Professional Documents
Culture Documents
Docx
Docx
MAKALAH
OLEH
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
DEPOK
NOVEMBER 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mendalami materi
Tatakelola Perusahaan terutama mengenai Penerapan prinsip OECD yang kelima
tentang pengungkapan dan transparansi. Penulisan makalah ini juga dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi nilai tugas mata
kuliah Tatakelola Perusahaan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
1.4 Metodologi
Metode yang penulis gunakan adalah studi kepustakaan.Sumber-sumber
informasi didapat dari jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan topik
pembahasan.
Dalam prinsip OECD yang kelima ini menegaskan tentang harus adanya
keterbukaan informasi yang tepat waktu dan akurat terkait hal-hal yang material
dalam perusahaan, seperti keadaan keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola
perusahaan. Dengan adanya keterbukaan informasi, maka struktur perusahaan,
kebijakan perusahaan, kegiatan dan kinerja perusahaan, tanggung jawab
perusahaan terhadap lingkungan dan standar etika, serta hubungan perusahaan
dengan stakeholder nya akan mudah dipahami oleh publik. Maksud dari
keterbukaan yang disyaratkan dalam prinsip OECD yang kelima ini adalah adanya
pengungkapan informasi yang dianggap perlu untuk diberitahukan kepada pihak-
pihak yang membutuhkan, seperti investor, kreditur, dan lain-lain. Dengan
adanya keterbukaan informasi yang maka hal tersebut dapat mengurangi
kemungkinan munculnya biaya-biaya yang tidak terduga karena permasalahan
yang mungkin ditimbulkan dengan tidak adanya penerapan prinsip pengungkapan
dan keterbukaan ini. Tidak seluruh informasi yang ada akan diungkapkan oleh
perusahaan, karena ada beberapa informasi yang akan membahaya kompetitif
suatu perusahaan bila diungkapkan. Untuk menentukan informasi minimum yang
akan diungkapkan ke public, maka perusahaan menerapkan konsep materiality,
yaitu informasi yang apabila dihilangkan atau salah disajikan akan mempengaruhi
pengambilan keputusan ekonomis oleh pengguna laporan keuangan.
Prinsip OECD yang kelima ini terbagi menjadi:
A. Keterbukaan harus meliputi, namun tidak terbatas pada, informasi material
atas:
C. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor yang independen, kompeten dan
memenuhi kualifikasi, dalam rangka menyediakan jaminan/ kepastian eksternal
dan objektif kepada pengurus dan pemegang saham bahwa laporan keuangan
perusahaan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi
keuangan dan kinerja perusahaan.
Yang mana dalam memenuhi kriteria ini, harus ada pemilihan auditor
berkualifikasi dan professional sehingga pendapat auditor independen mengenai
penyusunan dan penyajian laporan keuangan perusahaan memadai, memenuhi dan
dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa
laporan keuangan perusahaan telah disajikan secara wajar dan untuk
meningkatkan pengendalian dalam perusahaan.
Kesimpulan
Salah satu prinsip tatakelola perusahaan adalah pengungkapan dan
transparansi. Dengan menerapkan prinsip ini, informasi asimetris dapat berkurang
sehingga konsekuensi berupa adverse selection dan masalah moral hazard dapat
diminimalisir. Sebagai dampaknya, cost of capital akan menurun dan nilai
perusahaan akan naik. Pengungkapan yang kredibel juga meningkatkan
kepercayaan investor dan menghasilkan alokasi modal yang lebih baik dalam
ekonomi.
Karena kontrak yang dilakukan perusahaan dengan berbagai pihak,
tekanan moral dan pasar tenaga kerja, perusahaan sesungguhnya memiliki insentif
untuk melakukan pengungkapan. Namun insentif tersebut gagal untuk
memberikan informasi yang optimal karena informasi memiliki karakteristik
sebagai barang publik dan terdapat kegagalan pasar. Ini mendorong diperlukannya
intervensi otoritas pusat untuk mengatur kebutuhan informasi yang dihasilkan
oleh perusahaan.
Untuk perusahaan publik, tingkat informasi asimetris sangat substansial
antara pemegang saham mayoritas yang memiliki aset terkait informasi tertentu
dan pemegang saham minoritas yang tidak memiliki akses tersebut. Lebih jauh
lagi, pasar modal dan tenaga kerja belum berkembang dengan baik. Tanpa adanya
regulasi yang baik, jumlah informasi yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut,
sesuai perkiraan, tidak memuaskan.
Dalam beberapa tahun belakangan, terdapat peningkatan yang signifikan
pada peraturan terkait pengungkapan di Indonesia. Namun bukti empiris
menunjukkan bahwa secara umum, tingkat pemenuhan terhadap peraturan
tersebut masih rendah.
Rekomendasi
Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan level
pengungkapan dan transparansi diantara perusahaan publik di Indonesia,
diantaranya:
1. Lingkungan tempat beroperasinya perusahaan harus mendukung dan
memotivasi perusahaan untuk menjadi transparan dan melaksanakan
seluruh prinsip pengungkapan. Hal ini membutuhkan peran serta dewan
komisaris, investor dan kreditur.
2. Pemerintah harus terus melanjutkan atau mempercepat pengembangan
pasar saham dan pasar obligasi (debt market). Mereka juga harus meninjau
bursa, peraturan perdagangan, dan sistem supervisi untuk meningkatkan
efisiensi operasi pasar modal.
3. Bapepam atau badan pengatur yang terkait harus menegakkan peraturan
kewajiban pengungkapan dan memantau pemenuhan perusahaan pada
peraturan tersebut. Pemberian sanksi juga dapat diberikan pada perusahaan
yang gagal memenuhi peraturan tersebut.
4. Integritas dari auditor eksternal sangat krusial dalam meningkatkan
kredibilitas laporan keungan. Auditor memiliki peran penting dalam
memastikan perusahaan memenuhi standar akuntansi. Sebelumnya, auditor
juga harus memahami standar dan kode etik. Badan pengatur dan IAI perlu
meyususn kebijakan yang mendorong peningkatan kompetensi auditor.
Jurnal ini menyatakan perlunya penyatuan tujuan antara corporate governance (CG) serta
pengendalian internal, karena dua hal ini berbeda fungsinya. Isu mengenai tatakelola
serta pengendalian internal muncul saat suatu BUMN perbankan yang telah go public di
Indonesia telah mendapatkan peringkat rating sebagai perusahaan yang telah menerapkan
governance secara baik oleh sebuah lembaga pemeringkat. Namun demikian, beberapa
waktu kemudian diperoleh berita bahwa perusahaan tersebut telah dibobol oleh sindikat
yang juga melibatkan orang dalam dengan jumlah uang yang fantastis. Pertanyaan yang
muncul adalah bukankan BUMN yang dimaksud telah dianggap memiliki dan
menerapkan governance secara baik ? Kenapa masih terjadi penyelewengan ?
Dalam kaitan ini perlu dipisahkan antara isu corporate governance dengan pengendalian
internal. Isu CG lebih menekankan kepada hubungan berbagai pihak pada pengendalian
di tingkatan stratejik atau di level korporasi, sementara isu pengendalian internal lebih
menitikberatkan pada upaya pengendalian di tingkat operasional. Namundemikian,
walau fungsi keduanya berbeda dalam tingkatan, keduanya memiliki hubungan yang erat.
Root (1998, p. 8) menyatakan bahwa sudah saatnya konsepsi pengendalian internal
disatukan (merge) dengan tujuan dari CG sehingga pada akhirnya akan menghilangkan
keraguan terhadap fungsi masing-masing dalam kerangka pengendalian korporasi. Jika
hal ini dilakukan, diharapkan kedua konsepsi (CG dan pengendalian internal) dapat
berjalan beriringan dan memberikan sinergi di dalam pelaksanaan aktivitas korporasi,
baik operasional maupun stratejik, di dalam mencapai tujuan perusahaan secara lebih
efektif.
Dari sudut governance, secara simultan “harapan” ini juga harus ditekankan pada
tingkatan board (supervisory board- dewan pengawas) agar dapat menghasilkan esensi
pengendalian yang efektif. Untuk itu peran komite audit sangat penting agar mampu
menghasilkan pengendalian yang efektif sesuai kerangka board governance. Dalam
kaitan fungsi komite audit inilah fungsi governance dan pengendalian internal dapat
dilihat hubungannya secara jelas.
Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa komite audit memegang peranan cukup
penting dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di dalam perusahaan.
Terutama mengenai kondisi keuangan karena komite audit berhubungan dengan auditor
eksternal, serta mengenai kondisi pengendalian internal perusahaan dengan bantuan
auditor internal. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas akan maksimal dengan
didukung adanya komite audit yang efektif, salah satunya dengan penyatuan tujuan
governance dan pengendalian internal. Prinsip dasar transparansi dan akuntabilitas
berhubungan dengan kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Kepercayaan
investor akan sangat tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan.
Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat,
tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator- indikator yang sama.
BAB III
KASUS PT PERUSAHAAN GAS NEGARA
3.2 Permasalahan
Yang menjadi permasalahan atas kasus PGN yang melanda pasar modal Indonesia
adalah terjadinya pelanggaran prinsip keterbukaan informasi sehingga
menyebabkan terjadinya praktek insider trading atas transaksi saham PGAS.
Kasus ini muncul ke publik pada tanggal 12 Januari 2007 ketika harga saham
PGAS anjlok. Pada saat itu, harga perdagangan dibuka sebesar Rp9,650.- per
lembar saham dan pada penutupan harga sahamnya jatuh sebesar 23.36% atau
pada posisi Rp7,400.- per lembar sahamnya.
Adapun yang menjadi pemicu jatuhnya saham PGAS ini terjadi karena adanya
panic selling yang melanda investor asing maupun lokal. Faktor penurunan harga
saham PGAS tersebut erat kaitannya dengan koreksi atas rencana besarnya
volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari 150 MMSCFD menjadi 30
MMSCFD dikarenakan adanya penundaan proyek pipanisasi South Sumatera–
West Java (SSWJ) yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006
tertunda menjadi Maret 2007. Informasi ini sebenarnya telah diketahui oleh
manajemen PGN sejak tanggal 12 September 2006, namun manajemen menunda
pengungkapan hal tersebut yang terkait dengan rencana pemerintah melakukan
divestasi saham PGAS sebesar 5.32% pada tanggal 15 Desember 2006. Dengan
adanya rencana divestasi tersebut, dikhawatirkan pengumuman mengenai
penundaan penyelesaian proses pipa gas SSWJ membuat harga saham PGAS
ketika divestasi menjadi rendah. Pada kenyataannya, harga jual saham PGAS
ketika divestasi memang rendah. Sebelumnya, perusahaan sekuritas yang
membantu proses divestasi ini telah melakukan riset bahwa sebenarnya harga
saham PGAS dapat dijual sebesar Rp15,000.- per lembar. Namun, yang terjadi
adalah harga jual saham PGAS pada saat divestasi hanya Rp11,350. Penetapan
harga penjualan saham tersebut pun tanpa melalui melalui rapat formal dengan
jajaran internal Kementerian BUMN dan penjamin emisi.
Pada tanggal 15 Januari 2007, BEJ men-suspend atau menghentikan sementara
perdagangan saham PGAS karena mencurigai adanya sesuatu yang tidak benar
melihat penurunan saham PGAS yang sangat tajam dan melaporkannya kepada
Bapepam-LK selaku pengawas pasar modal. Selanjutnya, pada tanggal 1 Februari
2007, Bapepam-LK menginformasikan kepada publik mengenai perkembangan
pemeriksaan terhadap PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Berdasarkan
pemeriksaan tersebut, Bapepam-LK telah memperoleh cukup bukti bahwa PGN
telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU Pasar Modal dan Peraturan
Bapepam Nomor: X.K.1 tentang keterbukaan informasi yang harus segera
diumumkan kepada publik dan Bapepam-LK juga melakukan pemeriksaan atas
transaksi saham PGAS yang dilakukan oleh perusahaan efek anggota bursa.
Kemudian, pada tanggal 13 Maret 2007 Bapepam-LK telah menjatuhkan sanksi
administratif berupa denda kepada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
sebesar Rp35,000,000 dan Rp5,000,000,000 kepada direksi dan mantan direksi PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. yang menjabat pada periode Juli 2006
sampai dengan Maret 2007 atas pelanggaran tentang pemberian keterangan yang
secara material tidak benar, yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 UU
Pasar Modal.
Selain itu, Bapepam juga memberikan denda kepada orang dalam perusahaan
PGN yang
melakukan transaksi saham pada periode 12 September 2006 sampai 11 Januari
2007 :
1. Adil Abas (mantan Direktur Pengembangan) sebesar Rp30,000,000
2. Nursubagjo Prijono (mantan Direktur Operasional) sebesar Rp53,000,000
3. WMP Simanjuntak (mantan Direktur Utama dan Komisaris)
Rp2,330,000,000
4. Widyatmiko Bapang (Sekretaris Perusahaan) Rp25,000,000
5. Iwan Heriawan sebesar Rp76,000,000
6. Djoko Saputro sebesar Rp154,000,000
7. Hari Pratoyo sebesar Rp9,000,000
8. Rosichin sebesar Rp184,000,000
9. Thohir Nur Ilhami Rp317,000,000.
Pelanggaran prinsip disclosure and transparency oleh PGN ini juga berdampak
pada penurunan nilai saham-saham BUMN lainnya yang merupakan saham
terbesar di pasar modal. Lemahnya penegakan prinsip ini memengaruhi
pandangan investor atas pasar modal di Indonesia mengenai jaminan untuk
mendapatkan informasi.
3.3 Pembahasan
Kasus ini bermula dari terjadinya penurunan secara signifikan harga saham PGN
di Bursa Efek Indonesia, yaitu sebesar 23,36 persen, dari Rp9.650 (harga
penutupan pada tanggal 11 Januari 2006) menjadi Rp7.400 per lembar saham pada
tanggal 12 Januari 2007. Penurunan harga saham tersebut sangat erat kaitannya
dengan siaran pers yang dilakukan oleh PGN sehari sebelumnya (11 Januari
2007). Dalam siaran pers tersebut dinyatakan bahwa terjadi koreksi atas rencana
besarnya volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari 150 MMSCFD
menjadi 30 MMSCFD.
Selain itu, direksi juga menyatakan bahwa tertundanya gas ini (dalam rangka
komersialisasi), yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda
menjadi Maret 2007. Informasi yang dirilis tersebut sebenarnya sudah diketahui
oleh manajemen PGN sejak tanggal 12 September 2006 (informasi tentang
penurunan volume gas) serta sejak tanggal 18 Desember 2006, yaitu munculnya
informasi tertundanya gas ini. Kedua informasi tersebut dikategorikan sebagai
informasi yang material dan dapat mempengaruhi harga saham di bursa, hal
tersebut tercermin dari penurunan hargas saham PGN pada tanggal 12 Januari
2007.
Pelanggaran yang dilakukan oleh PGN dapat dilihat dari beberapa sudut pandang
yaitu prinsip OECD mengenai CG, peraturan Bapepam-LK, peraturan Menteri
Negara BUMN, dan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia seperti Undang-
Undang Pasar Modal serta Undang-Undang BUMN.
Prinsip OECD 5: Disclosure and Transparency
3.4 Kesimpulan
Prinsip keterbukaan dan transparansi merupakan aspek yang penting dalam GCG
karena berguna dalam meningkatkan kepercayaan pemegang saham sehingga
implementasi keduanya harus benar-benar diperhatikan perusahaan. Dalam kasus
ini, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. sebagai perusahaan publik
seharusnya menerapkan prinsip ini dengan baik dalam menjalankan usahanya.
Akan tetapi, PGN melakukan pelanggaran prinsip GCG dalam hal keterlambatan
pengungkapan informasi yang material ke publik sehingga menyebabkan para
pemegang saham mengalami misleading dalam mengambil keputusan terkait
investasinya di PGN. Selain itu, kasus ini juga berdampak pada stabilitas Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tanggal 12 Januari 2007 karena penurunan
harga saham PGAS yang signifikan ikut menyebabkan IHSG terpuruk. Adanya
pelanggaran prinsip keterbukaan dan transparansi ini menyebabkan PGN
menghadapi reputation risk, dimana terjadi hilangnya kepercayaan dari investor.
Untuk memperbaikinya, PGN perlu untuk meyakinkan para investornya dengan
kinerja yang baik sehingga dapat mengembalikan kepercayaan mereka.
Penyelidikan atas kasus ini menghasilkan keputusan bahwa 3 orang mantan
direksi dan 6 karyawan dinyatakan bersalah karena mereka dianggap bertanggung
jawab atas terjadinya transaksi curang oleh sejumlah investor yang memanfaatkan
informasi rahasia perusahaan tersebut, yaitu informasi yang belum menjadi
konsumsi publik. Menanggapi kasus yang terjadi ini, Bapepam-LK memberikan
sanksi administratif yaitu berupa pengenaan denda kepada 3 direksi lama PT PGN
dan 6 karyawannya. Bapepam-LK tidak membawa kasus ini ke ranah pidana
dengan alasan proses pidana memakan waktu yang lama hingga mendapat
keputusan pengadilan. Selain itu, Bapepam-LK juga beralasan bahwa mereka
kesulitan mendapatkan alat bukti tertulis apabila ingin melanjutkan kasus ke
pidana. Sanksi yang ditetapkan oleh Bapepam-LK ini dinilai terlalu ringan karena
hanya mengenakan sanksi administrasi. Pemberian sanksi ini juga dinilai tidak
menimbulkan efek jera bagi pelakunya serta tidak transparan.
3.5 Saran
Bapepam-LK perlu lebih tegas dan berani dalam menindak pelaku kasus serupa
sehingga di masa mendatang, kasus seperti ini tidak akan terjadi lagi dan
menyebabkan kerugian bagi para pemegang saham. Bapepam-LK juga harus lebih
proaktif dalam mengawasi seluruh kegiatan transaksi saham yang terjadi di bursa
efek. Selain itu, setiap emiten harus menjalankan prinsip ini dengan sungguh-
sungguh, sehingga tidak terjadi kesalahan akibat ketidakterbukaannya terhadap
suatu fakta atau material dapat menimbulkan kerugian yang amat besar, tidak
hanya kepada investor sendiri, namun dapat berakibat kepada emiten itu sendiri,
akibat kerugian yang diderita akibat kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. OECD Principle 5.
2. Utama. Maret dan April 2003. Corporate Governance, Disclosure, and Its
Evidence in Indonesia. Manajemen Usahawan.
3. EBAR Vol 1, November 2005. Transparansi dan Akuntabilitas.
4. Kasus 2: Kasus PT Perusahaan Gas Negara.
5. http://www.bisnisbali.com/2007/02/19/news/opini/adsa.html/
6. http://bocahpinggiran.wordpress.com/2008/12/20/pelanggaran-prinsip-
disclosure-dalam-insider-trading-kasus-pt-gas-negara/
7. http://www.bumn.go.id/24162/publikasi/berita/pgn-bayar-denda/
8. http://www.bumn.go.id/17435/publikasi/berita/kpk-curigai-indikasi-korupsi-di-
kasus-sahampgn/
9. http://finance.detik.com/read/2007/05/10/111537/778890/6/bapepam-sulit-cari-
bukti-kasus-insider-trading-pgn
10. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16162/pgn-didenda-500-juta
11. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18230/bapepamlk-ungkap
12. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16320/kasus-pgn-segera-
bergulir-ke-kpk
13. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16247/kali-ini-divestasi-
pgndipersoalkan
14. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16206/dpr-segera-usut-lebih-
jauh-kasuspgn
15. http://nasrilbahar.blogspot.com/2007/03/kasus-pgn-menneg-bumn-
dimintamundur.html
16. http://www.tempo.co/read/news/2007/12/27/056114174/Bapepam-Sanksi-
Administratif-PGN-untuk-Kepastian-Hukum