You are on page 1of 25

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

Dosen Pembimbing :

Rusmawati Sitorus, Spd . Skep, MA

Disusun Oleh :

Ellinda Yohanita
(19018)

AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA

Jalan Cumi No.37, Tanjung Priuk, Jakarta Utara, 1431


LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE

A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler.
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).

B. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin,
2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak
dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya
keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24
jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan
TIA berulang.

C. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri
iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah
serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi
melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong
sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
b. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang 
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan
lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik,
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah
yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-
60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
E. PATHWAY
Stroke Hemoragi Stroke Non Hemoragi

Peningkatan Tekanan
Trombus/ Emboli
Sistemik
di cerebal

Aneurisme
Suplai darah ke jaringan
cerebal tidak adekuat
Perdarahan
Arakhnoid/Ventrikel

Vasospasme Perfusi jaringan


Hematoma Cerebal
arteri cerebal cerebal tidak
PTIK/ Herniasi cerebal efektif
Iskemik infark
Penurunan Penekanan
kesadaran saluran Deficit neurologi
pernafasan
Hemisfer kanan Hemisfer kiri

Pola Nafas Tidak Hemiparese/ hemiplegi Hemiparese/hemiplegi


Efektif kiri kanan
Area grocca

Kerusakan fungsi
N.VII Deficit Resiko Hambatan
perawatan diri kerusakan mobilitas fisik
integritas kulit
Gangguan Resiko trauma
komunikasi
verbal Resiko aspirasi

Resiko jatuh
F. KONSEP LANSIA DAN PROSES MENUA
Menurut world health organization (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia Merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari Fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih karena faktor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara Jasmani Rohani maupun
sosial (Nugroho, 2012).
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh yang ditandai dengan semakin rentan nya tubuh
terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada
sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah Pernapasan pencernaan endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi
perubahan dalam struktur dan fungsi sel jaringan serta sistem organ. Perubahan tersebut
pada umumnya mengarah pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia sehingga secara umum akan
berpengaruh pada Activity of daily living (Fatimah, 2010).

G. TEORI PROSES MENUA


Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu :
1. Teori-teori biologi
a. Genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah ter program secara genetik untuk spesies spesies
tertentu menua terjadi sebagai akibat dari perubahan Biokimia yang di program
oleh molekul molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan Fungsional sel.
e. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel sel tubuh lelah atau rusak.
f. Reaksi dari kekebalan sendiri
Di dalam proses metabolisme tubuh suatu saat diproduksi suatu zat khusus ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit.
g. Teori “immunology sawo virus”
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke
dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
h. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel sel yang biasa digunakan tubuh regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal kelebihan
usaha dan stress menyebabkan sel sel tubuh telah ter pakai.
i. Teori rantai silang
Sel sel yang tua atau Usang reaksi kimia nya menyebabkan ikatan yang kuat
khususnya jaringan kolagen ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis kekacauan
dan hilangnya fungsi.
j. Teori program
Kemampuan organisma untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel
sel tersebut mati.
2. Teori Kejiwaan Sosial
a. Aktivitas atau kegiatan
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini
menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum pola hidup dilanjutkan pada cara hidup
dari lansia berupa mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil.
b. Kepribadian berlanjut
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c. Teori pembahasan
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia seseorang secara
berangsur angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda atau (triple loss), yakni :
1. Kehilangan peran.
2. Hambatan kontak sosial.
3. Berkurangnya kontak komitmen.
H. BATASAN LANJUT USIA
Menurut Nugroho (2008) ada beberapa pendapat para ahli mengenai batasan lanjut usia
diantaranya :
1. Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan lanjut usia yaitu :
a. Usia pertengahan (model age) usia 45-59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun. d. Usia sangat tua (very old ) diatas 90 tahun.
2. Menurut Koesoemanto Setyonengoro, lanjut usia dikelompokkan sebagai berikut :
a. Usia dewasa muda (elderly adukthood) yaitu isi 18/20-25 tahun.
b. Usia dewasa penuh (middle teras) atau matunitas usia 25-60/65 tahun.
c. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun.
3. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia lebih dari 65/70 tahun.
I. Karakteristik Lansia
Memiliki karakteristik yang berusia lebih dari 60 tahun kebutuhan dan masalah yang
bervariasi dari Rentang sehat sampai sakit kebutuhan Beop psikososial dan spriritual
kondisi adiktif sehingga kondisi kondisi maladaotif ( Maryam,2008 ).
Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :
1. Pria lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45 sampai 95 tahun
2. Lansia iyalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan masalah
kesehatan
4. Lansia potensial iyalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
5. Lansia tidak potensial iyalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya tergantung pada bantuan orang lain
J. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
1. Lansia merupakan Periode Kemunduran
Kemunduran pada lansia pembagian datang dari faktor fisik dan faktor pisikologis
sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya
Asia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2. Lansia Memiliki Status Kelompok Minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik misalnya lansia lebih senang
mempertahankan pendapat nya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tapi ada
juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
3. Menua Membutuhkan Perubahan Peran
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di
masyarakat sebagai ketua RW sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan manusia
sebagai ketua RW karena usianya.
4. Penyesuayan Yang Buruk Pada Lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan
konsep diri yang buruk sehingga dapat memper lihatkan bentuk perilaku yang buruk.
Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuayan lansia menjadi buruk pula.
K. Perubahan Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur usia terjadi proses penuaan secara degeneratif dampak
perubahan perubahan pada diri manusia tidak hanya perubahan fisik tetapi juga kognitif,
perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Indra
Sistem pendengaran prebiakisis ( gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya
kemampuan daya pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap suara atau nada
nada yang tinggi suara yang tidak mengerti kata kata 50% terjadi pada usia di atas 60
tahun.
B. Sistem integumen
Pada lansia kulit mengalami Atropi, kendur tidak elastis kering dan berkerut. Kulit
akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna
coklat kan aku Lit dikenal dengan liver spot.
C. Sistem muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia jaringan penghubung kolagendan
elastin, tulang otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung pertama kulit tendon tulang
kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi tentangan yang tidak
teratur.
D. Sistem kardiovaskular
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa jantung bertambah
ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang kondisi ini
terjadi karena lo perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan
lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
E. Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru kapasitas total paru tetap
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang Karu
udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot kartilago dan sendi
thoraks mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan peregangan
thoraks berkurang.
F. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan seperti penurunan produk sebagai
kemunduran yang nyata karena kehilangan gigi Indra pengecap menurun rasa lapar
menurun kepekaan Selasa lapar menurun, Liver makin mengecil dan menurunnya
tempat penyimpanan dan berkurangnya aliran darah.
G. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak posisi yang
mengalami kemunduran contohnya laju Filtrasi ekskresi dan reabsorpsi oleh ginjal.
L. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang Progresif pada
serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
M. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciut nya ovari danurus.
Terjadi atropi payudara pada lakilaki Testis mati dapat memproduksi spermatozoa
meskipun adanya penurunan secara berangsur angsur.
2. Perubahan Mental
Faktor faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

a. Perubahan. Khususnya organ prasa


b. kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan
e. Lingkungan
f. Gangguan Syaraf Panca Indra timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
keluarga
i. Hilangnya kekuatan dan ketegasan. Perubahan terhadap gambaran diri perubahan
konsep diri perubahan spriritual agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya. Nanti ya semakin matang dalam kehidupan saya agamaan hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.

3.Perubaha Psikososial

a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika
lansia mengalami penurunan kesehatan seperti menderita penyakit. Berat
gangguan mobilitas atau gangguan Sensorik terutama pendengaran.
b. Duka cita
Meninggalnya pasangan hidup teman dekat atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c. Depresi
Dukacita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong lalu diikuti dengan
keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi
juga dapat disebabkan karena stress lingkungan dan menurunnya kemampuan
adaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan phobia, panik gangguan cemas umum,
gangguan stres setelah terauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan
gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan
dengan sekuler akibat penyakit medis seperti efek samping obat atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk schizophrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga) lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang barang atau berminat membunuhnya.
Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi atau di isolasi atau menarik diri dari
kegiatan sosial.
f. Sindrom Diognes
Suatu kelainan di mana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain main dengan
feses dan urinnya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur walaupun telah
dibersihkan keadaan tersebut dapat terulang kembali.
N. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Tujuannya pelayanan kesehatan pada lansia menurut Depkes RI (2016) terdiri dari :
1. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada Taraf yang setinggi tingginya
sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental
3. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para suatu penyakit atau gangguan
kemandirian yang optimal
4. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan Perhatian ada yang berada dalam
fase terminal sehingga dapat menghadapi kematian dengan tenang dan bermartabat.
Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial, pelayanan sosial lansia
dan pusat pengembangan pelayanan sosial berdayaan lansia.
O. Manifestasi Klinis
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak
akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5.  Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8.  Gangguan persepsi
9.  Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

P. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis          nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
Q. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur
turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
R. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
S. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
T. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran.
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
 U.         RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan Perfusi Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tekanan perfusi serebral
jaringan serebral  b.d aliran keperawatan selama 3 x 24 jam, 2. Catat respon pasien terhadap stimuli
darah ke otak terhambat. diharapkan suplai aliran darah keotak 3. Monitor tekanan intrakranial pasien
lancar dengan kriteria hasil: dan respon neurology terhadap
1. mendemonstrasikan status sirkulasi aktivitas
yang ditandai dengan 4. Monitor jumlah drainage cairan
a. Tekanan systole dandiastole dalam serebrospinal
rentang yang diharapkan 5. Monitor intake dan output cairan
b. Tidak ada ortostatikhipertensi 6. Restrain pasien jika perlu
c. Tidak ada tanda tanda peningkatan 7. Monitor suhu dan angka WBC
tekanan intrakranial (tidak lebih 8. Kolaborasi pemberian antibiotik
dari 15 mmHg) 9. Posisikan pasien pada posisi
2. mendemonstrasikan kemampuan semifowler
kognitif yang ditandai dengan: 10. Minimalkan stimuli dari lingkungan
 berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
menunjukkan perhatian, konsentrasi
dan orientasi memproses informasi
membuat keputusan dengan benar
3. menunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh : tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada gerakan gerakan
involunter

2 Kerusakan komunikasi Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Dengarkan setiap ucapan klien dengan
verbal b.d penurunan keperawatan selama  3 x 24 jam, penuh perhatian
sirkulasi ke otak diharapkan klien mampu untuk 2. Gunakan kata-kata sederhana dan
berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil: pendek dalam komunikasi dengan
1. dapat menjawab pertanyaan yang klien
diajukan perawat 3. Dorong klien untuk mengulang kata-
2. dapat mengerti dan memahami pesan- kata
pesan melalui gambar 4. Berikan arahan / perintah yang
3. dapat mengekspresikan perasaannya sederhana setiap interaksi dengan klien
secara verbal maupun nonverbal 6

3 Defisit perawatan diri; Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemempuan klien untuk
mandi,berpakaian, makan, keperawatan selama 3x 24 jam, perawatan diri yang mandiri.
toileting b.d kerusakan diharapkan kebutuhan mandiri klien 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-
neurovaskuler terpenuhi, dengan kriteria hasil: alat bantu untuk kebersihan diri,
1. Klien terbebas dari bau badan berpakaian, berhias, toileting dan
2. Menyatakan kenyamanan terhadap makan.
kemampuan untuk melakukan ADLs 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu
3. Dapat melakukan ADLS dengan secara utuh untuk melakukan self-care.
bantuan 4. Dorong klien untuk melakukan
            aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien
tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari. 
4 Kerusakan mobilitas fisik Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah
b.d kerusakan neurovaskuler keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan latihan dan lihat respon pasien saat
klien dapat melakukan pergerakan fisik latihan
dengan kriteria hasil : 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik tentang rencana ambulasi sesuai
2. Mengerti tujuan dari peningkatan dengan kebutuhan
mobilitas 3. Bantu klien untuk menggunakan
3. Memverbalisasikan perasaan dalam tongkat saat berjalan dan cegah
meningkatkan kekuatan dan terhadap cedera
kemampuan berpindah 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
4. Memperagakan penggunaan alat Bantu lain tentang teknik ambulasi
untuk mobilisasi (walker) 5. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
5 Pola nafas tidak efektif Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan lift atau jaw thrust bila perlu
penurunan kesadaran pola nafas pasien efektif dengan kriteria 2. Posisikan pasien untuk
hasil : memaksimalkan ventilasi
1. Menujukkan jalan nafas paten ( tidak 3. Identifikasi pasien perlunya
merasa tercekik, irama nafas normal, pemasangan alat jalan nafas buatan
frekuensi nafas normal,tidak ada suara 4. Pasang mayo bila perlu
nafas tambahan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. Mendemonstrasikan batuk efektif dan 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suara nafas yang bersih, tidak ada suction
sianosis dan dyspneu (mampu 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
mengeluarkan sputum, mampu suara tambahan
bernafas dengan mudah, tidak ada 8. Lakukan suction pada mayo
pursed lips). 9. Berikan bronkodilator bila perlu
3. Menunjukkan jalan nafas yang paten 10. Berikan pelembab udara
(klien tidak merasa tercekik, irama 11. Kassa basah NaCl Lembab
nafas, frekuensi pernafasan dalam 12. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak ada suara nafas mengoptimalkan keseimbangan.
abnormal 13. Monitor respirasi dan status O2
4. Tanda Tanda vital dalam rentang Oxygen Therapy
normal (tekanan darah, nadi, 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret
pernafasan trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
6 Resiko kerusakan integritas Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
kulit b.d immobilisasi fisik perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pakaian yang longgar
pasien mampu mengetahui dan  2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
mengontrol resiko dengan kriteria hasil : 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
1. Integritas kulit yang baik bisa dan kering
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
temperatur, hidrasi, pigmentasi) setiap dua jam sekali
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
3. Perfusi jaringan baik 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
4. Menunjukkan pemahaman dalam pada derah yang tertekan
proses perbaikan kulit dan mencegah 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
terjadinya sedera berulang 8. Monitor status nutrisi pasien
5. Mampu melindungi kulit dan 9. Memandikan pasien dengan sabun dan
mempertahankan kelembaban kulit dan air hangat
perawatan alami
7 Resiko Aspirasi Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Aspiration precaution
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan 2. Monitor tingkat kesadaran, reflek
penurunan tingkat tidak terjadi aspirasi pada pasien dengan batuk dan kemampuan menelan
kesadaran kriteria hasil : 3. Monitor status paru
1. Klien dapat bernafas dengan mudah, 4. Pelihara jalan nafas
tidak irama, frekuensi pernafasan 5. Lakukan suction jika diperlukan
normal 6. Cek nasogastrik sebelum makan
2. Pasien mampu menelan, mengunyah 7. Hindari makan kalau residu masih
tanpa terjadi aspirasi, dan banyak
mampumelakukan oral hygien 8. Potong makanan kecil kecil
3. Jalan nafas paten, mudah bernafas, 9. Haluskan obat sebelumpemberian
tidak merasa tercekik dan tidak ada 10. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah
suara nafas abnormal makan
8 Resiko Injury berhubungan Tupen : Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
dengan penurunan tingkat perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien
kesadaran tidak terjadi trauma pada pasien dengan 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
kriteria hasil: pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
1. Klien terbebas dari cedera fungsi kognitif  pasien dan riwayat
2. Klien mampu menjelaskan penyakit terdahulu pasien
cara/metode untukmencegah 3. Menghindarkan lingkungan yang
injury/cedera berbahaya (misalnya memindahkan
3. Klien mampu menjelaskan factor perabotan)
resiko dari lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail tempat tidur
personal 5. Menyediakan tempat tidur yang
4. Mampumemodifikasi gaya hidup nyaman dan bersih
untukmencegah injury 6. Menempatkan saklar lampu ditempat
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang yang mudah dijangkau pasien.
ada 7. Membatasi pengunjung
6. Mampu mengenali perubahan status 8. Memberikan penerangan yang cukup
kesehatan 9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC


Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
        Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:
EGC.

You might also like