You are on page 1of 32

MAKALAH

“MUHAMMAD SEBAGAI PELAKU BISNIS”


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Bisnis Syari’ah

Dosen Mata Kuliah : Nia Imaniah, S.E., M.E.Sy.

Disusun Oleh Kelompok 1 :


No Nama NIM
1. Aliudin 21010145
2. Ana Herawati 21010137
3. Asep Sugiana 21010090
4. Dharety Wulan Cahyaningsih 21010146
5. Misja 21010142
6. Yoga Wahyudi 21010150

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI & BISNIS


UNIVERSITAS BANTEN
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
limpahan rahmat_Nya sehingga penulisan Makalah Bisnis Syari‟ah yang berjudul
“Muhammad Sebagai Pelaku Bisnis” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
yang diberikan kepada kelompok 1 (satu) oleh dosen pengempu mata kuliah
Bisnis Syari‟ah Ibu Nia Imaniah, S.E., M.E.Sy.
Makalah ini di tulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang
kelompok 1 peroleh dari buku-buku, artikel-artikel serta informasi dari media
sosial yang berhubungan dengan “Muhammad Sebagai Pelaku Bisnis”, tak lupa
penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Bisnis Syari‟ah atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Serta kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah bekerjasama sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Akhir dari kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang turut membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini. Penulis
juga mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan makalah
ini tersebut. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan dan bermanfaat bagi semua pembaca. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Serang, November 2022


Kelompok 1

Penulis,

ii
DAFTAR ISI
Cover ......................................................................................................................... i
Kata Pengantar .......................................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perdagangan pada Zaman Arab Kuno ....................................................... 3
2.2 Kaum Quraish sebagai suku pedagang ...................................................... 6
a. Armada Dagang ................................................................................... 7
b. Qushaiy dan Anak-Cucunya ................................................................ 8
2.3 Muhammad SAW ikut dalam kafillah dagang .......................................... 9
2.4 Konsep bisnis Muhammad SAW .............................................................. 10
2.5 Strategi Jadi Pembisnis Sukses Ala Rasulullah Muhammad SAW ........... 14
2.6 Konsep Pembisnis Andal dari Rasulullah SAW .................................... 15
2.7 Perjalanan Bisnis Rasulullah SAW ........................................................... 16
2.8 Etika Bisnis Dalam Studi Islam ............................................................... 17
2.9 Etika Bisnis Nabi Muhammad SAW ....................................................... 18
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................................... 27
3.2. Saran ......................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia sebagai makhluk sosial manusia tak terlepas dari hubungan
untuk saling berinteraksi sebab manusia memiliki keharusan sebagai khalifah
di dunia dalam menciptakan kemaslahatan. Salah satu cara mewujudkan
kemaslahatan tersebut yakni dengan kegiatan bisnis. Etika bisnis dalam islam
menuntut perilaku yang baik, sebab saat ini banyak terjadi kerusakan moral
yang makin meluas pada perusahaan. Kuatnya pemberdayaan etika yang
unggul mencerminkan nama baik perusahaan. (Naranjo, 2014).
Saat ini banyak pelaku bisnis yang hanya mementingkan tujuan guna
mendapat keuntungan dengan menghalalkan banyak cara (Muhammad
Saifullah, 2011) bahkan tak jarang mereka mengabaikan etika bisnis maupun
tanggungjawab sosial. Dalam islam umat muslim telah mengenal Nabi
Muhammad SAW sebagai pelaku usaha yang sukses. Kesuksesan beliau tak
terlepas dari keteladanan dan kebijaksanaan sebagai pelaku usaha sejati. Agar
dalam pelaksanaannya selaras untuk menghasilkan kebermanfaatan, maka kita
wajib untuk melaksanakan nilai-nilai etika bisnis (Hamzah et al., 2017).
Dalam usaha memperoleh rizki yang halal merupakan sebuah kewajiban. Hal
tersebut akan berdampak pada kehidupan sosial (Antonio, 2018).
Hingga saat ini perkembangan ekonomi tak terlepas dari sejarah islam.
Ekonomi merupakan bagian yang tak terpisah dari kegiatan manusia.
(syahrizal, 2018). Dalam usaha apapun harus selalu diiringi dengan nilai-nilai
ketuhanan serta apapun yang dilakukan harus bersumber dari sebuah mata air
kehidupan atau biasa disebut dengan maqashid syariah.
(Wulandari, 2017), menyatakan bahwa para ulama klasik, seperti Al-
Syaitibi memutuskan tingkatan maqashid syariah terbagi menjadi 3 yakni al
maqashid dharuriat, al maqashid hajiyyat, al maqashid tahsyiniyat. Diantara
ketiga al maqashid tersebut yakni yang pertama agar dapat memelihara
kebutuhan utama atau primer sebab bila kebutuhan ini tidak tercukupi dapat
mengancam ketentraman maupun keselamatan baik di dunia maupun di

1
akhirat yakni ada 5 yang dapat mengancamnya ialah pemeliharaan pada
agama, pada jiwa, pada akal, terhadap keturunanan dan pemeliharaan pada
harta. lalu yang kedua sebagai kebutuhan sekuder yakni bila tidak tercukupi
akan mengancam kemananan sehingggga akan timbul kesukaran namun bila
terpenuhi akan membuat kemudahan bagi manusia. Kemudian yang terakhir
sebagai suatu kebutuhan pelengkap, karena sebagai pelengkap tentunya tidak
akan mengancam kemananan ataupun menyebabkan kesukaran. Namun hal
ini akan menjadi penyempurna dari kebutuhan primer maupun sekuder, yakni
kebiasaan, perilaku, aturan atau norma yang berlaku dalam sosial
kemasyarakatan. Sehingga maqasid syariah ini penting diterapkan dalam
perilaku bisnis.
Berdasarakan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengulas tentang bisnis etika yang dilakukan Rasulullah
SAW yang sesuai dengan tujuan maqashid syariah.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana Sejarah Perdagangan zaman Arab kuno?
b. Bagaimana Quraish sebagai suku pedagang?
c. Bagaimana Muhammad SAW ikut dalam kafillah dagang?
d. Bagiaman konsep bisnis Muhammad SAW?
e. Bagaimana etika bisnis Nabi Muhammad SAW?
f. Bagaimana tinjauan nilai-nilai dalam etika binsis Rasulullah SAW?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perdagangan pada Zaman Arab Kuno


Bangsa Arab memiliki letak geografis di tengah negara-negara paling
besar dan paling awal memiliki kebudayaan. Ke arah timur laut ada negara
Persia, ke arah barat laut ada negara Romawi dan Mesir, ke arah barat daya di
balik lautan ada negara Ethiopia, dan di sebelah selatan ada Samudera Hindia
yang memisahkannya dengan negara India.
Tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa sebagian besar
perdagangan dunia, sejak zaman kuno sampai abad pertengahan adalah
perdagangan di antara negara- negara ini. Dua negara besar yang yang selalu
bersaing untuk mendapatkan pengaruh dan kekuasaan di dunia, yaitu Persia
dan Romawi, memiliki hubungan dagang dengan bangsa Arab di utara dan
selatan. Meskipun dengan taraf yang lebih rendah, bangsa Arab juga memiliki
hubungan dagang dengan India, Yaman, „Amman dan Bahrain.
Ada dua jalur transportasi perdagangan di jazirah Arabia; jalur pertama
adalah jalur timur yang menghubungkan Yaman dengan Irak: membawa
komoditas Yaman, India dan Persia lewat darat, melintasi bagian barat Irak
kemudian gurun pasir dan akhirnya sampai di pasar-pasar Syam. Di jalur itu,
para pedagang melintasi pasar-pasar Yaman, Irak, Palmyra, dan Syiria. Di
setiap wilayah mereka menjual komoditas yang tidak ada di sana, dan juga
membeli komoditas wilayah itu untuk dibawa ke wilayah-wilayah lain. Jalur
kedua, dan merupakan yang paling penting, adalah jalur barat yang
menghubungkan Yaman dengan Syam melintasi wilayah-wilayah Syam dan
Hijaz, membawa komoditas Yaman, Ethiopia dan India ke Syam, dan
sebaliknya membawa komoditas Syam ke Yaman lewat jalur laut.
Di kalangan bangsa-bangsa kuno, orang-orang Arab dikenal sebagai
broker (pedagang perantara), yang selalu menjaga jalur perdagangannya
sesuai dengan kebiasaan mereka dan penguasaan mereka terhadap gurun.
Letak geografis negara mereka adalah lingkaran penghubung di antara
kerajaan-kerajaan dunia masa lalu. Bangsa Quraisy dalam jalur perdagangan

3
itu adalah juaranya. Merekalah yang memimpin bangsa Arab di semua sisi.
Nama Quraisy sendiri seolah terdengar seperti bentuk tashghir ta‟zhim
(pengubahan bentuk kata dengan maksud membesarkan) dari kata al-Qarsy
yang adalah seekor binatang besar di laut, ditakuti oleh binatang-binatang laut
lainnya.
Letak geografis negara Arab yang sangat srategis ini seringkali
mengundang pihak lain untuk menguasainya. Alexander The Great misalnya
pernah menyerang Arab, namun tidak lama kemudian ia meninggalkannya.
Raja-raja Persia, Babilonia, dan Mesir di masa lalu juga sangat ingin
menguasai negara Arab. Anehnya ia tetap terjaga seperti adanya sampai
akhirnya Inggris berhasil menancapkan kekuasaannya di bagain timur dan
barat jazirah Arabia. Mereka berhasil menguasai Eden, sebuah pelabuhan
alamiah Yaman, di mana kapal-kapal dari Ethiopia dan India berlabuh.
Inggris juga menguasai „Aqabah, sebuah tempat perhentian kafilah-kafilah
Arabia di masa lalu, dan merupakan pelabuhan Romawi pertama yang
dikuasai oleh bangsa Arab. Dengan begitu, Inggris berhasil menguasai
wilayah-wilayah yang sangat berpengaruh terhadap kedua jalur perdagangan
ini, yang menjamin jalur perdagangan India.
Sangat masuk akal jika bangsa Arab masa lalu, baik laki-laki maupun
perempuannya, melakukan aktifitas perdagangan, khususnya bagi mereka
yang negara-negaranya terletak dekat salah satu dari dua jalur perdagangan
ini. Jika pun mereka tidak melakukan aktifitas perdagangan, maka mereka
akan memanfaatkan perdagangan dengan cara bekerja sebagai pemandu jalan
atau pengemudi dari kafilah-kafilah dagang itu. Oleh karena itu tidak salah
jika salah seorang orientalis menyatakan bahwa bangsa Arab adalah bangsa
pedagang dan broker, bukan bangsa yang suka berperang.
Negara-negara Arab masa lalu seperti Tadamur (Palmyra), Saba, dan
Ma‟in, sibuk dalam perdagangan di wilayah timur, sampai-sampai Taurat
merekam kekayaan dan perdagangan mereka. Penduduk Tadamur membawa
barang dagangan bangsa Arab, Irak dan India ke Mesir dan selatan Eropa.
Permata dan mutiara yang dibawa oleh penduduk Tadamur dari negara timur

4
adalah benda-benda yang sangat disukai dan dibanggakan oleh para raja dan
kaisar Eropa.
Tadamur terletak di tengah-tengah antara negara Persia dan Romawi,
antara Irak, Syam dan jazirah Arab. Hal ini menjadikan Tadamur sebagai
tempat persinggahan kafilah-kafilah dagang dari semua negara ini sejak masa
lalu. Akibatnya dapat ditebak, perdagangan mereka menjadi ramai, kekayaan
mereka semakin berlimpah, dan pasar-pasar mereka menjadi begitu terkenal
sampai menjadi kiblat bagi para pedagang India, Persia, jazirah Arab, Irak,
Suriah, Palestina, Mesir, dan Eropa.
Negara Romawi, yang merupakan negara paling kuat saat itu, sangat
ditakuti oleh kabilah-kabilah Tadamur. Merekapun lalu mengambil hati
negara itu dengan cara sering memberikan upeti dan mengirimkan utusan.
Tadamur mengetahui bagaimana negara Romawi dan Persia seringkali
bersaing untuk menguasai perdagangan Tadamur.
Ketika negara Ma‟in di Yaman tumbuh pesat, penduduknya kemudian
melakukan aktifitas perdagangan. Dalam hal ini mereka sangat terbantu oleh
luasnya pengaruh mereka hingga mencapai wilayah-wilayah pantai di laut
tengah dan pelabuhan-pelabuhan teluk Persia.
Sementara negara Saba‟ begitu terkenal kekayaan dan perdagangannya,
sehingga dalam Taurat disebutkan bahwa raja Saba‟ menyerahkan kepada
Nabi Sulaiman sebanyak 12.000 kg emas dan batu-batu mulia yang sangat
banyak. Cukuplah ini menjadi bukti bagaimana kekayaan yang mereka miliki.
Pada masa lalu, bangsa Saba‟ adalah negara Arab yang paling kaya dan
paling luas perdagangannya. Mereka membawa barang-barang dagang dari
Ethiopia dan India ke Mesir, Syam, dan Irak. Dengan begitu mereka lalu
membentangkan pengaruh perdagangan mereka sekaligus memonopoli
perdagangan di wilayah-wilayah tersebut.
Nicholson, mengutip Muller, dalam bukunya Tarikh al-Arab al-Adabi
menyatakan bahwa sejak masa yang sangat lama, kapal-kapal telah berlayar
membelah lautan di antara pelabuhan-pelabuhan negara-negara Arab timur
dan India. Kapal-kapal itu membawa berbagai produk khususnya rempah,
kemenyan, hewan-hewan langka (seperti kera dan burung merak) ke pantai

5
„Amman. Pada abad X SM mereka sudah familiar dengan Teluk Persia yang
dari sana mereka menuju ke Mesir dan para raja Firaun beserta para
pangerannya membeli barang-barang mereka. Sulitnya pelayaran di Laut
Merah menyebabkan mereka lebih menyukai jalur darat untuk perdagangan
antara Yaman dan Suria. Kafilah-kafilah dagang itu berangkat dari Chabot di
Hadramaut menuju ke Ma‟rib ibu kota Saba‟, lalu ke utara menuju Makrabah
(yang nantinya menjadi Makkah), dan tetap di jalurnya dari Batra menuju
Gaza menyusuri Laut Mediterania, melalui laut sepanjang pantai-pantai
Hadramaut. Akibat dari perubahan ini yang tampaknya terjadi pada abad
pertama masehi adalah melemahnya kekuatan mereka sedikit demi sedikit.

2.2 Kaum Quraish sebagai suku pedagang


Kaum Quraisy merupakan penduduk terbesar kota Makkah. Sebagian
besar dari mereka berprofesi sebagai pedagang. Namun sebagian juga sebagai
peternak dan pemburu. Di antara mereka terdapat pembesar-pembesar yang di
kemudian hari menjadi penentang utama dakwah Rasulullah. Kiranya tidak
salah bila kita sedikit mengenal suku Quraisy ini, khususnya yang berkaitan
dengan mata pencaharian dan ekonomi mereka. Perekonomian orang Quraisy
dibangun di atas perdagangan, sedangkan industri waktu itu sangat sedikit
seperti pembuatan senjata perang (tombak, pedang, baju besi, busur dan
panah), pisau-pisau, industri tembikar, dan perkayuan untuk kebutuhan rumah
tangga serta pembuatan ranjang dan kursi. Sebagian lagi peternak dan
pemburu.
Dalam perdagangan ielaf menjadi sistem mereka. Ielaf ini pertama kali
dicetuskan oleh Hasyim bin Abdi Manaf. Prinsipnya, kaum Quraisy
membayar uang keamanan sejumlah tertentu dan menjadikan ikon kabilah
tersebut sebagai sarikat dalam perdagangan. Atas dasar ielaf ini menjadikan
sebab kemajuan kota Makkah. Sistem perdagangan yang tadinya berorientasi
dalam negeri pun berubah menjadi perdagangan internasional. Hal ini dipicu
pula oleh adanya perseteruan antara Romawi dan Persi yang kemudian
mengembangkan jalan perdagangan laut sebagai ganti jalur perdagangan
darat antara Irak dan Syam. Dengan sebab ini pulalah terbentuk kafilah besar

6
yang dibangun sejumlah besar orang Makkah dengan sistem saham,
bertambah dan berkurang sesuai kemampuan harta mereka.
Demikianlah perdagangan berperan besar dalam pembentukan
masyarakat Makkah. Namun kondisi tersebut menyebabkan kesenjangan
sosial, sehingga muncul kemudian tingkatan orang kaya raya, menengah, dan
miskin. Jurang antara si kaya dan si miskin pun semakin besar karena modal
besar hanya dipegang oleh mereka yang kaya.
a. Armada Dagang
Perdagangan Makkah kadang-kadang menggunakan jalur laut juga,
namun mereka tidak memiliki armada kapal dagang. Mereka hanya
menyewa dan menggunakan armada kapal Habasyah dalam pengiriman ke
Habasyah, sedangkan kapal Romawi hanya sampai di pelabuhan Al
Sya‟biyah sebelum digunakannya pelabuhan Jedah pada masa Khalifah
Utsman. Kaum Quraisy mengambil dari Habasyah barang-barang seperti
bukhur, minyak wangi, bulu binatang, kayu gaharu, kulit, rempah-rempah
dan budak belian. Dari Syam mereka mengambil barang-barang seperti biji
gandum, terigu, minyak dan khamr. Sedangkan dari India mengambil
emas, batu permata, kayu gaharu, kayu sandal, rempah-rempah seperti
cabai dan sejenisnya, kain tenun sutra, katun, Za‟faran, bejana perak dan
tembaga, dan besi.
Perdagangan seperti ini sangat membutuhkan keamanan, sehingga
Quraisy menggunakan politik dan lemah lembut dalam mendapatkan hasil
dagangnya, juga dalam mengamankan jalur perdagangannya. Quraisy
tidak ikut campur dalam peperangan sebelum datangnya Islam kecuali
perang Al-Fijaar yangterjadi 4 kali. Di antara yang sangat membantu
keamanan kafilah dagang mereka adalah Kabah yang menjadi tempat
berhaji seluruh bangsa Arab. Sebagai pusat ibadah bangsa Arab, Makkah
memberikan kehormatan kepada bangsa Quraisy. Juga memudahkan
mereka untuk merealisasikan politik ielaf bersama para kabilah yang
datang sehingga lebih menjamin keamanan perdagangannya.
Di samping dari perdagangan, kota Makkah semakin maju juga
karena munculnya kebijakan penguasa saat itu, Qushaiy. Qushaiy

7
mewajibkan pajak 10% kepada pedagang asing yang datang ke Makkah,
sehingga sumber kekayaan Makkah bertambah.
b. Qushaiy dan Anak-Cucunya
Qushaiy dan anak-cucunya merupakan pembesar-pembesar Quraisy
saat itu. Mereka sangat menjunjung tinggi dan menjaga akidah, adat
istiadat yang berlaku untuk menguatkan hak-hak dan kedudukan sosial
serta kepentingan ekonomi mereka. Semua ini memunculkan persatuan
dan kesatuan yang kuat antar penduduk Makkah yang pada kelanjutannya
membuat mereka sangat menentang munculnya Islam, karena mereka
pandang Islam menjadi ancaman serius terhadap kesatuan Quraisy.
Di sisi lain, anak dan cucu Qushaiy juga telah melakukan amalan
besar sehingga mampu memajukan Makkah dan membuat kedudukan,
keutamaan, kemulian mereka menjadi tinggi serta kepemimpinan mereka
di Makkah semakin kokoh. Qushaiy adalah orang yang berhasil
menyatukan bangsa Quraisy dan menempatkan mereka di Makkah dan
mengatur seluruh perkara Makkah. Anak-anaknya sebagai pemegang
jabatannya berikutnya setelah Qushaiy meninggal. Hasyim bin Abdu
Manaf bin Qushaiy juga berhasil menerapkan politik ielaf dan memperluas
jalur perdagangan Makkah dari lokal menjadi internasional, juga telah
menggali beberapa sumur air minum untuk melayani bangsa Quraisy dan
para jamaah haji. Abdul Muthalib bin Hasyim dikenal pula oleh
masyarakat Makkah sebagai Al-Fayadh karena kedermawanannya, juga
Syaibah Al Hamd karena manusia banyak memujinya. Demikian juga
beliau dikenal sebagai orang yang menggali ulang sumur Zam-zam yang
kemudian airnya dapat mengalahkan seluruh air sumur di Makkah karena
banyaknya, terus menerusnya, serta rasa airnya lebih baik dari yang
lainnya.
Demikianlah perekonomian dan kondisi masyarakat Quraisy secara
umum dan kondisi nasab Rasulullah menjelang kedatangan Islam. Khusus
keluarga Rasulullah, pada saat itu walaupun mereka dari kalangan
menengah ke bawah dalam perekonomian tapi mereka mendapatkan

8
tempat khusus di Makkah. Kekayaan dan perekonomian waktu itu
dipegang Bani Abdus Syams, Bani Naufal, dan Bani Makhzum.

2.3 Muhammad SAW ikut dalam kafillah dagang


Kondisi sebagian besar tanah di wilayah Hijaz, khususnya sekitar
Makkah, adalah kering, berpasir, berbatu-batu, dan langka air. Tidak ada hasil
pertanian yang dapat dipetik di wilayah itu. Oleh karena itu, mata pencaharian
penduduk di kawasan itu pada khususnya adalah berdagang. Kegiatan
berdagang ini tak terkecuali juga dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Ayahanda Nabi SAW, Abdullah, telah wafat ketika Nabi masih dalam
kandungan. Sang ibu, Aminah, menyusul wafat enam tahun kemudian
sehingga Muhammad diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Setelah
kematian sang kakek, selang dua tahun kemudian Muhammad pun tinggal
bersama pamannya, Abu Thalib, yang berprofesi sebagai pedagang
sebagaimana kebanyakan pemimpin Quraisy lainnya. Dari sang pamanlah
Muhammad berkenalan dengan dunia perdagangan untuk pertama kalinya.
Afzalur Rahman dalam Ensiklopedi Muhammad Sebagai Pedagang
memaparkan, Muhammad tumbuh dewasa di bawah asuhan Abu Thalib dan
terus belajar mengenai bisnis perdagangan dari pamannya ini.
Seperti kebanyakan pemuda yang jujur dan punya harga diri, Nabi tidak
suka berlama-lama menjadi tanggungan pamannya yang miskin. Maka, beliau
bekerja sebagai penggembala untuk penduduk Makkah dengan imbalan yang
kecil pada masa kanak-kanaknya. Ketika beranjak dewasa dan menyadari
bahwa pamannya bukanlah orang berada serta memiliki keluarga besar yang
harus diberi nafkah, Muhammad pun mulai berdagang di Kota Makkah.
Dalam menggeluti profesinya sebagai pedagang, Nabi tak sekadar
mencari nafkah yang halal guna memenuhi biaya hidup, tetapi juga untuk
membangun reputasinya agar orang-orang kaya berdatangan dan
mempercayakan dana mereka kepadanya. Berbekal pengalamannya dalam
berdagang dan reputasinya yang terkenal sebagai pedagang yang terpercaya
dan jujur, beliau memperoleh banyak kesempatan berdagang dengan modal

9
orang lain, termasuk di antaranya modal dari seorang pengusaha kaya raya,
Khadijah, yang kelak menjadi istrinya.
Pengusaha ideal
“Aku tidaklah diberi wahyu untuk menumpuk kekayaan atau untuk
menjadi salah seorang dari pedagang” sabda Nabi SAW. Rasulullah telah
menjadi pedagang ideal yang sukses dan memberi petunjuk bagaimana
menjadi pedagang ideal dan sukses. Beliau selalu memegang prinsip
kejujuran dan keadilan dalam berhubungan dengan para pelanggan.
Muhammad SAW selalu mengikuti prinsip-prinsip perdagangan yang adil
dalam setiap transaksi. Beliau juga selalu menasihati para sahabatnya untuk
melakukan hal serupa.
Ketika berkuasa dan menjadi kepala negara Madinah, beliau telah
mengikis habis transaksi-transaksi dagang dari segala macam praktik yang
mengandung unsur-unsur penipuan, riba, judi, ketidakpastian, keraguan,
eksploitasi, pengambilan untung yang berlebihan, dan pasar gelap.
Nabi Muhammad juga melakukan standardisasi timbangan dan ukuran,
serta melarang orang-orang mempergunakan standar timbangan dan ukuran
lain yang kurang dapat dijadikan pegangan. Sebagai contoh, ketika memulai
usaha dagang dengan menjadi agen Khadijah, Nabi SAW mendapat laba yang
melebihi dugaan. Tidak sepeser pun yang digelapkan dan tak sesen pun yang
dihilangkannya.
Rasulullah bersabda, “Berdaganglah kamu, sebab lebih dari sepuluh
bagian penghidupan, sembilan di antaranya dihasilkan dari berdagang”.
Alquran juga memberikan motivasi bagi umat Islam untuk berdagang seperti
yang diterangkan dalam surah al-Baqarah (2) ayat 198 : “Bukan suatu dosa
bagimu mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”.

2.4 Konsep bisnis Muhammad SAW


Konsep Manajemen Bisnis Modern Rasulullah SAW.
Sebagai Rasul terakhir Allah SWT, Nabi Muhammad SAW tercatat
dalam sejarah adalah pembawa kemaslahatan dan kebaikan yang tiada
bandingan untuk seluruh umat manusia. Bagaimana tidak karena Rasulullah

10
SAW telah membuka zaman baru dalam pembangunan peradaban dunia.
Beliau adalah tokoh yang paling sukses dalam bidang agama (sebagai Rasul)
sekaligus dalam bidang duniawi (sebagai pemimpin negara dan peletak dasar
peradaban Islam yang gemilang selama 1000 tahun berikutnya).
Kesuksesan Rasulullah SAW itu sudah banyak dibahas dan diulas oleh
para ahli sejarah Islam maupun barat. Namun ada salah satu sisi Muhammad
SAW ternyata jarang dibahas dan kurang mendapat perhatian oleh para ahli
sejarah maupun agama yaitu sisinya sebagai seorang pembisnis ulung.
Padahal manajemen bisnis yang dijalankan Rasulullah SAW hingga kini
maupun dimasa mendatang akan selalu relevan diterapkan dalam bisnis
modern. Setelah kakeknya yang merawat Muhammad SAW sejak bayi,
seorang pamannya yang bernama Abu Thalib lalu memeliharanya.
Abu Thalib yang sangat menyayangi Muhammad SAW sebagaimana
anaknya sendiri adalah seorang pedagang. Sang paman kemudian mengajari
Rasulullah SAW cara-cara berdagang (berbisnis) dan bahkan mengajaknya
pergi bersama untuk berdagang meninggalkan negerinya (Makkah) ke negeri
Syam (yang kini dikenal sebagai Suriah) pada saat Rasulullah SAW baru
berusia 12 tahun. Tidak heran jika beliau telah pandai berdagang sejak
berusia belasan tahun. Kesuksesan Rasulullah SAW dalam berbisnis tidak
terlepas dari kejujuran yang mendarah daging.
Kejujuran itulah telah diakui oleh penduduk Makkah sehingga beliau
digelari Al Shiddiq. Selain itu, Muhammad SAW juga dikenal sangat teguh
memegang kepercayaan (amanah) dan tidak pernah sekali-kali mengkhianati
kepercayaan itu. Tidak heran jika beliau juga mendapat julukan Al Amin
(Terpercaya). Menurut sejarah, telah tercatat bahwa Muhammad SAW
melakukan lawatan bisnis ke luar negeri sebanyak 6 kali diantaranya ke Syam
(Suriah), Bahrain, Yordania dan Yaman. Dalam semua lawatan bisnis,
Muhammad selalu mendapatkan kesuksesan besar dan tidak pernah
mendapatkan kerugian.
Didalam melaksanakan konsep bisnisnya rasulullah SAW selalu
menerapkan persetujuan (ijjab Kabul) pedagang dan pembeli dan tak

11
terlupakan di dalamnya selalu ada saksi supaya tidak terdapat kecurigaan
terhadap semua pihak.
Lima dari semua lawatan bisnis itu dilakukan oleh beliau atas nama
seorang wanita pembisnis terkemuka Makkah yang bernama Khadijah binti
Khuwailid. Khadijah yang kelak menjadi istri Muhammad SAW, telah lama
mendengar reputasi Muhammad sebagai pembisnis ulung yang jujur dan
teguh memegang amanah. Lantaran itulah, Khadijah lalu merekrut
Muhammad sebagai manajer bisnisnya. Kurang lebih selama 20 tahun
sebelum diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun, Muhammad
mengembangkan bisnis Khadijah sehingga sangat maju pesat. Boleh
dikatakan bisnis yang dilakukan Muhammad dan Khadijah hingga pada saat
pengangkatan kenabian Muhammad adalah bisnis konglomerat.
Pola manajemen bisnis apa yang dijalankan Muhammad SAW sehingga
bisnis junjungan kita itu mendapatkan kesuksesan spektakuler pada
zamannya? Ternyata jauh sebelum para ahli bisnis modern seperti Frederick
W. Taylor dan Henry Fayol pada abad ke-19 mengangkat prinsip manajemen
sebagai sebuah disiplin ilmu, ternyata Rasulullah SAW telah
mengimplementasikan nilai-nilai manajemen modern dalam kehidupan dan
praktek bisnis yang mendahului masanya. Berdasarkan prinsip-prinsip
manajemen modern, Rasulullah SAW telah dengan sangat baik mengelola
proses, transaksi, dan hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta
pihak yang terlibat di dalamnya.
Rasulullah SAW adalah pembisnis yang jujur dan adil dalam membuat
perjanjian bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya mengeluh. Dia
sering menjaga janjinya dan menyerahkan barang-barang yang dipesan
dengan tepat waktu. Muhammad SAW pun senantiasa menunjukkan rasa
tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi dalam berbisnis.
Dengan kata lain, beliau melaksanakan prinsip manajemen bisnis modern
yaitu kepuasan pelanggan (customer satisfaction), pelayanan yang unggul
(service exellence), kemampuan, efisiensi, transparansi (kejujuran),
persaingan yang sehat dan kompetitif.

12
Dalam menjalankan bisnis, Muhammad SAW selalu melaksanakan
prinsip kejujuran (transparasi). Ketika sedang berbisnis, beliau selalu jujur
dalam menjelaskan keunggulan dan kelemahan produk yang dijualnya.
Ternyata prinsip transparasi beliau itu menjadi pemasaran yang efektif untuk
menarik para pelanggan. Beliau juga mencintai para pelanggannya seperti
mencintai dirinya sehingga selalu melayani mereka dengan sepenuh hatinya
(melakukan service exellence) dan selalu membuat mereka puas atas layanan
beliau (melakukan prinsip customer satisfaction).
Dalam melakukan bisnisnya, Muhammad SAW tidak pernah
mengambil margin keuntungan sangat tinggi seperti yang biasa dilakukan
para pembisnis lainnya pada masanya. Beliau hanya mengambil margin
keuntungan secukupnya saja dalam menjual produknya. Ternyata kiat
mengambil margin keuntungan yang dilakukan beliau sangat efektif, semua
barang yang dijualnya selalu laku dibeli Orang-orang lebih suka membeli
barang-barang jualan Muhammad daripada pedagang lain karena bisa
mendapatkan harga lebih murah dan berkualitas. Dalam hal ini, beliau
melakukan prinsip persaingan sehat dan kompetitif yang mendorong bisnis
semakin efisien dan efektif.
Boleh dikatakan Rasulullah SAW adalah pelopor bisnis yang
berdasarkan prinsip kejujuran, transaksi bisnis yang adil dan sehat. Beliau
juga tidak segan mensosialisasikan prinsip-prinsip bisnisnya dalam bentuk
edukasi dan pernyataan tegas kepada para pembisnis lainnya. Ketika menjadi
kepala negara, Rasulullah SAW mentransformasikan prinsip-prinsip
bisnisnya menjadi pokok-pokok hukum. Berdasarkan hal itu, beliau
melakukan penegakan hukum pada para pembisnis yang nakal. Beliau pula
yang memperkenalkan asas “Facta Sur Servanda” yang kita kenal sebagai
asas utama dalam hukum perdata dan perjanjian. Di tangan para pihaklah
terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan transaksi bisnis yang dibangun
atas dasar saling setuju.

13
2.5 Strategi Jadi Pembisnis Sukses Ala Rasulullah Muhammad SAW
Sebelum dikaruniai risalah kenabian Rasulullah, Sayyidina Muhammad
SAW adalah seorang pedagang yang sukses. Dalam menjalankan bisnisnya,
beliau sangat memegang teguh etika-etika bisnis. Seperti misalnya kejujuran,
baginya itulah kunci utama praktik dagangnya. Ia benar-benar jujur
menyampaikan kondisi riil barang dagangannya.
Sebagai pedagang, Nabi Muhammad menjunjung tinggi keadilan.
Artinya beliau tidak pernah menipu takaran, ukuran dan timbangan. Bahkan
etika keadilan Beliau terapkan untuk seluruh kaum, baik muslim maupun
kaum lainnya. Begitupun soal promosi, beliau justru selalu membantu
mempromosikan barang dagangan pedagang lainnya, jika ia tidak menjual
barang tersebut. Ia sama sekali tidak pernah menjelek-jelekan dagangan milik
orang lain.
Konon penimbunan barang tradisi pedagang jahiliyah, langkah ini
adalah strategi untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Berbeda dengan
Nabi, beliau justru tidak pernah melakukannya. Terbukti Ketika berbisnis
dengan Khadijah, Nabi selalu menjual barang dagangannya sampai habis.
Namun karena keterbatasan alat transportasi Muhammad membawa barang
dagangan secukupnya.
Mengenai strategi bisnis ala Nabi dalam buku Marketing Muhammad,
ada beberapa tips agar jadi pedagang sukses. Pertama, melakukan segmentasi,
maksudnya menetapkan target pasar dan positioning. Sebelum memulai
bisnis, Nabi akan melakukan riset mengenai kebiasaan, cara hidup, cara
makan dan minum, serta kebutuhan yang diperlukan masyarakat tempat
lokasi ia berdagang. Apalagi Nabi juga mahir dalam melakukan targeting.
Strategi kedua adalah diferensiasi atau bauran pemasaran, dan memiliki
prinsip kuat dalam berbisnis. Ia berdagang dengan cara-cara yang beda, tidak
konvensional sama seperti pedagang lainnya. Caranya beliau menjalin
hubungan yang baik atau silaturahim dengan pelanggannya dan melakukan
ekspansi usaha ke wilayah-wilayah lain.
Kemudian Rasulullah kerap mematok harga sesuai dengan
nilai komoditas barang dagangannya dan tidak melakukan perang harga

14
dengan pedagang lainnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi
menegaskan hal tersebut. “Janganlah kamu menjual menyaingi penjualan
saudaramu” Kata Nabi Muhammad SAW.

2.6 Konsep Pembisnis Andal dari Rasulullah SAW


Pertama, Nabi Muhammad SAW menempatkan sikap jujur sebagai hal
pertama dan utama yang harus diterapkan seorang pembisnis.
Kedua, kejujuran diiringi dengan ikhlas akan membentuk pribadi
seorang marketer atau sebuah perusahaan tidak lagi memandang materi
sebagai tujuan utama. Namun lebih terbuka terhadap semua keuntungan
materi maupun nonmateri.
Ketiga, profesionalisme. Profesionalisme dengan sifat jujur dan ikhlas
merupakan dua sisi yang saling menyeimbangkan. Nabi Muhammad SAW
memberikan contoh bahwa seorang yang profesional mempunyai sikap yang
selalau berusaha maksimal dalam mengerjakan sesuatu atau dalam
menghadapi masalah. Tak mudah menyerah dan berputus asa dan bukan
seorang pengecut yang hanya bisa lari dari risiko.
Keempat adalah silahturahmi yang menjadi jembatan penghubung
antara seorang marketer dengan sesama manusia, lingkungan dan
penciptanya. Silahturahmi menjadi dasar dalam membina hubungan baik,
tidak hanya dengan pelanggan dan investornya, tetapi juga dengan calon
pelanggannya dan bahkan dengan kompetitornya.
Kelima, konsep-konsep tersebut dibalut oleh konsep murah hari.
Sehingga bisnis akan meraup lebih banyak berkah.

15
Gambar 1. Jejak Bisnis Nabi Muhammad SAW

2.7 Perjalanan Bisnis Rasulullah SAW


(Koni, 2017), menyatakan dalam sejarah dikisahkan kalau semenjak
kecil Nabi Muhammad SAW mengembalakan ternak para peternak kambing.
Jumlah ternaknya juga terbilang tidak sedikit, ratusan. Secara tidak langsung
sebagai media pendidikan pembelajaran bisnis awal beliau, ialah gimana
mengorganisasi, memanage, serta mengelola seluruh suatu yang dipercayakan
kepadanya. Sehingga dia berkembang jadi pribadi yang kredibel, bertanggung
jawab, cermat, empati, terbuka, mandiri, berani, gampang menyesuaikan diri,
tabah, lugas, visioner, dll dalam usia yang masih sangat muda. Beliau sering
turut dalam lawatan-lawatan bisnis ke negara-negara sebelah yang sekarang
dikenal dengan nama, Irak, Yordania, Bahrain, Suriah, serta Yaman. Dikala

16
itulah beliau sudah belajar bagaimana sebagai seseorang eksportir handal
sekaligus menyandang posisi sebagai eksekutif muda di masa itu.
Beranjak dewasa, Nabi Muhammad SAW kian mantap memilah
karirnya bagaikan pembisnis. Beliau mengawalinya dengan jadi seseorang
manajer perdagangan yang mencerna modal investor dengan sistem untuk
hasil. Serta memanglah, berkat keahlian dan didikan bisnis sejak kecil, para
investor senantiasa merasa puas hendak hasil yang dicapai oleh Nabi
Muhammad SAW. Dalam menggapai kesuksesan semacam itu pastinya
beliau mempraktikkan satu prinsip serta strategi manajemen bisnis yang
sangat profesional. Prinsip-prinsipnya antara lain: jujur, setia, serta handal.
Serta ini mendadak jadi satu teladan etika bisnis yang ditiru oleh segenap
bangsa Arab. Kita ketahui sendiri keadaan bangsa Arab dikala itu semacam
apa. Terlebih, kala itu Muhammad mengutamakan customer satisfaction,
excellence service, kompetensi, efisiensi, tranparansi dan persaingan yang
sehat serta kompetitif. Hal ini menjadi pondasi etika bisnis serta style
manajemen yang luar biasa kepada bangsa Arab, sistem bisnis yang
dibangunnya telah tertata sedemikian rupa, sampai tanpa kedatangan dirinya
juga bisnis senantiasa berjalan baik, kalau istilah saat ini bisa jadi dapat
diistilahkan dengan passive income.

2.8 Etika Bisnis Dalam Studi Islam


(Desy Astrid Anindya, 2017), menyatakan kata etika bersumber dari
bahasa latin “etos” yang bermakna kebiasaan persamaannya yakni moral, pun
berasal dari bahasa yang sama mores ialah jamak dari mufradat “khulud”
yang memiliki pengertian budi pekerti. Bisnis ialah suatu organisasi yang
melangsungkan kegiatan produksi dan kontribusi penjualan barang maupun
jasa yang diharapkan oleh costumer dalam memperoleh penghasilan (Lubis,
2018).
Dalam studi Islam sering disebut Al-Khuluq merupakan bentuk tunggal
yang ada dalam Al-Quran yakni pada ayat 4 surat Al-Qalam ya memilki nilai
konsederans atas ditetapkan Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul. Yang
artinya: “Sesungguhnya engkau Muhammad berada di atas budi pekerti yang

17
besar”. Dalam Islam potensi baik lebih didahulukan ketimbang potensi dalam
perilaku kejahatan. Sehingga perilaku bisnis mengandung asas-asas etika
yang dibedakan antara yang buruk maupun yang baik untuk menetapkan
prinsip-prinsip umum yang dapat membenarkan dalam dunia usaha (Rahmat,
2017).
(Amalia, 2012), menyatakan bahwa etika bisnis Islam ialah berbagai
perilaku etis dalam Islam disebut dengan Akhlak Al-Islamyah yang dikemas
melalui nilai-niali syariah yang lebih mendahulukan halal maupun haram.
Etika bisnis dalam Islam yakni sekumpulan peraturan yang melaksanakan
usaha seperti jika pedagang harus mengetahui larangan maupun yang
dianjurkan sebab dalam Al-Quran pedagang tidak boleh mengurangi
timbangan harus sesuai dengan adanya (Karishma W & Widiastuti, 2017).
Pribadi yang jujur, adil, benar, merdeka, bahagia, maupun cinta kasih
merupakan nilai-nilai yang didorong oleh nilai etika, ahlak maupun moral
dari manusia. Sebab hakikat manusia seutuhnya ialah melaksanakan nilai-
nilai dari etika. Adapun yang menjadi sumber segala nilai dalam sendi
kehidupan yakni Al-Qu‟ran dan hadist. Dua pedoman inilah yang dapat
menuntun kita dalam berperilaku dalam kegiatan bisnis (Desy Astrid
Anindya, 2017). Syahatah dan Siddiq dalam menyatakan bahwa dalam
bermuamalah dibutuhkan perilaku yang baik, agar tidak terjadi kerusakan
ahkhak yang luas pada usaha. Kemudian dengan etika yang baik akan
mendapatkan nama baik usaha (Naranjo, 2014).

2.9 Etika Bisnis Nabi Muhammad SAW


Dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW menjadi seorang
pembisnis dalam sektor perdagangan memberikan suri tauladan bagi umat
manusia secara umum. Julukan Al-Amin yang disandang beliau merupakan
bukti bahwa Muhammad orang yang sudah diakui kredibilitasnya di
masyarakat Arab sebagai sosok yang luar biasa. Muhammad memang
pribadi yang kompleks, selain predikatnya sebagai orang jujur beliau
peroleh, ia juga sebagai nabi dan rasul (Sony Keraf. 1998).

18
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam membangun usaha terlihat dari
kepribadiannya yang berani. Bahkan kemampuan mengatur bisnisnya
sehingga membawa dagangan Khadijah dan hanya dibarengi karyawannya
yakni Maisarah. Beliau sangat bertanggungjawab yang sempurna atas semua
dagangan miliki Khadijh (Karimah, 2016). Supaya usaha yang kita bangun
dapat memperoleh kebaikan dalam hidup serta berjalan harmonis seperti
Rasulullah SAW. Hal ini mesti kita laksanakan dengan perilaku-perilaku
yang baik. Salah satu teladan yang menjadi acuan umat muslim dalam
membangun bisnis terutama dalam hal perilaku kita perlu merujuk kepada
tokoh yang paling agung teladan umat muslim di muka bumi, yakni Nabi
Muhammad SAW.
Predikat Muhammad sebagai Al-Amin, menjadi modal utama dan
rahasia sukses beliau menjalankan aktivitas dagangnya. Tercatat dalam
literatur bahwa sejak kecil Muhammad sudah terkondisikan oleh Salam dan
keadaan kelurga maupun masyarakat sebagai seorang pejuang. Berangkat
dari keperibadian beliau maka lahirlah tuntunan atau teladan yang bisa
dijadikan masyarakat di zaman sekarang untuk sebagai pelajaran.
Jujur dalam menjelaskan produk merupakan etika bisnis yang selalu
dilakukannya. Kejujuran Muhammad sudah diakui, beliau adalah manusia
yang paling jujur di dunia. Beliau selalu mengatakan dengan jujur produk
atau barang yang didagangkannya, jika barang itu rusak atau jelek, beliau
akan mengatakan kerusakan atau kejelekan barang tersebut. Sangat jarang
pedagang yang berani berkata jujur perihal kualitas barang dagangannya.
Untuk mempermudah pembahasan penulis mengunakan standar prinsip
etika bisnis yang di kemukakan oleh Sony Keraf. Beberapa prinsip yang
dijadikan patokan dalam bahasan ini, yaitu pendapat Sony Keref. Dalam
prinsip etika bisnis dia berpendapat otonomi, kejujuran tidak berbuat jahat
keadilan dan hormat pada diri sendiri.
Kejujuran kunci utama dalam praktek bisnis Muhammad, kejujuran
yang muhammad praktekkan adalah dengan menyampaikan kondisi rill
barang dagangannya. Diceritakan dalam satu riwaat suatu ada pembeli yang
menanyakan yang pernah dibeli temannya. Lantas Muhammad menjawab,

19
kain yang tuan inginkan sudah habis, ini ada yang lain tapi beda dengan yang
tuan maksud, dan harganya tentu berbeda dengan yang teman tuan beli tadi.
Lantas pembeli merasa kalau Mahammad hendak menaikkan harga
tersebut karena sedang digandrungi oleh konsumen. Dan menurut pandangan
pembeli kain tersebut sama dengan yang dibeli temannya tadi. Kemudian
pembeli bertanya, Apakah engkau akan menaikan harga kain ini,
Muhammad menjawab tidak justru harga kain ini lebih murah dari yang
teman anda beli, tapi kualitasnya yang berbeda.
Dari sebuah cerita tersebut kita bisa melihat bagaimana Muhammad
sangat menjunjung tinggi kejujuran. Padahal jika beliau mau bisa menaikkan
harga barang tersebut sedang menjadi tujuan konsumen yang pasti akan
membelinya. Sepintas memang itu hal yang tidak lazim dalam praktek-
praktek bisnis sekarang, meskipun pembisnis sebenarnya menyadari bahwa
kejujuran menjadi kunci sukses dalam berbisnis, termasuk untuk mampu
bertahan dalam jangka panjang di dalam persaingan.
Prinsip jujur dalam menjelaskan peroduk yang diperaktekan Nabi
Muhammad kalau kita tarik kedalam prinsip etika bisnis modern sama
dengan prinsip etika bisnis modern yang dijelaskan Sony Keraf. Dalam
prinsipnya etika bisnis memegang prinsip kejujuran. Kejujuran etika bisnis
Muhammad dalam hal ini, lebih terspesifikasi dalam kejujuran yang
terwujud dalam mutu barang atau jasa yang ditawarkan dalam etika bisnis
modern.
Kejujuran merupakan tonggak dalam kehidupan masyarakat yang
beradap, kejujuran berarti apa yang dikatakan seseorang itu sesuai dengan
hati nuraninya. Jujur dapat juga diartikan seorang yang bersih hatinya dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum.
Orang yang menepati janji atau menepati kesanggupan, baik yang telah
terlahir dalam kata-kata maupun yang masih dalam hati dapat dikatakan
jujur, sedangkan bagi orang yang tidak menepati janji maka orang tersebut
dikatakan tidak jujur. Setiap orang hendaknya dapat bersikap jujur karena
kejujuran dapat mendatangkan ketenteraman hati, hilangkan rasa takut, dan
mendatangkan keadilan (Laode. 2010).

20
Kalau melihat sejarah Muhammad, memang beliau pada masa itu
dihadapkan pada realitas kondisi masyarakat Arab jahiliyah pada masa itu
yang menangalkan sifat jujur dalam aktivitas dagangnya. Muhammad
dengan komitmennya bisa bertahan dan akhirnya bisa jadi kepercayaan para
anak yatim dan janda kaya raya yang tidak bisa mengelola hartanya,
kejujuranlah yang menjadikan Khadijah seorang kaya raya di Makkah
tertarik pada Muhammad dan akhirnya menikah.
Selanjutnya yang menjadi etika bisnis Muhammad suka sama suka,
permintaan dan penawaran dalam sistem jual beli akan terasa nikmat dan
indah jika dilakukan secara fair dengan konsep ikhlas, dimana kedua belah
pihak yang bertransaksi melakukan atas dasar suka sama suka.
Hal ini yang dilakukan Muhammad, beliau tidak akan melakukan
transaksi jual beli kecuali kedua belah pihak suka sama suka, sehingga beliau
sebagai penjual senang dan orang lain sebagai pembeli lebih senang karena
ia mendapat barang yang diinginkannya dengan ikhlas dan mudah. Praktek
yang dilakukan Muhammad dengan prinsip ini, kalau dilihat dari esensial
memang sesuai dengan prinsip keadilan dalam etika bisnis modern. Dimana
prinsip keadilan menuntut agar kita bisa memberikan apa yang menjadi hak
seseorang dimana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang dianggap
sama nilainya, ini berarti tidak dikehendaki adanya perlakuan yang
diskriminatif .
Keadilan Muhammmad tidak diragukan lagi di masyarakat Arab,
sehingga beliau dalam etika bisnis yang dilakukannya tidak menipu takaran,
ukuran dan timbangan. Muhammad selalu jujur dalam menimbang,
Muhammad sudah pasti tidak diragukan lagi keadilannya, namun praktek
keadilan Muhammad banyak tercatat ketika sudah berupa kebijakan. Dan ini
terjadi ketika Muhammad sudah di Madinah, tapi tidak berarti bahwa
Muhammad tidak adil dalam berdagang ketika masa mudanya, dalam setiap
kebijakan ekonomi nabi mementingkan keadilan bukan saja berlaku untuk
kaum muslim tapi juga berlaku juga untuk kaum lainya disekitar Madinah,
hal ini terbuti ketika beliau diminta untuk menetapkan harga, beliau marah

21
dan menolaknya. Ini membuktikan beliau menyerahkan penetapan harga itu
pada kekuatan pasar yang alami.
Keadilan merupakan perlakuan yang seimbang, dalam bisnis Nabi
Muhammad selalu menerapkan keseimbangan, barang kering bisa ditukar
dengan barang yang kering, penukaran barang kering tidak boleh dengan
barang yang basah, demikian juga dalam penimbangan barang tersebut
seseorang tidak boleh mengurangi timbangan dalam transaksi Muhammad
menjauhi apa yang disebut dengan muzabana dan muzaqala.
Muzabana adalah menjual kurma atau anggur segar (basah) dengan
anggur atau kurma kering dengan cara menimbang. Muzabana pada dasarnya
adalah menjual suatu yang jumlahnya berat atau diketehui ukurannya dengan
jelas. Sedangkan muhaqala jual beli atau penukaran antara gandun belum
dipanen dengan gandum yang sudah digiling atau menyewakan tanah untuk
ditukarkan dengan gandum (M. Salafah. 2010).
Praktek yang dilakukan Muhammad dipasar-pasar yang dikunjungi
beliau, dia selalu menimbang dalam analisis ini, bahwa yang dilakukan oleh
nabi ini merupakan sebuah praktik bisnis yang mulia, selain itu sesuai
dengan prinsip kejujuran yang terdapat dalam etika bisnis modern.
Muhammad dalam etika bisnisnya tidak menjelekkan barang orang
lain. Menjelek-jelekan barang orang lain yang merupakan persaingan adalah
tindakan pengecut. Banyak orang terjebak kedalam tindakan-tindakan yang
tidak terpuji demi mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, misalnya
dengan menjatuhkan reputasi pesaingnya dengan menjelek-jelekan bisnis
orang lain.
Dia tidak mengurangi sedikitpun, hingga kejujuran dan ketepatannya
dalam menimbang sudah tersebar dimana-mana. Jika orang membeli barang
dari Muhammad mereka tidak ragu atas timbangannya. Pada dasarnya
praktek tidak menipu takaran, ukuran dan timbangan. Sesuai dengan yang
digambarkan dengan diatas sekaligus penguat.
Dalam bisnis (berdagang), Muhammad tidak pernah menjelek-jelekan
dagang milik orang lain, justru beliau selalu membantu memperomosikan
pedagang lain jika barang dagangannya yang ada pada dirinya tidak tersedia.

22
Hal yang dicontohkan Muhammad seperti ini akan menghasilkan sebuah
iklim persaingan yang sehat. Karena penjual satu dengan yang lain tidak
saling menjelek-jelekan.
Tindakan Muhammad yang seperti ini sesuai dengan prinsip tidak
berbuat jahat (non-malefincence) dan prinsip berbuat baik (beneficence)
pada etika bisnis modern. Diman prinsip ini mengarahkan agar kita secara
aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan kalau
hal itu tidak dapat dilikukan minimal kita tidak merugikan orang lain. Bersih
dari unsur riba, hal ini yang selalu Muhammad dalam bisnis tidak pernah
melakukan riba sedikitpun, apa lagi makan hasil riba. Bahkan dalan suatu
hadis beliau mengutuk praktek riba dan menyamakan pelaku riba sebagai
pembuat dosa besar.
Pada dasarnya, menengok dalam perilaku Muhammad yang seperti ini
sebenarnya bisa dengan prinsip tidak berbuat jahat, dimana prinsip ini
mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau
menguntungkan orang lain, prinsip ini disamakan karena pada kenyataannya
dan hukum riba merupakan perilaku jahat dan merugikan terhadap orang
lain. Tidak menimbun barang, secara umum dapat diambil pengertiannya
yaitu aktivitas menyimpan barang yang dibutuhkan masyarakat dengan
tujuan menjualnya ketika harga telah melonjak, barang itu baru dipasarkan,
nabi dalam berbisnis tidak pernah melakukan penimbunan barang, bahkan
beliau melarang para pedagang melakukan penimbunan barang, hal ini
tercermin dalam berbagai hadis yang ditegaskan beliau tentang larangan dan
ancaman bagi orang menimbun. Ketika bisnis dengan Khadijah nabi selalu
menjual dagangannya sampai habis namun karena keterbatasan alat
transportasi nabi membawa barang dagangannya secukupnya saja,
penimbunan barang menjadi tradisi orang-orang jahiliyah, ini mereka jadikan
strategi untuk mendapatkan keuntungan yang besar.
Konsep tidak menimbun barang tersebut sesuai dengan prinsip
kejujuran dalam etika bisnis modern. Karena dengan kita menimbun suatu
barang berarti kita tidak jujur kepada pembeli, selain itu tindakan menimbun
juga membuat kekacauan dalam harga perekonomian pasar. Muhammad

23
tidak pernah melakukan atau tindakan seperti itu, monopoli perdagangan
sudah menjadi kebiasaan masyarakat Arab dalam berdagang, ini terjadi
karena persaingan antar suku yang begitu dominan sehingga persaingan
dagang dengan cara saling memonopoli menjadi hal yang biasa di Arab.
Dalam perilaku dagangnya Muhammad tidak melakukan monopoli,
monopoli merupakan cara batil dalam memperoleh harta.
Sebab praktek monopoli pada umumnya merugikan orang lain karena
bersifat tidak fair dan tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
bisa melakukan usaha yang sama. Sehingga bisa dikatakan kegiatan
monopoli adalah sebuah tindakan yang jahat. Maka dari itu Muhammad
tidak pernah mempraktekannya. Prinsip ini ternyata sama dengan prinsip
tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan prinsip berbuat baik (beneficence)
pada etika bisnis modern. Amanah merupakan tanggung jawab moral yang
dibebankan kepada setiap orang, baik dalam melaksanakan tugas
kemanusiaan antar sesamanya, dalam perjalanan aktivitas bisnisnya
Muhammad menggunakan sifat amanah sebagai prinsip, ketika beliau masih
menjadi karyawan Khadijah, ia memperoleh kepercayaaan penuh membawa
barang dagangan Khadijah unntuk dibawa dan dijual di Syam. Dengan
ditemani Maesaroh, Muhammad menjual barang dagangannya sesuai dengan
yang dimatikan Khadijah.
Muhammad sangat menjaga kepercayaan dalam berdagang, tidak
hanya kepercayaan dari pemilik barang namun juga pelanggan dan orang-
orang yang terkait dengan bisnis tersebut. Dengan memegang sifat ini
Muhammad mendapat simpati dari para konsumen sehingga mereka dengan
suka rela melakukan transaksi dagang. Prinsip ini juga sesuai dengan prinsip
kejujuran dalam etika bisnis modern, dimana prinsip kejujuran dalam etika
bisnis modern mewujud dalam pemenuhan syarat-syarat dalam perjanjian
atau kontrak, selain itu juga bisa dipotret dengan prinsip otonomi dalam etika
bisnis, karena dalam otonomi juga mengandalkan tanggung jawab itulah
sebabnya seseorang bisa diminta pertanggung jawaban atas tindakan yang
telah dia lakukan.

24
(Baidowi, 2010), menyatakan dalam menjalankan bisnisnya Nabi
Muhammad SAW memiliki etika berikut ini :
a. Kejujuran
Kejujuran ini menjadi suatu hal yang sangat penting dalam berbisnis
sebagai sebuah kepercayaan. Beliau selalu berperilaku jujur dalam
bermuamalah. Hal ini sesuai sabda Rasul yakni "siapapun yang membuat
penipuan itu dari golongan kami" (H.R. AlQuzwani). Beliau juag bersabda
"tidak baik seorang pedagang yang memiliki aib, kecuali ia menerangkan
aibnya.
b. Tolong menolong ataupun memberikan kebermanfaatan terhadap orang
lain
Pelaku usaha sudah seharusnya tidak hanya memikirkan keuntungan
semata namun harus memliki perilaku yang ta‟awun atau tolong menolong
dalam hal kebaikan terutama dalam usaha.
c. Dilarang mengurangi takaran, ukuran, maupun timbangan.
Dalam berbisnis penimbangan yang sesuai adanya dan tepat wajib
diutamakan. Sebagaimana Firman Allah: "Celakalah untuk orang yang
tidak jujur, yakni orang yang jika menerima takaran dari yang lain, mereka
meminta dicukupi, dan jika mereka membuat takaran atau penimbangan
sesuai bagi yang lain, mereka mengurangi" (QS 83:112).
d. Dilarang mengejek usaha orang lain, supaya membeli terhadapnya.
Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah seseorang diantara kalian menjual
memiliki tujuan dalam menjelekkan apa yang dijual yang lainnya," (H.R.
Muttafaq „alaih).
e. Dilarang menumpuk-numpuk harta.
Melakukan menumpuk-numpuk harta pada masa tetentu yang memilki
tujuan supaya harganya meningkat kemudian dapat keuntungan besar yang
didapatkan. Dalam kegiatan ini Nabi sangat tidak membolehkan etika
bisnis seperti ini.
f. Dilarang monopoli.
Menguasai suatu hak milik untuk memperoleh keuntunagn ini merupakan
sifat buruk dari kapitalis. Hal ini sangat tidak diperbolehkan oleh Islam.

25
g. Komoditas yang diperdagangkan harus halal dan suci bukan barang-barang
yang terlarang, sesuai sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya Allah
melarang bentuk usaha miras, bangkai, babi, maupun patung (H.R. Jabir)
h. Kegiatan usaha yang dilakukan harus terhindar dari riba. Sebagaimana
firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, maka lupakan sisa-sisa riba
bila kamu beriman”. Sebab itu, Allah dan Rasul mengabarkan perang pada
riba.
i. Dalam suatu usaha dilakukan dengan dasar saling ridho tanpa dipaksa.
Sesuai firman Allah, “Hai orang yang beriman, tidak boleh kamu saling
memakan harta sesama melalui jalan yang bathil, kecuali melalui cara
usaha yang saling suka diantara kamu.
j. Membayarkan gaji sebelum ia kering keringat karyawan.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Berikanlah upah pada karyawan,
sebelum ia kering keringatnya". Hadist ini menjelaskan bahwasannya
dilarang menunda-nunda upah pegawai. Pembayaran upah mesti sesuai
pada kerja yang dilaksanakan.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, kesimpulan yang didapatkan adalah
bahwa pelaku usaha harus mengikuti etika bisnis yang telah dicontohkan
oleh Rasulullah SAW. Namun, terdapat beberapa aspek yang harus terpenuhi
diakibatkan beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti pelapak
yang tidak jujur, pelapak yang tidak menjaga hak konsumen, pembeli yang
kurang ramah atau menggunakan bahasa yang kurang sopan, pembeli yang
tidak menjaga hak pelapak, dan pelaku usaha yang tidak menanggapi
keluhan pelanggan dan pelapak secara cepat dan tepat.
Etika berbisnis Nabi Muhammad SAW menjunjung tinggi saling
menguntungkan dan tidak merugikan satu sama lain, baik untuk penjual
maupun pembeli. Dengan memberikan suri tauladan bagi penjual (pedagang)
harus mengutamakan beberapa etika berbisnis sebagai berikut ; a)
mengutamakan kejujuran dalam berbisnis sebagai sebuah kepercayaan
kepada pelanggan/ pembeli, b) tolong menolong dan memberikan manfaat
kepada orang lain, c) melarang mengurangi timbangan, ukuran dan takaran,
d) melarang menjatuhkan harga barang penjual yang lain, e) melarang untuk
menimbun barang / produk agar harganya mahal, f) melarang untuk
memonopoli pasar, g) barang/ produk yang akan dijual harus halal dan suci,
h) berbisnis harus terhindar dari riba, i) berbisnis dengan dasar saling ridho
tanpa paksaan, dan j) membayar gaji karyawan sebelum ia kering
keringatnya.

3.2 Saran
Berdagang adalah satu kegiatan tukar menukar barang yang
berdasarkan kemauan bersama atau kesepakatan bersama tidak ada unsur
paksaan antara keduanya atau antara penjual dan pembeli.
a. Hendaknya kita yang monyoritasnya muslim khususnya Indonesia,
mengikuti akhlaknya Nabi Muhammad SAW dalam berdagang atau
bertransaksi, seperti menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Dan

27
menjadikan kejujuran salah satu syarat yang wajib dalam
bertransaksi/berdagang.
b. Sebagai pedagang muslim yang baik Nabi Muhammad SAW telah
memberikan contoh dengan menjual barang dengan kualitas yang bagus.
c. Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang tidak kenal putus asa, sifat ini
perlu kita contoh untuk tidak gampang menyerah dalam kehidupan,
bisnis, dan perdagangan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Hardian. Konsep Dagang Nabi Muhammad SAW dan Relevansinya dengan Teori
Pemasaran Modern. Jambi : 2021.
Hardiati, Neni dan Ayi Yunus Rusyana. Etika Bisnis Rasulullah SAW Sebagai
Pelaku Usaha Sukses dalam Perspektif Maqashid Syari’ah. Bandung : 2021
Rahim, Abd. Rahman. Manajemen Bisnis Syari’ah Muhammad SAW. Makassar :
2016.
Loade Kamaludin dan aboza M. Richmuslim, Cerdas Bisnis Rasulullah, ( Jakarta:
Richmuslim Adikarya Bangsa, 2010), hlm. 164.
Muhammad Salafah, Etika Bisnis Dalam Praktik Mal Bisnis Mahammad, Jurnal
Economica, Vol. 1/edisi 1/Nopember 2010.
Sony Keraf, Etika bisnis. (Yogyakarta Kanisius, 1998).
Ketut Rindjin, Ibid, hlm. 76-77.
https://123dok.com/article/perdagangan-pada-zaman-arab-keteladanan-
muhammad-dalam-berbisnis.q7r0x0ny (diakses : Rabu, 9 November 2022
Pukul 15.32 WIB)
https://radenshifta.blogspot.com/2010/09/mata-pencaharian-dan-ekonomi-
quraisy.html (diakses : Rabu, 9 November 2022 Pukul 15.37 WIB)
https://www.republika.co.id/berita/q0phcc313/kisah-muhammad-sebagai-
pedagang (diakses : Rabu, 9 November 2022 Pukul 15.45 WIB)
https://makalahsmaal-muhajirin.blogspot.com/2010/09/makalah-sma-al-
muhajirin.html (diakses : Rabu, 9 November 2022 Pukul 15.55 WIB)
https://ramadan.tempo.co/read/1463659/strategi-jadi-pembisnis-sukses-ala-
rasulullah-muhammad-saw (diakses : Kamis, 10 November 2022 Pukul 09.44
WIB)
https://economy.okezone.com/read/2020/05/08/320/2211110/5-konsep-pembisnis-
andal-dari-rasulullah-saw (diakses : Kamis, 10 November 2022 Pukul 10.17
WIB)

You might also like