You are on page 1of 9

IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No.

1 – Januari 2018

Penatalaksanaan Terapi Relaksasi Otot Progresif dengan Masalah Penurunan


Curah Jantung pada Pasien Hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen
1 2
Resti Dyah Ayuningsih , Ratna Setiyaningsih
Politeknik Kesehatan Bhakti Mulia, sukoharjo
restidyahayuningsih@yahoo.com, ratnaa_zeitiyanie@yahoo.co.id

Abstract: Hypertension is defined as systolic blood pressure above 140 mmHg and or diastolic blood
pressure above 90 mmHg. Hypertension is a condition when a person has an elevated blood pressure
above normal that results in an increase in morbidity and mortality. Hypertension that is not immediately
handled will cause the occurrence of brain damage, stroke, myocardial infarction, kidney failure so as to
prevent these complications are done one of them with progressive muscle relaxation therapy. This
therapy can provide a relaxed state and lower blood pressure. This study was conducted to identify
differences in blood pressure before and after muscle relaxation therapy in hypertensive patients in dr.
Soehadi Prijonegoro Sragen. The design of this study is descriptive qualitative by using nursing process
approach (nursing process) with the number of subjects used by 5 subjects, the subjects used is the
subject of nonprobability accidental. The results showed that the difference in blood pressure from 5
subjects before and after doing progressive muscle relaxation in hypertensive patients in hospitals dr.
Soehadi Prijonegoro Sragen. Recommendation of this study is as an alternative in lowering blood
pressure in hypertensive patients.
Keywoard: hypertension, progressive muscle relaxation therapy, blood pressure

Abstrak:Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan atau tekanan
darah diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan angka
kematian. Hipertensi yang tidak segera ditangani akan menyebabkan terjadinya kerusakan otak, stroke,
infark miokard, gagal ginjal sehingga untuk mencegah komplikasi tersebut dilakukan salah satunya
dengan terapi relaksasi otot progresif. Terapi ini dapat memberikan keadaan rileks dan menurunkan
tekanan darah. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan tekanan darah sebelum dan
sesudah dilakukan terapi relaksasi otot progresif pada pasien hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Sragen. Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan (nursing proses) dengan jumlah subjek yang digunakan 5 subjek, subjek yang digunakan
adalah nonprobability accidental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan tekanan darah
dari 5 subjek sebelum dan sesudah dilakukan terapi relaksasi otot progresif pada pasien hipertensi di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah sebagai alternatif dalam
menurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Kata Kunci: hipertensi, terapi relaksasi otot progresif, tekanan darah

I. PENDAHULUAN parenkim ginjal, disfungsi organ, tumor dan


kehamilan. Dalam waktu yang lama hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan yang tidak ditangani akan merusak pembuluh
darah persisten dimana tekanan sistoliknya di darah di seluruh tubuh, yaitu mata, jantung,
atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas ginjal dan otak. Terjadinya pembesaran pada
90 mmHg. Hipertensi merupakan suatu jantung karena dipaksa meningkatkan beban
peningkatan abnormal tekanan darah dalam kerja saat memompa melawan tingginya
pembuluh darah arteri secara terus-menerus tekanan darah.
lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi bila Menurut Kemenkes (2013) prevalensi
arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arteriol hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%.
membuat darah sulit mengalir dan peningkatan Prevalensi didapat melalui pengukuran pada
tekanan melawan dinding arteri (Udjianti, 2013). umur ≥18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di
Menurut World Population Prospect (2010) Bangka Belitung 30,9%, diikuti Kalimantan
dalam Kemenkes RI (2013) sekitar 20% populasi Selatan 30,8%, Kalimantan Timur 29,6%, dan
dewasa mengalami hipertensi dan lebih dari Jawa Barat 29,4%, dan yang di dapat melalui
90% diantaranya menderita hipertensi esensial kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan
(primer), dimana tidak dapat ditentukan sebesar 9,4%, yang di diagnosis tenaga
penyebab medisnya. Sisanya mengalami kesehatan atau sedang minum obat sebesar
kenaikan tekanan darah karena penyebab 9,5%. Tedapat 0,1% yang minum obat sendiri.
tertentu (hipertensi sekunder), seperti Responden yang mempunyai tekanan darah
penyempitan arteri renalis atau penyakit normal tetapi sedang minum obat hipertensi

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 78


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

sebesar 0,7%. Jadi prevalensi hipertensi di Penurunan Curah Jantung pada Subjek
Indonesia sebesar 26,5% (25,8% + 0,7%). Hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Sragen”.
Tengah (2012) prevalensi kasus hipertensi
esensial di Jawa Tengah tahun 2011 sebesar II. METODE PENELITIAN
72,13% lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 Penelitian ini dilakukan di RSUD dr.
sebesar 67,57%. Berdasarkan laporan dari Soehadi Prijonegoro Sragen pada tanggal 27
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, kasus Maret 2017 sampai dengan 8 April 2017. Jenis
tertinggi hipertensi esensial sebanyak 554.771 penelitian ini adalah deskriptif dengan cara
kasus. Data Dinkes Kabupaten Sukoharjo tahun menggunakan pendekatan proses keperawatan
2014, hipertensi esensial masuk dalam sepuluh (nursing proses).
besar penyakit di Dinas Kesehatan Kabupaten Populasi yang diambil adalah subjek yang
Sukoharjo dengan prevalensi sebanyak 21,16% mengalami hipertensi di RSUD dr. Soehadi
(18.734 kasus), sedangkan pada tahun 2015 Prijonegoro Sragen, sedangkan sampelnya
mengalami peningkatan menjadi 41,57% adalah 5 subjek subjek hipertensi di ruang
(36.827 kasus). penyakit dalam dengan kriteria:
Menurut Murti et al (2011) ada beberapa 1. Inklusi seperti 5 subjek hipertensi dan
cara untuk mengatasi hipertensi yaitu tekanan darahnya ≥140/90 mmHg
pengobatan secara farmakologis dengan minum 2. Eksklusi seperti tekanan darah ≥200/130
obat anti hipertensi, selain itu juga ada mmHg dan berumur 70 tahun ke atas
pengobatan nonfarmakologis yang dapat Teknik sampling yang digunakan adalah
mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan Non Probability Sampling dengan pendekatan
farmakologis menjadi tidak diperlukan atau Purposive Sampling. Teknik dalam
ditunda. Yang termasuk pengobatan pelaksanaan menggunakan studi kasus
nonfarmakologis diantaranya seperti diet rendah kemudian melakukan asuhan keperawatan
garam/kolesterol, menurunkan berat badan pada secara langsung. Teknik pengambilan data
obesitas, olahraga secara teratur, meditasi, yang digunakan adalah sebagai berikut:
yoga, dan relaksasi otot progresif. wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dokumentasi.
Sulistyarini (2013) terapi obat bukan satu- Instrumen penelitian yang digunakan oleh
satunya alternatif yang dapat dipilih. Diperlukan peneliti sendiri dengan pedoman pengkajian.
sebuah terapi pendamping untuk mengurangi Data diperoleh dengan menggunakan alat:
ketergantungan terhadap hipertensi untuk pedoman observasi seperti stetoskop untuk
mempertahankan kualitas hidup yaitu terapi mendengarkan denyut nadi, spigmomanometer
relaksasi. Terapi relaksasi dapat membantu untuk mengukur tekanan darah, leaflet, dan
untuk menimbulkan rasa nyaman atau relaks. pedoman wawancara dengan beberapa daftar
Keadaan relaks akan mengaktifkan sistem saraf pertanyaan dan alat tulis (pulpen, kertas).
parasimpatis yang berfungsi untuk menurunkan
detak jantung, laju pernafasan dan tekanan III. HASIL PENELITIAN
darah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan 1. Gambaran Lokasi Penelitian
adanya pengaruh terapi relaksasi terhadap Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Soehadi
peningkatan kualitas hidup penderita hipertensi Prijonegoro di Jl. Sukowati 534, Nglorog,
pada kelompok eksperimen dibandingkan Kec. Sragen, Kabupaten Sragen, Jawa
kelompok kontrol yang tidak mendapatkan Tengah 57272, Indonesia, dengan type B.
relaksasi. Rumah sakit ini memiliki kapasitas tempat
Menurut Murti, dkk (2011) terapi relaksasi tidur sebanyak 243. Penelitian dilakukan di
otot progresif adalah teknik sistematis untuk ruang penyakit dalam yaitu Tulip dan
mencapai keadaan relaksasi metode yang Sakura.
diterapkan melalui penerapan metode progresif 2. Deskripsi Hasil Penelitian
dengan latihan bertahap dan berkesinambungan a. Karakteristik Subjek Penelitian
pada otot skeletal dengan cara menegangkan Subjek dalam penelitian ini sejumlah 5
dan melemaskannya yang dapat subjek. Subjek yang berumur 45-55 tahun
mengembalikan perasaan otot sehingga otot sebanyak 2 subjek (40%) yang berumur
menjadi rileks dan dapat digunakan untuk 56-65 tahun sebanyak 3 subjek (60%),
menurunkan tekanan darah pada penderita yang bekerja swasta sebanyak 3 subjek
hipertensi esensial. (60%) yang bekerja sebagai petani
Berdasarkan latar belakang di atas maka sebanyak 2 subjek (40%), yang berjenis
penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang kelamin laki-laki sebanyak 3 subjek (60%)
berjudul “Penatalaksanaan Terapi Relaksasi berjenis kelamin perempuan sebanyak 2
Otot Progresif dengan Masalah Keperawatan: subjek (40%), yang berpendidikan SD

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 79


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

sebanyak 2 subjek (40%) yang sedang, subjek tampak gelisah,


berpendidikan SMP sebanyak 3 ekstremitas atas dan bawah dingin dan
responden (60%), yang tekanan darahnya pucat, subjek memegangi bagian kepala,
150/100 mmHg sebanyak 2 subjek (40%), TTV: TD: 150/100 mmHg, N: 88x /menit,
O
tekanan darahnya 160/100 mmHg R: 24x /menit, S: 37,5 C.
sebanyak 2 subjek (40%) dan tekanan 4) Subjek 4
darahnya 180/100 mmHg sebanyak 1 Pengkajian yang dilakukan diperoleh data
subjek (10%) subjek mengatakan pegal pada leher,
Tabel 4.1 Karakteristik subjek jantung berdebar-debar dan subjek
penelitian berdasarkan umur, pekerjaan, merasa letih ketika mengerjakan sesuatu
jenis kelamin, pendidikan, tekanan darah. dengan tergesa-gesa, sejak 1 minggu
No Karakteristik Subjek Frekuensi yang lalu, subjek mengatakan di dalam
(%) keluarganya ada yang memiliki penyakit
1 Umur
45-55 2 40 hipertensi yaitu ibunya, keadaan umum
56-65 3 60 subjek lemah, ekstremitas atas dan bawah
2 Pekerjaan dingin dan pucat, subjek tampak gelisah,
Swasta 3 60 subjek tampak letih, TTV: TD: 180/100
Tani 2 40
3 Jenis Kelamin mmHg, N: 90x /menit, R: 24x /menit, S:
O
Laki-laki 3 60 36,5 C.
Perempuan 2 40 5) Subjek 5
4 Pendidikan Pengkajian yang dilakukan diperoleh data
SD 2 40
SMP 3 60 subjek mengatakan pusing dan pegal
5 Tekanan darah pada leher sejak 3 hari yang lalu, keadaan
150/100 mmHg 2 40 umum subjek lemah, ekstremitas atas dan
160/100 mmHg 2 40 bawah dingin dan pucat, subjek tampak
180/100 mmHg 1 10
gelisah, TTV: TD: 160/100 mmHg, N: 88x
Sumber: data primer, diolah 2017 O
/menit, R: 22x /menit, S: 36,9 C
b. Pengkajian
c. Diagnosis keperawatan
1) Subjek 1
Dirumuskan problem risiko tinggi
Pengkajian yang dilakukan diperoleh data
terhadap penurunan curah jantung dengan
subjek mengatakan batuk, pusing dan
etiologi peningkatan afterload vasokontriksi,
pandangan kabur sejak 2 hari yang lalu,
sehingga dapat ditegakkan diagnosa
posisi subjek duduk, faktor yang
keperawatan risiko tinggi terhadap
mempengaruhi posisi yaitu karena sakit,
penurunan curah jantung berhubungan
keadaan umum subjek lemah, subjek
dengan peningkatan afterload vasokontriksi.
tampak gelisah, ekstremitas atas dan
bawah dingin dan pucat, subjek
d. Rencana keperawatan
memegang bagian kepala, subjek tampak
Berdasarkan diagnosa keperawatan
letih, TTV: TD: 160/100 mmHg, N: 90x
O yang ditegakkan maka tujuan yang ingin
/menit, R: 24x /menit, S: 37 C.
dicapai yaitu setelah dilakukan tindakan
2) Subjek 2
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
Pengkajian yang dilakukan diperoleh data
curah jantung dapat adekuat dengan kriteria
subjek mengatakan pegal pada leher,
hasil: menurunnya tekanan darah (120-140
jantung berdebar-debar dan merasa letih
mmHg), akral hangat, nadi kuat dan teratur,
jika melakukan pekerjaan yang berat,
suara napas bersih dan teratur, memberikan
sudah 1 hari keadaan umum subjek
keadaan rileks, menurunkan ketegangan
lemah, ekstremitas atas dan bawah dingin
otot, untuk mengatasi masalah tersebut
dan pucat, subjek tampak gelisah, subjek
tindakan yang akan dilakukan adalah
tampak letih, TTV: TD: 150/100 mmHg, N:
O melatih subjek untuk melakukan terapi
88x /menit, R: 22x /menit, S: 37,5 C.
relaksasi otot progresif. Tindakan ini akan
3) Subjek 3
dilakukan satu kali sehari dalam waktu 25
Pengkajian yang dilakukan diperoleh data
menit selama 3 hari.
subjek mengatakan pusing dan
pandangan kabur sejak 2 hari yang lalu,
e. Pelaksanaan keperawatan
subjek mengatakan di dalam keluarganya
1) Subjek 1
ada yang memiliki riwayat penyakit
Pelaksanaan tindakan pertama melatih
diabetes mellitus yaitu ayahnya. Posisi
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot
subjek duduk, faktor yang mempengaruhi
progresif dengan respon subjek mengatakan
adalah sakit, keadaan umum subjek
batuk, pusing dan pandangan kabur, subjek

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 80


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

tampak gelisah, ekstremitas atas dan bawah pandangan kabur berkurang, subjek tampak
dingin dan pucat, subjek memegangi bagian gelisah, ekstremitas atas dan bawah hangat,
kepala, TTV: TD: 160/100 mmHg, N: subjek tidak memegangi bagian kepala lagi,
O
88x/menit, R: 22x/menit, S: 37 C. TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 84x/menit, R:
O
Pelaksanaan tindakan kedua melatih 22x/menit, S: 36,5 C.
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot Pelaksanaan tindakan kedua melatih
progresif dengan respon subjek mengatakan subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot
batuk berkurang, tidak pusing dan progresif dengan respon subjek mengatakan
pandangan kabur berkurang, gelisah subjek mengatakan sudah tidak pusing dan
berkurang, ekstremitas atas dan bawah pandangan tidak kabur, subjek tidak gelisah,
hangat, TTV: TD: 130/90 mmHg, N: ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek
O
88x/menit, R: 24x/menit, S: 36,5 C. tidak memegangi bagian kepala lagi, TTV:
Pelaksanaan tindakan ketiga melatih TD: 120/80 mmHg, N: 84x/menit, R:
O
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot 22x/menit, S: 36,5 C.
progresif dengan respon subjek mengatakan 4) Subjek 4
batuk berkurang, tidak pusing dan Pelaksanaan tindakan pertama melatih
pandangan tidak kabur, tidak gelisah, subjek untuk melakukan terapi relaksasi
ekstremitas atas dan bawah hangat, TTV: otot progresif dengan respon subjek
TD: 120/90 mmHg, N: 84x/menit, R: mengatakan pegal pada leher, jantung
O
22x/menit, S: 36,9 C. berdebar-debar dan merasa letih ketika
2) Subjek 2 mengerjakan sesuatu dengan tergesa-
Pelaksanaan tindakan pertama melatih gesa, ekstremitas atas dan bawah dingin
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot dan pucat, subjek tampak gelisah, subjek
progresif dengan respon subjek mengatakan tampak letih, TTV: TD: 170/100 mmHg, N:
O
pegal pada leher, jantung berdebar-debar, 88x/menit, R: 24x/menit, S: 36,5 C.
merasa letih jika melakukan pekerjaan yang Pelaksanaan tindakan kedua melatih
berat, ekstremitas atas dan bawah dingin subjek untuk melakukan terapi relaksasi
dan pucat, subjek tampak gelisah, subjek otot progresif dengan respon subjek
tampak letih, TTV: TD: 140/90 mmHg, N: mengatakan pegal pada leher berkurang,
O
88x /menit, R: 24 x/menit, S: 37,5 C. jantung tidak berdebar-debar, subjek masih
Pelaksanaan tindakan kedua melatih merasa letih, ekstremitas atas dan bawah
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot hangat, subjek tidak gelisah, subjek tampak
progresif dengan respon subjek mengatakan letih, TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 84x/menit,
O
pegal pada leher berkurang, jantung tidak R: 20x/menit, S: 36,9 C.
berdebar-debar, tidak merasa letih, Pelaksanaan tindakan ketiga melatih
ekstremitas atas dan bawah dingin dan subjek untuk melakukan terapi relaksasi
pucat, subjek tidak gelisah, TTV: TD: 130/80 otot progresif dengan respon subjek
O
mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 37 C. mengatakan sudah tidak pegal pada leher,
Pelaksanaan tindakan ketiga melatih jantung tidak berdebar-debar, subjek tidak
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot letih, ekstremitas atas dan bawah hangat,
progresif dengan respon subjek mengatakan subjek tidak gelisah, TTV: TD: 130/80
sudah tidak pegal pada leher, jantung tidak mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S:
O
berdebar-debar, tidak merasa letih, 37,5 C.
ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek 5) Subjek 5
tidak gelisah, TTV: TD: 120/90 mmHg, N: Pelaksanaan tindakan pertama melatih
O
84x/menit,R: 22x/menit, S: 36,9 C. subjek untuk melakukan terapi relaksasi
3) Subjek 3 otot progresif dengan respon subjek
Pelaksanaan tindakan pertama melatih mengatakan pusing dan pegal pada leher,
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot ekstremitas atas dan bawah dingin dan
progresif dengan respon subjek mengatakan pucat, subjek tampak gelisah, TTV: TD:
subjek mengatakan pusing dan pandangan 150/100 mmHg, N: 88x/menit, R: 22x/menit,
O
kabur, subjek tampak gelisah, ekstremitas S: 36,9 C.
atas dan bawah dingin dan pucat, subjek Pelaksanaan tindakan kedua melatih
memegangi bagian kepala, TTV: TD: 150/90 subjek untuk melakukan terapi relaksasi
mmHg, N: 88x/menit,R: 24x/menit, S: otot progresif dengan respon subjek
O
37,5 C. mengatakan pusing berkurang dan pegal
Pelaksanaan tindakan kedua melatih pada leher, ekstremitas atas dan bawah
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot dingin dan pucat, subjek tidak gelisah, TTV:
progresif dengan respon subjek mengatakan TD: 130/90 mmHg, N: 88x/menit, R:
O
subjek mengatakan tidak pusing dan 24x/menit, S: 37,2 C.

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 81


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

Pelaksanaan tindakan ketiga melatih kesehatan klien, untuk menentukan masalah


subjek untuk melakukan terapi relaksasi keperawatan dan kesehatan klien, untuk
otot progresif dengan respon subjek menilai keadaan kesehatan klien, untuk
mengatakan tidak pusing dan tidak pegal membuat keputusan yang tepat dalam
pada leher, ekstremitas atas dan bawah menentukan langkah-langkah berikutnya
hangat, subjek tidak gelisah, 130/90 mmHg, (Dermawan, 2012).
O
N: 84x/menit, R: 20x/menit, S: 37,5 C. Berdasarkan hasil pengkajian yang
didapatkan, penulis memperoleh data
f. Evaluasi keperawatan mengenai umur subjek, ada 3 subjek yang
1) Subjek 1 mengatakan batuk berkurang, berumur 45-55 tahun dan 2 subjek 56-65
pusing hilang dan pandangan tidak kabur, tahun, seperti yang dikemukakan oleh
tidak gelisah, ekstremitas atas dan bawah Rahajeng (2009) tingginya hipertensi sejalan
hangat, TTV: TD: 120/90 mmHg, N: dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh
O
84x/menit, R: 22x/menit, S: 36,9 C. perubahan struktur pada pembuluh darah
2) Subjek 2 mengatakan sudah tidak pegal besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit
pada leher, jantung tidak berdebar-debar, dan dinding pembuluh darah menjadi kaku,
ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan
tidak gelisah, subjek tidak letih, TTV: TD: darah sistolik.
120/90 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, Menurut Sucipto (2014) seiring
O
S: 36,9 C. bertambahnya usia, seseorang akan
3) Subjek 3 mengatakan pusing hilang dan mengalami perubahan struktural dan
pandangan tidak kabur, subjek tidak gelisah, fungsional dalam tubuhnya dan salah satunya
ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek mengalami kerusakan struktural dan
tidak memegang bagian kepala lagi, TTV: fungsional pada aorta, yaitu arteri besar yang
TD: 120/80 mmHg, N: 84x/menit, R: membawa darah dari jantung, yang
O
22x/menit, S: 36,5 C. menyebabkan semakin parahnya pengerasan
4) Subjek 4 mengatakan sudah tidak pegal pembuluh darah dan semakin tingginya
pada leher dan jantung tidak berdebar- tekanan darah sehingga menyebabkan
debar, ekstremitas atas dan bawah hangat, seseorang mengalami hipertensi.
subjek tidak gelisah, subjek tidak letih, TTV: Berdasarkan hasil pengkajian yang
TD: 130/80 mmHg, N: 84x/menit, R: didapatkan dari jenis kelamin, 3 subjek
O
22x/menit, S: 37,5 C. berjenis kelamin laki-laki dan 2 subjek berjenis
5) Subjek 5 mengatakan pusing hilang dan kelamin perempuan yang memiliki penyakit
tidak pegal pada leher, ekstremitas atas dan hipertensi. Menurut Rahajeng (2009) pria lebih
bawah hangat, subjek tidak gelisah, 130/90 banyak mengalami kemungkinan hipertensi
mmHg, N: 84x/menit, R: 20x/menit, S: daripada wanita, seringkali dipicu oleh perilaku
O
37,5 C. tidak sehat (merokok dan konsumsi alkohol),
Berdasarkan hasil evaluasi dari 5 subjek depresi dan rendahnya status pekerjaan,
dapat disimpulkan masalah teratasi maka perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan
rencana tindakan dihentikan. dan pengangguran.
Hasil pengkajian yang didapatkan dari
pendidikan, 2 subjek berpendidikan SD dan 3
subjek berpendidikan SMP. Menurut Rahajeng
(2009) dari faktor pendidikan adanya pengaruh
terhadap kesehatan. Orang yang
IV. PEMBAHASAN berpendidikan rendah berkaitan dengan
1. Pengkajian keperawatan rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari sehat dan rendahnya akses terhadap sarana
proses keperawatan yang bertujuan untuk pelayanan kesehatan.
mengumpulkan informasi atau data tentang Hasil menunjukkan 5 subjek didapatkan
klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali pengkajian tentang tekanan darah yang
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan berbeda-beda dari 150/90-180/100 mmHg.
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial, Menurut Udjianti (2013) tekanan darah tinggi
dan lingkungan. Pengkajian yang sistematis yang dialami seseorang adalah hasil awal dari
dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap peningkatan curah jantung yang kemudian
kegiatan, yang meliputi; pengumpulan data, dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi
analisis data, sistematika data dan penentuan sebagai suatu timbal balik peningkatan
masalah (Dermawan, 2012). tahanan perifer.
Tujuan dari pengkajian adalah untuk Berdasarkan hasil pengkajian riwayat
memperoleh informasi tentang keadaan keluarga pada 5 subjek, hanya ada 1 subjek

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 82


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

yang memiliki riwayat penyakit hipertensi yaitu atau proses kehidupannya baik yang aktual
ayahnya. Menurut Udjianti (2013) faktor yang maupun yang potensional/risiko (Wahid &
berkaitan dengan berkembangnya hipertensi Suprapto, 2012).
seperti genetik: individu yang mempunyai Tujuan dari perumusan diagnosa menurut
riwayat keluarga dengan hipertensi, Dermawan (2012) adalah untuk
sedangkan menurut Aspiani (2014) dari data mengidentifikasi respon klien terhadap status
statistik faktor keturunan terbukti bahwa kesehatan atau penyakit, untuk menunjang
seseorang akan memiliki kemungkinan lebih atau menyebabkan suatu masalah, untuk
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang mencegah atau menyelesaikan masalah,
tuanya adalah penderita hipertensi. untuk mengkomunikasikan masalah klien pada
Berdasarkan tanda dan gejala umum yang tim kesehatan, untuk mendemonstrasikan
biasanya timbul akibat hipertensi menurut tanggung jawab dalam identifikasi masalah
Aspiani (2014) seperti sakit kepala, rasa pegal klien, untuk mengidentifikasikan masalah
dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan utama untuk perkembangan intervensi
berputar seperti tujuh keliling serasa ingin keperawatan.
jatuh, berdebar atau detak jantung terasa Berdasarkan pengkajian yang dilakukan
cepat, telinga berdenging. diperoleh data subjek mengatakan batuk,
Hasil penelitian yang didapatkan dari 5 kepala pusing, batuk, pegal pada leher,
subjek mempunyai keluhan yang berbeda- jantung berdebar-debar, pandangan kabur,
beda, subjek 1 dan 3 mengatakan batuk, cepat merasa letih. Subjek tampak gelisah,
pusing dan pandangan kabur. Menurut Aspiani tampak batuk, ekstremitas atas dan bawah
(2014) batuk yang dialami oleh penderita dingin dan pucat, tampak letih, subjek
hipertensi dapat meningkatkan tekanan darah memegang bagian kepala, TTV: TD: 150/90-
dengan memicu kontriksi pembuluh darah. 180/100 mmHg, N: 84-90 x/menit, R: 22-24
Pada subjek yang mengeluhkan pusing adalah x/menit, S: 36,5-37,5OC.
tanda dan gejala yang umum biasanya Batasan karakteristik dari penurunan curah
dirasakan yang diakibatkan karena jantung seperti dispnea, kulit lembab, oliguria,
peningkatan tekanan darah intrakranial. pengisian kapiler memanjang, peningkatan
Subjek yang mengalami pandangan kabur PVR, peningkatan SVR, penurunan nadi
diakibatkan karena kerusakan pada retina perifer, penurunan resistansi vaskular paru,
akibat hipertensi. penurunan resistansi vaskular sistemik,
Hasil pengkajian pada subjek 2 dan 4 perubahan tekanan darah, perubahan warna
mengatakan pegal pada leher dan jantung kulit, batuk, bunyi napas tambahan, bunyi s3,
berdebar-debar. Menurut Udjianti (2013) pada bunyi s4, dispnea paroksimal nokturnal,
subjek hipertensi yang mengalami jantung ortopnea, penurunan traksi ejeksi, penurunan
berdebar-debar disebabkan beberapa faktor indeks jantung, penurunan stroke volume
yaitu karena faktor keturunan, memasuki usia index (SVI) (Herdman, 2015).
lanjut, mengalami stress, merokok, kelebihan Berdasarkan data tersebut peneliti
berat badan atau obesitas dan masih banyak menegakkan diagnosa risiko tinggi terhadap
lagi faktor yang lainnya. penurunan curah jantung berhubungan
Pengkajian pada subjek 5 mengatakan dengan peningkatan afterload vasokontriksi.
pusing dan pegal pada leher. Menurut Aspiani Diagnosa yang peneliti tegakkan tidak sesuai
(2014) pada subjek yang mengeluhkan pusing dengan diagnosa keperawatan yang ada di
dan pegal pada leher adalah tanda dan gejala NANDA dalam Herdman (2015) yaitu
yang umum biasanya dirasakan yang penurunan curah jantung berhubungan
diakibatkan karena peningkatan tekanan darah dengan peningkatan afterload vasokontriksi.
intrakranial. Menurut NANDA dalam Herdman (2015)
Subjek 4mengatakan memikirkan sesuatu penurunan curah jantung adalah
sehingga menjadi stress.Menurut Andria ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh
(2013) stress merupakan masalah yang jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik
memicu terjadinya hipertensi dimana tubuh.
hubungan antara stress dengan hipertensi
diduga melalui aktivitas saraf simpatis 3. Rencana keperawatan
peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan Intervensi adalah dokumentasi
darah secara intermiten (tidak menentu). intervensi/tindakan keperawatan adalah
catatan tentang tindakan yang diberikan
2. Diagnosis keperawatan perawat kepada klien yang berisikan catatan
Diagnosa adalah keputusan klinis dari pelaksanaan rencana perawatan, pemenuhan
respon individu, keluarga dan masyarakat kriteria hasil dari rencana tindakan
yang diakibatkan oleh masalah kesehatannya

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 83


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

keperawatan mandiri dan tindakan kolaboratif Berdasarkan rencana tindakan yang telah
(Wahid dan Suprapto, 2012). disusun, untuk mengatasi risiko tinggi
Penyusunan tujuan dan kriteria hasil terhadap penurunan curah jantung
dengan menggunakan pedoman SMART yaitu berhubungan dengan peningkatan afterload
S (spesific) tujuan harus spesifik dan tidak vasokontriksi tindakan yang dilakukan pada
menimbulkan arti ganda, M (Measureable) ke-5 subjek selama 3 hari adalah terapi
tujuan dapat diukur khususnya perilaku subjek; relaksasi otot progresif.
dapat dilihat, diraba, dirasakan, dan dibau, A Pelaksanaan pada 5 subjek rata-rata di
(Achieveble) tujuan harus dapat dicapai, R hari ketiga dari 2 subjek mengatakan tidak
(Reasonable/Realistic) tujuan harus dapat pusing dan pandangan tidak kabur, 2 subjek
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, T tidak pegal pada leher dan jantung tidak
(Time) batasan waktu / tujuan keperawatan berdebar-debar, 1 subjek tidak pusing dan
(Dermawan, 2012). tidak pegal pada leher, subjek tidak gelisah
Berdasarkan diagnosis keperawatan risiko dan tidak letih. Menurut Murti (2011) relaksasi
tinggi terhadap penurunan curah jantung yang otot progresif yang dilakukan secara teratur
ditegakkan, penulis menetapkan tujuan dapat memicu aktivitas memompa jantung
setelah dilakukan tindakan keperawatan berkurang dan arteri mengalami pelebaran,
diharapkan curah jantung dapat adekuat sehingga banyak cairan yang keluar dari
dengan kriteria hasil: menurunnya tekanan sirkulasi peredaran darah. Hal tersebut akan
darah (120-140 mmHg), akral hangat, nadi mengurangi beban kerja jantung karena pada
kuat dan teratur, suara napas bersih dan penderita hipertensi mempunyai denyut
teratur, memberikan keadaan rileks, jantung yang lebih cepat untuk memompa
menurunkan ketegangan otot (Wijayaningsih, darah akibat dari peningkatan darah.
2013). Hasil pelaksanaan yang dilakukan pada 5
Rencana tindakan untuk mengatasi risiko subjek pada hari pertama hingga hari ketiga
tinggi terhadap penurunan curah jantung adanya penurunan tekanan darah pada subjek
menurut Aspiani adalah 1) pantau tekanan berbeda-beda. Subjek 1 penurunan 40 mmHg,
darah untuk evaluasi awal, 2) evaluasi adanya subjek 2, 3, 5 penurunan 30 mmHg, dan
nyeri pada dada, 3) catat tanda dan gejala subjek 4 penurunan 50 mmHg. Berdasarkan
penurunan curah jantung, 4) ajarkan teori yang dikemukakan oleh Sucipto (2014)
penggunaan terapi non-farmakologi (mis., berkurang atau tidaknya keluhan yang
teknik relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi dirasakan 5 subjek karena ketidakmampuan
musik, distraksi, masase), 5) observasi status subjek dalam melaksanakan terapi relaksasi
respirasi terhadap gejala gagal jantung otot progresif secara baik dan benar meskipun
(Aspiani, 2014). Sedangkan rencana tindakan sudah dalam pengawasan peneliti saat
yang akan dilakukan oleh peneliti adalah terapi pelaksanaannya, tetapi rata-rata 5 subjek
non-farmakologi yaitu terapi relaksasi otot melakukan dengan baik dan benar sehingga
progresif. Terapi ini adalah terapi relaksasi otot tekanan darah dalam batas normal.
dalam yang tidak memerlukan imajinasi,
kekuatan atau sugesti. Terapi relaksasi otot 5. Evaluasi keperawatan
progresif memusatkan perhatian pada suatu Evaluasi adalah catatan tentang indikasi
aktivitas otot dengan mengidentifikasikan otot kemajuan subjek terhadap tujuan yang
yang tegang kemudian menurunkan dicapai. Pernyataan evaluasi terdiri dari dua
ketegangan dengan melakukan terapi komponen, yaitu data yang tercatat (yang
relaksasi untuk mendapatkan perasaan rileks. menyatakan efek dari tindakan yang diberikan
Rasional dari terapi relaksasi otot progresif pada subjek).
adalah dapat membantu mengurangi Tujuan dari evaluasi sendiri adalah
ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika
darah, meningkatkan toleransi terhadap klien telah mencapai tujuan yang telah
aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas, ditetapkan), memodifikasi rencana asuhan
sehingga status fungsional dan kualitas hidup keperawatan (jika klien mengalami kesulitan
meningkat (Sucipto, 2014). untuk mencapai tujuan), meneruskan rencana
asuhan keperawatan (jika klien memerlukan
4. Pelaksanaan keperawatan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan)
Pelaksanaan adalah kegiatan (Hidayat, 2008).
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk Berdasarkan evaluasi dan tindakan
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. keperawatan terapi relaksasi otot progresif
Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional yang telah dilakukan adalah subjek
adalah variasi, tergantung individu dan mengatakan sudah tidak merasakan pusing,
masalah yang spesifik (Handayani, 2007). pandangan tidak kabur, jantung tidak

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 84


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

berdebar-debar, akral hangat, tidak gelisah, DAFTAR PUSTAKA


tidak letih, rata-rata tekanan darah dari 5
subjek ada 3 subjek yang tekanan darahnya Andria, K M. (2013). Hubungan Antara Perilaku
120/80 mmHg, 120/90 mmHg, 130/80 mmHg, Olahraga, Stress dan Pola Makan dengan
dan 130/90 mmHg. Dari hasil evaluasi tersebut Tingkat Hipertensi pada Lanjut Usia.
evaluasi masalah penurunan curah jantung
Jurnal Promkes, Vol. 1, No.2 Desember
teratasi, maka rencana tindakan keperawatan
dihentikan. 2013: 111-117.
Hasil data evaluasi yang didapatkan
sebagian besar dari 5 subjek sudah memenuhi Aspiani, R Y. (2014). Buku Ajar Asuhan
tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan. Teori Keperawatan Klien Gangguan
yang dikemukakan oleh Wijayaningsih (2013) Kardiovaskular. Jakarta: EGC.
tujuannya agar curah jantung dapat adekuat
dengan kriteria hasil: 1) tekanan darah dalam Dermawan, Deden. (2012). Proses
batas normal (120-140 mmHg), 2) akral Keperawatan; Penerapan Konsep &
hangat, 3) nadi cepat dan teratur, 4) suara Kerangka Kerja. Gosyen Publishing.
nafas bersih dan teratur.
Berdasarkan evaluasi di atas dapat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
disimpulkan bahwa terapi relaksasi otot (2012). Buku Profil Kesehatan
progresif dapat menurunkan tekanan darah
dan memberikan keadaan rileks pada subjek. Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012.
Dari hasil penelitian, 5 subjek menunjukkan Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi
setelah dilakukannya 1 kali tindakan terapi
relaksasi otot progresif dapat menurunkan
Jawa Tengah.
tekanan darah sistolik ataupun diastolik.
Sedangkan setelah dilakukannya 3 kali dalam Dinas Kesehatan Kabupaten Jawa Tengah.
3 hari tekanan darah subjek dalam batas (2012). Buku Profil Kesehatan Provinsi
normal sistolik maupun diastoliknya. Jawa Tengah Tahun 2012. Semarang:
Berdasarkan 5 subjek evaluasi yang Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
didapatkan dalam penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sulistyarini Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. (2014).
(2013) “Terapi Relaksasi Untuk Menurunkan Kasus Penyakit Tidak Menular di
Tekanan Darah dan Meningkatkan Kualitas Puskesmas dan Rumah Sakit Kabupaten
Hidup Penderita Hipertensi”. Hasil analisis Sukoharjo Tahun 2014. Sukoharjo: Dinas
statistik menunjukkan adanya pengaruh Kesehatan Kabupaten Sukoharjo.
relaksasi terhadap kualitas hidup penderita
hipertensi (t=3,479, p>0,01), penurunan Handayani, W dan Hariwibowo AS. (2007).
tekanan darah sistolik (t=9,213, p<0,01) serta Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
penurunan tekanan darah diastolik (t=3,753, Gangguan System Hematologi. Jakarta:
p<0,01) pada kelompok eksperimen Salemba Medika.
dibandingkan kelompok kontrol yang tidak
mendapatkan relaksasi. Berdasarkan hasil Herdman, T H., Kamitsuru S., Keliat, B A .
analisis di atas relaksasi efektif dalam (2015). NANDA international Inc.
meningkatkan kualitas hidup, tekanan darah diagnosis keperawatan: definisi &
sistolik dan diastolik pada hipertensi. klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

V. SIMPULAN Hidayat, A. Aziz Ahmad (2008). Konsep Dasar


Perkembangan subjek setelah diberikan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
tindakan keperawatan terapi relaksasi otot
progresif yang dilakukan satu kali sehari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
dalamwaktu 25 menit selama 3 hari, masalah (2013). Riset Kesehatan Dasar (2012).
penurunan curah jantung teratasi. Terdapat Jakarta: Badan Penelitian dan
penurunan tekanan darah pada 5 subjek 30-50 Pengembangan Kesehatan Kementerian
mmHg, menurunkan ketegangan otot, Kesehatan Republik Indonesia.
memberikan perasaan rileks setelah
pemberian terapi relaksasi otot progresif pada Murti, Tri., Ismonah., M, Wulandari. (2011).
subjek hipertensi. Perbedaan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi Esensial sebelum dan sesudah

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 85


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

Pemberian Relaksasi Otor Progresif.


Semarang: RSUD Tugurejo.

Rahajeng, E., Tuminah, S. (2009). Pusat


Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan
Penelitian Kesehatan Departemen
Kesehatan RI, Jakarta. Maj Kedokt Indon,
Volume: 59, Nomor:12.

Sucipto, A. (2014). Pengaruh Teknik Relaksasi


Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah
pada Lansia dengan Hipertensi.
Yogyakarta: Desa Karangbendo
Banguntapan Bantul.

Sulistyarini, I. (2013). Terapi Relaksasi untuk


Menurunkan Tekanan Darah dan
Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita.
Jurnal Psikologi Volume 40 No.1 Hal. 28-
38.

Udjianti, W J. (2013). Keperawatan


Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Wahid A dan Suprapto I. (2012).


Dokumentasi Proses Keperawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Wijayaningsih, K S. (2013). Standar Asuhan


Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

World Health Organization. (2014). Global


Status Report on Noncommunicable
Disease. Diakses: 22 Oktober 2015.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/79
059/1/WHO_DCO_WHD_2013.2_eng.pdf.

www.rsspsragen.com

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 86

You might also like