You are on page 1of 11

Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022 277

RESEARCH ARTICLE

OPTIMALISASI TRANSFER KEUANGAN


PEMERINTAH PUSAT KE PEMERINTAH
DAERAH
Francisca Devina Putri Guntur 1 , Maria Madalina 2
1,2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.

 franciscadevina@student.uns.ac.id

ABSTRACT
Fiscal decentralization is a financial transfer mechanism from the State Revenue and Expenditure Budget
that is related to state financial policies on economic activities of local communities. Equitable distribution
of financial capacity between regions must be in line with the amount of authority in government affairs that
is delegated to autonomous regions. This then has the aim of increasing the potential of each region which
then becomes the hallmark of the area. In developing the potential of a good regional financial area, it really
affects where the transfer of funds from the government must be fulfilled and structured. So a law is needed
to regulate between central government funds to local governments. This research was conducted using
normative juridical research or normative legal research methods. The normative juridical research method
is library law research which is carried out by examining library materials or secondary data. This research
is related to the theory of the formation of legislation so that it is expected to be able to examine whether the
current regulations are included in good and correct regulations. This paper analyzes the optimization of
financial transfers from the central government to local governments based on laws that have been and are
still in effect in Indonesia. The results of the discussion, that it is important for the existence of regulations
on a regional budget that is made so that it needs to be studied more thoroughly. One of the influential
aspects is the transfer of central government funds to the regions which is reflected in the pattern of central
and regional financial relations in the implementation of regional autonomy and the management of regional
revenues in financial administration.
Keywords: Decentralization, Autonomy, Finance, Central Government, Local Government.

Desentralisasi fiskal yaitu mekanisme transfer keuangan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang berhubungan dengan kebijakan keuangan negara terhadap aktivitas
perekonomian masyarakat daerah. Pemerataan kemampuan keuangan antar daerah harus
selaras dengan besarnya kewenangan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah
otonom. Hal ini kemudian memiliki tujuan untuk meningkatkan potensi dari masing-masing
daerah yang kemudian menjadi ciri khas dari daerah tersebut. Dalam mengembangkan
potensi daerah keuangan daerah yang baik sangat memengaruhi dimana transfer dana dari
pemerintah harus terpenuhi serta terstruktur. Maka diperlukan undang- undang untuk
mengatur antara dana pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Penelitian ini dilakukan

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
278 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022

dengan menggunakan penelitian yuridis normatif atau metode penelitian hukum normatif.
Metode penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder belaka. Penelitian ini
dikaitkan dengan teori pembentukan perundang-undangan sehingga diharapkan mampu
mengkaji apakah peraturan saat ini sudah termasuk dalam peraturan yang baik dan benar.
Tulisan ini menganalisa tentang optimalisasi transfer keuangan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah berdasarkan undang-undang yang pernah dan masih berlaku di
Indonesia. Hasil pembahasan, bahwa penting untuk adanya peraturan terhadap suatu
anggaran daerah yang dibuat sehingga perlu dikaji lebih menyeluruh. Salah satu aspek yang
berpengaruh yaitu transfer dana pemerintah pusat ke daerah yang tercermin dalam pola pola
hubungan keuangan pusat dan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah serta
manajemen penerimaan daerah dalam penyelenggaraan keuangan.
Kata Kunci: Desentralisasi, Otonomi, Keuangan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah.

INTRODUCTION
Otonomi Daerah berkaitan dengan desentralisasi yang juga menggandeng pengelolaan
keuangan daerah, perencanaan ekonomi termasuk menyusun program-program
pembangunan daerah dan perencanaan lainnya yang dilimpahkan dari pusat ke daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia memberikan konsekuensi adanya pembagian
kewenangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (bidang moneter dan
fiskal nasional yang didesentralisasikan kepada daerah).
Desentralisasi fiskal adalah mekanisme transfer keuangan dari APBN yang
berhubungan dengan kebijakan keuangan negara yaitu untuk mewujudkan ketahanan fiskal
berkelanjutan terhadap aktivitas perekonomian masyarakat. Pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah yang sepadan dengan besarnya kewenangan urusan pemerintahan
yang diserahkan kepada daerah otonom dengan adanya kebijakan desentralisasi fiskal.
Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
Desentralisasi fiskal memiliki tujuan untuk meningkatkan potensi daerah, dalam hal ini
adalah dari segi fiskal.
Kebijakan desentralisasi fiskal yang dimulai sejak tahun 2001 bertujuan untuk
mendorong perekonomian daerah dan mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah
di Indonesia (Indah, 2011). Proses tersebut diawali dengan pengesahan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang- Undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua
regulasi tersebut sudah mengalami beberapa kali revisi hingga yang terakhir Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang- Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk
menciptakan aspek kemandirian di daerah. Sebagai konsekuensinya, daerah kemudian
menerima pelimpahan kewenangan di segala bidang, kecuali kewenangan dalam bidang
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal serta keagamaan.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022 279

Tujuan utama desentralisasi adalah tujuan politik (ditujukan untuk menyalurkan


partisipasi politik di tingkat daerah untuk terwujudnya stabilitas politik nasional) dan tujuan
ekonomis (untuk menjamin bahwa pembangunan akan dilaksanakan secara efektif dan
efisien di daerah-daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial)1.
Penerapkan desentralisasi sebagai wujud dari otonomi daerah tak luput dari
permasalahan dalam pembagian keuangan antara pusat dan daerah. Permasalahannya yaitu
pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing tingkat pemerintahan memerlukan
dukungan pendanaan. Perimbangan keuangan pusat dan daerah dikatakan ideal apabila
setiap tingkat pemerintahan dapat mandiri atau independen di bidang keuangan untuk
membiayai pelaksanaan tugas dan wewenangnya masing-masing. Dengan begitu berarti
seiring keberjalannya otonomi, dana transfer yang diberikan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah mulai berkurang, selain itu yang menjadi sumber utama pembiayaan
daerah adalah pendapatan pribadi dari daerah sendiri. Transfer Pemerintah Pusat khususnya
yang didominasi oleh transfer tidak bersyarat yaitu Dana Alokasi Umum menjadi sumber
dana utama dalam menunjang pembiayaan pembangunan.
Desentralisasi Politik (kewenangan) untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri
hanya akan efektif apabila disertai dengan Desentralisasi Fiskal yaitu pemberian dana
perimbangan dan hak daerah untuk menarik Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta sesuai
dengan potensi yang dimilikinya. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan
asas desentralisasi dilakukan atas beban APBD, pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan
dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi dilakukan atas beban APBN dan pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka tugas pembantuan dibiayai atas beban
anggaran tingkat pemerintahan yang menugaskan.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dalam tulisan ini akan dibahas dan
dianalisis mengenai mewujudkan Optimalisasi Transfer Keuangan Pemerintah Pusat ke
Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang yang Berlaku di Indonesia. Sesuai dengan
judul dan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini maka penelitian ini dilakukan
dengan penelitian yuridis normatif (metode penelitian hukum normatif). Metode penelitian
yuridis normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder belaka.2 Kemudian dapat diidentifikasi
masalah, antara lain bagaimana teori peraturan perundang-undangan berlaku di Indonesia?
Bagaimana sejarah undang-undang yang mengatur antara keuangan pusat dan daerah?
Bagaimana pola hubungan keuangan pusat dan daerah dalam penyelenggaraan otonomi
daerah? Bagaimana manajemen penerimaan daerah dalam penyelenggaraan keuangan?

RESULTS & DISCUSSION


Teori Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia sebagai negara hukum tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang
berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Konsep negara hukum tidak

1
Tjahya Supriatna, “Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah,” (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 21.
2
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, “Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,” (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 13.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
280 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022

terpisahkan dari pilarnya sendiri yaitu paham kedaulatan hukum. Paham ini adalah ajaran
yang mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi terletak ada hukum atau tidak ada kekuasaan
lain apapun, kecuali hukum semata3.
Teori peraturan perundang-undangan yang baik salah satunya yaitu teori negara
hukum dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan bahwa Indonesia dalam beraktivitas pemerintahan dan ketatanegaraan
didasari mekanismenya dalam mengatur masyarakat didasarkan dengan peraturan atau
konstitusi. Konsekuensi negara hukum ialah bahwa negara Indonesia harus berdasarkan
hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan kekuasaan (machtstaat). Negara diselenggarakan
dengan prinsip the rule of law, not of man.
Dalam teori negara hukum menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Konsekuensi negara hukum
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 ialah bahwa negara Indonesia harus
berdasarkan hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan kekuasaan (machtstaat). Negara
diselenggarakan dengan prinsip the rule of law, not of man.
Menurut Julius Stahl, konsep negara hukum yang disebutnya dengan istilah rechtsstaat
itu mencakup empat elemen penting, yaitu perlindungan hak asasi manusia, pembagian
kekuasaan, pemerintahan berdasarkan undang-undang dan peradilan tata usaha negara.
Jimly Asshiddiqie merumuskan prinsip negara hukum Indonesia yang merupakan
pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat
disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang
sebenarnya, yaitu :
1. Supremasi hukum (supremacy of law).
2. Persamaan dalam hukum (equality before the law).
3. Asas legalitas (due process of law).
4. Pembatasan kekuasaan
5. Organ-organ campuran yang bersifat independen.
6. Peradilan bebas dan tidak memihak.
7. Peradilan tata usaha negara.
8. Peradilan tata negara (constitutional court).
9. Perlindungan hak asasi manusia.
10. Bersifat demokratis (democratische rechtsstaat).
11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare rechtsstaat).
12. Transparansi dan kontrol sosial.
13. Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebagai negara hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 maka
setiap sendi kehidupan bermsyarakat, berbangsa, dan bernegara diselenggarakan
berdasarkan hukum. Dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan, produk
hukum berupa peraturan perundang-undangan merupakan pedoman hukum yang menjadi
instrumen pelaksanaan Indonesia sebagai negara hukum.
Selain itu, berdasarkan teori perundang-undangan dengan kenyataan menurut Jhon
Michael Otto antara perundang-undangan dengan kenyataan kita temukan adanya
perbedaan yaitu kepastian hukum nyata sesungguhnya mencakup pengertian kepastian
3
Sobirin Malian, “Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945”, (Yogyakarta: FH UII Press,
2001), 36-37.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022 281

hukum yuridis, namun sekaligus lebih dari itu. Jhon Michael Otto mendefinisikannya
sebagai kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu:
1. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas, konsisten dan mudah diperoleh (accessible),
diterbitkan oleh atau diakui karena (kekuasaan) negara;
2. Bahwa instansi-instansi pemerintah menerapkan aturan-aturan hukum itu secara
konsisten dan juga tunduk dan taat terhadapnya
3. Bahwa pada prinsipnya bagian terbesar atau mayoritas dari warga-negara menyetujui
muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan
tersebut;
4. Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak (independent and
impartial judges) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu
mereka menyelesaikan sengketa hukum yang dibawa ke hadapan mereka;
5. Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.
Menurut Jhon Michael Otto semakin baik suatu negara hukum berfungsi, maka
semakin tinggi tingkat kepastian hukum nyata. Di sini dapat dikatakan bahwa tingkat
kepastian hukum nyata hampir selalu dapat digambarkan beranjak dari tiga jenis faktor.
Pertama dari aturan-aturan hukum itu sendiri, kedua dari instansi-instansi
(kelembagaan/institutions) yang membentuk dan memberlakukan serta menerapkan
hukum dan yang bersama-sama dengan hukum membentuk sistem hukum, dan ketiga dari
lingkungan sosial yang lebih luas: faktor-faktor politik, ekonomi dan sosial-budaya.

Sejarah Undang-Undang yang mengatur antara Keuangan Pusat dan Daerah

Desentralisasi fiskal menghubungkan keuangan pusat dan daerah dalam kaitan dengan
pelaksanaan politik desentralisasi. Hubungan keuangan antara pusat dan daerah pertama
kali diatur secara formal-legal dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Negara dengan Daerah-daerah yang Berhak Mengurus
Rumah Tangganya Sendiri.
Salah satu tujuan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan kapasitas daerah
dalam pelaksanaan otonomi daerahnya. Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan
1957 Pasal 2 menegaskan bahwa pendapatan pokok daerah terdiri dari pajak daerah;
retribusi daerah, pendapatan negara yang diserahkan kepada daerah, dan hasil perusahaan
daerah tetapi pendapatan negara yang diserahkan kepada daerah ini, adalah menjadi inti dari
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Oleh karena itu, undang-undang
perimbangan keuangan 1957 di atas merupakan perwujudan dari politik desentralisasi fiskal
pada jamannya.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia saat era Reformasi secara resmi dimulai
sejak 1 Januari 2001. Proses tersebut diawali dengan pengesahan Undang-Undang (UU)
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (PKPD). Sampai
saat ini kedua regulasi tersebut telah mengalami beberapa kali revisi hingga terbitlah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia pada awalnya
hanya ditujukan untuk menciptakan aspek kemandirian di daerah. Daerah kemudian

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
282 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022

menerima pelimpahan kewenangan di segala bidang, kecuali kewenangan dalam bidang


politik luar negeri, keamanan, moneter, pertahanan, yustisi dan fiskal serta keagamaan.
Pelimpahan kewenangan juga diikuti dengan penyerahan sumber-sumber pendanaan
berupa penyerahan basis-basis perpajakan maupun bantuan pendanaan melalui mekanisme
transfer ke daerah sesuai asas money follows function.
Sejak dundangkannya UU Nomor 33 Tahun 2004, mulai tahun 2008 terdapat
perubahan yang signifikan dalam kebijakan pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU)
yaitu penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU) didasarkan pada formula murni. Tetapi
kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) tersebut baru dapat diterapkan sejak Anggarng
Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2009. Pada tahun 2012 muncul
alternatif Dana Alokasi Umum (DAU) kepada daerah sebesar nol atau tidak tahun 2012
adalah Provinsi Kalimantan Utara (pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur), Kab.
Pangandaran, Kab. Pesisir Barat, Kab. Manokwari Selatan, Kab. Pegunungan Arfak. Tahun
2013 adalah Kab. Mahakam Hulu, Kab. Malaka, Kab. Banggai laut, Kab. Pulau Taliabu,
Kab. Penukal Abab Lematang Ilir, Kab. Kolaka Timur, Kab. Morowali Utara, Kab. Konawe
Kepulauan, dan Kab. Musi Rawas Utara. Mendapatkan Dana Alokasi Umum (DAU), lebih
kecil, sama dengan tahun sebelumnya, atau lebih besar dari DAU tahun sebelumnya.
Kebijakan ini juga didasarkan pada PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. 4
Walaupun kebijakan tersebut diberlakukan pada 2008, tetapi kecenderungan peningkatan
Dana Alokasi Umum (DAU) terjadi juga setiap tahun.
Dalam rangka menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan efisien
maka diperlukan tata kelola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang selaras, adil dan akuntabel berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian Presiden Joko Widodo pada tanggal 5
Januari 2022 telah menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-Undang (UU) ini mencabut Undang-Undang terdahulu yaitu Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
Pasal 1 angka 30, Pasal 1 angka 38, Pasal 1 angka 47 sampai dengan angka 49, Pasal 245
sepanjang terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 279, Pasal 285 ayat (2)
huruf a angka 1 sampai dengan angka 4, Pasal 288 sampai dengan 291, Pasal 296, Pasal 302,
Pasal 324, dan Pasal 325 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan
Pasal 114 dan Pasal 176 angkat 4 ayat (4) dalam Pasal 252 dan angka 7 UU Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan yang dimaksud dengan
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah suatu
sistem penyelenggaraan keuangan yang mengatur hak dan kewajiban keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang dilaksanakan secara adil, transparan,
akuntabel, dan selaras berdasarkan undang-undang. Dalam Pasal 1 juga tertulis Penerimaan
Daerah adalah uang yang masuk ke kas Daerah. Pendapatan Daerah adalah semua hak
Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran

4
Nota Keuangan dan RAPBN 2012, h.V-41

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022 283

yang bersangkutan. Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan prinsip pendanaan untuk
penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka hubungan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Hal ini meliputi:
1. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah didanai
dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
2. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah di
Daerah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Ruang lingkup Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah sebagaimana Pasal 2 meliputi:
1. Pemberian sumber Penerimaan Daerah berupa Pajak dan Retribusi;
2. Pengelolaan Transfer ke Daerah;
3. Pengelolaan Belanja Daerah;
4. Pemberian kewenangan untuk melakukan Pembiayaan Daerah; dan
5. Pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional.
Dengan ditetapkannya UU ini, diharapkan dapat menciptakan alokasi sumber daya
nasional yang efektif dan efisien dalam pengaturan tata kelola hubungan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pola Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Penyelenggaraan Otonomi


Daerah

Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan


subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Perimbangan keuangan tersebut merupakan bagian pengaturan
yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan negara serta untuk mengatur sistem pendanaan
atas kewenangan pemerintahan yang diserahkan, dilimpahkan dan ditugaskan kepada
daerah. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-
sumber pendanaan berdasarkan kewenangan pemerintah pusat, desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dilakukan dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi yang didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah dengan memperhatikan stabilitas kondisi perekonomian.
Hal ini juga mencakup suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Perimbangan
keuangan tersebut dilaksanakan sejalan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian pengaturan perimbangan keuangan juga
mengatur aspek pengelolaan dan pertanggungjawabannya. Pembentukan Undang-undang
Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
284 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022

kepada pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pemerintah Daerah.
Pendanaan tersebut mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan
yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pemerintahan. (Ahmad Yani,
2008: 42)
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan dan penugasan
urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti
dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil,
termasuk perimbangan keuangan antara pemerintah pusat san pemerintah daerah, sebagai
daerah otonom, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan tersebut dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. (Mardiasmo,
2004:106).
Dalam pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar dapat terlaksana secara efisien
dan efektif perlu diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan
penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dibiayai dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penyelenggaran kewenangan pemerintahan yang
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), baik kewenangan pusat yang didekonsentrasikan kepada gubernur atau
kepada pemerintah di bawahnya dalam rangka tugas pembantuan. Dengan otonomi, daerah
dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan, peranan investasi
swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah
dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin mampu
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama
sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut, sebagai
berikut : menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah,
meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, memberdayakan
dan menciptakan ruang publik bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembangunan. (Sadu Wasistiono, 2010:31).
Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian pemerintah daerah yang
dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah
dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya meningkatkan efisiensi, efektifitas
dan profesionalisme aparatur pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya alam
maupun sumber daya lainnya milik daerah, sedangkan upaya tersebut dapat dilakukan
melalui peningkatan profesionalisme dan manajemen pemerintahan yang handal.

Manajemen Penerimaan Daerah Dalam Penyelenggaraan Keuangan

Penerimaan daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi terdiri atas pendapatan


daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari:
1. Pendapatan asli daerah yang bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah
daerah untuk mendanai penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan potensi
daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
2. Dana perimbangan yang bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah serta antar pemerintah daerah itu sendiri.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022 285

3. Pendapatan lain-lain yang memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh


pendapatan selain yang berasal pendapatan asli daerah, dana perimbangan serta
pinjaman daerah.
Dalam Pasal 106 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa Transfer
Ke Daerah (TKD) terdiri atas:
a. DBH;
b. DAU;
c. DAK;
d. Dana Otonomi Khusus;
e. Dana Keistimewaan; dan
f. Dana Desa.
Kebijakan TKD mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah nasional dan
peraturan perundang-undangan terkait, selaras dengan rencana kerja pemerintah dan
dituangkan dalam nota keuangan dan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
Anggaran TKD ditetapkan setiap tahun dalam Undang-Undang mengenai APBN. Rincian
alokasi TKD menurut provinsi/kabupaten/kota ditetapkan dalam Peraturan Presiden.
Dalam Pasal 111 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dimaksudkan dengan
Dana Bagi Hasil (DBH) terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan Dana Bagi Hasil
(DBH) sumber daya alam.
Pasal 124 berisikan Dana Alokasi Umum (DAU) yang mana pagu nasional DAU
ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. Kebutuhan pelayanan publik sebagai bagian dari pelaksanaan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah;
b. Kemampuan Keuangan Negara;
c. Pagu TKD secara keseluruhan; dan
d. Target pembangunan nasional.
Proporsi pagu DAU antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota
mempertimbangkan kebutuhan pendanaan dalam rangka pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah antara provinsi dan kabupaten /kota.
DAU untuk tiap-tiap Daerah dialokasikan berdasarkan celah fiskal untuk 1 (satu) tahun
anggaran. Celah fiskal dapat dihitung sebagai selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan
potensi pendapatan Daerah.
Dana Alokasi Khusus (DAK) yang terdapat dalam pasal 131 terdiri atas
a. DAK fisik, yang digunakan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana dan
prasarana layanan publik Daerah;
b. DAK nonfisik, yang digunakan untuk mendukung operasionalisasi layanan publik
Daerah; dan
c. Hibah kepada Daerah, yang digunakan untuk mendukung pembangunan fisik
dan/atau layanan publik Daerah tertentu yang didasarkan pada perjanjian antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Dana Otonomi Khusus dalam Pasal 132 dialokasikan kepada Daerah yang memiliki
otonomi khusus sesuai dengan Undang-Undang mengenai otonomi khusus. Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang mengacu pada rencana

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
286 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022

pembangunan jangka menengah nasional dan rencana pembangunan jangka menengah


Daerah serta target kinerja.
Dana Keistimewaan dalam Pasal 133 dialokasikan kepada Pemerintah Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yograkarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang kemudian dapat
diserahkan kepada kabupaten atau kota di DIY yang dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten atau kota dengan memperhatikan kebutuhan dan prioritas tiap-tiap kabupaten
atau kota.
Dana Desa dalam Pasal 134 merupakan pendapatan desa yang dananya bersumber
dari APBN. Dana Desa dialokasikan dengan mempertimbangkan pemerataan dan keadilan
yang dihitung berdasarkan kinerja desa, jumlah desa, jumlah penduduk, angka kemiskinan,
luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Insentif Fiskal dalam Pasal 135 yang
Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal kepada Daerah atas pencapaian kinerja
berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian
kinerja Pemerintahan Daerah, antara lain pengelolaan Keuangan Daerah, pelayanan umum
pemerintahan, dan pelayanan dasar.

CONCLUSION
Teori peraturan perundang-undangan menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara
hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah
negara hukum”. Ajaran ini mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi terletak ada hukum atau
tidak ada kekuasaan lain apapun. Semakin baik suatu negara hukum berfungsi, maka
semakin tinggi tingkat kepastian hukum nyata yang dipengaruhi aturan-aturan hukum itu
sendiri, instansi (kelembagaan) yang membentuk dan memberlakukan serta menerapkan
hukum dan yang bersama-sama dengan hukum membentuk sistem hukum, serta lingkungan
sosial yang lebih luas berupa faktor-faktor politik, ekonomi dan sosial-budaya.
Kelembagaan dari teori di atas membentuk hukum yang nyata dan diterapkan dalam
lingkungan sosial yang diawali dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah serta Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kemudian Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang- Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan terakhir
Pemerintahan Daerah dan berakhir pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang
Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang
tersebut kemudian mengatur pola hubungan keuangan pusat dan daerah untuk mendukung
penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan
berdasarkan kewenangan pemerintah pusat, desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan. Dalam Pasal 106 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa Transfer
Ke Daerah (TKD) terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK), Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan dan Dana Desa.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022 287

REFERENCES
Ahmad Yani, 2008, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Indonesia, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Lestariningsih, “PENGELOLAAN PENERIMAAN DAERAH MELALUI
DESENTRALISASI FISKAL DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI
DAERAH.9”, 2014, 15-36.
Malian, Sobirin, 2001, Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945, Yogyakarta: FH
UII Press
Manan, Bagir, 1992, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Jakarta: Ind-Hill Co.
Nurlan Darise, 2006, Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta:Indeks Kelompok Gramedia
Raharjo Adisasmita, 2011, Pengelolaan Pendapatan Dan Anggaran Daerah, Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Redi, Ahmad, 2018, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta: Sinar
Grafika.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2012, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan ke- 8, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Supriatna, Tjahya, 1996, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Jakarta: Bumi Aksara.
Undang-Undang 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

You might also like