You are on page 1of 15

Filsafat Progresivisme : “Membangun “Role Model” Pendidikan Dalam Skala Konsep

Engineering to Organic, Di Kota Bekasi Yang Smart City”


SUHARTONO
JURNAL
PROGRAM STUDI DOKTOR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI EKUMENE

Abstraction:
Entering the era of the industrial revolution 5.0 certainly has an impact on the world of
education. The era of the industrial revolution 5.0 has changed the way we think about
education. The changes made are not only in the way of teaching, but the most important
thing is a change in the perspective of the concept of education itself. Therefore, curriculum
development for current and future must complement students' abilities in pedagogic
dimensions, life skills, the ability to live together (collaboration) and think critically and
creatively.
Along with technological advances, the most appropriate educational philosophy to address
technological developments in the world of education is the Progressivism Philosophy.
Progressivism philosophy is a modern educational philosophy that requires changes in the
implementation of education to be more advanced. This flow of progressivism prioritizes the
implementation of education in child-centered schools and makes educators only as
facilitators, mentors, and directors for students. The purpose of the flow of progressivism in
education is to change educational practices that have seemed authoritarian to become
democratic and more respectful of the potential and abilities of children, as well as encourage
the implementation of learning that involves more students. By applying the flow of
progressivism in education, it is hoped that the changes and progress of education in
Indonesia will be of higher quality, so as to be able to realize the goals of national education.
Keywords: Progressivism, Engineering To Organic Concept Education, Students

Abstraksi:
Memasuki era revolusi industri 5.0 tentunya berdampak dalam dunia pendidikan. Era revolusi
industri 5.0 telah mengubah cara berpikir tentang pendidikan. Perubahan yang dibuat bukan
hanya cara mengajar, namun yang terpenting adalah perubahan dalam perspektif konsep
pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum untuk saat ini dan masa
depan harus melengkapi kemampuan siswa dalam dimensi pedagogik, keterampilan hidup,
kemampuan untuk hidup bersama (kolaborasi) dan berpikir kritis dan kreatif.

112
Seiring dengan kemajuan teknologi, maka Filsafat pendidikan yang paling tepat untuk
menyikapi perkembengan teknologi dalam dunia pendidikan adalah Filsafat Progresivisme.
Filsafat Progresivisme merupakan aliran filsafat pendidikan modern yang menghendaki
adanya perubahan dalam pelaksanaan pendidikan menjadi lebih maju. Aliran progresivisme
ini mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang berpusat pada anak dan
menjadikan para pendidik hanya sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengarah bagi peserta
didik. Adapun tujuan dari aliran progresivisme dalam pendidikan ialah ingin merubah praktik
pendidikan yang selama ini terkesan otiriter menjadi demokratis dan lebih menghargai
potensi dan kemampuan anak, serta mendorong untuk dilaksanakannya pembelajaran yang
lebih banyak melibatkan peserta didik. Dengan menerapkan aliran progresivisme dalam
pendidikan, harapannya dapat membahwa perubahan dan kemajuan pendidikan di Indonesia
menjadi lebih berkualitas, sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kata Kunci: Aliran progresivisme, Pendidikan Konsep Engineering To Organic, Peserta didik

1. Pendahuluan
Pazmino menjelaskan bahwa pendidikan merupakan hasil dari akar filosofisnya 1) dan karenanya
pendidikan agama Kristen (PAK) seharusnya bukan hanya sekedar mengajar sebuah keyakinan
yang asal diyakini, melainkan PAK harus memiliki landasan filosofis mengapa ia diyakini.
Agama Kristen juga bukan hanya agama belaka namun agama Kristen juga merupakan suatu ilmu
dan karena ia merupakan bagian dari ilmu, maka ia disebut PAK. Sebagai ilmu, maka seharusnya
PAK merupakan wadah yang edukatif kepada para pemeluknya dengan berbagai nilai yang
terkandung di dalamnya sehingga membentuk umat kristiani menjadi manusia yang seutuhnya.
Dalam Undang - Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam
konteks ini, pendidikan nasional Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan
nmembentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Secara praksis, pendidikan tidak hanya sekedar diajarkan namun harus memiliki arah dan tujuan
yang kompatibel untuk menjawab kebutuhan pada era perubahan peradaban (kontekstualisasi
PAK). Terlebih, di era perkembangan sains dan teknologi saat ini yang begitu cepat, menjadikan

1. Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 110.

113
pendidikan menjadi pusat perhatian termasuk PAK itu sendiri. Seymour mengingatkan tentang
cara agama Kristen menghadapi masa depan.2)
PAK sebagai basis ilmu harus mampu sejajar dengan ilmu-ilmu lain yang menunjukkan
kemanfaatan nyata bagi perkembangan kemanusiaan. Sesungguhnya keberadaan ilmu sebagai
hasil dari kegiatan logika merupakan cahaya bagi perkembangan peradaban manusia dimana ia
mendapati dirinya, memahami eksistensinya, merefleksi hidupnya menjadi lebih baik. Manusia
sebagai mahluk yang paradox, memaksa ia untuk berenung, bertanya, lalu mencari-cari jawaban
dari berbagai aspek dan akhirnya ia menjadi ciptaan yang mampu menemukan sinar kebenaran
dalam hidupnya. Untuk itu PAK harus diseret keranah publik untuk melihat dan dilihat apa dan
bagaimana dan sudah sejauh mana praktik dan peran PAK selama ini terhadap perkembangan
kemanusiaan dalam konteks keIndonesiaan. Sebab pada hakikatnya, Pendidikan Agama Kristen
tidak benar-benar menjadi basis keilmuan pendidikan namun lebih kearah pelanggengan doctrinal
aliran gereja tertentu.
Pengaitan antara filsafat dengan agama dibutuhkan karena keduanya merupakan pedoman dan
sumber tata perilaku moral yang dipakai oleh masyarakat pada umumnya. Untuk itulah landasan
filsafat perlu hadir sebagai bahan bakar bagi PAK sebagai ilmu. Filsafat merupakan metode untuk
berfikir secara sistematis dan kritis. Kattsoff menggambarkan secara rinci bahwa filsafat tidak
memberi petunjuk-petunjuk atau melukiskan tehnik-tehnik baru untuk membuat sesuatu seperti
membuat bom atom, namun filsafat akan membawa manusia memahami dan pemahaman itu
menuntunnya pada tindakan yang lebih pasti. Filsafat tidak membuat roti, tetapi filsafat
menyiapkan alat memasaknya, menyisihkan setiap noda pada adonan, menambahkan jumlah
bumbu dengan ukuran yang pas dan mengangkat adonan dari tungku pada waktunya.3)
Keberadaan filsafat bertujuan mencari hakikat segala sesuatu sedalam dan seluas mungkin
sehingga menemukan kebenaran yang hakiki dan disusun secara sistematik.

2. Metode Penelitian
Metodologi dalam penelitian ini adalah pendekatan kajian pustaka. Kajian pustaka yang
dimaksud dari berbagai tulisan baik buku, jurnal serta literatur-literatur lainnya yang terkait
dengan pendidikan agama kristen, landasan aliran progresivisme, pendidikan, peserta didik.
Pada tahap awal, akan dipaparkan temuan-temuan kepustakaan yang membangun konsep dan
pemahaman terkait dengan definisi pendidikan agama kristen, landasan aliran progresivisme,
pendidikan, peserta didik. Hasil dari kajian tersebut dipaparkan secara deskriptif sistematis

2. Seymour, Memetakan Pendidikan Kristiani: Pendekatan-Pendekatan Menuju Pembelajaran Jemaat (Jakarta:


BPK Gunung Mulia, 2018), 10.)
3. Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004) 3)

114
sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh dari berbagai literatur. Analisis terhadap pokok
pembahasan tersebut, ditelaah dengan merefleksikan temuan literatur dengan implikasi pada masa
kini. Kesimpulan diperoleh dari kajian analisis terhadap teori-teori yang dipakai.

3. Hasil dan Pembahasan


Pengertian Filsafat Pendidikan Progresivisme
Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran
ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa
mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau
bidang muatan. Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan
kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat
menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya
manusia itu sendiri. Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen
progrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan
dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat,
antropologi, psikologi dan ilmu alam. Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang
umum. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-
pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan.
Belajar berfungsi untuk mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks.
Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap
waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam pandangan Progresivisme, manusia harus
selalu maju (progress) bertindak konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan dinamis. Sebab
manusia mempunyai naluri selalu menginginkan perubahan-perubahan.4)

Sejarah Progresivisme
Awal mula lahirnya aliran progresivisme ialah dilatarbelakangi ketidakpuasan terhadap
pelaksanaan pendidikan yang sangat tradisional, cenderung otoriter dan peserta didik hanya
dijadikan sebagai objek pembelajaran. Menurut Gutek 5) Aliran ini berakar dari semangat
pembaharuan sosial pada awal abad ke 20 yakni gerakan pembaharuan politik Amerika.
Adapun aliran progresif pendidikan Amerika mengacu pada pembaharuan pendidikan di
Eropa barat.

4. Dr. H. Amka, M.Si., Filsafat Pendidikan (Nizamia Learning Center 2019), 48.
5. Gutek. Gerad Lee. Fhilosofical Alternatives in Education. Loyala University of Chicago. 1974:139

115
Pendapat lain menyebutkan bahwa aliran progresivisme secara historis telah muncul pada
abad ke - 19, namun perkembangannya secara pesat baru terlihat pada awal abad ke - 20,
khususnya di negara Amerika Serikat6). Aliran Progresivisme ini lahir sebagai pembaharu
dalam dunia filsafat pendidikan terutama sebagai lawan terhadap kebijakan-kebijakan
konvensional yang diwarisi dari abad XIX. Pencetus aliran filsafat Progresivisme yang
populer adalah Jhon Dewey. Aliran filsafat Progresivisme bermuara pada aliran filsafat
pragmativisme yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910) dan Jhon Dewey (1859-
1952) yang menitikberatkan pada manfaat praktis.
Dalam banyak hal, Progresivisme identik dengan pragmativisme (Pragmatisme adalah
sebuah aliran filsafat pendidikan yang mengajarkan bahwa yang benar itu adalah segala
sesuatu yang terbukti, dengan melihat akibat atau manfaat yang hasilnya secara praktis).
Filsafat Progresivisme dipengaruhi oleh ide-ide filsafat pragmativisme yang telah
memberikan konsep-konsep dasar dengan asas yang utama, bahwa manusia bisa survive
menghadapi semua tantangan hidup, manusia harus pragmatis dalam memandang kehidupan.
Maksudnya, manusia memiliki kemampuan untuk melihat akibat dan manfaat dari semua
proses pembelajaran pada kehidupan yang dijalaninya.
Pertumbuhan masyarakat maju melahirkan kelompok-kelompok masyarakat yang mandiri.
Hal ini didorong oleh fitrah manusia yang membutuhkan pengakuan (recognition) atas
kehadirannya di tengah masyarakat. Semakin besar kompleksitas masyarakat akibat
pembangunan, semakin kuat hasrat memperoleh pengakuan terhadap kehadiran diri sebagai
anggota masyarakat.
Pendidikan merupakan proses budaya, karena itu ia tumbuh dan berkembang dalam alur
kebudayaan setiap masyarakat dan sering bersumber pada agama dan tradisi yang dianut oleh
masyarakat sehingga kehadirannya mempunyai akar yang kuat pada budaya masyarakat.
Pendidikan menjadi modal dasar untuk membina dan mengembangkan karakter serta perilaku
manusia di dalam menata hidup dan kehidupannya. Dengan demikian pendidikan merupakan
proses budaya, karena ia tumbuh dan berkembang dalam alur kebudayaan setiap masyarakat
dan sering bersumber pada agama dan tradisi yang dianut oleh masyarakat sehingga
kehadirannya mempunyai akar yang kuat pada budaya masyarakat. Oleh karena itu,
pendidikan merupakan modal dasar untuk membina dan mengembangkan karakter serta
perilaku manusia di dalam menata hidup dan kehidupannya.

6. Muhmidayeli. Filsafat Pendidikan.Bandung: Refika Aditama, 2011:151

116
Berkaitan dengan persoalan tersebut, terdapat salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang
mendukung adanya perubahan dalam pelaksananaan pendidikan. Aliran filsafat yang
dimaksud adalah progresivisme. Aliran ini merupakan sebuah gerakan yang menentang
pelaksanaan pendidikan secara tradisional seperti halnya aliran esensialisme dan
perennialisme. Aliran progresif mendukung adanya pelaksanaan pendidikan yang dipusatkan
pada peserta didik dan mengembangkan berbagai kemampuannya sebagai bekal menghadapi
kehidupkan sosial di lingkungannya.
Progresivisme menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif. Tujuan pendidikan
hendaknya diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus, agar peserta didik
dapat berbuat sesuatu yang inteligen dan mampu mengadakan penyesuaian dan penyesuaian
kembali sesuai dengan tuntutan dari lingkungan. Biasanya aliran progresivisme ini di
hubungkan dengan pandangan hidup liberal (the liberal road to), dan culture. Maksudnya
adalah pandangan hidup mempunyai sifat-sifat sebagai berikut; fleksibel (tidak kaku), curios
(ingin mengetahui), toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka).

Pendidikan Konsep Engineering To Organic


Kurikulum : Konsep Engineering
Dalam pendidikan, terutama jalur pendidikan formal, kurikulum memegang peranan penting.
Kurikulum sebagai jantung pendidikan tidak saja dimaknai sebagai seperangkat mata
pelajaran yang dirancang untuk disajikan dalam sebuah program sekolah, melainkan
memiliki arti yang lebih luas. Oleh sebab itu, para pakar memaknai kurikulum dengan titik
berat yang berbeda. Bahkan ada yang melihat dari arti sempit dan arti luas, ada juga yang
melihat dari segi fungsi atau kegunaannya, ada juga yang melihat dari segi ruang lingkupnya.
Kurikulum 2013 merupakan suatu rancangan pembelajaran yang dirancang untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki siswa dalam mewujudkan generasi yang berilmu,
berkarakter, kreatif, mandiri, berakhlak mulia dan bertanggung jawab7). Kurikulum 2013
dalam proses pembelajarannya memfokuskan pada siswa. Dalam mengembangkan
pengetahuan dan mengasah keterampilan, setiap siswa diharuskan berperan aktif sedangkan
pendidik sebagai pelengkap yang hanya mengajarkan siswa apabila mengalami kesulitan
dalam kegiatan pembelajaran.
Tujuan dari kurikulum 2013 ialah untuk mempersiapkan generasi bangsa yang lebih berfokus
pada siswa dalam sistem pembelajaran. Dengan kata lain, fokus tujuan kurikulum 2013 yakni

7. Ibrahim, 2015, Deskripsi Implementasi Kurikulum 2013 dalam Proses Pembelajaran Matematika di SMA
Negeri 3 Maros Kabupaten Maros. Jurnal Daya Matematis, 3(3), 370-378

117
untuk mendidik siswa agar lebih baik dalam mencari informasi, mengajukan pertanyaan,
bernalar, serta dapat mengemukakan apa yang telah diperoleh dan diketahui setelah
menerima materi yang disampaikan guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan
diterapkannya kurikulum ini, maka dalam menyelesaikan masalah diharapkan siswa agar
lebih kreatif dan inovatif.
Musgave menekankan pengertian kurikulum pada ruang lingkup, terutama yang berkenaan
dengan pengalaman belajar, baik pengalaman di luar maupun di dalam lingkungan sekolah.
Aktifitas dan pengalaman peserta didik seyogyanya selalu berada dalam pengawasan lembaga
pendidikan (sekolah). Kemudian, Hirts dan Petters mengemukakan pengertian kurikulum
dengan menekankan pada aspek fungsional.8) Dalam hal ini, kurikulum diposisikan sebagai
rambu-rambu yang menjadi acuan dalam proses pendidikan, khususnya dalam pembelajaran.
Progresivisme memiliki pandangan bahwa kurikulum merupakan pengalaman mendidik,
bersifat eksperimental, dan adanya rencana serta susunan langkah yang teratur. Pengalaman
belajar berupa pengalaman apa saja yang serasi dengan tujuan menurut prinsip-prinsip yang
telah digariskan dalam pendidikan, di mana setiap proses pembelajaran yang ada membantu
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.
Jadi, Kurikulum tentu berkaitan dengan bagaimana mendesain materi secara sistematis agar
peserta pendidik dapat mengerti (tentu dengan metode yang sesuai). Dan dalam pandangan
progresivisme, kurikulum merupakan serangkaian program pengajaran yang dapat
mempengaruhi anak belajar secara edukatif, baik di lingkungan sekolah maupun di luar.
Artinya, kurikulum harusnya dirancang untuk mengembangkan berbagai potensi peserta
didik, serta dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi kehidupan anak didik.
Aliran progresivisme menghendaki kurikulum dipusatkan pada pengalaman yang didasarkan
atas kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan yang kompleks.9) Namun,
dalam hal ini progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan
terpisah, tetapi harus terintegrasi dalam unit.
Pendidikan yang dilakukan secara sistematis menegaskan bahwa konteks pendidikan
merupakan suatu sistem kendali belajar yang terpadu, koherensi, komprehensif dan
bertanggung jawab. Pendidikan memiliki tujuan yang berdasarkan nilai-nilai martabat
kemanusiaan individu dalam konteks saling menghargai dan menghormati. “Pendidikan
adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan

8. Barnabid, Imam. 1997. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, Yogyakarta: Andi Offset
9. Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press,
2012:91

118
yang bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar, tertuju pada
pencapaian individu yang diharapkan.”10). Artinya, kegiatan pendidikan – sistem kendali
belajar - berorientasi pada tujuan individu dalam kerangka aktualisasi diri untuk selanjutnya
mampu bertahan dan meningkatkan mutu hidup di masyarakat.

Konsep Engineering To Organic


Kurikulum (Konsep Engineering) yang dirancang untuk mengembangkan berbagai potensi
peserta didik, serta dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi kehidupan anak didik
dan akan menjadi begitu dinamis manakala dipadukan dengan Filsafat Progresivisme. Aliran
progresivisme menghendaki kurikulum dipusatkan pada pengalaman yang didasarkan atas
kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan yang kompleks.
Engineering dipahami secara berbeda-beda mulai dari rekayasa perihal ruang angkasa hingga
sampai perihal hayati. Rekayasa atau engineering merupakan istilah umum untuk para
spesialis yang memiliki kesamaan dalam hal proses desain rekayasa. Proses Desain Rakayasa
(PDR) atau The Engineering Design Process (EDP) merupakan langkah metodologis untuk
memecahkan masalah dengan menciptakan sesuatu yang nyata (tangible) dengan fungsi
tertentu. Secara lebih populer, PDR dapat dikatakan sebagai, “cara berpikir seperti insinyur”.
Terlepas dari penamaan setiap langkah yang ada, instruksi dan konten dari setiap langkah
tersebut harus membuat siswa bersemangat untuk menemukan atau mencari solusi. Secara
mendalam, proses pembelajaran ini menyediakan beragam metode berpikir (membuka
kemungkinan yang tak terhingga dalam berpikir) dan peranti (tools) yang digunakan untuk
memecahkan masalah nyata dalam kehidupan.
Langkah pertama dalam PDR adalah Identifikasi masalah (identify the problem). Langkah
ini sangat krusial dan tidak lengkap tanpa adanya pertimbangan menyeluruh dan seksama.
Berikutnya adalah diskusi pemecahan masalah (brainstorm). Kreativitas menjadi raja
dalam langkah ini, namun perlu memandu siswa memahami dari mana atau langkah apa yang
diperlukan untuk memunculkan gagasan-gagasan.
Fase mendesain dimulai dengan memeriksa daftar atau catatan hasil diskusi.
Sebuah desain dibuat dengan menyajikan komponen-komponen kunci yang sebelumnya telah
diidentifikasi sebagai sesuatu yang penting.
Setelah desain selesai, waktunya untuk membuat atau mewujudkan desain tersebut. Begitu
proses pembuatan selesai, masuklah langkah berikutnya yaitu pengujian (test).

10. Mudyahardjo. Redja. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 Op. Cit., 92

119
Kunci utama bagi guru di sini adalah memahamkan kepada siswa bahwa kegagalan atau
kekeliruan merupakan bagian penting dari sebuah proses desain rekayasa. Berawal dari
kekeliruan yang kemudian diperbaiki kembali (desain ulang) akan membuat desain menjadi
optimal. Karena itu kekeliruan semestinya dirayakan sebagai sebuah kesempatan untuk
menghasilkan sesuatu yang lebih baik
Berikut adalah gambaran singkat proses pembelajaran PDR.

120
Proses Engineering, pendidikan berbasis kurikulum yang telah direkayasa selama ini, harus
melalui Proses Organic. Proses Organic disini tentu dimaksudkan sebagai sebuah proses yang
di mulai dengan Engineering (Kurikulum) mengalir sedemikian rupa menjadi “hybrid
learning”.
Intitusi pendidikan dalam menghadapi pandemic covid-19, menjadi tantangan tersendiri
untuk memilih cara belajar di masa pasca pandemi covod 19 ini, apakah full dengan online
learning, blended learning atau hybrid learning? Masing-masing model tersebut memang
memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Hybrid learning adalah pendekatan pendidikan di mana pelajar memilih antara berpartisipasi
secara online atau secara langsung. Ini adalah pendekatan yang menguntungkan bagi individu
yang tinggal di daerah terpencil atau di luar negeri.
Akademi Pediatri Amerika atau American Academy of Pediatrics (AAP), Pediatri adalah
cabang ilmu kedokteran yang berkonsentrasi pada pencegahan, diagnosis, pengobatan dan
penanganan seluruh jenis penyakit pada pasien berusia muda, yaitu bayi dan anak hingga
remaja atau dewasa muda, menekankan pentingnya pembelajaran tatap muka untuk anak-
anak, dengan alasan perlunya keterampilan sosial dan emosional, latihan fisik, akses ke
dukungan kesehatan mental, makan teratur, akses internet, dan konseling. Model hybrid ini
dianggap memungkinkan untuk memenuhi hal-hal tersebut, bahkan jika hanya dilakukan
pertemuan beberapa hari setiap minggu.

Peserta Didik adalah Subyek dan Bukan Obyek


Menurut Groome, seringkali banyak pendidik termasuk pendidik dalam PAK, menganggap
peserta didik sebagai obyek dari pendidikan. Secara teologis, kita harus mengatakan bahwa
sesungguhnya mereka mempunyai hak yang melekat pada dirinya untuk diperlakukan dengan
penghargaan oleh karena mereka memiliki individualitasnya sendiri, dan lebih dari itu
mereka mempunyai kapasitas atau kemampuan untuk merespons panggilannya sendiri.
Pendapat Groome tersebut di atas cukup masuk akal dan dapat diterima, atau lebih tepatnya
dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan sekaligus kritisi untuk para pendidik mengenai
konsep tentang peserta didik yang selama ini dianut. Peserta didik harus diperlakukan sebagai
subyek terutama karena kita percaya sesuai dengan antropologi Alkitab bahwa semua orang
diciptakan menurut gambar Allah.11) Peserta didik kita dan kita sebagai pendidik sedang

11. Louis Berkhof & Cornelius Van Til, Foundations of Christian Education (Surabaya: Momentum, 2004) 47

121
berada dalam perjalanan bersama, yang mempunyai panggilan dan juga hak untuk bertumbuh
dalam kesegambaran dengan Pencipta kita.
Perjalanan setiap orang menuju kepada Allah adalah suatu yang suci, dan setiap orang dengan
caranya sendiri merupakan suatu yang unik. Oleh sebab itu, peserta didik bukanlah obyek
yang dapat diperlakukan atau dibentuk menurut kemauan kita, melainkan merupakan subyek
dengan siapa kita masuk dalam suatu hubungan kesalingan dan kesederajatan. Sebagai
subyek, maka peserta didik kita mempunyai hak untuk mengatakan kata-kata mereka sendiri
dan untuk memberi nama kepada realitas mereka sendiri. Sebagai pendidik, kita juga
memiliki hak untuk mengatakan kata-kata kita sendiri dan merupakan suatu kewajiban untuk
mendengarkan mereka.12)
Ketika seorang pendidik memperlakukan peserta didiknya sebagai obyek, maka sebenarnya
yang ia lakukan adalah berusaha menjadikan peserta didik tersebut sebagai sasaran
“pemindahan” materi pengetahuan dan menciptakan miniatur dirinya secara intelektual,
namun ia lupa bahwa seorang peserta didik memiliki aspek-aspek lain, yaitu kemampuan
berpikir, dan hati. Peserta didik mempunyai kehendaknya sendiri dan secara alami dibekali
kemampuan untuk mengambil keputusan-keputusan untuk dirinya sendiri. Mungkin saja kita
bisa membentuk intelektualnya dengan memberi materi-materi tertentu, tetapi kita tidak dapat
membentuk hatinya dan kehendaknya sesuai keinginan kita secara semena-mena dan dengan
begitu mudah, sebab mereka bukanlah benda mati atau ‘obyek’ semata-mata.
Di dalam hubungan kesederajatan ini, maka ada kesempatan bagi kita sebagai pendidik untuk
membagi apa yang kita miliki (baik iman dan visi maupun pengharapan kita). Namun kita
juga harus membantu mereka untuk mengetahui pengalaman iman dan visinya sendiri. Hal
ini juga sesuai dengan teladan Yesus sendiri. Dapat dikatakan bahwa Yesus mendekati orang-
orang berdosa sebagai subyek. Manusia sebagai subyek mempunyai kemerdekaan dan
tanggung jawab pribadi.

Membangun “Role Model” Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen


Pendidikan Kristen secara umum adalah pendidikan yang meliputi seluruh eksistensi dan
esensi manusia berdasarkan kebenaran-kebenaran Alkitab (penyataan khusus Allah) dan
kebenaran di luar Alkitab (penyataan umum Allah). Konsep pendidikan Kristen dikonstruksi
dalam bingkai pemahaman dan praktek secara teologis normative sehingga terjadi
internalisasi nilai yang dapat merubah perilaku pembelajar ke arah yang lebih baik. Pola

12. Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung : Jurnal Info Media, 2007)154-155.)

122
pendidikan Kristen merupakan pendidikan yang melewati prosedur sadar untuk mengubah
perilaku individu secara sistematis, terkendali dan memiliki pola berkelanjutan atau
kontinuitas yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Di abad 21 kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh siswa ini adalah memiliki kemampuan
6 Literasi Dasar (literasi numerasi, literasi sains, literasi informasi, literasi finansial, literasi
budaya dan kewarganegaraan). Tidak hanya literasi dasar namun juga setiap peserta didik
harus memiliki kompetensi lainnya yaitu mampu berpikir kritis, bernalar, kretatif,
berkomunikasi, kolaborasi serta memiliki kemampuan problem solving. Dan yang terpenting
memiliki perilaku (karakter) yang mencerminkan profil pelajar yang takut akan Tuhan.
Pada 20th Century Education pendidikan fokus pada anak informasi yang bersumber dari
buku. Sementara di era 21th Century Education, fokus pada segala usia, setiap anak
merupakan komunitas pembelajar, pembelajaran diperoleh dari berbagai macam sumber
bukan hanya dari buku saja, tetapi bisa dari internet, bernagai macam platform teknologi &
informasi serta perkembangan kurikulum secara global, Di Indonesia dimaknai dengan
merdeka belajar.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar
Makarim.13 Esensi kemerdekaan berpikir, menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru
sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi
guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum
yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.
Nuansa pembelajaran akan diupayakan lebih nyaman, karena murid-murid dapat memiliki
ruang diskusi lebih luas dan nyaman dengan guru-guru yang tentunya telah mempersiapkan
materi ajarnya, belajar tidak dibatasi oleh ruang kelas namun bisa dilakukan dengan outing
class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter
peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan
tidak hanya mengandalkan sistem peringkat yang menurut beberapa survei hanya meresahkan
anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya
dalam bidang masing-masing. Merdeka belajar akan sangat mendukung banyak inovasi
dalam dunia pendidikan, terutama kemajuan berbagai lembaga pendidikan termasuk sekolah
ataupun madrasah, dengan membentuk pula kompetensi guru.
Mengingat Indonesia memiliki banyak suku, adat istiadat dan budaya, tata Krama dan etika
pada suatu daerah tentunya berbeda. Justru perbedaan yang ada membuat kita saling kenal

13. https://web.archive.org/web/20191216112731/http://suaraguruonline.com/merdeka-belajar-melalui-empat-
pokok-kebijakan-baru-di-bidang-pendidikan/

123
mengenal, dan menjadi bangsa makmur dengan menghargai perbedaan yang ada, gotong
royong yang sudah menjadi warisan terpuji leluhur secara turun-temurun. Nilai pancasila dan
yang tertuang dalam Bhinneka Tunggal Ika dari kitab kakawin Sutasoma wajib menjadi nilai
yang dipegang bersama oleh seluruh masyarakat Indonesia termasuk para pelajar.
Sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo untuk membentuk sumber daya manusia
yang maju dalam rangka Indonesia emas 2024, maka diperlukan SDM yang mumpuni dalam
bidang pendidikan. SDA Manusia unggul, beretika, bermoral, menguasai bidang keilmuan.
Sesuai dengan bakat dan minat yang ada pada pribadi masing-masing manusia Indonesia
yang beragam, terutama pada berbagai disiplin ilmu termasuk sains, teknologi, seni dan
bahasa.
Pendidik (Guru Agama Kristen) harus memiliki kecakapan hidup abad 21 yaitu memiliki
kemampuan leadership, digital literacy, communication, emotional intelligence,
entrepreneurship, global citizenship, team working dan problem solving. Fokus keahlian
bidang pendidikan abad 21 saat ini dikenal dengan 4C (Risdianto, 2019) yang meliputi
creativity, critical thinking, communication dan collaboration.

KESIMPULAN
Dari berbagai uraian tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan, bahwa: aliran progresivisme
merupakan suatu aliran dalam filsafat pendidikan yang menghendaki adanya perubahan
secara cepat praktik pendidikan menuju ke arah yang positif. Aliran progresivisme secara
historis telah muncul pada abad ke - 19, namun perkembangannya secara pesat baru terlihat

124
pada awal abad ke - 20, khususnya di negara Amerika Serikat. Kemudian, tokoh-tokoh
utamanya yaitu: William James, John Dewey, dan Hans Vaihinger.
Adapun implementasi dalam pendidikan dapat dilihat dari beberapa aspek, di antaranya:
Makna Pendidikan, Tujuan Pendidikan, Kurikulum, Belajar, dan Peran Guru dalam
Pembelajaran. Secara singkat ciri implementasi progresivisme ini dalam pendidikan ialah
menekankan pendidikan demokratis dan menghargai berbagai potensi yang dimiliki oleh
anak, serta pembelajarannya lebih berpusat pada peserta didik, sedangkan guru hanya sebagai
fasilitator, pembimbing, dan pengarah bagi perkembangan peserta didik.
Dalam Pendidikan Agama Kristen, “Secara Teologis” peserta didik adalah mereka yang
diajar dan mengajar, sebab mereka yang diajar membutuhkan bimbingan namun mereka
bukanlah objek melainkan adalah subjek. Subjek adalah sesuatu yang memiliki kehendak dan
kemauan dalam lingkup PAK. Subjek tidak hanya peserta namun juga pendidik karena
adanya gambar Allah dalam setiap manusia.
Sebagai makhluk ciptaan yang sempurna, manusia memiliki potensi untuk mengambil
keputusan dan memperdayakan kemampuan dalam kehidupan. Manusia tidak seharusnya
menjadi objek yang terpenjara dalam roda nasib yang tidak bisa dihindari. Manusia tidak
hanya dibentuk oleh sejarah, tetapi juga membentuk sejarah. Oleh karena itu, setiap pendidik
harus mempu memaksimalkan seluruh potensi dari dalam dan luar dirinya. Setiap pendidik
dituntut untuk mampu merekonstuksi kembali dalam membangun metode ajar dari
Engineering kepada Organik.

Daftar Pustaka:
Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016, 110.
Seymour, Memetakan Pendidikan Kristiani: Pendekatan-Pendekatan Menuju Pembelajaran
Jemaat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018,
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004
Dr. H. Amka, M.Si., Filsafat Pendidikan, Nizamia Learning Center 2019, 48.
Gutek. Gerad Lee. Fhilosofical Alternatives in Education. Loyala University of Chicago.
1974:139
Muhmidayeli. Filsafat Pendidikan, Bandung: Refika Aditama, 2011:151
Ibrahim, 2015, Deskripsi Implementasi Kurikulum 2013 dalam Proses Pembelajaran
Matematika di SMA Negeri 3 Maros Kabupaten Maros. Jurnal Daya Matematis, 3(3), 370-
378).
Barnabid, Imam. 1997. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, Yogyakarta: Andi Offset
125
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Press, 2012:91.
Mudyahardjo. Redja. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 Op. Cit.,
92).
Louis Berkhof & Cornelius Van Til, Foundations of Christian Education (Surabaya:
Momentum, 2004) 47.
Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung : Jurnal Info Media,
2007)154-155.)
https://web.archive.org/web/20191216112731/http://suaraguruonline.com/merdeka-belajar-
melalui-empat-pokok-kebijakan-baru-di-bidang-pendidikan/

126

You might also like