Professional Documents
Culture Documents
Makalah Sesi 12 Kelompok 3
Makalah Sesi 12 Kelompok 3
Disusun Oleh:
Kelompok 3
Ahsan Mu’afi Fatyadi 20/472262/EE/07484
Fadhila Rahmah 20/472275/EE/07497
Maria Margarith Stely Demiana Jawa 20/472288/EE/07510
Siti Marlina 20/472302/EE/07524
2. Kebijakan Pengungkapan
Menurut OECD (2004), pengungkapan harus termasuk, namun tidak terbatas pada,
informasi material terkait:
1. Kinerja keuangan dan operasi peusahaan.
2. Tujuan perusahaan.
3. Kepemilikan dan hak suara utama.
4. Kebijakan remunerasi untuk anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan informasi
mengenai anggota dewan, termasuk kualifikasinya, proses seleksi, jabatan direktur dan
komisaris perusahaan yang lain dan apakah mereka independen.
5. Transaksi pihak berelasi.
6. Faktor-faktor risiko yang diketahui.
7. Isu terkait karyawan dan pemangku kepentingan lain.
8. Struktur dan kebijakan tata kelola, terutama kode atau kebijakan tata kelola yang ada
dan proses implementasinya.
Berdasarkan UU PT No. 40 Tahun 2007 dan UU Pasar Modal, perusahaan terdaftar harus
membuat dan menyerahkan laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi
keuangan. Laporan keuangan terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi
komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan. Perusahaan juga harus mengungkapkan mengenai struktur kepemilikannya.
Peraturan Bapepam-LK No. X.K.6 mengenai Kewajiban Penyampaian Laporan
Tahunan mengharuskan perusahaan terdaftar untuk menyampaikan laporan tahunan kepada
OJK paling lama 4 bulan setelah tahun buku berakhir. Laporan tahunan wajib dimuat
dalam website Emiten atau Perusahaan Publik. Laporan tahunan wajib memuat: a) ikhtisar
data keuangan penting, b) laporan Dewan Komisaris, c) laporan Direksi, d) profil
perusahaan, e) analisis dan pembahasan manajemen, f) tata kelola perusahaan, g) tanggung
jawab sosial perusahaan, h) laporan keuangan tahunan yang telah diaudit, dan i) surat
pernyataan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi atas kebenaran isi laporan
tahunan. Aturan tersebut mewajibkan pengungkapan mengenai sistem manajemen risiko
dan pengendalian internal. Namun belum ada aturan yang mengharuskan perusahaan
mengungkapkan kepatuhannya terhadap Pedoman GCG yang dikeluarkan KNKG.
Laporan tahunan juga harus mengungkapkan informasi mengenai anggota dewan,
termasuk terkait kualifikasi, kehadiran dalam rapat, independensi, remunerasi. Informasi
lain yang wajib diungkapkan yaitu mengenai kepemilikan, termasuk mengenai pemegang
saham utama dan pengendali, baik langsung maupun tidak langsung, sampai kepada
pemilik individu, yang disajikan dalam bentuk skema atau diagram. Transaksi pihak
berelasi juga harus diungkapkan sebagimana diatur dalam PSAK No. 7 Pengungkapan
Pihak Berelasi. Peraturan Bapepam-LK (X.K.1) juga mengharuskan pengungkapan kepada
publik informasi yang secara material dapat mempengaruhi harga saham dalam waktu 2
hari.
Dengan sistem pengendalian internal yang efektif, Direksi dan Dewan Komisaris
mempunyai keyakinan yang memadai bahwa operasi perusahaan berjalan secara efektif
dan efisien, dapat memprediksi sifat dan waktu terjadinya kejadian eksternal yang dapat
mempengaruhi perusahaan serta memitigasi risiko yang timbul ke tingkat yang wajar,
melakukan pelaporan yang sesuai dengan peraturan yang ada, serta mematuhi hukum dan
peraturan yang berlaku.
Risiko adalah elemen yang tidak dapat dihindari dari suatu bisnis. Setiap perusahaan
harus dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai risiko yang dihadapinya dan
menggunakan hasil analisis tersebut untuk pengambilan keputusan. Manajemen risiko
penting untuk mengurangi kemungkinan tujuan perusahaan tidak tercapai karena adanya
kejadian yang tidak terduga. Pengendalian internal adalah salah satu cara mengelola risiko
(HK CPA, 2005).
Perusahaan perlu menyeimbangkan antara mengambil risiko dan menghindari risiko.
Dewan Komisaris mempunyai peranan penting untuk mengawasi dan membatasi keinginan
Direksi untuk melakukan ekspansi yang berisiko tinggi yang berpotensi merugikan
perusahaan. Keinginan direksi tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan. Sistem
manajemen risiko yang berfungsi baik dapat mengurangi konflik tersebut dan membantu
dewan dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik.
Direksi bertanggung jawab dalam perancangan dan penerapan sistem pengendalian
internal dan Dewan Komisaris melakukan pengawasan. Uni audit internal berperan dalam
membantu pelaksanaan tugas tersebut. Auditor internal wajib menguji dan mengevaluasi
pelaksanaan sistem manajemen risiko sesuai dengan kebijakan perusahaan. Peraturan
Bapepam-LK menyebutkan bahwa salah satu tanggung jawab Komite Audit adalah
melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan
oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko di
bawah Dewan Komisaris.
Laporan tahunan perusahaan diharuskan mengungkapkan mengenai sistem
pengendalian internal perusahaan (paling kurang mengenai pengendalian keuangan dan
operasional, serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lainnya; dan reviu
atas efektivitas sistem pengendalian internal), serta sistem manajemen risiko (paling
kurang mengenai gambaran umum sistem manajemen risiko perusahaan; jenis risiko dan
cara pengelolaannya; dan reviu atas efektivitas sistem manajemen risiko perusahaan).
1. Sejarah Satyam
Satyam Computer Services Limited didirikan tahun 1987 di Hyderabad (India) oleh
Ramalinga Raju. Awalnya, perusahaan tersebut hanya memiliki 20 pegawai hingga
kemudian berkembang pesat sebagai perusahaan global. Satyam menawarkan jasa
outsourcing teknologi informasi (TI) dan proses bisnis untuk berbagai sektor industri.
Satyam merupakan perusahaan yang sedang naik daun dalam industri outsourced IT-
services di India. Pada tahun 2004, bisnis jasa TI Satyam mencakup 13,120 orang teknisi
yang melayani 300 pelanggan di seluruh dunia.
3. Peranan Dewan
Satyam semula berniat untuk mengakuisisi saham di Maytas Infrastructure Limited. Pada
tanggal 16 Desember 2008, Board of Directors Satyam, termasuk 5 independent directors,
telah menyetujui proposal untuk membeli 51% saham di Maytas Infrastructure senilai $300
juta dan semua saham Maytas Properties senilai $1.6 juta. Raju memiliki 37% kepemilikan
di Maytas Infrastructure dan 35% kepemilikan di Maytas Properties (seluruh saham
dimiliki anggota keluarga Raju). Tanpa menunggu persetujuan pemegang saham, Board of
Directors menyetujui keputusan manajemen (Bhasin, 2013).
Keputusan untuk melakukan akuisisi tersebut kemudian dibatalkan 12 jam
kemudian, setelah investor menjual saham Satyam dan mengancam akan menuntut
manajemen perusahaan. Hal ini kemudian diikuti dengan tuntutan hukum di Amerika
Serikat terkait dengan keputusan akuisisi Maytas tersebut. Investment bank DSP Merrill
Lynch, yang ditunjuk Satyam untuk mencari partner atau pembeli untuk perusahaan,
akhirnya melaporkan perusahaan (blew the whistle) dan menghentikan perikatannya
dengan perusahaan segera setelah mereka menemukan adanya kejanggalan keuangan
(Bhasin, 2013).
Behan (2009) menyampaikan sejumlah praktik board governance di Satyam:
1. Komposisi Dewan
Dari 6 orang non executive board, empat diantaranya adalah akademisi, satu orang
adalah mantan sekretaris kabinet dari pemerintah India, dan satu orang yang
merupakan mantan CEO dari perusahaan teknologi. Dua dari independent directors
Satyam mempunyai jabatan sebagai anggota board dalam 8 perusahaan lain.
2. Independensi Dewan
UU Perseroan di India mengharuskan sepertiga dari board of directors harus
independen, tetapi perusahaan mempunyai diskresi untuk menunjuk independent
directors tersebut. (Kunal, 2011). Satyam menyebutkan bahwa lima dari 9 directors di
perusahaannya adalah independent directors. Salah satu independent directors Satyam
adalah Profesor dari Harvard Business School yaitu Krishna Palepu, yang menerima
pembayaran sebesar $200,000 dalam setahun terkait dengan jasa professional yang
diberikannya ke perusahaan. Dalam kasus Satyam, independent directors ditunjuk oleh
pihak yang paling terlibat dalam kasus tersebut (Kunal, 2011).
Posisi chairman dan CEO di Satyam dipegang dua orang yang berbeda, namun
keduanya adalah saudara (yaitu Ramalinga Raju dan B. Rama Raju). Selain itu, non-
management directors juga tidak melakukan pertemuan secara berkala dengan
management directors.
Tujuh dari semibilan directors yang hadir dalam rapat board pada saat
pengambilan keputusan secara bulat untuk mengakuisisi Maytas Infra dan Maytas
Properties. Dua directors yang tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
tersebut adalah pendiri perusahaan, karena peraturan yang ada hanya memperbolehkan
direktur yang tidak memiliki benturan kepentingan yang dapat ikut dalam pengambilan
keputusan. Hal ini menimbulkan kecurigaan atas peranan dari independent directors
yang hadir dalam rapat tersebut. Independent directors seharusnya juga
mempertanyakan mengapa perusahaan mempunyai saldo kas yang sangat besar.
3. Komite Dewan
Pada bulan Agustus 2008, Satyam mengakui bahwa mereka tidak memiliki anggota
komite audit yang ahli keuangan, sebagaimana diharuskan dalam aturan regulator pasar
modal di Amerika Serikat. Komite audit juga gagal menjalankan fungsi transparansi di
perusahaan, laporan keuangan dan pengungkapan keuangan memberikan informasi
yang tepat, memadai, dan dipercaya, dan meminimalisir kasus penipuan, iregularitas,
dan kegagalan pengendalian internal dalam perusahaan. Satyam juga tidak mempunyai
Nominating/Corporate governance Committee. Struktur dewan di Satyam justru
memiliki satu komite yang jarang dimiliki perusahaan lain, yaitu “Investors’ Grievance
Committee” (Behan, 2009).
6. Kejadian Setelahnya
Setelah berita penipuan yang dilakukan Satyam, Merrill Lynch memutuskan perikatannya
dengan Satyam dan PwC mendapat perhatian dari banyak pihak serta ijin operasinya
dicabut. Harga saham Satyam mengalami penurunan signifikan, yang mengakibatkan
kerugian besar bagi investor. Raju didakwa melakukan tindakan kriminal, termasuk
konspirasi kriminal, melanggar kepercayaan, dan pemalsuan (Bhasin, 2013).
Pemerintah India mengambil beberapa tindakan untuk menyelamatkan perusahaan
dengan menunjuk board of directors baru yang mengusahakan perusahaan dapat stabil dan
mengembalikan kepercayaan berbagai pihak pada perusahaan sehingga perusahaan dapat
dijual dalam waktu 100 hari. Beberapa perusahaan akhirnya ada yang mengajukan
penawaran dan perusahaan pemenangnya adalah Tech Mahindra, yang membeli Satyam
dengan harga $1.13 per lembar, kurang dari sepertiga harga saham Satyam sebelum Raju
mengungkapkan penipuan tersebut (Bhasin, 2013).
Dari 6 orang non executive board, empat diantaranya adalah akademisi, satu orang
adalah mantan sekretaris kabinet dari pemerintah India, dan satu orang yang
merupakan mantan CEO dari perusahaan teknologi. Dua dari independent directors
Satyam mempunyai jabatan sebagai anggota board dalam 8 perusahaan lain.
Referensi:
IAI. 2015. Modul Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat. Jakarta: IAI.