Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Terapi Otot Progresif Pada Pasien Penurunan Cura Jantung
Jurnal Terapi Otot Progresif Pada Pasien Penurunan Cura Jantung
1 – Januari 2018
Abstract: Hypertension is defined as systolic blood pressure above 140 mmHg and or diastolic blood
pressure above 90 mmHg. Hypertension is a condition when a person has an elevated blood pressure
above normal that results in an increase in morbidity and mortality. Hypertension that is not immediately
handled will cause the occurrence of brain damage, stroke, myocardial infarction, kidney failure so as to
prevent these complications are done one of them with progressive muscle relaxation therapy. This
therapy can provide a relaxed state and lower blood pressure. This study was conducted to identify
differences in blood pressure before and after muscle relaxation therapy in hypertensive patients in dr.
Soehadi Prijonegoro Sragen. The design of this study is descriptive qualitative by using nursing process
approach (nursing process) with the number of subjects used by 5 subjects, the subjects used is the
subject of nonprobability accidental. The results showed that the difference in blood pressure from 5
subjects before and after doing progressive muscle relaxation in hypertensive patients in hospitals dr.
Soehadi Prijonegoro Sragen. Recommendation of this study is as an alternative in lowering blood
pressure in hypertensive patients.
Keywoard: hypertension, progressive muscle relaxation therapy, blood pressure
Abstrak:Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan atau tekanan
darah diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan angka
kematian. Hipertensi yang tidak segera ditangani akan menyebabkan terjadinya kerusakan otak, stroke,
infark miokard, gagal ginjal sehingga untuk mencegah komplikasi tersebut dilakukan salah satunya
dengan terapi relaksasi otot progresif. Terapi ini dapat memberikan keadaan rileks dan menurunkan
tekanan darah. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan tekanan darah sebelum dan
sesudah dilakukan terapi relaksasi otot progresif pada pasien hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Sragen. Desain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan (nursing proses) dengan jumlah subjek yang digunakan 5 subjek, subjek yang digunakan
adalah nonprobability accidental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan tekanan darah
dari 5 subjek sebelum dan sesudah dilakukan terapi relaksasi otot progresif pada pasien hipertensi di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah sebagai alternatif dalam
menurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Kata Kunci: hipertensi, terapi relaksasi otot progresif, tekanan darah
sebesar 0,7%. Jadi prevalensi hipertensi di Penurunan Curah Jantung pada Subjek
Indonesia sebesar 26,5% (25,8% + 0,7%). Hipertensi di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Sragen”.
Tengah (2012) prevalensi kasus hipertensi
esensial di Jawa Tengah tahun 2011 sebesar II. METODE PENELITIAN
72,13% lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 Penelitian ini dilakukan di RSUD dr.
sebesar 67,57%. Berdasarkan laporan dari Soehadi Prijonegoro Sragen pada tanggal 27
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, kasus Maret 2017 sampai dengan 8 April 2017. Jenis
tertinggi hipertensi esensial sebanyak 554.771 penelitian ini adalah deskriptif dengan cara
kasus. Data Dinkes Kabupaten Sukoharjo tahun menggunakan pendekatan proses keperawatan
2014, hipertensi esensial masuk dalam sepuluh (nursing proses).
besar penyakit di Dinas Kesehatan Kabupaten Populasi yang diambil adalah subjek yang
Sukoharjo dengan prevalensi sebanyak 21,16% mengalami hipertensi di RSUD dr. Soehadi
(18.734 kasus), sedangkan pada tahun 2015 Prijonegoro Sragen, sedangkan sampelnya
mengalami peningkatan menjadi 41,57% adalah 5 subjek subjek hipertensi di ruang
(36.827 kasus). penyakit dalam dengan kriteria:
Menurut Murti et al (2011) ada beberapa 1. Inklusi seperti 5 subjek hipertensi dan
cara untuk mengatasi hipertensi yaitu tekanan darahnya ≥140/90 mmHg
pengobatan secara farmakologis dengan minum 2. Eksklusi seperti tekanan darah ≥200/130
obat anti hipertensi, selain itu juga ada mmHg dan berumur 70 tahun ke atas
pengobatan nonfarmakologis yang dapat Teknik sampling yang digunakan adalah
mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan Non Probability Sampling dengan pendekatan
farmakologis menjadi tidak diperlukan atau Purposive Sampling. Teknik dalam
ditunda. Yang termasuk pengobatan pelaksanaan menggunakan studi kasus
nonfarmakologis diantaranya seperti diet rendah kemudian melakukan asuhan keperawatan
garam/kolesterol, menurunkan berat badan pada secara langsung. Teknik pengambilan data
obesitas, olahraga secara teratur, meditasi, yang digunakan adalah sebagai berikut:
yoga, dan relaksasi otot progresif. wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dokumentasi.
Sulistyarini (2013) terapi obat bukan satu- Instrumen penelitian yang digunakan oleh
satunya alternatif yang dapat dipilih. Diperlukan peneliti sendiri dengan pedoman pengkajian.
sebuah terapi pendamping untuk mengurangi Data diperoleh dengan menggunakan alat:
ketergantungan terhadap hipertensi untuk pedoman observasi seperti stetoskop untuk
mempertahankan kualitas hidup yaitu terapi mendengarkan denyut nadi, spigmomanometer
relaksasi. Terapi relaksasi dapat membantu untuk mengukur tekanan darah, leaflet, dan
untuk menimbulkan rasa nyaman atau relaks. pedoman wawancara dengan beberapa daftar
Keadaan relaks akan mengaktifkan sistem saraf pertanyaan dan alat tulis (pulpen, kertas).
parasimpatis yang berfungsi untuk menurunkan
detak jantung, laju pernafasan dan tekanan III. HASIL PENELITIAN
darah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan 1. Gambaran Lokasi Penelitian
adanya pengaruh terapi relaksasi terhadap Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Soehadi
peningkatan kualitas hidup penderita hipertensi Prijonegoro di Jl. Sukowati 534, Nglorog,
pada kelompok eksperimen dibandingkan Kec. Sragen, Kabupaten Sragen, Jawa
kelompok kontrol yang tidak mendapatkan Tengah 57272, Indonesia, dengan type B.
relaksasi. Rumah sakit ini memiliki kapasitas tempat
Menurut Murti, dkk (2011) terapi relaksasi tidur sebanyak 243. Penelitian dilakukan di
otot progresif adalah teknik sistematis untuk ruang penyakit dalam yaitu Tulip dan
mencapai keadaan relaksasi metode yang Sakura.
diterapkan melalui penerapan metode progresif 2. Deskripsi Hasil Penelitian
dengan latihan bertahap dan berkesinambungan a. Karakteristik Subjek Penelitian
pada otot skeletal dengan cara menegangkan Subjek dalam penelitian ini sejumlah 5
dan melemaskannya yang dapat subjek. Subjek yang berumur 45-55 tahun
mengembalikan perasaan otot sehingga otot sebanyak 2 subjek (40%) yang berumur
menjadi rileks dan dapat digunakan untuk 56-65 tahun sebanyak 3 subjek (60%),
menurunkan tekanan darah pada penderita yang bekerja swasta sebanyak 3 subjek
hipertensi esensial. (60%) yang bekerja sebagai petani
Berdasarkan latar belakang di atas maka sebanyak 2 subjek (40%), yang berjenis
penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang kelamin laki-laki sebanyak 3 subjek (60%)
berjudul “Penatalaksanaan Terapi Relaksasi berjenis kelamin perempuan sebanyak 2
Otot Progresif dengan Masalah Keperawatan: subjek (40%), yang berpendidikan SD
tampak gelisah, ekstremitas atas dan bawah pandangan kabur berkurang, subjek tampak
dingin dan pucat, subjek memegangi bagian gelisah, ekstremitas atas dan bawah hangat,
kepala, TTV: TD: 160/100 mmHg, N: subjek tidak memegangi bagian kepala lagi,
O
88x/menit, R: 22x/menit, S: 37 C. TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 84x/menit, R:
O
Pelaksanaan tindakan kedua melatih 22x/menit, S: 36,5 C.
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot Pelaksanaan tindakan kedua melatih
progresif dengan respon subjek mengatakan subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot
batuk berkurang, tidak pusing dan progresif dengan respon subjek mengatakan
pandangan kabur berkurang, gelisah subjek mengatakan sudah tidak pusing dan
berkurang, ekstremitas atas dan bawah pandangan tidak kabur, subjek tidak gelisah,
hangat, TTV: TD: 130/90 mmHg, N: ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek
O
88x/menit, R: 24x/menit, S: 36,5 C. tidak memegangi bagian kepala lagi, TTV:
Pelaksanaan tindakan ketiga melatih TD: 120/80 mmHg, N: 84x/menit, R:
O
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot 22x/menit, S: 36,5 C.
progresif dengan respon subjek mengatakan 4) Subjek 4
batuk berkurang, tidak pusing dan Pelaksanaan tindakan pertama melatih
pandangan tidak kabur, tidak gelisah, subjek untuk melakukan terapi relaksasi
ekstremitas atas dan bawah hangat, TTV: otot progresif dengan respon subjek
TD: 120/90 mmHg, N: 84x/menit, R: mengatakan pegal pada leher, jantung
O
22x/menit, S: 36,9 C. berdebar-debar dan merasa letih ketika
2) Subjek 2 mengerjakan sesuatu dengan tergesa-
Pelaksanaan tindakan pertama melatih gesa, ekstremitas atas dan bawah dingin
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot dan pucat, subjek tampak gelisah, subjek
progresif dengan respon subjek mengatakan tampak letih, TTV: TD: 170/100 mmHg, N:
O
pegal pada leher, jantung berdebar-debar, 88x/menit, R: 24x/menit, S: 36,5 C.
merasa letih jika melakukan pekerjaan yang Pelaksanaan tindakan kedua melatih
berat, ekstremitas atas dan bawah dingin subjek untuk melakukan terapi relaksasi
dan pucat, subjek tampak gelisah, subjek otot progresif dengan respon subjek
tampak letih, TTV: TD: 140/90 mmHg, N: mengatakan pegal pada leher berkurang,
O
88x /menit, R: 24 x/menit, S: 37,5 C. jantung tidak berdebar-debar, subjek masih
Pelaksanaan tindakan kedua melatih merasa letih, ekstremitas atas dan bawah
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot hangat, subjek tidak gelisah, subjek tampak
progresif dengan respon subjek mengatakan letih, TTV: TD: 130/90 mmHg, N: 84x/menit,
O
pegal pada leher berkurang, jantung tidak R: 20x/menit, S: 36,9 C.
berdebar-debar, tidak merasa letih, Pelaksanaan tindakan ketiga melatih
ekstremitas atas dan bawah dingin dan subjek untuk melakukan terapi relaksasi
pucat, subjek tidak gelisah, TTV: TD: 130/80 otot progresif dengan respon subjek
O
mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 37 C. mengatakan sudah tidak pegal pada leher,
Pelaksanaan tindakan ketiga melatih jantung tidak berdebar-debar, subjek tidak
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot letih, ekstremitas atas dan bawah hangat,
progresif dengan respon subjek mengatakan subjek tidak gelisah, TTV: TD: 130/80
sudah tidak pegal pada leher, jantung tidak mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S:
O
berdebar-debar, tidak merasa letih, 37,5 C.
ekstremitas atas dan bawah hangat, subjek 5) Subjek 5
tidak gelisah, TTV: TD: 120/90 mmHg, N: Pelaksanaan tindakan pertama melatih
O
84x/menit,R: 22x/menit, S: 36,9 C. subjek untuk melakukan terapi relaksasi
3) Subjek 3 otot progresif dengan respon subjek
Pelaksanaan tindakan pertama melatih mengatakan pusing dan pegal pada leher,
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot ekstremitas atas dan bawah dingin dan
progresif dengan respon subjek mengatakan pucat, subjek tampak gelisah, TTV: TD:
subjek mengatakan pusing dan pandangan 150/100 mmHg, N: 88x/menit, R: 22x/menit,
O
kabur, subjek tampak gelisah, ekstremitas S: 36,9 C.
atas dan bawah dingin dan pucat, subjek Pelaksanaan tindakan kedua melatih
memegangi bagian kepala, TTV: TD: 150/90 subjek untuk melakukan terapi relaksasi
mmHg, N: 88x/menit,R: 24x/menit, S: otot progresif dengan respon subjek
O
37,5 C. mengatakan pusing berkurang dan pegal
Pelaksanaan tindakan kedua melatih pada leher, ekstremitas atas dan bawah
subjek untuk melakukan terapi relaksasi otot dingin dan pucat, subjek tidak gelisah, TTV:
progresif dengan respon subjek mengatakan TD: 130/90 mmHg, N: 88x/menit, R:
O
subjek mengatakan tidak pusing dan 24x/menit, S: 37,2 C.
yang memiliki riwayat penyakit hipertensi yaitu atau proses kehidupannya baik yang aktual
ayahnya. Menurut Udjianti (2013) faktor yang maupun yang potensional/risiko (Wahid &
berkaitan dengan berkembangnya hipertensi Suprapto, 2012).
seperti genetik: individu yang mempunyai Tujuan dari perumusan diagnosa menurut
riwayat keluarga dengan hipertensi, Dermawan (2012) adalah untuk
sedangkan menurut Aspiani (2014) dari data mengidentifikasi respon klien terhadap status
statistik faktor keturunan terbukti bahwa kesehatan atau penyakit, untuk menunjang
seseorang akan memiliki kemungkinan lebih atau menyebabkan suatu masalah, untuk
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang mencegah atau menyelesaikan masalah,
tuanya adalah penderita hipertensi. untuk mengkomunikasikan masalah klien pada
Berdasarkan tanda dan gejala umum yang tim kesehatan, untuk mendemonstrasikan
biasanya timbul akibat hipertensi menurut tanggung jawab dalam identifikasi masalah
Aspiani (2014) seperti sakit kepala, rasa pegal klien, untuk mengidentifikasikan masalah
dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan utama untuk perkembangan intervensi
berputar seperti tujuh keliling serasa ingin keperawatan.
jatuh, berdebar atau detak jantung terasa Berdasarkan pengkajian yang dilakukan
cepat, telinga berdenging. diperoleh data subjek mengatakan batuk,
Hasil penelitian yang didapatkan dari 5 kepala pusing, batuk, pegal pada leher,
subjek mempunyai keluhan yang berbeda- jantung berdebar-debar, pandangan kabur,
beda, subjek 1 dan 3 mengatakan batuk, cepat merasa letih. Subjek tampak gelisah,
pusing dan pandangan kabur. Menurut Aspiani tampak batuk, ekstremitas atas dan bawah
(2014) batuk yang dialami oleh penderita dingin dan pucat, tampak letih, subjek
hipertensi dapat meningkatkan tekanan darah memegang bagian kepala, TTV: TD: 150/90-
dengan memicu kontriksi pembuluh darah. 180/100 mmHg, N: 84-90 x/menit, R: 22-24
Pada subjek yang mengeluhkan pusing adalah x/menit, S: 36,5-37,5OC.
tanda dan gejala yang umum biasanya Batasan karakteristik dari penurunan curah
dirasakan yang diakibatkan karena jantung seperti dispnea, kulit lembab, oliguria,
peningkatan tekanan darah intrakranial. pengisian kapiler memanjang, peningkatan
Subjek yang mengalami pandangan kabur PVR, peningkatan SVR, penurunan nadi
diakibatkan karena kerusakan pada retina perifer, penurunan resistansi vaskular paru,
akibat hipertensi. penurunan resistansi vaskular sistemik,
Hasil pengkajian pada subjek 2 dan 4 perubahan tekanan darah, perubahan warna
mengatakan pegal pada leher dan jantung kulit, batuk, bunyi napas tambahan, bunyi s3,
berdebar-debar. Menurut Udjianti (2013) pada bunyi s4, dispnea paroksimal nokturnal,
subjek hipertensi yang mengalami jantung ortopnea, penurunan traksi ejeksi, penurunan
berdebar-debar disebabkan beberapa faktor indeks jantung, penurunan stroke volume
yaitu karena faktor keturunan, memasuki usia index (SVI) (Herdman, 2015).
lanjut, mengalami stress, merokok, kelebihan Berdasarkan data tersebut peneliti
berat badan atau obesitas dan masih banyak menegakkan diagnosa risiko tinggi terhadap
lagi faktor yang lainnya. penurunan curah jantung berhubungan
Pengkajian pada subjek 5 mengatakan dengan peningkatan afterload vasokontriksi.
pusing dan pegal pada leher. Menurut Aspiani Diagnosa yang peneliti tegakkan tidak sesuai
(2014) pada subjek yang mengeluhkan pusing dengan diagnosa keperawatan yang ada di
dan pegal pada leher adalah tanda dan gejala NANDA dalam Herdman (2015) yaitu
yang umum biasanya dirasakan yang penurunan curah jantung berhubungan
diakibatkan karena peningkatan tekanan darah dengan peningkatan afterload vasokontriksi.
intrakranial. Menurut NANDA dalam Herdman (2015)
Subjek 4mengatakan memikirkan sesuatu penurunan curah jantung adalah
sehingga menjadi stress.Menurut Andria ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh
(2013) stress merupakan masalah yang jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik
memicu terjadinya hipertensi dimana tubuh.
hubungan antara stress dengan hipertensi
diduga melalui aktivitas saraf simpatis 3. Rencana keperawatan
peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan Intervensi adalah dokumentasi
darah secara intermiten (tidak menentu). intervensi/tindakan keperawatan adalah
catatan tentang tindakan yang diberikan
2. Diagnosis keperawatan perawat kepada klien yang berisikan catatan
Diagnosa adalah keputusan klinis dari pelaksanaan rencana perawatan, pemenuhan
respon individu, keluarga dan masyarakat kriteria hasil dari rencana tindakan
yang diakibatkan oleh masalah kesehatannya
keperawatan mandiri dan tindakan kolaboratif Berdasarkan rencana tindakan yang telah
(Wahid dan Suprapto, 2012). disusun, untuk mengatasi risiko tinggi
Penyusunan tujuan dan kriteria hasil terhadap penurunan curah jantung
dengan menggunakan pedoman SMART yaitu berhubungan dengan peningkatan afterload
S (spesific) tujuan harus spesifik dan tidak vasokontriksi tindakan yang dilakukan pada
menimbulkan arti ganda, M (Measureable) ke-5 subjek selama 3 hari adalah terapi
tujuan dapat diukur khususnya perilaku subjek; relaksasi otot progresif.
dapat dilihat, diraba, dirasakan, dan dibau, A Pelaksanaan pada 5 subjek rata-rata di
(Achieveble) tujuan harus dapat dicapai, R hari ketiga dari 2 subjek mengatakan tidak
(Reasonable/Realistic) tujuan harus dapat pusing dan pandangan tidak kabur, 2 subjek
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, T tidak pegal pada leher dan jantung tidak
(Time) batasan waktu / tujuan keperawatan berdebar-debar, 1 subjek tidak pusing dan
(Dermawan, 2012). tidak pegal pada leher, subjek tidak gelisah
Berdasarkan diagnosis keperawatan risiko dan tidak letih. Menurut Murti (2011) relaksasi
tinggi terhadap penurunan curah jantung yang otot progresif yang dilakukan secara teratur
ditegakkan, penulis menetapkan tujuan dapat memicu aktivitas memompa jantung
setelah dilakukan tindakan keperawatan berkurang dan arteri mengalami pelebaran,
diharapkan curah jantung dapat adekuat sehingga banyak cairan yang keluar dari
dengan kriteria hasil: menurunnya tekanan sirkulasi peredaran darah. Hal tersebut akan
darah (120-140 mmHg), akral hangat, nadi mengurangi beban kerja jantung karena pada
kuat dan teratur, suara napas bersih dan penderita hipertensi mempunyai denyut
teratur, memberikan keadaan rileks, jantung yang lebih cepat untuk memompa
menurunkan ketegangan otot (Wijayaningsih, darah akibat dari peningkatan darah.
2013). Hasil pelaksanaan yang dilakukan pada 5
Rencana tindakan untuk mengatasi risiko subjek pada hari pertama hingga hari ketiga
tinggi terhadap penurunan curah jantung adanya penurunan tekanan darah pada subjek
menurut Aspiani adalah 1) pantau tekanan berbeda-beda. Subjek 1 penurunan 40 mmHg,
darah untuk evaluasi awal, 2) evaluasi adanya subjek 2, 3, 5 penurunan 30 mmHg, dan
nyeri pada dada, 3) catat tanda dan gejala subjek 4 penurunan 50 mmHg. Berdasarkan
penurunan curah jantung, 4) ajarkan teori yang dikemukakan oleh Sucipto (2014)
penggunaan terapi non-farmakologi (mis., berkurang atau tidaknya keluhan yang
teknik relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi dirasakan 5 subjek karena ketidakmampuan
musik, distraksi, masase), 5) observasi status subjek dalam melaksanakan terapi relaksasi
respirasi terhadap gejala gagal jantung otot progresif secara baik dan benar meskipun
(Aspiani, 2014). Sedangkan rencana tindakan sudah dalam pengawasan peneliti saat
yang akan dilakukan oleh peneliti adalah terapi pelaksanaannya, tetapi rata-rata 5 subjek
non-farmakologi yaitu terapi relaksasi otot melakukan dengan baik dan benar sehingga
progresif. Terapi ini adalah terapi relaksasi otot tekanan darah dalam batas normal.
dalam yang tidak memerlukan imajinasi,
kekuatan atau sugesti. Terapi relaksasi otot 5. Evaluasi keperawatan
progresif memusatkan perhatian pada suatu Evaluasi adalah catatan tentang indikasi
aktivitas otot dengan mengidentifikasikan otot kemajuan subjek terhadap tujuan yang
yang tegang kemudian menurunkan dicapai. Pernyataan evaluasi terdiri dari dua
ketegangan dengan melakukan terapi komponen, yaitu data yang tercatat (yang
relaksasi untuk mendapatkan perasaan rileks. menyatakan efek dari tindakan yang diberikan
Rasional dari terapi relaksasi otot progresif pada subjek).
adalah dapat membantu mengurangi Tujuan dari evaluasi sendiri adalah
ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika
darah, meningkatkan toleransi terhadap klien telah mencapai tujuan yang telah
aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas, ditetapkan), memodifikasi rencana asuhan
sehingga status fungsional dan kualitas hidup keperawatan (jika klien mengalami kesulitan
meningkat (Sucipto, 2014). untuk mencapai tujuan), meneruskan rencana
asuhan keperawatan (jika klien memerlukan
4. Pelaksanaan keperawatan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan)
Pelaksanaan adalah kegiatan (Hidayat, 2008).
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk Berdasarkan evaluasi dan tindakan
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. keperawatan terapi relaksasi otot progresif
Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional yang telah dilakukan adalah subjek
adalah variasi, tergantung individu dan mengatakan sudah tidak merasakan pusing,
masalah yang spesifik (Handayani, 2007). pandangan tidak kabur, jantung tidak
www.rsspsragen.com