Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Dyan Putri
Nida Larasati
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Melakukan proses pengolahan, pengemasan dan sterilisasi sediaan injeksi dosis tunggal
R/ NaCl 4,3
KCl 0,15
CaCl2 250 mg
Benzalkonium 0,01%
TINJAUAN PUSTAKA
Injeksi adalah sediaan berupa larutan, emulsi atau suspense dalam air atau pembawa yang
cocok, steril dan digunakan secara parentral. Digunakan dengan cara merobek lapisan kulit atau
lapisan mukosa.
Sediaan parenteral volume besar merupakan sediaan cair steril yang mengandung obat yang
dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia.Infus adalah larutan
injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah lebih dari 100 ml. (FI IV hal 10).
Infuse merupakan sediaan steril, berupa larutaan atau emulsi besas pirogen dan sedapat mungkin
harus isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung langsung ke dalam vena dalam volume
relative banyak. ( FI III hal 12).
Infus merupakan larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 10 ml yang diberikan
melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan elektrolit dan
air dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam tubuh dalam jumlah
relative sama. Rasionya dalam tubuh adalah air 57%, lemak 20,8%, protein 17,0%, serta mineral
dan glikogen 6%.ketika terjadi gangguan homeostasis (keseimbangan cairan tubuh), maka tubuh
harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elekrolit.
a. Bila tubuh kekurangan air, elektrolit dan karbohidrat maka kebutuhan tersebut harus
cepat diganti
b. Pemberian infus memiliki keuntungan karena tidak harus menyuntik pasien berulang
kali
c. Mudah mengatur keseimbangan keasam dan kebasaan obat dalam darah.
d. Sebagai penambah nutrisi bagi paseien yang tidak dapat makan secara oral.
e. Berfungsi sebagai dialisa pada pasien gagal ginjal
Syarat sediaan parenteral volume besar harus steril dan bebas pirogen, karena sediaan
diinjeksikan langsung kedalam aliran darah (i.v), sediaan ditumpahkan pada tubuh dan daerah
gigi (larutan penguras), sediaan langsung berhubungan dengan darah (hemofiltrasi), sediaan
langsung ke dalam tubuh (dialisa peritoneal).
Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin
Kelarutan : mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih.
Stabilitas : stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat menyebabkan pengguratan
partikel dari tipe gelas.
pH : 4,5-7
OTT : korosif terhadap besi, perak, merkuri, senyawa pengoksidasi kuat memisahkan
klorida dan larutan NaCl, mengurangi kelaruan antimikroba metal paraben
Ekivalen : 1,00
Farmakologi : berfungsi untuk mengatur distribusi air, cairan dan keseimbangan elektrolit dan
tekanan osmotic cairan tubuh.
Kelarutan : larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih
Stabilitas : stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat ditempat sejuk dan kering
pH : 4-8 5%
OTT : larutan KCl iv inkompatibel dengan protein hidrosilat, perak dan garam merkuri.
Ekivalen : 0,76
Kegunaan : biasa digunakan dalam sediaan parenteral sebagai senyawa pengisotonis, dan
juga sebagai sumber ion Kalium.
Kelarutan : mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air panas
Stabilitas : injeksi kalsium inkompatibel dengan larutan iv yang mengandung banyak zat
aktif.
pH : 4,5-9,2
OTT : karbonat, fosfat, sulfat, tatrat, sefalotin, CTM, dengan tetrasiklin membentuk
kompleks
Ekivalen : 0,51
Benzalkonium
Pemeriabn : gel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau putih kekuningan.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air dan etanol, bentuk anhidrat mudah larut dalam
benzena dan agak sukar larut dalam eter.
a. Komposisi
NaCl 4,3
KCl 0,15
CaCl2 250 mg
Benzalkonium 0,1%
Aqua pro injectio ad 650 mL
b. Pembawa
NaCl : sumber ion klorida dan ion natrium
KCl : agen tonisitas
CaCl2 : agen tonisitas
Benzalkonium 0,01% : Sebagai pengawet
Aqua p.i : pelarut
c. Kemasan primer
Botol infus
f. Perhitungan
1. Jumlah sediaan yang akan dibuat
Jumlah yang dibuat 1 botol infus, berisi 650 ml
Menurut Farmakope IV, hal 1044 untuk sediaan dengan volume lebih dari 50 ml
volum terpindahkan untuk masing-masing wadah sebesar 2% ml, sehingga untuk
sediaan sebanyak 650 ml ketika dimasukkan ke dalam kemasan harus dilebihkan
sampai 663 ml.
Pembuatan juga dilebihkan untuk mengantisipasi kehilangan zat pada saat
pembilasan, penyaringan dan evaluasi, sehingga sediaan yang dibuat sebanyak
650 ml larutan untuk 1 botol infus @730 ml dilebihkan 10%.
3. Perhitungan tonisitas
E NaCl =1
E KCl = 0,76
E CaCl2 = 0,50
E Benzalkonium = 0,16
Sediaan infus yang isotonis adalah yang mengandung NaCl 0,9% b/v
Volume yang belum isotonis → Rumus white Vincent
Rumus white Vincent = W x E x 111,1
Kalium klorida = E 0,76 (FI IV hal.2306)
Rumus white Vincent = W x E x 111,1
= 0,168 x 0,76 x 111,1
= 14,19 mL (volume isotonis)
Indikasi : untuk mengisi cairan yang hilang setelah kehilangan darah akibat
trauma, operasi, atau cedera kebakaran.
Dosis & Cara Penggunaan : Tergantung pada usia, BB dan keadaan klinis
penderita
No.Batch : 1280621
No.Reg : DKL2100100246F1
Mfg : Juni 2021
Exp.Date : Juni 2025
Diproduksi oleh:
ALHAMCIALIN®
Infus Intravena
Indikasi :
Untuk mengisi cairan yang hilang setelah kehilangan darah akibat trauma, operasi,
atau cedera kebakaran.
Kontraindikasi:
Hiperretemia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati
Efek samping:
Edema jaringan pada penggunaan volume besar, biasanya pada paru-paru
Peringatan:
Hati-hati pemberian pada penderita edema perifer, gagal jantung
Cara Penyuntikan:
Intravena
Penyimpanan:
Dalam wadah tertutup baik
Simpan pada suhu kamar atau ruangan (25°C - 30°C)
Kemasan:
Botol @500 mL
No.Reg : DKL2100100246F1
Diproduksi oleh:
1. Komposisi
NaCl 4,3
KCl 0,15
CaCl2 250 mg
Benzalkonium 0,01%
Norit 0,1%
Aqua pro injectio ad 650 ml
2. Spesifikasi
A. Pemerian sediaan
Sediaan infus harus jernih, bebas partikel asing, stabil, sedapat mungkin isohidris dan
berbentuk larutan.
B. Bahan-bahan
NaCl
KCl
CaCl2
Benzalkonium
Norit
Aqua pro injectio
C. Kemasan primer
Botol infus
3. Penimbangan
4. Peralatan
5. Pengolahan
7. Sterilisasi
Pensterilan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, karena bahan yang
digunakan tahan terhadap pemanasan dan pemanasan menggunakan autoklaf lebih efektif
karena merupakan pemanasan dengan metode uap basah (pemanasan basah).
8. Rekonsilasi
Hasil teoritis :
Hasil nyata :
Pengawas pengolahan : Manajer produksi :
Deviasi : Berliani Aprilia Rahmadewi Alham Arrahman
Batas hasil : 97,0 -100,5% Tgl : 28 juni 2021
Tanggal : 28 juni 2021
PROSEDUR PENGEMASA INDUK CATATAN PENGEMASAN BETS
Prosedur/catatan No : 01
Kode Nama produk Nomor bets Besar bets Bentuk: Kemasan: Tgl: 28/06/2021
produksi: Mulai jam :
ALHAMCIALIN® 1280621 100 botol Infus Botol infus
14.00-17.00
01
Hasil teoritis :
Hasil nyata :
% dari hasil teoritis :
Batas hasil 99,5% - 100% dari hasil teoritis
Jika hasil nyata di luar batas tersebut diatas, lakukan “penyelidikan” terhadap kegagalan dan
berikan penjelasan.
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pengolahan dan pengemasan sediaan injeksi
dosis tunggal volume besar (infus). Dimana tujuan praktikumnya yaitu melakukan proses
pengolahan, pengemasan dan sterilisasi sediaan injeksi dosis tunggal volume besar. Injeksi
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
kedalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. (FI III hal 13).
Infus NaCl berguna sebagai sumber dari ion Na+ dan Cl- ketika tubuh mengalami
kekurangan. Selain itu infus NaCl juga dapat berguna untuk mencuci luka dan pelarut sediaan
injeksi. Pada pembuatan sediaan steril ada beberapa syarat yang harus terpenuhi yaitu aman
tidak menyebabkan iritasi,jernih tidak ada partikel padat, sedapat mungkin isohidris, pH larutan
sama dengan darah atau cairan tubuh yaitu 7,4 kemudian harus isotonis, steril dan bebas pirogen.
Pembuatan sediaan steril harus dilakukan dalam keadaan steril baik alat , bahan,
lingkungan maupun prosesnya. Pertama sekali dilakukan sterilisasi terhadap alat dan bahan
dengan metode yang sesuai yaitu dengan menggunakan oven ataupun autoklaf sesuai cara
sterilisasinya masing-masing. Setelah itu dilanjutkan dengan pembuatan aqua pro injeksi yaitu
larutan pembawa yang bebas pirogen dengan cara mendidihkan selama 30 menit didalam
erlemeyer di atas api bunsen. larutan ini harus bebas dari pirogen karena bila ada pirogen dapat
mengakibatkan efek piretik saat digunakan.
Selanjutnya proses yang dilakukan adalah proses pembuatan, mulai dari proses
penimbangan bahan – bahan yang diperlukan menggunakan alat alat yang sudah di sterilkan.
Proses yang dilakukan mulai dari sterilisasi alat dan bahan sampai penimbangan bahan dilakukan
pada ruangan grey area. Ruangan grey area merupakan area untuk melakukan sterilisasi alat,
penimbangan, penutupan, sterilisasi akhir, dan evaluasi karena grey area adalah Area bersih
untuk melakukan tahap proses pembuatan dengan risiko lebih rendah. Dan digunakan untuk
perlakuan terhadap sediaan yang telah berada dalam wadah primer sehingga tidak ada kontak
langsung sediaan dengan lingkungan luar.
Sedangkan proses pembuatannya dimulai dengan melarutkan NaCl kedalam aqua pro
injeksi lalu ditambahkan norit yang bertujuan untuk menyerap pirogen yang ada dalam sediaan
infus. Penambahan norit dilakukan dengan terus mengaduk larutan. Selanjutnya larutan
dipanaskan diatas api Bunsen pada suhu 60-70oC selama 15 menit sambil diaduk-aduk dengan
batang pengaduk. Lalu sediaan disaring.
Setelah sediaan disaring, larutan tersebut dibiarkan dingin. Lalu larutan dituang kedalam
botol sediaan dengan proses penyaringan lagi, pengerjaan ini dilakukan dilemari aseptis untuk
mengindari kontaminasi. Setelah itu botol infus ditutup dengan tutup yang juga sudah disterilkan.
Setelah itu dilakukan sterilisasi akhir.Sediaan infus NaCl yang dibuat disterilisasi dengan metode
sterilisasi akhir karena metode ini dapat mencegah adanya mikroba didalam sediaan. Sediaan
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 115oC selama 30 menit atau pada suhu 121 o C selama
15 menit.
Autoclaf mempunyai prinsip kerja yaitu saat sumber panas mulai dinyalakan, air di dalam
autoklaf akan mulai mendidih. Uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf.
Jika udara telah terganti uap air, katup udara atau katup uap akan ditutup sehingga tekanan di
dalamnya semakin bertambah. Saat tekanan telah mencapai suhu sesuai, proses sterilisasi
dimulai dan timer akan mulai menghitung mundur. Setelah proses selesai dijalankan, sumber
panas akan langsung dimatikan dan tekakan akan kembali turun secara perlahan hingga suhunya
mencapai 0°C.
Proses pencampuran sediaan steril sampai proses evaluasinya dilakukan di ruangan white
area yaitu area untuk melakukan pencampuran dan pengisian karena pada saat pengisian dan
pencampuran bahan obat diperlukan sterilisitas ruangan yang tinggi.
Untuk evaluasi yang dilakukan pada sediaa injeksi ini adalah uji organoleptis, uji pH, uji
kejernihan, dan uji kebocoran. Uji organoleptis ini meliputi bau dan warna sediaan. Pada sediaan
yang kita buat larutan harus berwarna jernih dan tidak keruh. Selain itu juga diperiksa
kelengkapan etiket, brosur dan penandaan pada kemasan. Selanjutnya uji pH dapat dilakukan
dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator universal. Dimana pH yang baik adalah 7,4
yang mendekati pH cairan tubuh. Sedangkan uji kejernihan dilakukan secara visual biasanya
dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya
yang baik, dan putih, dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar - benar bebas dari
partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata.
KESIMPULAN
1. Untuk evaluasi yang dilakukan pada sediaa injeksi ini adalah uji organoleptis, uji pH, uji
kejernihan, dan uji kebocoran.
2. Proses pencampuran sediaan steril sampai proses evaluasinya dilakukan di ruangan white
area yaitu area untuk melakukan pencampuran dan pengisian karena pada saat pengisian
dan pencampuran bahan obat diperlukan sterilisitas ruangan yang tinggi.
3. Sediaan infus NaCl yang dibuat disterilisasi dengan metode sterilisasi akhir karena
metode ini dapat mencegah adanya mikroba didalam sediaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi V. UI Press : Jakarta.
American Pharmaceutical Association. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second
edition. London : The Pharmaceutical Press.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi ketiga. Jakarta : Badan
Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Rwpublik Indonesia. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1995.
N.Voig ht. R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press : Yogyakarta.
UJIAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL
PENGOLAHAN DAN PENGEMASAN SEDIAAN TETES MATA
RESEP 2
Oleh :
Dyan Putri
Nida Larasati
Tujuan Praktikum : Melakukan proses pengolahan, pengemasan dan sterlisasi sediaan tetes
mata.
RESEP
R/ Desoksimetason 0,1%
Benzalkonium Cl 0,01%
Metil Selulosa 0,5%
WFI ad 10 mL
m.f guttae ophtalmic (dibuat 15 botol)
TINJAUAN PUSTAKA
Sediaan tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense, digunkan untuk
mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir di sekitar kelopak mata dan bola mata.
Sediaan mata biasa digunkan untuk mengonati alergi, infeksi karena bakteri atau virus, glukoma
dan kondisi mata yang lainnya. Mata terus terpapar oleh virus, udara, debu polutan, alergen
bakteri dan zat asing lain, sehingga ketika mekanisme pertahanan mata teerjadi, maka diperlukan
sediaan mata dalam bentuk larutan, suspense ataupun salep.
Dalam pembuatan sediaan tetes mata berupa larutan, parameter fisikokimia secar umum
haruslah diperhatikan, meliputi ; kejernihan, tonisitas, pH/dapar, dan sterilitas. Untuk sediaan
tete mata suspense, besar partikel yang dalam sediaan haruslah cukup kecil sehingga tidak
megiritasi ataupun menggores kornea.
Pemakaian bahan-bahan tambahan seperti pengawet, antikosidan, dan peningkat
viskositas juga harus secara hati-hati dipertimbangkan. Larutan tetes mata biasanya didapar pada
pH dimana stabilitas maksimum dari obat yang terkandung di dalamnnya dapat tercapai.
Syarat-syarat obat tetes mata yaitu :
a. Steril
Pembuatan tetes mata pada dasarnya dilakukan pada kondisi kerja aseptik dimana
penggunaan air yang sempurna serta material wadah dan penutup yang diproses dulu dengan anti
bakterial. Sejauh sterilitas sediaannya diragukan, sebaiknya dilakukan sterilisasi akhir (sterilisasi
uap), atau menyaring larutan dengan filter pembebas bakteri. Beberapa Farmakope
memungkinkan proses termokimia sebagai upaya membasmi mikroba.
b. Kejernihan
Persyaratan larutan bebas partikel yang tidak dimaksudkan untuk menghindari
rangsangan akibat bahan padat. Melalui filtrasi dengan menggunakan kertas saring atau kain wol
tidak dapat dihasilkan larutan bebas bahan melayang. Oleh karena itu sbagai material penyaring
digunakan leburan gelas, misalnya Jenner Fritten dengan ukuran pori G3-G5.
c. Pengawet
Karena sediaan tetes mata cenderung dosis ganda, maka akan ada kemungkinan
kontaminasi saat penggunaan oleh pasien. Dari sekian banyak bahan pengawet yang digunakan
secara farmasetika yang sering kali digunakan adalah thiomersal (0,002 %), garam fenil merkuri
(0,002 %), garam alkonium dan garam benzalkonium (0,002 - 0,01 %)dalam klorbutanol (0,5 %)
dan benzyl alkohol (0,5 -1 %).
d. Tonisitas
Untuk sediaan tetes mata sebaiknya isotonis (memiliki tekanan osmotic yang setara
dengan tekanan cairan mata atau setara dengan larutan garam fisiologis/NaCl 0,9%). Mata dapat
mentoleransi larutan dengan rentang nilai tonisitas ekivalen dengan 0,5%-1,6% larutan NaCl
tanpa menimbulkan rasa tidak nyaman.
e. Pendaparan
Pada pemakaian tetes biasa yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan pH 7,3 –
9,7 daerah pH 5,5 – 11,4 masih dapat diterima. Pengaturan larutan dalam kondisi isohidri (pH=
7,4) adalah sangat berguna untuk mencapai rasa bebas nyeri yan sempurna, meskipun hal ini
sangat sulit direalisasikan karena zat aktif memiliki stabilitas pada pH tertentu. Penyeimbangan
pH pada umumnya dilakukan dengan larutan dapar isotonis. Larutan dapar berikut digunakan
secara internasional:
- Dapar natrium asetat – asam borat, kapasitas daparnya tinggi dalam daerah asam. - Dapar
fosfat, kapasitas daparnya tinggi dalam daerah alkalis.
f. Viskositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena mereka dapat ditekan keluar dari
saluran konjungival oleh gerakan pelupuk mata. Oleh karena itu waktu kontaknya pada mata
menurun. Melalui peningkatan viskositas dapat dicapai distribusi bahan aktif yang lebih baik
didalam cairan dan waktu kontak yang lebih panjang. Lagi pula sediaan tersebut memiliki sifat
lunak dan licin sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Oleh karena itu sediaan ini sering dipakai
pada pengobatan keratokonjungtifis. Sebagai peningkat viskositas digunakan metil selulosa dan
pilivinilpirolidon (PVP).
Sifat Fisika Kimia Bahan yang Digunakan
1. Desoksimetason
Sifat fisika Sifat Kimia
Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai Rumus : C22H29FO4
praktis putih; tidak berbau. Berat molekul : 376,46
Kelarutan : Tidak larut dalam air; mudah Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
larut dalam etanol, dalam aseton dan dalam rapat, tidak tembus cahaya, dan tidak boleh
kloroform dikeringkan.
Nama Lain : 9-Fluoro-11β,21-dihidroksi-
16-metilpregna-1,4- diena-3,20-dion
[382-67-2]
Jarak lebur : antara 206º dan 218º, tetapi
rentang antara awal dan akhir melebur
tidak lebih dari 4º
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 1,0%;
lakukan pengeringan pada suhu 105º
hingga bobot tetap
2. Benzalkonium Klorida
Sifat fisika Sifat kimia
Pemerian : serbuk amorf bewarna putih Densitas : 0,98 g/cm3
atau putih kekuning-kuningan bersifat Titik nyala : 250̊ C, bila pelarutnya basa
higroskopis dan berbau aromatis serta Rumus Molekul :
rasanya sangat pahit (C5H5CH2N)CH3)2R+)CL-:R
Kelarutan : Sangat mudah laarut dalam Berat Molekul: 360
air dalam etanol (95%) dan dalam Sterilisasi : Sterilisasi dengan autoklaf
aseton, zat anhidrat agak sukar larut atau filtrasi.
dalam eter dan mudah larut dam benzen pH : 5-8
Khasiat : Pengawet
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
rapat, ditempat sejuk dan kering
3. Metil Selulosa
Penampilan serbuk atau granul yang berwarna putih. Praktis tidak
berbau dan tidak berasa. Sebaiknya disimpan dan diberi
penandaan sesuai dengan tipe viskositas.
Kelarutan praktis tidak larut didalam aseton, methanol, kloroform,
etanol, eter, larutan jenuh garam, toluen. Larut dalam
asam asetat glasial, campuran etanol dan kloroform
dalam perbandingan sama.
Stabilitas Stabil, meskipun sedikit higroskopis. Harus disimpan
dalam wadah kedap udara pada tempat yang sejuk dan
kering.
Kegunaan pengisi, pengikat, pengemulsi, penghancur.
Inkompatibilitas inkompatibel dengan aminakrin hidroklorida,
klorokresol, raksa klorida, fenol, resorsinol, asam tanat,
perak nitrat, dll.
4. Aqua proinjeksi
Penampilan Air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan
cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba
atau bahan tambahan lainnya. Cairan jernih, tidak
berwarna, tidak berbau
pH 6,7 – 7,3
Penyimpanan Dalam wadah dosis tunggal, dan kaca atau plastik, tidak
lebih besar dari 1 liter. Wadah kaca sebaiknya dari kaca
Tipe I dan Tipe II
Stabilitas Tahan panas hingga suhu 804 °C. pH 6,7-7,3 pada larutan
jenuh. Harus terlindung dari cahaya.
Kegunaan Adsorbsi pirogen
Inkompatibilitas Dapat menurunkan ketersediaan hayati beberapa obat
seperti loperamid dan riboflavin. Reaksi hidrolisis dan
oksidasi dapat dinaikkan.
5. Natrium Klorida (Kegunaan : Pengisotonis)
Berat molekul 58,33
Penampilan Tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin.
Kelarutan Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam
etanol air mendidih; larut dalam gliserin ; sukar larut
dalam etanol.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, sejuk dan kering
Susut Pengeringan Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan pada
suhu 105 selama 2 jam, menggunakan 1 g zat.
Titik didih 1413oC
pH 4,5 – 7,0
Inkompatibilitas Dengan besi, perak, timbal dan garam merkuri
serta metil paraben dan agen pengoksidasi
Kegunaan Pengisotonis
PERENCANAAN
a. Usul penyempurnaan
Usul penambahan NaCl sebagai pengisotonis dalam formulasi
b. Komposisi
Tiap 10ml mengandung:
Desoksimetason 0,1%
Benzalkonium Cl 0,01 %
Metil Selulosa 0,5%
WFI ad 10 mL
0,1
- Desoksimetason = x 210 mL = 0,21 g
100
0,01 g
- Benzalkonium Cl = x 210 mL = 0,021 g
100 ml
0,5 g
- Metil Selulosa = x 210 mL = 1,05 g
100 ml
- WFI = ad 210 mL
3. Perhitungan tonisitas:
E Benzalkonium Cl = 0,16
V = (W benzalkonium Cl x E x 111,1)
0,9
NaCl yang ditambahkan = x 209,9626704 mL = 1,889664 g/100 mL
100
= 18,89664 mg/mL
PENGOLAHAN
Prosedur kerja dalam pengolahan
1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Alat dan bahan yang dibutuhkan disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai
dengan masing-masing alat
5. Kemudian tambahkan sisa aqua p.i (WFI) ,lalu cek pH sediaan larutan yaitu pH
3,5-5,5.
6. Kemudian masukkan sediaan kedalam wadah botol tetes mata dan ditutup
7. Setelah itu saring larutan sediaan yang sudah dijenuhkan dengan aqua p.i (WFI)
dan dengan larutan obat terlebih dahulu. Lakukan penyaringan sebanyak 2x
8. Setelah itu lakukan sterilisasi akhir dengan menggunakan autoklaf dengan suhu
121oC selama 15 menit
Netto : 15 ml Kontraindikasi :
Komposisi :
Mfg. Date : 28 Juni 2021
Tiap 10 mL mengandung :
Indikasi :
PT. ALHAM ARRAHMAN
Untuk mengobati akibat iritasi,dan rasa
gatal dimata Pekanbaru – Indonesia
ALHAMCIALIN ®
Desoksimetason
Deskripsi :
2. Brosur
Tiap 10 ml mengandung :
Desoksimetason……………………………………..0,1%
Benzalkonium Cl………..………………………..…0,01%
WFI......................………………………………….. ad 10 ml
Kontra indikasi : Jangan mengkonsumsi obat ini, jika memiliki alergi terhadap desoksimetason
Efek samping : Mata kemerahan, iritasi dan rasa pedih diarea mata
Penyimpanan : simpan dalam tempat sejuk atau suhu ruangan dan kering, terlindung cahaya
Diproduksi oleh :
Pekanbaru – Indonesia
PROSEDUR PENGOLAHAN INDUK
1. Komposisi :
- Desoksimetason 0,1%
- Benzalkonium Cl 0,01 %
- Metil selulosa 0,5%
- WFI ad 10 mL
2. Spesifikasi
A. Pemerian sediaan
Larutan bening atau tidak berwarna, steril dan bebas pirogen
B. Bahan-bahan
Zat aktif : Desoksimetason
Eksipien : Benzalkonium Cl
Pembawa : WFI
Pengawet : Metil selulosa
Pengisotonis : NaCl
2. Peralatan
No Nama alat Metode sterilisasi paraf
1 Erlenmeyer 50 ml Oven 170oC 30 menit
2 Bekerglass 50 ml Oven 170oC 30 menit
3 Batang pengaduk Oven 170oC 30 menit
4 Kaca arloji Oven 170oC 30 menit
5 Corong Autoklaf 121oC 15 menit
6 Kertas saring Oven 170oC 30 menit
7 Gelas ukur Oven 170oC 30 menit
8 Indikator universal Autoklaf 121oC 15 menit
9 Botol tetes mata Autoklaf 121oC 15 menit
10 Oven -
11 Autoklaf -
3. Pengolahan
b. Evaluasi kimia
- Identifikasi dan
- penetapan kadar
c. Evaluasi biologi
- Uji sterilitas
- Uji efektivitas pengawet
antimikroba
- Kandungan zat antimikroba
26. Sediaan diberi etiket dan brosur kemudian
dikemas dalam wadah sekunder.
4. Sterilisasi
Sterilisasi sediaan dilakukan sterilisasi akhir dengan menggunakan autoklaf dengan suhu
121 ̊C selama 15 menit
5. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi Diperiksa oleh Disetujui oleh
Hasil teoritis : 100%
Hasil nyata : Pengawas pengolahan Manajer produksi
Deviasi : Berliani Aprilia Rahmadewi Alham Arrahman
Batas hasil : Tgl : 28 Juni 2021 Tgl : 28 Juni 2021
3. Penyiapan brosur :
Brosur dilipat dan dimasukan kedalam bersama sediaan
4. Pengemasan akhir :
Kemas botol yang telah dilabel bersama brosur kedalam dus lipat
Kemas dus lipat yang telah diisi ke dalam master box
Tandai master box dengan label luar
Tandai palet dengan label karantina
Hasil teoritis : 99 %
Hasil nyata :
% dari hasil teoritis :
Batas hasil 99,5% - 100% dari hasil teoritis
Jika hasil nyata di luar batas tersebut diatas, lakukan “penyelidikan” terhadap kegagalan dan
berikan penjelasan .
PEMBAHASAN
Mata adalah organ yang penting dalam kehidupan lingkungan bertulang yang berfungsi
untuk perlindungan maksimal dan sebagai pertahanan yang baik dan kokoh. Penyakit mata dapat
dibagi menjadi 4 yaitu, infeksi mata, iritasi mata, mata memar dan glaucoma. Mata mempunyai
pertahanan terhadap infeksi karena secret mata mengandung enzim lisozim yang menyebabakan
lisi terhadap bakteri. Obat mata dikenal berbagai berbagi bentuk sediaan dan mempunyai
mekanisme tertentu, salah satunya yaitu tetes mata.
Larutan mata steril adalah steril atau berminyak solusi dari alkaloid, alkalidal garam,
antibiotic, sulfonamides, steroid, enzim, antihistamin, pewarna, metabolism antagonis atau zat
lain. Solusi tersebut dimaksdukan untuk instalasi ke dalam cul-de-sac yaitu ruang antara bola
mata dan kelopak mata. Larutan mata dapat digunakan baik sebbagi tetes (tetes mata) atau
sebagai mencuci (lotion mata). (FI ed III) .
Sediaan tetes mata dibuat karena memiliki kelebihan dimana tetes mata memberikan efek
secara cepat karena langsung bercampur dengan cairan mata (Stefanus Lukas, 2011). Tetes mata
yang dibuat pada percobaan ini berbentuk larutan. Bentuk larutan pada sediaan tetes mata
mempunyai keuntungan antara lain mudah dipakai karena tinggal diteteskan pada mata
dan media yang digunakan tidak menghalangi penglihatan mata karena jernih. Sedangkan
kekurangan pengggunaan larutan tetes mata antara lain kontak dengan mata sebentar sehingga
pemakaiannya berulang ataupun perlu penambahan viscosity agent.
Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense, digunakan untuk mata
dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata disekitar kelopak mata dan bola mata.
Sediaan ini diteteskan kedalam mata sebagai antibacterial, anestetik, midriatik dan antiinflamasi.
Obat mata dilakukan untuk menghasilkan efek diagnostic dan terapetik local dan yang lain untuk
merelaksasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat
dalam jaringan yang umunya disekitar mata. (FI Ed, IV).
Pada ujian praktikum kali ini yang berjudul “Pengolahan Dan Pengemasan Sediaan Tetes
Mata” yang dimana digunakan resep yang telah diberikan sebelumnya untuk membuat
pengolahan dan pengemasan suatu sediaan tetes mata. Adapun resepnya yaitu :
R/ Desoksimetason 0,1%
Benzalkonium Cl 0,01 %
Metil selulosa 0,5%
WFI ad 10 mL
Obat tetes mata yang baik seharusnya memiliki sifat sebagai berikut :
1. Steril
2. Dalam pembawa yang mengandung bahan-bahan germisidal untuk meningkatkan
sterilitas;
3. Bebas dari partikel yang tersuspensi;
4. Bahan-bahan yang akurat;
5. Isotonik atau sangat mendekati isotonic;
6. Dibuffer sebagaimana mestinya;
7. Dimasukkan dalam wadah yang steril;
8. Dimasukkan dalam wadah yang kecil dan praktis
Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif singkat antara
obat dan permukaan yang terabsorsi. (RPS 18 th : 1585) Bioavailabilitas obat mata diakui buruk
jika larutannya digunakan secara topical untuk kebanyakan obat kurang dari 1-3% dari dosis
yang dimasukkan melewati kornea. Sampai ke ruang anterior. Sejak boavailabilitas obat sangat
lambat, pasien mematuhi aturan dan teknik pemakaian yang tepat. (DOM King : 142)
KESIMPULAN
1. Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense, digunakan untuk mata
dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata disekitar kelopak mata dan bola mata.
2. Bahan yang digunakan dalam sediaan tetes mata adalah Desoksimetason, benzalkonium
klorida, dan metil selulosa
3. Pembawa yang digunakan adalah aqua pro injeksi lebih steril dibandingkan dengan
aquadest biasa dan kemungkinan kontaminasinya lebih kecil.
4. Desoksimetason biasanya digunakan sebagai obat topical kulit
5. Benzalkonium klorida digunakan sebagai pengawet agar tidak terkontaminasi
mikroorganisme saat penggunaan
6. NaCl digunakan sebagai zat pengisotinis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri maupun
perih di mata sehingga tidak menyebabkan keluarnya air mata yang mengakibatkan zat aktif obat
tersebut hilang karena ikut keluar dengan air mata
7. pH yang digunakan adalah 7,4 agar sama dengan pH cairan mata
8. Sterilisasi akhir dilakukan dengan autoklaf 121̊C selama 15 menit setelah sediaan
dimasukan kedalam wadah dan cek pH .
9. Evaluasi yang dapat kami lakukan terhadap sediaan obat tetes mata yang telah jadi,
meliputi nilai pH sediaan yang didapatkan, penampilan luar dari sediaan obat tetes mata juga
harus di perhatikan, organoleptis, uji kebocoran dan Uji Kejernihan.
DAFTAR PUSTAKA
AMA Drug Evaluation, (1995), Drug Evaluation Annual, 1995, American Medical Association,
American
Anief, Moh.2004. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Ansel, Howard C. 1994. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi ke IV. Jakarta : UI Press
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.