You are on page 1of 8

Akselerasi Terciptanya Infrastruktur Informasi Pertanahan yang Memenuhi

Visi Kadaster 2014 di Indonesia


Affina Dyan Setyawati - 21/489570/PTK/14292 - Program Studi Magister Teknik
Geomatika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Sleman, 9 Mei 2023

Abstrak

Keberadaan Infrastruktur Informasi Pertanahan yang komprehensif dan akurat


menempati posisi yang penting dalam administrasi dan pengelolaan pertanahan
yang efektif. Di Indonesia, Visi Kadaster 2014 menetapkan tujuan yang ambisius
untuk pengembangan Sistem Informasi Pertanahan yang modern dan terintegrasi.
Namun, kemajuan pencapaian visi tersebut berjalan lambat karena berbagai
tantangan seperti data yang tidak memadai, sumber daya yang tidak memadai, dan
hambatan birokrasi. Untuk mempercepat penciptaan Infrastruktur Informasi
Pertanahan yang memenuhi Visi Kadaster 2014 di Indonesia, makalah ini
mengusulkan pendekatan multiaspek yang melibatkan pemanfaatan teknologi
modern, penguatan kapasitas kelembagaan, dan peningkatan partisipasi pemangku
kepentingan. Pendekatan ini diharapkan dapat mendorong pengembangan sistem
administrasi pertanahan yang lebih efisien dan transparan yang dapat mendukung
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial yang berkelanjutan.

Pendahuluan

Lahan adalah sumber daya penting untuk pembangunan ekonomi dan stabilitas
sosial, tetapi pengelolaan dan administrasinya yang efektif memerlukan
Infrastruktur Informasi Pertanahan yang andal dan komprehensif. Visi Kadaster
2014 yang disusun oleh Kaufmann & Steudler (1998) menyajikan visi kadaster di
masa depan yang diharapkan menjadi tolok ukur keberhasilan negara-negara
dunia dalam mengukur pelaksanaan kadasternya (Arianto dkk., 2013). Sudah 25
tahun sejak dirancangnya Visi Kadaster 2014 dan sudah 9 tahun sejak visi tersebut
seharusnya sudah dapat dicapai. Namun demikian, ternyata Indonesia masih
belum sepenuhnya sampai pada visi tersebut dan terbilang masih jauh dari target-
target Kadaster 2014. Di Indonesia, kompleksitas sistem penguasaan tanah, data
yang tidak memadai, dan tantangan kelembagaan telah menghambat
pengembangan sistem informasi pertanahan yang terintegrasi. Visi Kadaster 2014
bertujuan untuk membangun sistem administrasi pertanahan yang modern dan
efisien yang dapat mendukung pembangunan berkelanjutan. Namun, kemajuan
menuju pencapaian visi ini berjalan lambat, dan tantangan yang signifikan tetap
ada. Makalah ini mengusulkan pendekatan multiaspek untuk mempercepat
penciptaan infrastruktur informasi pertanahan yang memenuhi Visi Kadaster 2014
di Indonesia.

Kesesuaian Kondisi Eksisting Manajemen Pertanahan di Indonesia dengan


Visi Kadaster 2014

Keenam pernyataan dalam Visi Kadaster 2014 erat kaitannya dengan keberadaan
Infrastruktur Informasi Pertanahan atau Sistem Informasi Pertanahan (SIP) yang
dapat mengintegrasikan informasi secara lengkap termasuk aspek hukum dan hak
serta pembatasannya (Statement 1); menggabungkan antara peta dan buku tanah
(Statement 2); pemodelan akan berkembang (Statement 3); kadaster dengan kertas
dan pensil akan punah (Statement 4); kerja sama sektor swasta dan pemerintah
(Statement 5); dan Kadaster 2014 akan menjadi swadana (Statement 6). Sebuah
SIP sudah seharusnya dapat memuat beragam informasi yang berkaitan dengan
bidang tanah, baik berupa data geometrinya maupun data atributnya seperti jenis
hak dan pembatasannya. Selain itu, nantinya akan semakin sedikit dokumen yang
menggunakan media cetak/paperless dan akan tergantikan dengan pemodelan,
yang mana memberikan tingkat efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi.
Misalnya saja jika pada suatu dokumen cetak terjadi kesalahan, maka harus
dilakukan pembetulan dengan mencetak dokumen baru sehingga hal ini
mengakibatkan pemborosan. Berbeda dengan dokumen digital yang hanya
memerlukan memori ataupun penyimpanan berbasis cloud saja sehingga dapat
menghemat tempat. Hal ini turut dibenarkan oleh laman rumah.com (2019) bahwa
dokumen warkah sudah memenuhi dan menyita banyak ruangan di Kantor
Kementerian ATR/BPN. Dokumen ini sifatnya sangat penting terutama jika
terjadi masalah pertanahan maka dari itu perlu adanya basisdata digital. Namun
demikian, dengan konsep yang seperti itu dokumen rawan untuk dimanipulasi dan
diedit sehingga keamanan dokumen harus ditingkatkan misalnya dengan
memberikan kode unik berupa QR atau nomor ID tersembunyi. Dalam rangka
mewujudkan modernisasi pelayanan pertanahan demi kemudahakan berusaha dan
meningkatkan pelayanan publik, sertifikat elektronik pun telah diatur dalam
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI
Nomor 1 Tahun 2021. Hal ini sekaligus bertujuan untuk mendukung Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik yang sudah diatur sebelumnya pada tahun 2018
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2018.

Saat ini keberadaan sektor swasta bukanlah menjadi ancaman bagi pemerintah
karena dapat membantu pekerjaan manajemen pertanahan di Indonesia yang
sangat banyak. Contohnya adalah Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi
(KJSKB) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang membantu Seksi
Pengukuran dan Seksi Pendaftaran di Kantor Pertanahan sehingga Kantah dapat
fokus untuk membenahi data eksisting yang sudah ada dan melakukan validasi,
sedangkan pekerjaan teknis dilimpahkan kepada sektor swasta. Hal ini juga
berlaku pada sektor swasta yang menawarkan jasa pembuatan perangkat lunak
untuk mendukung manajemen pertanahan. Pemerintah seringkali menggandeng
pihak swasta melalui suatu proses lelang dan pengajuan proposal untuk proyek
pembuatan perangkat lunak. Hal tersebut tentunya dapat meningkatkan iklim kerja
sama antara pemerintah dan swasta.

Memanfaatkan Teknologi Modern

Penerapan teknologi modern seperti Sistem Informasi Geografis (SIG),


Penginderaan Jauh (RS), dan Global Navigation Satellite System (GNSS) dapat
meningkatkan kecepatan dan akurasi pengumpulan, analisis, dan diseminasi data
tanah secara signifikan. Teknologi ini juga dapat meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas proses administrasi pertanahan. Oleh karena itu, pemerintah harus
berinvestasi dalam teknologi modern dan membangun kapasitas teknis yang
diperlukan untuk memastikan penerapannya secara efektif. Gambar 1, 2, dan 3 di
bawah ini merupakan beberapa contoh pemanfaatan sistem informasi dalam
menyampaikan data terkait pertanahan. Sitaru atau sistem informasi tata ruang
dapat digunakan sebagai informasi awal bagi orang yang ingin mendirikan usaha
dan membutuhkan lahan, dalam aplikasi Sentuh Tanahku dan Bhumi ATR/BPN
pengguna dapat memperoleh informasi mengenai jenis hak suatu bidang tanah dan
mengetahui apakah suatu bidang tanah sudah bersertifikat atau belum. Adapun
nantinya diharapkan SIP dapat terintegrasi dengan Infrastruktur Data Spasial
Nasional (IDSN) dalam rangka perwujudan Kebijakan Satu Peta (KSP). Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Pinuji (2016), dilakukan identifikasi terhadap Geo-
KKP yang merupakan rintisan IDS di level organisasi Kementerian ATR/BPN
dan diketahui bahwa Geo-KKP masih dikembangkan secara parsial dari konsep
IDSN. Geo-KKP masih sebatas untuk mendukung kegiatan pendaftaran tanah dan
belum mencakup kepentingan yang lebih luas seperti yang dicita-citakan konsep
IDS. Maka dari itu, ke depannya perlu lebih diperhatikan lagi tentang
implementasi keenam elemen dalam IDS di dalam pembangunan dan
pengembangan SIP..
Gambar 1. Laman Sitaru Kota Yogyakarta
(https://sitaru.jogjakota.go.id/sitaru/home)

Gambar 2. Aplikasi Sentuh Tanahku

Gambar 3. Website Bhumi ATR/BPN (https://bhumi.atrbpn.go.id/)


Penguatan Kapasitas Kelembagaan

Administrasi pertanahan yang efektif membutuhkan kolaborasi berbagai institusi,


termasuk lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan pemangku
kepentingan sektor swasta. Mayoritas negara terutama negara berkembang tidak
mengembangkan dengan baik kelembagaannya, serta sumber daya manusia dan
keterampilan yang diperlukan pun kurang diperhatikan (Enemark, 2006). Oleh
karena itu, penguatan kelembagaan sangat penting untuk keberhasilan
implementasi Visi Kadaster 2014. Pemerintah harus memprioritaskan peningkatan
kapasitas untuk badan-badan administrasi pertanahan, mendorong koordinasi
antarlembaga, dan membina kemitraan publik-swasta. Selain itu, pemerintah harus
meningkatkan kerangka hukum dan peraturan yang mengatur administrasi
pertanahan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pengelolaan lahan
yang efektif.

Peningkatan kapasitas merupakan sebuah konsep yang erat dengan pendidikan,


pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia. Namun demikian, konsep
tersebut terus berkembang menjadi sebuah pandangan yang lebih luas dan holistik
sehingga meliputi aspek sosial, organisasi, dan pendidikan. Organisation for
Economic Co-operation and Development (OECD) dan United Nations
Development Programme (UNDP) mendefinisikan pengembangan kapasitas
sebagai “…proses di mana individu, kelompok, organisasi, lembaga dan
masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk: melakukan fungsi inti,
memecahkan masalah, dan menentukan dan mencapai tujuan; untuk memahami
dan menangani kebutuhan pembangunan mereka dalam konteks yang lebih luas
dan dengan cara yang berkelanjutan.” Keberadaan sumber daya manusia yang
menguasai teknologi juga menjadi kunci dari keberhasilan pembangunan dan
pemeliharaan Infrastruktur Informasi Pertanahan Nasional.

Sebelum melaksanakan pengembangan kapasitas, terlebih dahulu dilakukan


penilaian kapasitas sebagai dasar penting dalam perumusan strategi yang kohere
untuk pengembangan kapasitas. Di Indonesia sendiri sebetulnya banyak kegiatan
asesmen dan penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kebutuhan,
perkembangan, dan pencapaian hasil yang tidak hanya terbatas pada bidang
pertanahan saja. Hasil asesmen digunakan untuk meningkatkan mutu melalui
proses peningkatan kapasitas. Contoh proses asesmen atau penilaian adalah yang
dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam Penghargaan
Bhumandala yang rutin diadakan setiap tahun untuk menilai sejauh apa upaya
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam membangun simpul
jaringan informasi geospasial. Penilaian dilakukan berdasarkan implementasi 5
komponen pembangunan infrastruktur informasi geospasial yang terdiri dari
Kebijakan, Kelembagaan, Standar, Sumberdaya Manusia, dan Teknologi (Badan
Informasi Geospasial, 2022). Adapun kegiatan pelatihan, diklat, asistensi, dan
workshop pun seringkali diadakan oleh berbagai Kementerian/Lembaga di tingkat
pusat dan juga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di tingkat daerah. Dengan
demikian, beberapa tingkatan pelatihan tersebut sesuai dengan yang telah
disampaikan oleh Enemark (2006) bahwa terdapat tiga jenis pengembangan
kapasitas, yakni pada tingkat sistem, organisasi, dan individu.

Adanya suatu SIP yang baik tentunya didukung oleh keberadaan data dan
informasi yang baik pula. Realitasnya ditemui kendala terkait belum tuntasnya
pemetaan bidang tanah, di mana baru sekitar 44,5% bidang tanah yang sudah
terpetakan (Mustofa dkk., 2018). Solusinya adalah dengan meningkatkan
kapasitas masyarakat untuk ikut serta dalam tahapan pemetaan bidang tanah,
yakni melalui Sistem Informasi Pertanahan Partisipatif (SIP-P).

Meningkatkan Partisipasi Pemangku Kepentingan

Keberhasilan implementasi Visi Kadaster 2014 membutuhkan partisipasi aktif


dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemilik lahan, kelompok
masyarakat, dan organisasi masyarakat sipil. Oleh karena itu, pemerintah harus
mendorong keterlibatan pemangku kepentingan dan menciptakan platform untuk
partisipasi mereka dalam proses administrasi pertanahan. Hal ini dapat mencakup
pendirian pusat informasi tanah masyarakat, konsultasi publik, dan integrasi
sistem penguasaan tanah tradisional ke dalam sistem administrasi pertanahan
formal. Dalam rangka meningkatkan partisipasi para pemangku kepentingan,
aturan mengenai Forum Satu Data Indonesia telah diatur dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2019. Forum SDI merupakan
wadah komunikasi dan koordinasi Instansi Pusat dan/atau Instansi Daerah untuk
penyelenggaraan Satu Data Indonesia. Selain itu, dapat juga diadakan Focus
Group Discussion (FGD) oleh OPD yang bertujuan untuk menyediakan sarana
bertukar informasi bagi para pemangku kepentingan. Maka dari itu, para
pemangku kebijakan akan selalu dapat berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan
tentang langkah yang harus diambil dalam mencapai tujuan berkelanjutan.
Kesimpulan

Terciptanya infrastruktur informasi pertanahan yang komprehensif dan


terintegrasi merupakan langkah kritis untuk mencapai Visi Kadaster 2014 di
Indonesia. Untuk mempercepat kemajuan menuju visi ini, pemerintah harus
mengadopsi pendekatan multiaspek yang memanfaatkan teknologi modern,
memperkuat kapasitas kelembagaan, dan meningkatkan partisipasi pemangku
kepentingan. Pendekatan ini diharapkan dapat mendorong pengembangan sistem
administrasi pertanahan yang lebih efisien dan transparan yang dapat mendukung
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial yang berkelanjutan.

Daftar Pustaka

Arianto, T., Nugroho, T., & Wahyono, E. B. (2013). Perkembangan Visi Kadaster
2014 di Kota Batam.

Badan Informasi Geospasial. (2022). Pedoman Penilaian Penghargaan Simpul


Jaringan (Bhumandala Award) Tahun 2022.

Enemark, S. (2006). The Land Management Perspective - Building the Capacity.


ITC Lustrum Conference, 11–24.

Kaufmann, J., & Steudler, D. (1998). A Vision for a Future Cadastral System.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. (2021).


Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat
Elektronik. KEMEN-ATR/BPN. Sertipikat Elektronik. PERATURAN,
12(879), 1–15.

Mustofa, F. C., Aditya, T., & Sutanta, H. (2018). Sistem Informasi Pertanahan
Partisipatif untuk Pemetaan Bidang Tanah Sebuah Tinjauan Pustaka
Komprehensif (Participatory Land Information System for Land Parcel
Mapping : A Comprehensive Literature Review). Globe, 20(1), 1–12.

Pemerintah Republik Indonesia. (2018). Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun


2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. 110.

Pemerintah Republik Indonesia. (2019). Peraturan Presiden Republik Indonesia


Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Peraturan Presiden,
004185, 1–35. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/108813/perpres-no-
39-tahun-2019

Pinuji, S. (2016). Integrasi Sistem Informasi Pertanahan dan Infrastruktur Data


Spasial dalam Rangka Perwujudan One Map Policy. Bhumi, 2(1), 48–64.
Sistem Informasi Pertanahan (SIP) Modern, Langkah Transformasi Layanan
Pertanahan | Pasar Properti | Rumah.com. (2019, December 26).
https://www.rumah.com/berita-properti/2019/12/185274/sistem-informasi-
pertanahan-sip-modern-langkah-transformasi-layanan-pertanahan

You might also like