2 14,7 5,5 x 106 47 85 x10 743
3 13,4 6,2 x 10° 34 86x10 7A2
4 15,1 5,7 x 106 35 12,2. x10 7,36
Melihat data tersebut diatas nampak bahwa kondisi kerbau yang
dipakai penelitian adalah sudah siap untuk kerja.23
Pakan dan Air Minum.
Makanan yang diberikan selama penelitian adalah rumput raja (King
grass/ Penisetum purpureum x Penisetum tipoides) umur 45 - 55 hari dalam
bentuk segar yang ditanam pada lokasi yang sama sehingga komposisi zat
makanan rumput konstan, Semua kerbau mendapatkan makanan yang sama
yang diberikan secara ad-libitum. Air minum diambil dari air sumur yang
diberikan 2 kali sehari secara ad-libituan .
Kandang
Jenis kandang yang digunakan adalah kandang individu yang masing-
masing dilengkapi dengan tempat makanan dan air minum. Kandang juga
dilengkapi dengan tempat penampungan kotoran dan urin (Gambar 3).
Alat-alat
Peralatan yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah
sledge (gerobak tanpa roda) yaitu sebagai alat beban tarik yang dilengkapi
dengan timbangan (merk shelter) untuk mengukur besarnya beban (Gambar
4), alat mengukur jarak, “Polar Sport Tester” buatan Finlandia yaitu alat
untuk mengukur denyut jantung secara kontinyu. Alat ini telah dilengkapi
dengan sabuk elektrode yang sesuai untuk kerbau yang dibuat sendiri serta
amplifier operasional, kolam (bak) untuk mengukur volume tubuh hewan,
stop watch serta personal computer.26
Keterangan:
a. Tempat pakan d. Plastik penampung urin
b. Tempat air minum e. Penampungan urin
c. Lantai kandang
Gambar 3. Konstruksi kandang penelitian
Tempat penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan di Desa Candikusuma, Kecamatan.
Melaya, Kanbupaten Daerah Tingkat II Jembrana, Propinsi Bali. Tekstur
tanahnya lempung berpasir, temperatur udara 24 - 32° C dan kelembaban
udara pada saat penelitian 75 - 90%. Kondisi tempat penelitian di bawah7
naungan pohon kelapa dengan tingkat radiasi 60-70%. Analisis laboratorium
dilakukan di Laboratorium Imu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Udayana dan Laboratorium Imu Nutrisi dan
Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Keteranga:
a. Timbangan pengukur gaya
b. Tempat meletakkan beban
c. Yoke
Gambar 4. Alat beban tarik (Sledge)Rancangan Percobaan
Percobaan I
Percobaan pertama menggunakan rancangan bujur sangkar latin
dengan empat perlakuan (beban) dan empat ulangan. Perlakuan-perlakuan
yang diberikan adalah:
Perlakuan A: Kerbau yang tidak bekerja (tetap di dalam kandang).
Perlakuan B: Kerbau yang bekerja dengan beban tarik 5% massa
tubuh.
Perlakuan C: Kerbau yang bekerja dengan beban tarik 10% massa
tubuh.
Perlakuan D: Kerbau yang bekerja dengan beban tarik 15% massa
tubuh.
Semua kerbau bekerja selama 3 jam/hari dari pukul 7.00 - 10.00 wita, selama
dua minggu berturut-turut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober
1994 - Pebruari 1995
Peubah yang diamati
Gaya tarik (F)
Gaya tarik diamati pada timbangan yang diletakkan pada sledge.
Pengukuran dilakukan setiap dua menit selama 30 menit pada awal,
pertengahan dan akhir periode kerja (Gambar 5).29
Sudut tarikan (a).
Sudut tarikan adalah sudut yang dibentuk antara arah gaya dengan
bidang tarikan datar. Pengukuran dilakukan dengan bantuan alat pengukur
sudut.
Jarak (L).
Jarak dihitung dengan cara mengalikan jumlah putaran yang
ditempuh dengan keliling lintasan penelitian. Lintasannya berbentuk
lingkaran yang kelilingnya 114 m.
Gambar 5. Komponen gaya tarik pada proses kerja tarik
dengan beban B dan sudut tarikan (a).30
Massa tubuh (W).
Massa tubuh ternak ditimbang setiap minggu pada pagi hari sebelum
diberikan makan dengan timbangan yang kapasitasnya 1000 kg.
Penimbangan dilakukan 3 kali pada hari ke 6, 7 dan 8 kemudian dicari nilai
rata-ratanya.
Energi untuk kerja.
Total energi untuk kerja dihitung berdasarkan metode faktorial
(Lawrence, 1985). Perhitungan kebutuhan energi untuk kerja didasarkan atas
jumlah energi yang diperlukan oleh kerbau untuk berjalan, untuk membawa
beban dan menarik beban.
1. Energi yang diperlukan untuk berjalan dihitung dengan:
Ea=aWL (kK)
Ea: Energi untuk berjalan (KJ)
a: Energi yang dibutuhkan oleh hewan untuk memindahkan
1kg, massa tubuh sejauh 1 meter.
2. Energi untuk membawa beban dihitung dengan:
Eb=b(Fsina) L..
Eb: Energi untuk membawa beban (KJ)
b: Energi yang diperlukan oleh hewan untuk memindahkan
1kg, beban sejauh 1 meter.
3. Energi untuk menarik beban dihitung dengan:
Ec = (Fcos a) L/c...31
Ec: Energi untuk menarik beban (KJ)
c: Efisiensi kerja mekanik (rumus 12).
Total energi untuk kerja adalah:
Ek = Ea + Eb + Ec...
Energi mekanik (Em).
Em = (F cos a) L
Efisiensi kerja.
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara energi mekanik yang
dihasilkan dengan energi yang diperlukan oleh ternak. Efisiensi kerja dapat
dibedakan menjadi efisiensi total, efisiensi netto dan efisiensi absolut.
Em
Efisiensi total = x 100% ...
Et
Em
Efisiensi netto = x 100%
Ek
Em
Efisiensi absolut = x 100%...
Ek- Ea
Efisiensi absolut sama dengan efisiensi kerja mekanik.
dimana:
Em: Energi mekanik (MJ)
Et : Total kebutuhan energi (energi istirahat + energi
kerja).32
Efisiensi konversi energi metabolis pakan untuk kerja dihitung dengan:
Ek
Ekp=—-——— x 100% . 13
ME
dimana:
Ekp : Efisiensi konversi energi termetabolis untuk
kerja (%).
Ek : Energi untuk kerja (MJ).
ME : Energi termetabolis pakan (MJ).
Gambar 6. Pengukuran energi dengan metode faktorial.
Parameter darah
Parameter darah yang diamati adalah kadar glukosa, trigliserida,
laktat dan B-hidroksi butirat. Sampel darah diambil sebelum kerja dan setiap1 jam pada periode kerja dari Vera jugularis. Kadar glukosa darah ditentukan
dengan metode. Glukosa darah ditentukan untuk memberikan gambaran
mengenai ketersediaan glukosa sebagai sumber energi untuk kerja.
Trigliserida dan B-hidroksibutirat mencerminkan mobilisasi lemak tubuh,
sedangkan laktat mencerminkan katabolisme glukosa melalui glikolisis.
Percobaan II.
Percobaan II menggunakan rancangan bujur sangkar latin dengan 4
perlakuan dan 4 ulangan.
Perlakuan A: Tidak bekerja (tetap dalam kandang).
Perlakuan B: Bekerja 1 jam/hari dengan beban 450-500 N.
Perlakuan C: Bekerja 2 jam/hari dengan beban 450-500 N.
Perlakuan D: Bekerja 3 jam/hari dengan beban 450-500 N
Kerbau bekerja pada pagi hari mulai pukul 7.00 wita sampai selesai
tergantung dari lama kerja dari masing-masing _perlakuanSetelah
dipekerjakan kerbau dimasukkan ke kandang metabolik untuk pengamatan
percoban neraaca pakan dengan metode koleksi totaal. Percobaan lapangan
dilakukan pada bulan April - September 1995Peubah yang diamati.
Konsumsi pakan.
Konsumsi pakan dihitung, setiap hari selama 2 minggu percobaan.
Rumput yang diberikan ditimbang setiap kali pemberian pakan. Pada pagi
hari sebelum pemberian pakan berikutnya dilakukan penimbangan sisa
pakan. Selisih antara rumput yang diberikan dengan sisa adalah konsumsi
pakan setiap hari. Konsumsi pakan rata-rata adalah jumlah konsumsi selama
14 hari dibagi dengan 14.
Pertumbuhan
Massa tubuh ditimbang seperti pada percobaan pertama. Kenaikan
massa tubuh setiap hari (AW/hari) adalah kenaikan massa tubuh selama 2
minggu dibagi dengan 14.
Kecernaan Bahan Kering Pakan.
Pakan diberikan adalah rumput raja secara ad-libitum. Penentuan
kecernaan bahan kering pakan ditentukan dengan metode koleksi total
selama dua minggu, dengam masa adaptasi selama dua minggu juga.
Kecernaan bahan kering dihitung dengan:
A-B
KCBK = x 100% ....
dimana:
KCBK : Kecernaan semu bahan kering pakan (%).A :Konsumsi bahan kering pakan (kg).
B _: Jumlah bahan kering feses (kg).
Bahan kering pakan dan kotoran ditentukan dengan cara mengambil
sampel pakan dan kotoran setiap hari kemudian dikeringkan dengan sinar
matahari. Sampel kering digiling untuk dianalisis kadar bahan keringnya
dengan cara:
Cawan poselin ditimbang dan dioven sampai beratnya konstan (3 -4 jam)
dengan sushu 105° - 110° C. Cawan diisi dengan sampel sebanyal 1 -2 g dan
dicatat beratnya. Oven cawan dan sampel pada suhu 105° - 110° C selama 9 -
12 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama 30 menit. Setelah dingin
timbang beratnya. Kadar bahan kering dihitung dengan:
ws -W
BK = ———— x 100%
ws
dimana:
BK: Kadar bahan kering (%)
WS: Berat konstan cawan + sampel (g).
W : Berat konstan cawan (g).
Energi tercerna (DE) ditentukan dengan cara mengurangi total energi
pakan (GE) dengan total energi feses, sedangkan energi termetabolis (ME)
ditentukan dengan mengurangi DE dengan energi urine (UE) dan energi
methan (Emt). Energi methan ditentukan menurut persamaan Blaxter (1969):36
Emt = 4,28 + 0,059 D..
Emt : Energi metan (Kkal/100Kkal energi pakan)
D : Kecernaan energi (%).
Gross energi (GE) ditentukan dengan Gallenkhamp Bomb Calorimetry.
Komposisi Tubuh.
Air tubuh ditentukan dengan teknik ruang distribusi urea (Rule et al.,
1986) dengan cara: Darah diambil dari Vena jugularis sebanyak 10 mi
kemudian disuntikan urea dengan konsentrasi 30% ke dalam Venna jugularis
sebanyak 0,43 ml. setiap kg massa tubuh metabolik Setelah 12 menit sejak
penyuntikan diambil sampel darah dari Vena jugularis dan dilakukan analisis
terhadap kandungan urea plasma darah sebelum dan sesudah penyuntikan
urea, Ruang urea dihitung dengan:
U
RU = 17
AU x10xW
dimana:
RU: Ruang urea
U_ :Jumlah urea yang disuntikkan (mg)
AU : Perubahan kadar urea darah.
W : Massa tubuh (kg)
Air tubuh (%) = 59,1 + 0,22 RU - 0,04 W.. . 18
Lemak tubuh dan protein tubuh ditentukan dengan teknik pengukuran
masa dan volume tubuh. Pengukuran massa tubuh dengan cara menimbang
ternak, sedangkan volume tubuh ditentukan dengan cara memasukkan37
kerbau kedalam bak yang berisi air dan diukur air yang keluar pada saat
kerbau dimasukkan ke dalam bak tersebut (Gambar 7). Massa lemak tubuh
dihitung dengan mengikuti penurunan rumus sebagai berikut:
Wb = WF + WI...
dimana:
Wb: massa tubuh (kg)
WF: massa lemak (kg)
WI: massa lean (tubuh bebas lemak) (kg)
Vb=VF+VI ..
dimana:
Vb: volume tubuh (1)
Vf: volume lemak (1)
VI: volume lean (I)
Penurunan rumus 20 akan menghasilkan persamaan:
we vb - vi
dimana:
vb : volume spesifik tubuh (I/kg)-
olume spesifik lemak (1/kg)-
vl: volume spesifik tubuh bebas lemak (1/kg)
Protein ditentukan dengan cara menghitung rasio antara daging dan
tulang dalam lean kerbau dari data Natasasmita (1978) yang menghasilkan
persamaan:Rd = 2,861 + 0,0109 W ..
17= 0,99
Sb = 0,27
(Perhitungan lengkap dapat dilihat pada lampiran 2)
dimana:
Rd : rasio daging dan tulang pada lean.
W : massa tubuh ternak (kg).
tung. Protein
Dengan didapatnya rasio ini maka jumlah daging dapat di
dapat ditentukan dengan cara mengalikan kandungan protein daging dengan
jumlah daging.
Gambar 7. Mengukur volume tubuh ternak dalam bak39
Retensi Lemak, Protein dan Energi.
Retensi lemak ditentukan dengan mengurangi jumlah lemak sesudah
perlakuan dengan jumlah lemak sebelum perlakuan, sedangkan retensi
protein ditentukan dengan cara mengurangi jumlah protein sesudah
perlakuan dengan jumlah protein sebelum perlakuan. Retensi energi dihitung
dengan:
RE = (RL x energi lemak)+(RP x energi protein)
dimana:
RE : retensi energi (MJ/h)
RL: retensi lemak (kg/h)
RP : retensi protein (kg/h)
Produksi Panas (PP).
Produksi panas/pengeluaran energi adalah energi yang diperlukan
oleh hewan dalam keadaan istirahat maupun kerja.
Produksi panas ditentukan dengan rumus:
PP=ME - RE..
dimana:
ME : energi termetabolis (MJ)
PP: produksi panas (MJ)
RE: retensi energi (MJ)
Nilai produksi panas dalam keadaan tidak kerja adalah kebutuhan energi
untuk hidup pokok dan untuk proses pertumbuhan, sedangkan kebutuhan
energi untuk hidup pokok dihitung dengan:40
PPm = ME - RE/0,70..
‘ebutuhan energi hidup pokok (MJ)
0,70: Efisiensi parsial untuk pertumbuhan yaitu
AME/ARE (Mount, 1979).
Pengeluaran energi untuk kerja dapat dihitung dengan persamaan:
Ek = PPk - PPi..
dimana:
Ek : energi untuk kerja (MJ/h)
PPk: produksi panas saat kerja (MJ/h)
PPi : produksi panas saat istirahat (MJ/h)
Pengukuran nadi
Pengukuran nadi dilakukan dengan Polar Sport Tester PE-3000 buatan
Finlandia. Alat ini telah dilengkapi dengan sabuk electrode yang dibuat
sendiri dari lempengan tembaga dan disesuaikan dengan ukuran tubuh
kerbau (Gambar 8).
amplifier
operasional
Gambar 8. Rangkaian elektrode, amplifier operasional
dan transmiter.41
Electrode dilengkapi dengan operasional amplifier (Gambar 9) untuk
meningkatkan potensial listrik dari jantung sehingga dapat dipancarkan oleh
transmiter dan disimpan oleh alat penyimpan data (data storage).
Pengukuran denyut jantung dilakukan secara kontinyu pada saat kerja dan
istirahat sehingga didapatkan gambaran denyut jantung yang lengkap selama
kerja dan istirahat.
tons 7*
$ TOM aan tooorr
{
O.ATHE
‘SOoK
p>
ot
Ee 10%
2m
a Fok ¥
iow
Gambar 9. Skema amplifier operasional
Analisis statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila
diantara perlakuan berbeda nyata (P<0,05), analisis dilanjutkan dengan uji
jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, 1980).42
Perhitungan model-model matematis untuk menyatakan hubungan
antara beberapa variabel yang diukur menggunakan analisis regresi berganda
yang diolah dengan program Lotus 123.IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan disajikan menurut sistematika topik penelitian
menyeluruh yang terdiri dari:
1. Validasi metodologi pengukuran nadi.
2. Pengukuran energi secara faktorial.
3. Biokimia darah dan nilai-nilai faal.
4. Keseimbangan pakan.
5. Neraca energi.
6. Nadi dan energi kerja.
7. Penentuan kebutuhan energi dan protein pakan.
1 Validasi Metodologi Pengukuran Nadi.
Pengukuran denyut nadi secara kontinyu diperlukan untuk mengetahui
gambaran denyut nadi secara utuh pada saat istirahat, kerja dan kembali ke
keadaan normal setelah kerja (recovery). Hasil pengukuran pada saat kerja akan
dikorelasikan dengan pengeluaran energi untuk kerja sehingga didapatkan suatu
formula yang menyatakan hubungan antara denyut nadi dengan pengeluaran
energi untuk kerja. Formula ini dapat dipakai untuk menentukan kebutuhan
energi untuk kerja pada berbagai beban dan tipe pekerjaan yang dilakukan oleh
kerbau.Monitoring nadi dilakukan dengan “Polar Sport Tester PE-3000", buatan
Finlandia. Alat ini adalah alat yang dirancang untuk memonitor nadi pada
manusia, misalnya untuk memonitor penyembuhan pada penderita sakit jantung,
dan memonitor nadi untuk kepentingan dalam dunia olah raga.
Polar Sport Tester ini terdiri dari sebuah sabuk elektrode (terdiri dari dua
buah elektrode), sebuah transmiter untuk memancarkan potensial listrik dari
jantung, sebuah alat penyimpan data (data storage) yang mampu menyimpan 8
file data, dimana masing-masing file mampu menyimpan data yang diamati
selama 36 jam secara terus menerus. Alat ini dilengkapi juga dengan interface
komputer untuk mentransfer semua data ke dalam komputer PC yang telah
dilengkapi dengan program Polar Heart Rate Analysis Software (Polar Electro
Oy, Finlandia).
Supaya alat ini dapat digunakan untuk mengukur nadi pada kerbau perlu
dilakukan modifikasi antara lain, dibuatkan sabuk elektrode yang sesuai dengan
ukuran dan tahanan/konduktivitas jaringan kulit kerbau. Sabuk elektrode untuk
kerbau dibuat dari dua buah lempengan tembaga yang diletakkan di dada
bagian kiri dan kanan kerbau. Kedua elektrode ini dihubungkan dengan sebuah
alat penguat listrik (amplifier) operasional untuk meningkatkan potensial listrik
yang mengiringi denyutan jantung sehingga dapat dipancarkan oleh transmiter
dan ditangkap oleh penyimpan data. Amplifier operasional ini mampu
meningkatkan potensial sebesar 10 kali. Amplifier operasional ini dilengkapi45
dengan filter untuk menyaring potensial listrik lain diluar frekuensi yang
ditimbulkan oleh nadi jantung.
Elektrode dan amplifier operasional yang dibuat, terlebih dahulu
dikalibrasi (validasi) untuk menentukan tingkat ketepatannya. Kalibrasi
dilakukan dua kali yaitu:
a. Alat ini dibandingkan dengan alat pengukur nadi yang dikembangkan
di Universitas Hohenheim Jerman (Rometsch and Becker, 1993).
Pengukuran dilakukan pada sapi-sapi Simenthal dengan kedua alat
ini bersamaan. Ternyata kedua alat ini memberikan hasil rekaman
yang sama.
b. Kalibrasi dilakukan dengan cara memasang alat ini pada peneliti
sendiri dan dilakukan pencatatan denyut nadi. Bersamaan dengan itu
dilakukan pula penghitungan denyut nadi dengan stetoskop. Hasil
rekaman (Tabel 4) diplot dan dibuat sebuah kurva kalibrasi (Gambar
10).
Hubungan antara nadi yang diukur antara Polar Sport Tester (X) dengan
Stetoskope (Y) berbentuk linier dengan persamaan: Y = -0,60 + 0,99 X dan = 0,99
Sd: 1,82. Dari hubungan tersebut tampak bahwa koefisien dari persamaan
mendekati nilai satu. Hal ini berarti pengukuran nadi dengan “Polar Sport
Tester” yang dilengkapi dengan amplifier operasional memberikan hasil yang
andal.Tabel 4. Hasil pengukuran denyut jantung dengan stetoskop dan dengan
Polar Sport Tester yang dilengkapi dengan amplifier
operasional.
Hasil pengukuran dengan stetoskop | Hasil pengukuran dengan Polar Sport
Tester
55 55
56 59
58 59
55 56
56 57
66 6
69 0
67 6
65 65
67 66
7 B
6 76
79 8
79 81
82 2
90 3
2 2
1 4
93 on
95 7
110 107
m1 108
105 106
106 108
108 m47
120
Q
6
1
Nadi Stetoskope/menit
Q
3
n
° 20 40 60 80 100 120
Nadi Polar/menit
Gambar 10. Kurva kalibrasi pengukuran denyut jantung,
(Pengukuran pada peneliti sendiri)
2. Pengukuran Energi secara Faktorial
Penentuan kebutuhan energi secara faktorial pada penelitian ini
didasarkan pada kebutuhan energi untuk berjalan, kebutuhan energi untuk
membawa beban dan energi untuk menarik beban. Perhitungan-perhitungan
didasarkan kepada massa tubuh, jarak berjalan, besar beban tarik dan sudut
tarikan dengan persamaan:
Ek=aWL+bFvL+FhL/c
dimana:
W____: massa tubuh (kg)
L __:jarak berjalan (km)Fv _ : komponen gaya vertical (F sin a)
Fh _: komponen gaya horizontal (F cos a)
a _:energi yang diperlukan oleh hewan untuk
memindahkan 1 kg massa tubuh sejauh 1 m ().
b _: energi yang diperlukan oleh hewan untuk
memindahkan 1 kg beban sejauh 1 m 0)
ct efisiensi kerja mekanik.
Persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi:
Ek=aWL+bFvL+CFhL..........
Nilai a, b dan c menurut Lawrence (1985) adalah 2,1 4,2 dan 0,35 untuk
kerbau. Pada penelitian ini penentuan kebutuhan energi untuk kerja
diperuntukkan untuk penentuan kebutuhan pakan pada kerbau, sehinggga tidak
sesederhana penjumlahan energi kerja dengan kebutuhan energi istirahat. Kita
perlu memperhatikan bahwa segera setelah kerja fisik berakhir hewan masih
berada pada tinggkat metabolisme di atas nilai istirahat dan diperlukan waktu
untuk kembali ke nilai dasar tersebut. Pendekatan Lawrence tidak mengukur
aspek ini, sehingga dalam penelitian yang dilakukan sekarang pedekatannya
adalah mengukur produksi panas harian (jangka panjang) yang meliputi
pengukuran pada saat kerja berikut proses kembali ke keadaan normal, dan
istirahat. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan penghitungan nilai-nilai a,
b dan c yang dapat mencerminkan kebutuhan harian dari kerbau kerja.
Berdasarkan data pada Lampiran 1, yang kemudian dihitung dengan
kwadrat terkecil didapatkan energi untuk membawa 1 kg massa tubuh sejauh49
satu meter (a) adalah 2,56 J, sedangkan energi untuk memindahkan 1 kg beban
sejauh 1 m (b) dan efisiensi kerja mekanik (c) masing-masing 5,2 J dan 0,29.
Kecepatan dan Jarak.
Kecepatan berjalan kerbau yang bekerja menarik beban 5% dari massa
tubuhnya (Perlakuan B) adalah 1,06 m/detik, sedangkan peningkatan beban
kerja. menjadi 10% (Perlakuan C) dan 15% (Perlakuan D) massa tubuh
menyebabkan penurunan kecepatan menjadi 0.96 dan 0.84 m/detik (Tabel 5).
Tabel 5. Kecepatan dan jarak yang dapat ditempubh oleh kerbau yang
bekerja dengan beban yang berbeda.
Peubah Perlakuan
Tak kee [ Beban 5% | Beban 10% | Beban 15%
Beban tarik (N) 0 166,85 309,68 445,68
Kecepatan (m/dt) 0a 1,06b 0,96 084d
Jarak (km) 0a 1142b 1035¢ 9,074
4
* Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata
(P<0,05).
Jarak yang dapat ditempuh oleh kerbau yang bekerja dengan beban 5%
massa tubuh selama 3 jam (perlakuan B) adalah 11,42 km. Penurunan kecepatan
akan mengakibatkan jarak yang dapat ditempuh oleh kerbau pada perlakuan C
dan D menurun menjadi 10,35 dan 9,07 km. Menurunnya kecepatan dan jarak
yang ditempuh oleh kerbau pada perlakuan C dan D disebabkan olehmeningkatnya beban kerja. Smith (1988) mendapatkan bahwa kerbau yang,
bekerja dengan menarik beban dengan gaya 400 N akan berjalan dengan
kecepatan 1 m/dt pada 10 menit pertama dan akan menurun dengan
meningkatnya lama kerja. Penelitian Borton (1987) mendapatkan bahwa kerbau
yang, bekerja dengan beban kerja 6 - 10% massa tubuhnya akan berjalan dengan
kecepatan rata-rata 0,61 m/dt Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan
kecepatan rata-rata dari sapi yang bekerja dengan beban yang sama, sehingga
berdasarkan kenyataan ini kerbau akan dapat mengolah tanah yang lebih luas
dibandingkan dengan sapi bila bekerja dalam waktu yang sama.
Energi untuk kerja.
Energi untuk kerja yang dihitung dari metode faktorial dibedakan
menjadi energi untuk berjalan, energi untuk membawa beban dan energi untuk
menarik beban. Energi yang diperlukan untuk berjalan dipengaruhi oleh massa
tubuh ternak, jarak yang ditempuh serta efisiensi penggunaan energi yang
dipengaruhi oleh jenis ternak. Energi yang diperlukan oleh ternak untuk
membawa beban dipengaruhi oleh jarak yang ditempuh, gaya tarik beban, sudut
tarikan serta efisiensi kerja mekanik ternak itu sendiri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa energi yang digunakan untuk
berjalan pada perlakuan B; C dan D berturut-turut 8,84 MJ; 8.69 MJ dan 840 MJ
(Tabel 6). Energi yang diperlukan untuk membawa beban dan energi untuk51
menarik pada perlakuan B adalah berturutturut 0,37 MJ dan 609 MJ.
Meningkatnya beban kerja akan meningkatkan keperluan energi untuk
membawa dan menarik beban.
Tabel 6. Kebutuhan energi untuk kerja pada kerbau dengan beban kerja
berbeda (MJ).
Peubah Perlakuan
Tak kerja | Beban 5%
Energi untuk jalan 0 884 8,40
Energi untuk membawa 0 0,37 083
beban
Energi untuk —_ menarik 0 6,09 12,96
beban.
Total energi kerja 0 15,30 22,18
Menurunnya keperluan energi untuk berjalan pada kerbau yang bekerja
lebih berat disebabkan karena menurunnya kecepatan berjalan sehingga jarak
yang ditempuh oleh kerbau menjadi lebih pendek, sedangkan meningkatnya
keperluan energi untuk menarik dan membawa beban pada perlakuan C dan D
disebabkan karena meningkatnya beban kerja. Lawrence dan Dijkman (1991)
melaporkan bahwa kerbau yang berjalan dengan kecepatan 08 - 10 m/dt
memerlukan energi untuk berjalan sebesar 1,5 -3,3 J/m/kg massa tubuh.52
Di lain pihak Lawrence (1985) mendapatkan bahwa untuk membawa
beban seberat 1 kg sejauh satu meter, kerbau memerlukan energi sebesar 4,2 J.
Jadi meningkatnya gaya tarik akan meningkatkan kebutuhan energi untuk kerja.
Total energi untuk kerja akan meningkat seiring dengan meningkatnya
beban kerja. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa kebutuhan energi untuk
istirahat pada kerbau adalah 0,42 Wo MJ/hari. Kebutuhan energi harian adalah
kebutuhan energi istirahat ditambah dengan kebutuhan energi untuk kerja. Jadi
kebutuhan energi harian kerbau pada perlakuan A, B, C dan D adalah 30,65 MJ;
45,76 MJ; 53,88 MJ dan 57,02 MJ. Bila dibandingkan dengan kebutuhan istirahat,
maka kebutuhan energi pada kerbau yang bekerja 5% sampai 15% massa tubuh
nya adalah 1,49 sampai 1,86 kali kebutuhan energi pada saat istirahat istirahat.
Bamualim dan Kartiarso (1985) mendapatkan bahwa kerbau yang bekerja selama
2-4 jam/hari memerlukan energi 34,02 - 58,99 MJ/hari, sedangkan Leng, (1985)
melaporkan kebutuhan energi untuk kerja pada kerbau yang bekerja ringan
(Berjalan tanpa beban 6 jam/hari) adalah 1,5 kali kebutuhan energi istirahat dan
meningkat sampai 2 kali kebutuhan energi istirahat pada ternak yang, bekerja
berat (membajak 6 jam/hari). Hasil penelitian Lawrence (1985) melaporkan
bahwa sapi yang bekerja memerlukan energi sekitar 1,67 kali kebutuhan energi
istirahat.
Energi yang diperlukan oleh kerbau untuk bekerja dengan beban tarik 450
500 N selama 1 jam adalah 6,40 MJ (Tabel 7). Kerbau yang bekerja selama 2 jam53,
dan 3 jam dengan beban 450 - 500 N, energi yang diperlukan 13,91 MJ dan 18,01
MJ. Disini tampak bahwa pada kerbau yang bekerja 2 jam memerlukan energi
2.17 kali dibandingkan dengan yang bekerja 1 jam, sedangkan yang bekerja 3 jam
memerlukan energi 2,81 kali dibandingkan dengan yang bekerja 1 jam.
Tabel 7. Penampilan kerbau yang bekerja dengan berbagai lama kerja.
Peubah Perlakuan
Tak kerja_| Kerja 1jam | Kerja 2jam
Beban tarik (N) Oa 452b 485b
Kecepatan (m/dt) 0a 0,79 07
Jarak (km) 0a 281b 597¢
Energi kerja (MJ) 0 640 1391
Energi mekanik (MJ) 0 118 25
Efisiensi kerja (%)
- Total Oa 3,15b 5,13¢
- Netto 0a 18,07b 1757
- Absolut 0a 27,32 27,28b
Efisiensi_ konversi_ ME 0a 16,09b 2736¢
untuk kerja (%)
* Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama berbeda nyata
(P<0,05).
Peningkatan pengeluaran energi dari bekerja 1 jam ke 2 jam lebih tinggi
dari peningkatan pengeluaran energi dari 2 jam ke 3 jam. Hal ini disebabkankarena terjadi penurunan kecepatan pada kerbau yang, bekerja 3 jam/hari
terutama jam ketiga periode kerja. Rata-rata kecepatan kerbau yang, bekerja 1
jam, 2 jam dan 3 jam masing-masing 0,79 m/detik, 0,77 m/detik dan 0,67
m/detik. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Teleni dan Hogan
(1989) yang mendapatkan bahwa sapi dan kerbau dapat menarik beban yang
beratnya 10 - 14% massa tubuh nya dengan kecepatan 0,6 - 1,1 m/detik selama 3
jam.
Energi mekanik dan efisiensi kerja
Energi mekanik yang dihasilkan oleh kerbau yang bekerja dengan beban
5% massa tubuh selama 3 jam adalah 1,77 MJ, sedangkan yang bekerja dengan
beban 5% dan 10% massa tubuhnya menghasilkan berturutan 2,99 dan 3,76 MJ
(Tabel 8), Meningkatnya beban kerja akan meningkatkan hasil kerja mekanik,
Efisiensi total dan efisiensi netto akan meningkat dengan meningkatnya
beban kerja sedangkan efisiensi absolut yang tertinggi didapatkan pada kerbau
yang bekerja dengan beban 5% massa tubuhnya. Meningkatnya lama kerja akan
menyebabkan menurunnya efisiensi absolut. Hal ini disebabkan karena semakin
berat beban kerjanya semakin banyak energi yang hilang sebagai panas.
Menurunya efisiensi pada yang, bekerja berat juga memberikan indikasi bahwa
beban 15% massa tubuh sudah terlalu berat untuk kerbau. Goe (1985)
menyatakan bahwa kekuatan tarik kerbau antara 10-14% massa tubuh nya pada55
kecepatan 2,5 - 4 km/jam, sedangkan Teleni dan Hogan (1989) melaporkan
bahwa sapi dan kerbau dapat menarik beban yang beratnya 11% dari massa
tubuh nya pada kecepatan 2,5 km/jam selama 3 jam. ,
Tabel 8. Kerja mekanik dan efisiensi kerja kerbau pada beban kerja
berbeda.
Peubah Perlakuan
Tak kerja_| Beban5% | Beban 10% | Beban 15%
Kerja mekanik (MJ) 0 177 2:99 3,76
Efisiensi kerja (%)
-Efisiensi total 0a 3,86b 55Ac 659d
-Efisiensi netto Oa 11,55b 14,83¢ 16,944
-Efisiensi absolut 0a 27,326 27,28 2k
*Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama berbeda nyata
(P<0,05)..
3. Biokimia Darah dan Nilai-Nilai Faal.
Glukosa, Laktat dan Trigliserida Darah.
Konsentrasi glukosa plasma darah pada kerbau yang bekerja dengan
beban 15% massa tubuh meningkat selama kerja, tetapi kerbau yang bekerja
dengan beban 5% dan 10% massa tubuhnya glukosa plasma darahnya meningkat
setelah satu jam periode kerja (Gambar 11).Peningkatan konsentrasi glukosa pada kerbau yang, bekerja disebabkan
oleh beberapa hal yaitu peningkatan mobilisasi glukosa dari simpanan glikogen
otot, sintesa glukosa dari asam amino dan gliserol (glukoneogenesis), terjadinya
hambatan masuknya glukosa dari darah ke dalam sel karena menurunnya
insulin yang diiringi oleh adanya penggantian sumber energi asal lemak,
terutama pada ternak yang bekerja dalam waktu yang lama.
Keterangan:
-| WA C8 lic Bo
Wektu kerja (jam)
Gambar 11. Konsentrasi glukosa plasma darah kerbau pada berbagai
waktu dan beban kerja.
Power dan Howley (1991) menyatakan bahwa karbohidrat akan
digunakan sebagai sumber energi utama untuk kerja pada aktifitas yang57
mempunyai intensitas yang tinggi, namun pada kerja yang lama (lebih lama dari
30 menit) lemak akan menggantikan peranan karbohidrat sebagai sumber energi
untuk kerja. Pada saat kerja yang lama akan terjadi perubahan status hormon di
dalam tubuh ternak, diantaranya terjadi peningkatan kadar hormon epineprin,
thyroxin dan glukagon serta penurunan kadar insulin sehingga terjadi
peningkatan aktifitas lipase. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya lipolisis,
sehingga konsentrasi trigliserida darah akan naik (Gambar 12).
| Keterangan
| Ca ee
Konsentrasi Trygliserida (mg/d))
3
Waktu kerja (dam)
Gambar 12. Konsentrai trigliserida plasma darah kerbau pada berbagai
waktu dan beban kerja.Trigliserida akan mengalami hidrolisa menjadi asam lemak bebas dan gliserol,
hal ini akan menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah
(Tabel 9). Asam lemak bebas akan membentuk asetil CoA dan masuk kedalam
siklus asam sitrat untuk menghasilkan energi, sedangkan gliserol mengalami
proses glukoneogenesis membentuk glukosa. Pethick et al., (1987) melaporkan
bahwa lemak akan mensuply lebih dari 50% dari kebutuhan energi otot pada
ternak yang bekerja dalam wakktu yang lama. Powers dan Howley (1991) juga
menyatakan bahwa penggunaan lemak sebagai sumber energi untuk kerja akan
meningkat bila ternak bekerja dalam waktu yang cukup lama. Selanjutnya
dilaporkan bahwa bila ternak bekerja lebih dari 90 menit maka 80% sumber
energinya dipenuhi dari lemak. Hasil penelitian serupa didapatkan oleh
Komarudin dan Teleni (1991) dimana akan terjadi peningkatan kadar glukosa
dan asam lemak bebas pada saat kerja.
Tabel 9. Kadar B-hidroksibutirat pada berbagai lama kerja
Peubah Perlakuan
Takkerja__| Kerja Yjam_| Kerja 2jam_| Kerja 3jam
‘Asam lemak bebas 0.39a 052a 0.52a 0,66b
(mMol)
fhidroksi —butirat|1,45a 1,40a 1,35a 72a
(mg/dl)
*Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak
berbeda nyata (P>0,05)B-hidroksibutirat adalah salah satu senyawa keton yang dibentuk di dalam hati
sebagai akibat dari kelebihan asetil-CoA yang merupakan hasil perombakan
lemak. Asetil-CoA selanjutnya _berkondensasi_ dengan _asetoasetil-CoA
menghasilkan B-hidroksi-B-metilglutaril-CoA yang kemudian dipecah menjadi
asam asetoasetat.
Di dalam mitokondria sel hati asam asetoasetat bebas direduksi oleh
NADH menjadi B-hidrosibutirat yang kemudian dibawa ke jaringan tepi untuk
dioksidasi mengahisilkan energi. Peningkatan kadar B-hidroksibutirat dalam
darah pada kerbau yang bekerja berat (Tabel 9) disebabkan karena laju
perombakan lemak meningkat sebagai akibat dari meningkatnya kebutuhan
energi. Peningkatan ini erat juga kaitannya dengan terbatasnya ketersediaan
oksigen sehingga laju pembentukkannya lebih besar dari laju oksidasinya.
Konsentrasi asam laktat akan meningkat selama kerja, terutama pada
kerbau yang bekerja dengan beban 10% dan 15% massa tubuh (Gambar 13).
Peningkatan konsentrasi asam laktat ini terjadi karena pada saat kerja dengan
beban yang berat ternak memerlukan energi yang cukup banyak sehingga laju
metabolisme meningkat. Peningkatan laju metabolisme ini menuntut tersedianya
oksigen yang lebih banyak. Bila ketersediaan oksigen tidak mencukupi untuk
proses ini maka akan terjadi akumulasi NADH dan penurunan NAD, sehingga
aktifitas siklus asam sitrat akan menurun. Dalam keadaan seperti ini sumberATP akan dipenuhi dari proses glikolisis. Proses glikolisis dalam keadaan
oksigen yang terbatas akan menghasilkan asam laktat.
Keterangan: |
2 | Oa Cs lic Mp |
= Yost lager = 5 UA
=
3k
B15
2
£
5
2 4b
2
os
Waktu kerja (jam)
Gambar 13. Konsentrasi asam laktat plasma darah kerbau yang bekerja
pada lama dan beban kerja berbeda.
Temperatur kulit, temperatur rektal dan frekwensi nafas.
Temperatur kulit pada kerbau yang tidak kerja berkisar antara 36,9°C
sampai 37,3°C (Gambar 14), sedangkan temperatur rektal berkisar antara 37,6°C61
sampai 381°C (Gambar 15). Temperatur kulit dan temperatur rektal akan
meningkat berturut-turut sampai 40,2°C dan 40,8°C pada kerbau yang, bekerja
dengan beban 15% massa tubuh. Peningkatan temperatur rektal disebabkan
Keterangan:
OaQe mic Mo
3
:
.
Waktu kerja (menit)
Gambar 14, Temperatur kulit kerbau pada berbagai waktu dan beban
kerja.
karena _meningkatnya laju metabolisme di dalam tubuh temak akibat
peningkatan aktifitas kerja. Jumlah panas yang dikandung tubuh kerbau yang
bekerja dengan beban 5%, 10% dan 15% berturut-turut adalah 3,91, 4,39 dan 4,54
MJ dengan asumsi setiap kenaikan 1°C satu gram massa tubuh setara dengan
satu kalori. Sebagai hewan homeoterm, kerbau akan berusaha melepaskan panas62
tubuhnya melalui permukaan tubuh (kulit) dan meningkatkan frekuensi
nafasnya untuk mempercepat penguapan air. Panas tubuh akan ditransfer ke
perifer dengan konduksi dan aliran darah sehingga suhu kulit akan meningkat.
Meningkatnya temperatur kulit akan menyebabkan perbedaan dengan
temperatur lingkungan menjadi semakin besar sehingga mempercepat pelepasan
panas tubuh melalui permukaan /kulit.
Keterangan:
Temperatur rektal (*C)
9
8 8 2 8
8
° 30 ee oo as 150 en
Waktu kerja (menit)
Gambar 15. Temperatur rektal kerbau pada berbagai waktu dan beban
kerja.
Bila dihitung panas yang dilepaskan melalui kulit selama periode kerja
adalah 1,62, 1,78 dan 1,80 MJ masing-masing oleh kerbau yang, bekerja denganbeban 5%, 10% dan 15% dengan perhitungan setiap perbedaan 1° C temperatur
kulit dengan temperatur lingkungan, jumlah panas yang dilepaskan sebesar 5
J/detik setiap 1 m? luas permukaan kulit (Mount, 1979). Jadi laju pelepasan panas
melalui kulitnya pada saat kerja adalah: 150,00 J/dt, 165,28 J/dt dan 166,67 J/dt
masing-masing oleh kerbau yang bekerja dengan beban 5%, 10% dan 15% dari
massa tubuhnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Pietersen
dan Ffoulkes (1988) yang mendapatkan bahwa temperatur rektal kerbau akan
meningkat selama periode kerja dan pemberian penutup dengan karung yang
basah pada saat kerja akan dapat mengurangi kenaikan temperatur rektal dan
mengurangi cekaman (stress) karena panas melalui penyejukan kulit.
Keterangan:
Ola Mis Cic Mp
x
8
100
Frekwensi natas/menit
2
3
“tri ,
“ METRE BEE
oo kT A :
60 as 120 Seca A”
Waktu kerja (menit)
° 30
Gambar 16. Frekwensi nafas kerbau pada berbagai waktu dan beban
kerja.Frekwensi nafas kerbau akan meningkat dari 31 kali/menit menjadi 95; 97
dan 110 kali permenit pada kerbau yang bekerja dengan beban 5%; 10% dan 15%
massa tubuh (Gambar 16). Peningkatan frekwensi nafas pada kerbau yang kerja
merupakan upaya untuk mendapatkan oksigen yang lebih banyak serta
mengeluarkan CO, dan panas yang lebih banyak pula pada saat kerja. Oksigen
yang lebih banyak ini diperlukan untuk memenuhi peningkatan aktifitas
metabolisme aerobik di dalam sel sehingga menghasilkan energi yang lebih
banyak untuk kontraksi otot dan mendukung fungsi-fungsi sel terkait.
4. Konsumsi Pakan, Massa tubuh dan Kecernaan Bahan Kering.
Konsumsi bahan kering pakan pada kerbau yang tidak bekerja adalah
2,02% dari massa tubuh ternak (Tabel 10), sedangkan untuk kerbau yang bekerja
konsumsi bahan kering pakannya meningkat secara nyata. Peningkatan
konsumsi ini disebabkan karena tuntutan energi yang lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan energi untuk kerja. Hubungan antara konsumsi pakan
dengan massa tubuh, beban kerja dan lama kerja mengikuti persamaan:
K = 3,86 - 0,025 W°> +0,0003 F+ 0,39 At - 0,038 At2...
RP: 0,83
Sb: 0,38
dimana:
K: konsumsi pakan (kg BK)
W : massa tubuh (kg)
F; beban kerja (N)
At: lama kerja (jam)Model hubungan kwadratik antara konsumsi pakan dengan lama kerja
dapat menerangkan bahwa setelah beban tertentu konsumsi pakan akan
menurun. Hal ini disebabkan karena peningkatan beban kerja akan
menyebabkan meningkatnya produksi panas dan kadar glukosa darah.
Peningkatan produksi panas akan menurunkan selera makan (teori termostatik),
demikian pula halnya dengan meningkatnya kadar glukosa darah (teori
glukostatik).
Kearl (1982) menyatakan bahwa kerbau yang massanya 300 kg dengan
kenaikan massa tubuh 0,25 - 0,5 kg/hari konsumsi bahan kering pakannya
sekitar 2,1 -2,3% dari massa tubuhnya.
Kerbau yang tidak bekerja mengalami kenaikan massa tubuh sebesar 0,5
kg/hari, sedangkan peningkatan beban kerja menyebabkan kenaikan massa
tubuh akan berkurang, malahan kerbau yang bekerja 2 jam dan 3 jam massa
tubuh nya turun 0,11 dan 0,32 kg/hari (Tabel 10). Persamaan regresi yang
menyatakan hubungan antara perubahan massa tubuh dengan lama kerja
adalah:
AW = 1,567 e030 1
2:0,75
Sb: 0,47
dimana:
AW: perubahan massa tubuh (kg/hari)
At: lama kerja (jam)Bakrie ef al. (1989) melaporkan bahwa konsumsi pakan kerbau yang
beratnya 300 - 350 kg akan meningkat dari 5,26 menjadi 6,26 kg BK/hari bila
kerbau itu bekerja dengan beban 500 N yang dipekerjakan selama 14 hari, namun
tidak ada perbedaan kenaikan massa tubuh dari kedua kelompok kerbau
tersebut, sedangkan Bamualim (1987) mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan
konsumsi pakan antara kerbau yang menarik beban 80 kg selama 2 jam/hari
dengan kerbau yang tidak bekerja. Penurunan massa tubuh pada kerbau yang
bekerja 2 dan 3 jam dalam penelitian yang dilaporkan sekarang ini disebabkan
karena kerbau tidak mampu memenuhi kebutuhan energinya dari rumput yang
dimakan, walaupun kerbau pada perlakuan kerja ini telah meningkat konsumsi
pakannya. Dalam keadaan seperti ini maka kerbau tersebut harus mendapat
makanan tambahan berupa daun-daunan yang lebih bergizi atau leguminosa
pohon atau diberikan pakan yang kandungan energinya lebih tinggi. Kenyataan
di lapangan adalah bahwa kerbau sebagai tenaga kerja umumnya dimanfaatkan
pada awal musim hujan (musim garap tanah). Pada saat itu ketersediaan hijauan
masih sangat rendah sehingga kebanyakan kerbau pada saat itu mengalami
penurunan massa tubuh. Setelah periode ini ketersediaan hijauan cukup banyak
padahal ternak sudah tidak dimanfaatkan lagi untuk kerja, sehingga ternak akan
mengalami kenaikan massa tubuh yang cukup tinggi. Keadaan ini dikenal
sebagai pertumbuhan konpensasi (Compensatory Growth). Ini umumnya terjadi67
pada daerah-daerah dengan perbedaan curah hujan yang sangat tinggi antara
musim kering dengan musim panas seperti di daerah-daerah Indonesia timur.
Dalam situasi seperti ini diperlukan suatu sistem penanaman hijauan makanan
teak yang mampu menyediakan hijauan sepanjang tahun. Salah satu sistem
yang bisa diterapkan adalah konsep tiga strata yang dikembangkan oleh Nitis et
al. (1986).
Kecernaan bahan kering pakan pada penelitian ini adalah berkisar antara
50,05 - 51,87%, dan kecernaan bahan kering tidak dipengaruhi oleh kerja. Lindela
(1995) mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan kecernaan bahan kering pada
kerbau yang bekerja dengan kerbau yang tidak kerja.
Tabel 10. Konsumsi pakan, PBB dan KCBK pakan dari kerbau pada
berbagai lama kerja.
Peubah Perlakuan’ ]
Tak kerja_|_Kerja ijam | Kerja 2jam [Kerja 3jam |
Konsumsi
-BK (%BB) 2,02a 2A8b 2,60be 271c
-Protein(kg/h) 0,56a 0,69 O,75c O,71be
AW (kg/h) 0,50a 0,18b -0,11¢ -0,32d
KCBK 50,05a 50,27a 5187a S1A6a
*Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata
(P<0,05)
“Keterangan:
-AW : Perubahan massa tubuh . -BB : Massa tubuh
-KCBK: Kecernaan bahan kering. -BK : Bahan kering.Komposisi Tubuh.
Pengukuran komposisi tubuh in-vivo dengan teknik pengukuran volume
jenis memberi hasil bahwa kandungan lemak tubuh kerbau berkisar antara 16,8 -
18,7%, sedangkan perhitungan lanjut menggunakan formula yang dihitung dari
Lampiran 2 yang menhasilkan kandungan protein berkisar antara 17,4 - 18,7%
(Tabel 11).
Tabel 11. Pengaruh kerja terhadap perubahan komposisi tubuh kerbau.
Perlakuan Komposisi tubuh (%)
Sebelum kerja Sesudah kerja
A Lemak 18,7a 18,7a
Protein 174a 75a
B Lemak 17,9a 17,7a
Protein 17,9a 18a
C Lemak 7a 168a
Protein 18,6a 18,7a
D_ Leak 18,0a 179a
Protein 18a 18a
Perlakuan kerja sampai 3 jam/hari selama 14 hari tidak berpengaruh nyata
terhadap komposisi tubuh kerbau, walaupun ada kecenderungan menurunnya
proporsi lemak pada kelompok yang bekerja. Bila perhitungan komposisi tubuh
dengan teknik pengukuran massa jenis dibandingkan dengan pengukuran dari
rumus dengan ruang urea (Rule et al,, 1986), maka untuk lemak hasil pengukurandengan masa jenis 0,6418 kali dari pengukuran dengan ruang urea, sedangkan
untuk protein faktor koreksinya 1,18. Jadi persamaan Rule et al., (1986) untuk
kerbau betina dewasa akan menjadi:
Lemak = 13,69-0,21 US + 0,03 W
Protein = 19,7 + 0,08 US +0,11 W ..
dimana:
US:: Ruang distribusi urea
W : Massa tubuh ternak (kg).
Kerbau yang tidak bekerja akan meretensi lemak sebesar 0,07 kg/hari,
sedangkan pada kerbau yang bekerja terjadi retensi lemak yang negatif (Tabel
12). Hasil serupa terjadi pula pada retensi protein, hanya saja retensi protein yang,
negatif hanya terjadi pada kerbau yang bekerja 3 jam/hari.
Tabel 12. Retensi lemak, protein dan energi kerbau yang bekerja pada
lama kerja berbeda.
Peubah Perlakuan
Tak kerja___| Kerja jam _| Kerja jam _| Kerja 3jam
Retensi lemak 0,07a -0,04b 0,08bc 0,09¢
(kg/hari)
Retensi protein 0,11a 0,08a 0,01b 0,10c
(kg/hari)
Retensi energi 4,%a 0,13b -2,75c 42
(MJ/hari)
*Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata
(P<0,05).70
Menurunnya retensi lemak dan retensi protein ini disebabkan karena
kedua materi ini dipergunakan oleh kerbau sebagai sumber tenaga untuk kerja.
Perombakan lemak akan terjadi lebih awal dari pada perombakan protein. Hal
inj tampak jelas kalau diamati kurva penurunan retensi lemak dan retensi protein
(Gambar 17).
O1S
otf
0.05} -->
Retensi lemak dan protein (Kg/nari)
Lama kerja Jam)
Gambar 17. Kurva hubungan antara retensi lemak dan retensi protein
dengan beban kerja.
Hubungan antara retensi lemak dan retensi protein, masing-masing
dengan lama kerja adalah:
RL = 1,05 e9'- 1...
r 20,70
Sb 10,2371
dimana:
RL: retensi lemak (kg/hari)
tt: lama kerja (jam)
RP=1,19(t+1)*- 1...
2 :0,62 Sb :0,18
dimana:
RP: retensi protein (kg/hari)
t — : lama kerja (jam)
Carlson dan Hsieh (1970) menyatakan bahwa lemak dipergunakan
sebagai sumber energi utama terutama sekali pada periode kerja yang lebih lama
dan protein akan segera digunakan bila beban kerjanya terus ditingkatkan.
Meningkatnya penggunaan lemak sebagai sumber energi pada kerbau
yang bekerja akan menyebabkan meningkatnya air metabolik yang dihasilkan,
karena oksidasi lemak menghasilkan air metabolik yang lebih tinggi dari
karbohidrat. Hal ini didukung oleh meningkatnya jumlah urin (Tabel 13).
Tabel 13. Jumlah urin dan nitrogen yang dikeluarkan oleh kerbau pada
berbagai beban kerja.
Peubah Perlakuan
Takkerja_| Kerja Yjam | Kerja jam | Kerja 3jam
Volume urin (1) 8,32a 11,10b 14.81b 19A1c
Nitrogen urin (g) 15,95a 29A1b 33,06bc 35,87¢
* Nillai yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama
berbeda nyata (P<0,05)72
Protein juga mengalami oksidasi untuk menghasilkan energi, sehingga
terjadi penurunan retensi protein pada kerbau yang bekerja. Proses oksidasi
protein dimulai dari deaminasi asam amino sehingga menghasilkan gugus alfa-
keto. Gugus ini akan menghasilkan energi melalui jalur siklus asam sitrat atau
melalui jalur glukoneogenesis. Amonia yang dihasilkan akan dibawa ke hati
diubah menjadi urea yang kemudian dikeluarkan melalui urin. Hal ini tercermin
dari meningkatnya jumlah nitrogen yang dikeluarkan melalui urin pada kerbau
yang bekerja (Tabel 13). Degradasi protein untuk memenuhi kebutuhan energi
untuk kerja lebih banyak dari protein seluler (bukan protein struktural otot).
5. Neraca Energi.
Peningkatan lama kerja berpengaruh nyata terhadap energi bruto pakan ,
demikian pula halnya dengan energi yang hilang melalui feses (FE), sedangkan
energi urin (UE) tidak dipengaruhi oleh lama kerja (Tabel 14).
Perbandingan antara energi bruto dengan produksi panas, retensi energi
dan energi untuk kerja dapat dilihat pada Gambar 18. Sekitar 36,33 sampai
38,56% total energi pakan dapat dimanfaatkan sebagai energi metabolis,
sedangkan yang hilang dalam feses antara 49,80 sampai 51,85%, yang hilang
dalam urin antara 3,54 sampai 4,63% dan hilang sebagai metan didapatkan
antara 7,19 sampai 7,34%. Proporsi ini nampaknya tidak dipengaruhi oleh kerja.2B
Tabel 14, Neraca energi pada kerbais yang, bekerja dengan lama kerja
berbeda.
Peubah Perlakuan
Takkerja___[Kerjaljam | Kerja2jam | Kerja3 jam
GE(M) 9177a 10951b 134,62c 145,06d
FE(M) 45,70a 56,78b 69,19 73194
DE(M)) 46,07a 52,74b 65,44c 71874
UE(M) 413a 5,07a 47a 582a
Em (M)) 6,60a 7930 9,88b 10,61b
ME(M)) 35,39a 39,78b 50,84¢ 5551d
ME/DE O77a 0,75a 078a O77a
RE(M)) 4,96a 0,13b -2,75¢ 4,924
PP (M)) 30,A2a 39,75b 53,60 60,424
* Nilai yang diikuti oleh huruf yang, berbeda pada baris yang sama
berbeda nyata (P<0,05)
Hubungan antara lama kerja (t) dengan kebutuhan energi metabolis (ME)
mengikuti model persamaan:
MEmax t*
r
20,77
Sb :0,46
MEmax: 59,5
K
n
dimana:
ME
t
20,53
2189
:energi termetabolis (MJ)
lama kerja (jam)74
MuJ/hari
Tak Kerja Kerja tjam Kerja 2jam Kerja 3 jam
Beban kerja
Gambar 18. Kurva perbandingan antara Energi Termetabolis (ME),
Produksi Panas (PP), Retensi Energi (RE) dan Energi untuk
kerja (Ek)
Produksi Panas dan Kebutuan Energi Kerja.
Perhitungan produksi panas dengan pengukuran energi metabolis (ME)
dan retensi energi (RE) mendapatkan bahwa produksi panas kerbau yang tidak
bekerja adalah 30,42 MJ/hari (Label 14). Nilai produksi panas ini setara dengan
0,42 W07 MJ.75
Produksi panas atau pengeluaran energi utnuk hidup pokok dihitung dari
formula:
PPm =ME-RE/0,70_ 35
Pada saat RE = 0 maka ME sama dengan Pi. Bila konsumsi ME meningkat
sebesar AME maka akan terjdadi peningkatan retensi energi sebesar ARE. Mount
(1979) mendapatkan bahwa ARE/AME sama dengan 0,70. Artinya hanya 70%
kenaikkan ME di atas hidup pokok akan menjadi RE, sedangkan sisanya hilang
sebagai panas. Dari perhitungan ini didapatkan bahwa pengeluaran energi untuk
hidup pokok pada kerbau adalah 0,37 W°7 MJ/h. Bila dibandingkan dengan
katabolisme puasa yang besarnya 70 Keal/W" (Brody, 1945), besarnya produksi
panas ini adalah 1,25 kali.
Astuti (1995) mendapatkan bahwa produksi panas pada kambing laktasi
adalah 0,47 sampai 0,59 MJ/W®, sedangkan Sastradipradja ef al., (1994) juga
mendapatkan 0,45 MJ/W" pada kambing PE. Lebih rendahnya produksi panas
pada kerbau disebabkan karena kerbau mempunyai temperamen yang lebih
tenang dari pada kambing. Produksi panas kerbau yang bekerja 1 jam, 2 jam dan
3 jam dengan beban 450 - 500 N adalah 39,75 MJ; 53,60 MJ dan 60,42 MJ/hari.
Besarnya pengeluaran energi ini adalah 1,23; 1,51 dan 1,65 kali dari kebutuhan
energi istirahat. Leng (1985) mendapatkan bahwa kebutuhan energi untuk ternak
yang bekerja ringan (berjalan tanpa beban 6 jam/hari) adalah 1,5 kali kebutuhan76
energi istirahat dan meningkat sampai 2 kali kebutuhan energi istirahat pada
kerbau yang bekerja berat (membajak 6 jam/hari).
Berdasarkan perhitungan produksi panas pada kerbau yang tidak kerja
dan pada kerbau yang bekerja maka kebutuhan energi untuk kerja dapat
ditentukan. Energi untuk kerja yang dihitung dari PPkerja dikurangi dengan
PPtidak kerja didapatkan bahwa kerbau yang bekerja 1 jam memerlukan energi
sebesar 9,56 MJ, sedangkan yang bekerja 2 dan 3 jam kebutuhan energinya 20
dan 25,86 MJ. Didasarkan atas perhitungan produksi panas (energi) dengan
teknik pengukuran komposisi tubuh maka produksi panas kerbau yang bekerja 1
jam, 2 jam dan 3 jam adalah 1,31; 1,76 dan 1,99 kali dari produksi panas saat
istirahat.
Ektrapolasi nilai produksi panas dari kerbau yang bekerja 1 jam, 2 jam
dan 3 jam ke titik nol (tidak kerja) menghasilkan nilai produksi panas sebesar
31,31 MJ. Bila nilai ini dikurangi dengan nilai produksi panas saat istirahat yang
besarnya 30,42 MJ hasilnya 0,89 MJ. Nilai ini adalah keperluan energi untuk
kesiagaan/siap kerja. Rendahnya kebutuhan energi untuk kesiagaan ini
menunjukkan bahwa kerbau adalah ternak yang mempunyai temperamen yang
tenang dan merupakan tipe ternak kerja yang baik.Besarnya produksi panas kerbau yang, sedang bekerja dipengaruhi oleh
massa tubuh, beban kerja dan lama kerja. Hubungan antara produksi panas
dengan massa tubuh, beban kerja dan lama kerja mengikuti persamaan:
PP = 1,24 Woe Pos Ato
R :0,97
Sb :0.01
dimana:
PP: Produksi panas (MJ)
Ws massa tubuh (kg)
F _: beban tarik (KN)
At: lama kerja (am)
Persamaan yang menyatakan hubungan antara kebutuhan energi untuk
kerja dengan beban kerja, lama kerja dan massa tubuh adalah:
0,003 Fus Atos
Ek=
wow
R:0,99
Sb : 0,005
dimana:
Ek: kebutuhan energi untuk kerja (MJ)
F: besar beban tarik (N)
W: massa tubuh (kg)
At: lama kerja (jam)
6. Denyut Nadi dan Energi Kerja.
Denyut nadi kerbau yang diukur secara kontinyu pada saat istirahat
berkisar antara 35 - 42/menit (Tabel 15). Richard dan Lawrence (1984)
mendapatkan bahwa denyut nadi kerbau lebih rendah dari pada denyut nadisapi. Lebih rendahnya denyut nadi kerbau dibandingkan dengan sapi mungkin
disebabkan oleh perbedaan anatomi dan sistim kardiovaskuler dari kedua
spesies hewan tersebut.
Tabel 15. Denyut nadi (HR) dan pengeluaran energi untuk kerja (Ek)
pada kerbau.
Denyut nadi/menit Energi kerja (KJ/W/menit)
40 0
41 0
2 0
38 0
37 0
57 0,161
53 0,155
51 0143
60 0,176
57 0,169
68 0346
69 0,345,
B 0,370
7 0,333
wu 0,375
106 0,391
12 0454
115 0464
124 0,445
113 0431
120 0,546
19 0552
125 0519
130 0,629
109 0573
ng 0539
* W: Massa tubuh kerbau (Kg).Peningkatan beban kerja akan meningkatkan denyut nadi kerbau, dan
peningkatan denyut nadi ini ternyata mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan peningkatan pengeluaran energi. Data Tabel 15 memperlihatkan bahwa
peningkatan pengeluaran energi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja
akan diikuti oleh meningkatnya denyut nadi. Gambar 19 memperlihatkan
hubungan antara denyut nadi dengan beban kerja pada berbagai waktu kerja.
8
»
3
Denyut nadi/menit
60]
Borjalan
40 |e nee eee
20
0 50 90 130 170 210 250
Waktu kerja (menit)
Gambar 19, Denyut nadi kerbau pada berbagai kondisi kerjaHubungan antara pengeluaran energi untuk kerja dengan denyut nadi
(Gambar 20) mengikuti persamaan:
Ek = 0,27 HR**-1 ...
dimana:
Ek: Pengeluaran energi untuk kerja (KJ/W/menit)
HR: Denyut nadi/menit.
Energi kerja (KU/W/ment)
° 20 40 60 80 100 120 140
Denyut nadi/menit
Gambar 20. Hubungan antara denyut nadi dengan pengeluaran energi
untuk kerja.
Dari hubungan tersebut, maka pengeluaran energi untuk kerja dapat
ditentukan dari pengukuran denyut nadi dengan model:
Ek = (0,270 HR-1) Wt.dimana:
Ek :Energi untuk kerja (KJ)
HR: Denyut nadi/menit.
W:: Massa tubuh kerbau (Kg).
t: Lama kerja (menit).
Adanya korelasi yang positif antara denyut nadi dengan pengeluaran
energi juga didapatkan oleh Richard dan Lawrence (1984) dan Mahardika et al.
(1995), sedangkan Rometsch dan Becker (1993) mendapatkan denyut nadi
berkorelasi positip dengan beban kerja (R = 0,80).
Stout (1990) melaporkan bahwa denyut nadi orang yang, bekerja ringan
nilainya dibawah 90 kali/menit, sedangkan denyut nadi akan meningkat
menjadi 100 - 130 kali/ menit bila ia bekerja berat.
Formula tersebut diatas dapat dipakai untuk menentukan kebutuhan
energi untuk kerja pada kerbau pada berbagai aktifitas kerja. Salah satu
keunggulan dari pendugaan penentuan kebutuhan energi dari pengukuran
denyut nadi ini adalah tidak membedakan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
kerbau. Hal ini memberikan peluang untuk melakukan pengukuran kebutuhan
energi pada kerbau yang sedang merumput di padang penggembalaan.
Penentuan kebutuhan energi pada saat merumput ini penting diketahui untuk
menilai apakah rumput yang dimakan mencukupi kebutuhan ternak.7. Perhitungan Kebutuhan Energi dan Protein.
Energi, protein dan zat makanan yang diperoleh dari makanan digunakan
oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Produksi
ternak ruminansia bisa berupa daging, susu dan tenaga kerja (sapi, kerbau dan
kuda). Bagi ternak yang dikhususkan untuk kerja pemberian pakannya
diutamakan untuk memenuhi kebutuhannya untuk produksi tenaga kerja.
Namun penting pula diperhatikan kebutuhan zat-zat makanan terutama energi
dan protein untuk hidup pokok dan pertumbuhan, karena walaupun ternak
tersebut digunakan untuk kerja, maka diharapkan juga ia bisa tumbuh dengan
baik dan mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dikemudian hari.
Pengukuran kebutuhan energi dengan pendekatan percobaan pakan dan
pengukuran komposisi tubuh memberi hasil bahwa kebutuhan energi untuk
kondisi istirahat pada kerbau adalah 0,42 W°> MJ/hari, sedangkan kebutuhan
energi untuk hidup pokok adalah 0,37 W MJ/hari. Kebutuhan energi untuk
kerja akan meningkat dengan meningkatnya lama kerja, beban kerja dan massa
tubuh. Kebutuhan energi termetabolis untuk pertumbuhan/ pertambahan massa
tubuh dihitung dari besarnya energi yang diperlukan untuk menaikkan massa
tubuh dengan asumsi bahwa efisiensi parsial (ARE/AME) besarnya 70%
(Mount, 1979). Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan kebutuhan energi
untuk pertumbuhan adalah 14,6 MJ setiap kenaikkan 1 kg massa tubuh . Jadi83
kerbau yang massanya 300 kg yang bekerja sedang (2 jam/hari beban 450 - 500
N) memerlukan energi sebanyak 48,9 MJ (Tabel 16).
Penentuan kebutuhan protein juga ditentukan dengan pendekatan
percobaan pakan dan perubahan komposisi tubuh. Perhitungan-perhitungan
dilandasi oleh data-data tentang kecernaan protein pakan serta nilai biologis dari
protein itu sendiri.
Tabel 16. Data kebutuhan energi dan protein pada kerbau betina
umur 2-4 tahun.
Takkerja_| Kerjaringan | Kerjasedang | Kerja berat
w | aw (Ek=956) | (k=20) | (Ek=25,86)
ME | DP | ME | DP | ME | DP | ME | DP
|_ kg) | tke) | (MD) | (@) | (Mp | (e) Lop | @ | mp | @
250 0 264 | 158 | 36,2 | 190 | 45,0 | 242 | 535 | 375
0,25 30,1 242 39,9 ms 48,7 326 57,2 | 459
0,50 33,7 326 45,5 358 524 400 60,9 | 543
300 0 30,3 181 40,1 213 48,9 265 57,4 398
0,25 33,9 268 438 300 52,6 252 61,1 485
0,50 | 37,6 | 355 | 475 | 387 | 563 | 439 | 648 | 572
350 0 34,0 | 203 | 43,8 | 235 | 526 | 287 | 61,1 | 420
025 | 37,6 | 292 | 475 | 324 | 563 | 376 | 648 | 509
050 | 41,3 382 511 414 60,0 466 68,5 | 59
2
400 0 37,6 47A 257 56,2 309 64,7 | 442
0,25 | 41,2 | 317 | 511 349 | 59,9 | 401 684 | S34
0,50 449 409 548 441 63,6 467 721 626
Keterangan:
W —:Massa tubuh
AW __:Pertambahan massa tubuh /hari
DP Protein tercerna.
ME Energi termetabolisBerdasarkan perhitungan-perhitungan tersebut didapatkan kebutuhan protein
untuk hidup pokok sebesar 2,51 W°% g, sedangkan kebutuhan protein untuk
kerja dipengaruhi oleh lama kerja (pada beban kerja 450 - 500 N). Hubungan
antara lama kerja dengan kebutuhan protein untuk kerja adalah:
Pk = 12,59 0
Pr 094
Sb :0,73
dimana:
Pk: kebutuhan protein untuk kerja (g)
ts Tama kerja (jam)
Kebutuhan protein untuk pertumbuhan dihitung berdasarkan kenaikan
massa tubuh , komposisi tubuh dan nilai biologis protein serta kehilangan N
melalui urin. Untuk kenikan 1 kg massa tubuh protein yang diperlukan adalah
181 g (kandungan protein tubuh 18,1%). Dengan perhitungan nilai biologis
protein sebesar 70% maka protein tercerna pada pakan yang diperlukan adalah
180/0,7 adalah 258 g.
Nitrogen endogen pada urin = 0,2 Wo?
Protein urin = 625 x02 WS = 1,25 Wor
Dari sini didapatkan bahwa kebutuhan protein untuk pertumbuhan adalah:
Pt = (258 + 1,25 Wo?) AW .
dimana:
Pt protein untuk pertumbuhan (g)
W: massa tubuh (kg)
AW: perubahan massa tubuh (kg/hari)85
Kurar dan Mudgal dalam Kearl (1982) menyatakan bahwa kebutuhan
energi termetabolis untuk hidup pokok pada kerbau adalah antara 0,41 - 0,61
W0%5/hari. Variasi ini erat hubungannya dengan rasio energi dan protein pakan.
Lebih rendahnya kebutuhan energi untuk hidup pokok pada penelitian ini
menunjukkan bahwa kerbau disini mempunyai adaptasi yang lebih baik dengan
lingkungannya. Kebutuhan protein untuk hidup pokok adalah 2,5 W°7 g/hari
(Givaiah dan Mudgal dalam Kearl, 1982), sedangkan protein untuk pertumbuhan
adalah: 2,54 W97 + 238 g AW + 0,6631 kg W - 0,001142 W2. Perhitungan pada
massa tubuh dan pertumbuhan yang sama mendapatkan bahwa kebutuhan
protein untuk tumbuh pada penelitian ini lebih rendah dari yang diutarakan oleh
Kearl (1982). Ini menunjukkan bahwa kerbau disini lebih efisien untuk
menggunakan protein pakan untuk pertumbuhan. Kebutuhan protein untuk
kerja disebutkan 90 g, 110 g dan 130 g protein tercerna untuk masing-masing
kerja ringan, sedang dan berat.V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang penampilan kerja kerbau
betina pada berbagai beban kerja serta implikasinya dengan kebutuhan energi
dan protein pakan dapat disimpulkan:
1. Polar Sport Tester PE-300 yang dilengkapi dengan elektrode yang telah
disesuaikan untuk kerbau dan amplifier operasional yang dibuat
khusus dapat dipakai untuk mengukur denyut nadi kerbau secara
kontinyu dalam waktu yang lama.
2. Meningkatnya pengeluaran energi untuk kerja sejalan dengan
meningkatnya denyut nadi, sehingga pengeluaran energi untuk kerja
dapat diduga dari pengukuran denyut nadi dengan persamaan:
Ek = (0,270 HRS -1) Wt
3, Kebutuhan energi untuk hidup pokok pada kerbau adalah 0,37 W°7
MJ/hari, sedangkan kebutuhan energi istirahat adalah 0,42 W°
MJ/hari. Kebutuhan energi ini meningkat sampai 1,99 kali bila bekerja
selama 3 jam’dengan beban 450-500 N. Hubungan antara kebutuhan
energi untuk kerja dengan beban kerja, lama kerja dan massa tubuh
adalah:
0,003 Fis 1°
Ek=
woo87
4, Hasil pengukuran produksi panas pada penelitian ini mendapatkan
bahwa nilai produksi panas untuk kerja yang dihitung dari persamaan
Lawrence terlalu rendah. Pada penelitian ini didapatkan bahwa energi
yang diperlukan oleh kerbau untuk memindahkan 1 kg massa tubuh
sejauh 1 meter (a) adalah 2,56 joule, sedangkan energi untuk
memindahkan 1 kg beban sejauh 1 meter (b) adalah 5,2 joule dan
efisiensi kerja mekanik sebesar 0,29.
5, Kebutuhan protein untuk hidup pokok 2,51 W° g, sedangkan protein
untuk pertumbuhan (Pt) dan protein untuk kerja (Pk) adalah:
Pt = (258 + 1,25W)AWkg g
Pk = 12,59 8%" g
6. Peningkatan beban kerja akan menyebabkan mening-katnya
temperatur rektal, temperatur kulit dan frekwensi nafas sebagai akibat
dari meningkatnya laju metabolisme. Meningkatnya konsentrasi
glukose dan trigliserida plasma darah pada saat kerja menunjukkan
adanya degradasi lemak dan proses pembentukan glukose untuk
memenuhi kebutuhan energi untuk kerja.
7. Meningkatnya beban kerja diikuti oleh meningkatnya konsumsi pakan,
tetapi tidak berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering pakan.