You are on page 1of 11

TUGAS

MATA KULIAH ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT


PENGUNGKAPAN DAN TRANSPARANSI, PENGENDALIAN INTERNAL
KASUS: PRINSIP 5 DAN 6 OECD: SATYAM
Dosen Pengampu: Agung Nugroho, S.E., M.Ak., CA., CPA.

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Ahsan Mu’afi Fatyadi 20/472262/EE/07484
Fadhila Rahmah 20/472275/EE/07497
Maria Margarith Stely Demiana Jawa 20/472288/EE/07510
Siti Marlina 20/472302/EE/07524

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
I. PENGUNGKAPAN DAN TRANSPARANSI, PENGENDALIAN INTERNAL
1. Latar Belakang
Prinsip transparansi mengharuskan informasi tersedia dan dapat langsung diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Prinsip pengungkapan dan
transparansi menyatakan bahwa perusahaan harus mengungkapkan semua informasi
material, antara lain mengenai kondisi keuangan, struktur kepemilikan, transaksi pihak
berelasi, dan tata kelola perusahaan. Informasi tersebut harus diungkapkan secara akurat
dan tepat waktu. Laporan keuangan perusahaan harus diaudit oleh auditor eksternal yang
independen dan kompeten, serta media komunikasi harus menberikan akses informasi yang
relevan yang sama, tepat waktu, dan efisien dari sisi biaya untuk semua shareholder.
Prinsip ini sangat berguna bagi pihak pengguna informasi eksternal, yang mana
pihak eksternal memiliki keterbatasan akses informasi sehingga adanya ketidakseimbangan
informasi antara pihak eksternal dan internal yang lebih lanjut dapat mengakibatkan
kerugian pada perusahaan, pemegang sahamnya, dan perekonomian secara keseluruhan.
Aturan pengungkapan yang transparan akan mengurangi ketidakseimbangan informasi
sehingga kemungkinan terjadinya tindakan yang dapat merugikan perusahaan dapat
diminimalisasi. Selain itu, pengungkapan yang transparan juga penting untuk pengawasan
perusahaan dan bagi pemegang saham untuk melaksanakan hak-hak pemegang sahamnya
berdasarkan informasi yang memadai.
Melalui informasi yang diungkapkan perusahaan, investor dapat menilai
akuntabilitas manajemen dan dapat menjadikannya sebagai dasar pengambilan keputusan.
Adanya praktik pengungkapan yang baik di suatu pasar modal dapat meningkatkan minat
investor untuk berinvestasi dan juga untuk melindungi investor.
Terdapat dua jenis pengungkapan, yaitu pengungkapan wajib dan sukarela.
Bapepam-LK mengharuskan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan
tengah tahunan dan tahunan (X.K.2), serta menyampaikan laporan tahunan (X.K.6). Bursa
Efek Indonesia (BEI) juga mengatur kewajiban perusahaan tercatat untuk menyampaikan
laporan keuangan interim (Peraturan No. I-E). Secara sukarela, perusahaan juga dapat
melakukan pengungkapan melebihi pengungkapan wajib yang diharuskan regulator.

2. Kebijakan Pengungkapan
Menurut OECD (2004), pengungkapan harus termasuk, namun tidak terbatas pada,
informasi material terkait:
1. Kinerja keuangan dan operasi peusahaan.
2. Tujuan perusahaan.
3. Kepemilikan dan hak suara utama.
4. Kebijakan remunerasi untuk anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan informasi
mengenai anggota dewan, termasuk kualifikasinya, proses seleksi, jabatan direktur dan
komisaris perusahaan yang lain dan apakah mereka independen.
5. Transaksi pihak berelasi.
6. Faktor-faktor risiko yang diketahui.
7. Isu terkait karyawan dan pemangku kepentingan lain.
8. Struktur dan kebijakan tata kelola, terutama kode atau kebijakan tata kelola yang ada
dan proses implementasinya.
Berdasarkan UU PT No. 40 Tahun 2007 dan UU Pasar Modal, perusahaan terdaftar harus
membuat dan menyerahkan laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi
keuangan. Laporan keuangan terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi
komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan. Perusahaan juga harus mengungkapkan mengenai struktur kepemilikannya.
Peraturan Bapepam-LK No. X.K.6 mengenai Kewajiban Penyampaian Laporan
Tahunan mengharuskan perusahaan terdaftar untuk menyampaikan laporan tahunan kepada
OJK paling lama 4 bulan setelah tahun buku berakhir. Laporan tahunan wajib dimuat
dalam website Emiten atau Perusahaan Publik. Laporan tahunan wajib memuat: a) ikhtisar
data keuangan penting, b) laporan Dewan Komisaris, c) laporan Direksi, d) profil
perusahaan, e) analisis dan pembahasan manajemen, f) tata kelola perusahaan, g) tanggung
jawab sosial perusahaan, h) laporan keuangan tahunan yang telah diaudit, dan i) surat
pernyataan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi atas kebenaran isi laporan
tahunan. Aturan tersebut mewajibkan pengungkapan mengenai sistem manajemen risiko
dan pengendalian internal. Namun belum ada aturan yang mengharuskan perusahaan
mengungkapkan kepatuhannya terhadap Pedoman GCG yang dikeluarkan KNKG.
Laporan tahunan juga harus mengungkapkan informasi mengenai anggota dewan,
termasuk terkait kualifikasi, kehadiran dalam rapat, independensi, remunerasi. Informasi
lain yang wajib diungkapkan yaitu mengenai kepemilikan, termasuk mengenai pemegang
saham utama dan pengendali, baik langsung maupun tidak langsung, sampai kepada
pemilik individu, yang disajikan dalam bentuk skema atau diagram. Transaksi pihak
berelasi juga harus diungkapkan sebagimana diatur dalam PSAK No. 7 Pengungkapan
Pihak Berelasi. Peraturan Bapepam-LK (X.K.1) juga mengharuskan pengungkapan kepada
publik informasi yang secara material dapat mempengaruhi harga saham dalam waktu 2
hari.

3. Prinsip ‘Comply or Explain’ terhadap CG Code


Dalam laporan tahunan, idealnya perusahaan publik harus mengungkapkan pernyataan
mengenai bagaimana perusahaan menerapkan CG code sehingga memungkinkan
pemegang saham untuk mengevaluasi bagaimana prinsip-prinsp tersebut telah diterapkan
selama satu periode tahun buku. Perusahaan harus mengungkapkan alasan mengapa
perusahaan tidak mematuhi CG code tersebut. OJK merencanakan untuk menerapkan
ketentuan “comply or explain” tersebut di Indonesia, seperti yang tercantum dalam CG
Roadmap yang diluncurkan OJK pada bulan Februari 2014.

4. Pemanfaatan Saluran Komunikasi


Saluran untuk komunikasi sama pentingnya dengan isi informasi itu sendiri. Saluran yang
digunakan perusahaan untuk mendiseminasi informasi harus memberikan akses yang adil,
tepat waktu, dan efisien bagi pengguna informasi. Misalnya adalah dengan memanfaatkan
internet dan teknologi informasi lainnya, karena informasi di internet dapat diakses dengan
mudah dan tepat waktu. Peraturan Bapepam-LK X.K.6 mengharuskan perusahaan publik
untuk menyediakan soft-copy laporan tahunan mereka di website perusahaan.
Pengumuman yang disampaikan perusahaan ke BEI akan ditampilkan dalam website BEI,
termasuk laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan publik.
5. Peran Pengendalian Internal dan Manajemen Risiko dalam Mengurangi Konflik
Keagenan dan Penegakan GCG
Sistem tata kelola perusahaan yang efektif memungkinkan perusahaan mencapai tingkat
kepatuhan dan kinerja yang sesuai ekspektasi pemegang saham dan pemangku
kepentingan. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian internal dan manajemen risiko yang
efektif, serta tata kelola perusahaan. Pengendalian internal sangat penting untuk
memastikan keberhasilan operasi perusahaan dan berjalannya operasi sehari-hari
perusahaan, serta membantu perusahaan mencapai tujuan usahanya.
Pengendalian internal (COSO, 2013) adalah proses, yang dipengaruhi oleh dewan,
manajemen, dan personel lain di perusahaan, yang dirancang untuk memberikan keyakinan
memadai terkait pencapaian tujuan efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan
keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan regulasi yang berlaku.
Pengendalian internal terdiri dari 5 komponen yang terintegrasi, yaitu (COSO, 2013):
1. Lingkungan Pengendalian, yaitu kumpulan standar, proses, dan struktur yang
memberikan dasar untuk menjalankan pengendalian internal dalam perusahaan. Direksi
dan Dewan Komisaris adalah pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan contoh
pentingnya pengendalian internal bagi seluruh karyawan di perusahaan. Lingkungan
pengendalian terdiri atas nilai integritas dan etika organisasi, parameter yang
memungkinkan Dewan Komisaris untuk menjalankan fungsi pengawasannya.
2. Penilaian Risiko, yaitu proses dinamis dan iteratif untuk mengidentifikasi dan menilai
risiko dari pencapaian tujuan perusahaan. Penilaian risiko merupakan dasar untuk
menentukan bagaimana mengelola risiko.
3. Aktivitas Pengendalian, yaitu tindakan yang dilakukan berdasarkan kebijakan dan
prosedur untuk memastikan arahan manajemen untuk memitigasi risiko untuk mencapai
tujuan telah dijalankan. Aktivitas tersebut dilakukan di tiap tingkat dalam perusahaan.
Dalam aktivitas pengendalian diperlukan adanya pemisahan tugas, jika tidak
dimungkinkan, maka perlu diganti dengan aktivitas pengendalian yang lain.
4. Informasi dan Komunikasi. Informasi dan komunikasi sangat penting bagi perusahaan
untuk mendapatkan informasi yang relevan untuk menjalankan pengendalian internal.
Komunikasi adalah proses berkelanjutan dan iteratif untuk menyediakan, membagi, dan
mendapatkan informasi yang diperlukan. Informasi dan komunikasi ini dapat didapat
secara internal maupun eksternal.
5. Aktivitas Monitoring, yaitu evaluasi untuk menilai apakah tiap elemen dari
pengendalian internal sudah ditetapkan dan berfungsi sebagaimana seharusnya. Temuan
dari monitoring akan dievaluasi terhadap kriteria yang ditetapkan regulator, badan yang
menetapkan standar yang diakui, atau Direksi dan Dewan Komisaris. Setiap defisiensi
dikomunikasikan ke Direksi dan Dewan Komisaris.

Dengan sistem pengendalian internal yang efektif, Direksi dan Dewan Komisaris
mempunyai keyakinan yang memadai bahwa operasi perusahaan berjalan secara efektif
dan efisien, dapat memprediksi sifat dan waktu terjadinya kejadian eksternal yang dapat
mempengaruhi perusahaan serta memitigasi risiko yang timbul ke tingkat yang wajar,
melakukan pelaporan yang sesuai dengan peraturan yang ada, serta mematuhi hukum dan
peraturan yang berlaku.
Risiko adalah elemen yang tidak dapat dihindari dari suatu bisnis. Setiap perusahaan
harus dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai risiko yang dihadapinya dan
menggunakan hasil analisis tersebut untuk pengambilan keputusan. Manajemen risiko
penting untuk mengurangi kemungkinan tujuan perusahaan tidak tercapai karena adanya
kejadian yang tidak terduga. Pengendalian internal adalah salah satu cara mengelola risiko
(HK CPA, 2005).
Perusahaan perlu menyeimbangkan antara mengambil risiko dan menghindari risiko.
Dewan Komisaris mempunyai peranan penting untuk mengawasi dan membatasi keinginan
Direksi untuk melakukan ekspansi yang berisiko tinggi yang berpotensi merugikan
perusahaan. Keinginan direksi tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan. Sistem
manajemen risiko yang berfungsi baik dapat mengurangi konflik tersebut dan membantu
dewan dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik.
Direksi bertanggung jawab dalam perancangan dan penerapan sistem pengendalian
internal dan Dewan Komisaris melakukan pengawasan. Uni audit internal berperan dalam
membantu pelaksanaan tugas tersebut. Auditor internal wajib menguji dan mengevaluasi
pelaksanaan sistem manajemen risiko sesuai dengan kebijakan perusahaan. Peraturan
Bapepam-LK menyebutkan bahwa salah satu tanggung jawab Komite Audit adalah
melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan
oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko di
bawah Dewan Komisaris.
Laporan tahunan perusahaan diharuskan mengungkapkan mengenai sistem
pengendalian internal perusahaan (paling kurang mengenai pengendalian keuangan dan
operasional, serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lainnya; dan reviu
atas efektivitas sistem pengendalian internal), serta sistem manajemen risiko (paling
kurang mengenai gambaran umum sistem manajemen risiko perusahaan; jenis risiko dan
cara pengelolaannya; dan reviu atas efektivitas sistem manajemen risiko perusahaan).

6. Peran Akuntan Professional dalam Memastikan Terlaksananya Prinsip


Pengungkapan dan Transparansi
Beberapa peran akuntan profesional terkait prinsip pengungkapan dan transparansi yaitu:
1. Akuntan manajemen mempunyai peranan dalam menyiapkan laporan keuangan sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku, serta memastikan perusahaan menyampaikan
informasi yang transparan, akurat, dan tepat waktu kepada para shareholder.
2. Akuntan manajemen membantu Direksi dan satuan tugas terkait dalam merancang dan
menerapkan sistem informasi dan sistem pengendalian internal yang mendorong
keterbukaan terhadap pemegang saham. Akuntan publik juga melakukan pengujian atas
pengendalian internal saat melakukan audit, dan memberikan rekomendasi perbaikan.
3. Auditor internal secara berkala melakukan pengujian atas pengendalian internal serta
melaporkan hasilnya kepada Dewan dan Komite Audit. Auditor internal memberikan
saran untuk memperbaiki proses pengidentifikasian risiko dan manajemen risiko.
4. Akuntan profesional sebagai anggota Komite Audit, membantu Dewan Komisaris
dalam melakukan fungsi pengawasan atas sistem pelaporan keuangan, sistem
pengendalian internal dan manajemen risiko perusahaan serta ketaatan terhadap aturan
yang berlaku, termasuk aturan terkait pengungkapan dan transparansi.
II. KASUS: PRINSIP 5 DAN 6 OECD PADA SATYAM
Kasus Satyam adalah penipuan terbesar di India hingga disebut sebagai “India’s Enron” oleh
media. Satyam Computer Services adalah perusahaan pengekspor jasa perangkat lunak
terbesar keempat, dengan wilayah operasi yang tersebar di 68 negara. Kasus ini meliputi
penipuan dan manipulasi laporan keuangan selama periode 10 tahun. Kasus penipuan di
Satyam terutama dilakukan oleh Ramalinga Raju, chairman dan pendiri Satyam. Raju dan
saudaranya, B. Rama Raju, yang merupakan Managing Director Satyam, menyembunyikan
penipuan tersebut dari dewan, manajer senior, dan auditor perusahaan. Raju kemudian
ditangkap dan mengaku telah melakukan fraud sebesar $1.47 billion (atau Rs. 7,800 crore).

1. Sejarah Satyam
Satyam Computer Services Limited didirikan tahun 1987 di Hyderabad (India) oleh
Ramalinga Raju. Awalnya, perusahaan tersebut hanya memiliki 20 pegawai hingga
kemudian berkembang pesat sebagai perusahaan global. Satyam menawarkan jasa
outsourcing teknologi informasi (TI) dan proses bisnis untuk berbagai sektor industri.
Satyam merupakan perusahaan yang sedang naik daun dalam industri outsourced IT-
services di India. Pada tahun 2004, bisnis jasa TI Satyam mencakup 13,120 orang teknisi
yang melayani 300 pelanggan di seluruh dunia.

2. Manipulasi Laporan Keuangan


Satyam melaporkan kinerja yang sangat baik dalam semua parameter operasi. Selama
periode 2003-2008, hampir semua ukuran keuangan mengalami pertumbuhan yang pesat
dan menarik perhatian investor. Satyam menghasilkan total pendapatan Rs. 25,415.4 juta
pada tahun 2003-2004. Pada bulan Maret 2008, pendapatan perusahaan bertumbuh lebih
dari 3 kali lipat, dengan rata-rata pertumbuhan 38%. Laba per saham perusahaan juga
memiliki tingkat pertumbuhan sebesar 40%. Harga saham perusahaan awalnya di bulan
Januari 2003 adalah sebesar 138,08 INR meningkat tajam menjadi 526,25 INR, yaitu
peningkatan 300% dalam periode 5 tahun. Satyam menunjukkan pertumbuhan perusahaan
dan nilai pemegang saham yang signifikan. Namun, angka-angka dalam laporan keuangan
tersebut tidak menunjukkan kondisi Satyam yang sesungguhnya (Bhasin, 2013).
Pada 7 Januari 2009, Raju menyampaikan surat ke Board of Directors Satyam yang
menyatakan bahwa ia telah memanipulasi angka di laporan keuangan selama bertahun-
tahun. Raju menyatakan bahwa ia telah menyebabkan aset di neraca Satyam overstated
sebesar $1.47 miliar. Sejumlah $1.04 miliar dari utang bank dan kas sebenarnya tidak ada.
Satyam juga mencatat understated liabilitas. Satyam mencatat laba lebih besar hampir di
setiap kuartal selama beberapa tahun untuk memenuhi ekspektasi analis (Bhasin, 2013).
Raju dan kepala internal audit global menggunakan berbagai teknik untuk melakukan
penipuan tersebut. Raju menciptakan berbagai rekening koran untuk melakukan penipuan.
Ia memanipulasi akun bank untuk menambah nilai kas. Raju juga mengungkapkan bahwa
ia membuat 6,000 akun gaji palsu selama beberapa tahun dan menggelapkan uang tersebut
setelah disetor perusahaan. Kepala internal audit perusahaan membuat identitas pelanggan
dan tagihan palsu untuk meningkatkan total pendapatan perusahaan. Ia juga memalsukan
persetujuan board untuk mendapatkan pinjaman atas nama perusahaan.
Perbedaan yang timbul antara laba operasi aktual dan laba yang dicatat di laporan
keuangan akibat manipulasi yang dilakukan telah bertambah selama bertahun-tahun.
Perbedaan tersebut menjadi sulit untuk dikelola perusahaan. Raju menjelaskan bahwa
berbagai upaya untuk menghilangkan perbedaan tersebut tidak berhasil dan akuisisi
Maytas merupakan upaya terakhir untuk mengganti aset fiktif dengan aset riil (Sharma,
2011). Tetapi investor beranggapan upaya tersebut merupakan upaya untuk mengalirkan
kas keluar dari Satyam, yang mana keluarga Raju hanya mempunyai kepemilikan sedikit,
ke perusahaan yang dikendalikan oleh Raju dan keluarganya (Bhasin, 2013).

3. Peranan Dewan
Satyam semula berniat untuk mengakuisisi saham di Maytas Infrastructure Limited. Pada
tanggal 16 Desember 2008, Board of Directors Satyam, termasuk 5 independent directors,
telah menyetujui proposal untuk membeli 51% saham di Maytas Infrastructure senilai $300
juta dan semua saham Maytas Properties senilai $1.6 juta. Raju memiliki 37% kepemilikan
di Maytas Infrastructure dan 35% kepemilikan di Maytas Properties (seluruh saham
dimiliki anggota keluarga Raju). Tanpa menunggu persetujuan pemegang saham, Board of
Directors menyetujui keputusan manajemen (Bhasin, 2013).
Keputusan untuk melakukan akuisisi tersebut kemudian dibatalkan 12 jam
kemudian, setelah investor menjual saham Satyam dan mengancam akan menuntut
manajemen perusahaan. Hal ini kemudian diikuti dengan tuntutan hukum di Amerika
Serikat terkait dengan keputusan akuisisi Maytas tersebut. Investment bank DSP Merrill
Lynch, yang ditunjuk Satyam untuk mencari partner atau pembeli untuk perusahaan,
akhirnya melaporkan perusahaan (blew the whistle) dan menghentikan perikatannya
dengan perusahaan segera setelah mereka menemukan adanya kejanggalan keuangan
(Bhasin, 2013).
Behan (2009) menyampaikan sejumlah praktik board governance di Satyam:
1. Komposisi Dewan
Dari 6 orang non executive board, empat diantaranya adalah akademisi, satu orang
adalah mantan sekretaris kabinet dari pemerintah India, dan satu orang yang
merupakan mantan CEO dari perusahaan teknologi. Dua dari independent directors
Satyam mempunyai jabatan sebagai anggota board dalam 8 perusahaan lain.
2. Independensi Dewan
UU Perseroan di India mengharuskan sepertiga dari board of directors harus
independen, tetapi perusahaan mempunyai diskresi untuk menunjuk independent
directors tersebut. (Kunal, 2011). Satyam menyebutkan bahwa lima dari 9 directors di
perusahaannya adalah independent directors. Salah satu independent directors Satyam
adalah Profesor dari Harvard Business School yaitu Krishna Palepu, yang menerima
pembayaran sebesar $200,000 dalam setahun terkait dengan jasa professional yang
diberikannya ke perusahaan. Dalam kasus Satyam, independent directors ditunjuk oleh
pihak yang paling terlibat dalam kasus tersebut (Kunal, 2011).
Posisi chairman dan CEO di Satyam dipegang dua orang yang berbeda, namun
keduanya adalah saudara (yaitu Ramalinga Raju dan B. Rama Raju). Selain itu, non-
management directors juga tidak melakukan pertemuan secara berkala dengan
management directors.
Tujuh dari semibilan directors yang hadir dalam rapat board pada saat
pengambilan keputusan secara bulat untuk mengakuisisi Maytas Infra dan Maytas
Properties. Dua directors yang tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
tersebut adalah pendiri perusahaan, karena peraturan yang ada hanya memperbolehkan
direktur yang tidak memiliki benturan kepentingan yang dapat ikut dalam pengambilan
keputusan. Hal ini menimbulkan kecurigaan atas peranan dari independent directors
yang hadir dalam rapat tersebut. Independent directors seharusnya juga
mempertanyakan mengapa perusahaan mempunyai saldo kas yang sangat besar.
3. Komite Dewan
Pada bulan Agustus 2008, Satyam mengakui bahwa mereka tidak memiliki anggota
komite audit yang ahli keuangan, sebagaimana diharuskan dalam aturan regulator pasar
modal di Amerika Serikat. Komite audit juga gagal menjalankan fungsi transparansi di
perusahaan, laporan keuangan dan pengungkapan keuangan memberikan informasi
yang tepat, memadai, dan dipercaya, dan meminimalisir kasus penipuan, iregularitas,
dan kegagalan pengendalian internal dalam perusahaan. Satyam juga tidak mempunyai
Nominating/Corporate governance Committee. Struktur dewan di Satyam justru
memiliki satu komite yang jarang dimiliki perusahaan lain, yaitu “Investors’ Grievance
Committee” (Behan, 2009).

4. Peran Auditor internal


Penipuan yang dilakukan Satyam telah berlangsung selama bertahun-tahun dan melibatkan
akun di neraca dan laporan laba rugi. KAP PricewaterhouseCoopers (PwC) yang telah
mengaudit perusahaan tersebut selama hampir 9 tahun menerima kritik karena tidak dapat
menemukan penipuan tersebut, sedangkan Merrill Lynch menemukan adanya penipuan
tersebut sebagai bagian dari due diligence hanya dalam waktu 10 hari (Bhasin, 2013). PwC
awalnya menyatakan bahwa mereka telah melakukan audit sesuai dengan standar auditing
yang berlaku (Bhasin, 2012). Seminggu setelah pengakuan Raju, auditor Satyam akhirnya
mengakui bahwa laporan audit mereka salah karena berdasarkan laporan keuangan yang
salah yang diberikan oleh Satyam (Sharma, 2011).
Berdasarkan hasil investigasi Serious Fraud Investigation Office (SFIO), partner
PwC, S Goplakrishnan and S Talluri, menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya
kasus penipuan yang dilakukan perusahaan. Namun laporan SFIO menyatakan bahwa
auditor tidak menggunakan mekanisme pengujian yang independen, namun menggunakan
alat investigasi Satyam. PwC juga tidak melaporkan ke pemegang saham adanya
kelemahan pengendalian dalam Sistem Informasi dan eksposur risiko dari penipuan,
walaupun mereka sudah mengobservasi adanya kelemahan pengendalian tersebut. Kepala
internal audit Satyam, VSP Gupta, menyatakan bahwa walaupun cakupan sumber daya
internal audit Satyam tidak memadai untuk ukuran bisnis perusahaan, PwC mengabaikan
fakta tersebut dan tetap memberikan sertifikasi atas perusahaan. PwC juga tidak melakukan
tugasnya dengan baik dalam memverifikasi saldo kas dan bank, serta verifikasi piutang.
Hal lain yang juga menjadi sorotan dalam investigasi atas auditor adalah antara tahun
2003-2008, audit fee yang dibayarkan Satyam ke PwC mengalami peningkatan tiga kali
lipat. Audit fee ini jauh lebih tinggi dari audit fee yang dibayarkan perusahaan lain yang
sejenis.
5. Proses Hukum
Otoritas di India segera melakukan investigasi setelah kasus penipuan tersebut terungkap.
Otoritas India menangkap Raju dan B. Ramu Raju, Srinivas Vdlamani (kepala internal
audit), dan juga Direktur Keuangan (Srinivas Vadlamani) dengan tuntutan melakukan
penipuan. Otoritas India juga menangkap dan mengajukan tuntutan atas beberapa auditor
perusahaan (PwC) (Senior partner S Gopalakrishnan dan Srinivas Talluri) dengan tuntutan
terlibat dalam penipuan (Sharma, 2011).
Adanya kasus Satyam tersebut dan peran dari PwC dalam kasus tersebut
menyebabkan investor juga khawatir dengan klien-klien yang diaudit PwC, yang
mengakibatkan penurunan harga saham dari sekitar klien PwC, yang bervariasi antara 5-
15% (Bhasin, 2013).

6. Kejadian Setelahnya
Setelah berita penipuan yang dilakukan Satyam, Merrill Lynch memutuskan perikatannya
dengan Satyam dan PwC mendapat perhatian dari banyak pihak serta ijin operasinya
dicabut. Harga saham Satyam mengalami penurunan signifikan, yang mengakibatkan
kerugian besar bagi investor. Raju didakwa melakukan tindakan kriminal, termasuk
konspirasi kriminal, melanggar kepercayaan, dan pemalsuan (Bhasin, 2013).
Pemerintah India mengambil beberapa tindakan untuk menyelamatkan perusahaan
dengan menunjuk board of directors baru yang mengusahakan perusahaan dapat stabil dan
mengembalikan kepercayaan berbagai pihak pada perusahaan sehingga perusahaan dapat
dijual dalam waktu 100 hari. Beberapa perusahaan akhirnya ada yang mengajukan
penawaran dan perusahaan pemenangnya adalah Tech Mahindra, yang membeli Satyam
dengan harga $1.13 per lembar, kurang dari sepertiga harga saham Satyam sebelum Raju
mengungkapkan penipuan tersebut (Bhasin, 2013).

7) Analisis Penerapan Prinsip OECD pada Satyam


1) Prinsip 5 OECD: Prinsip Pengungkapan dan Transparansi
Dalam kasus ini, Raju tidak transparan dalam mengungkapkan informasi materil
perusahaan kepada para stakeholder dan shareholdernya. Hal ini tercermin dari
tindakan manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh Raju yang menyebabkan
aset di neraca Satyam overstated sebesar $1.47 miliar. Sejumlah $1.04 miliar dari
utang bank dan kas sebenarnya tidak ada. Satyam juga mencatat understated liabilitas.
Satyam mencatat laba lebih besar hampir di setiap kuartal selama beberapa tahun.
tindakan Raju juga dibantu oleh kepala internal audit global. Mereka menggunakan
berbagai teknik, seperti menciptakan berbagai rekening koran untuk melakukan
penipuan. Ia memanipulasi akun bank untuk menambah nilai kas. Raju juga
mengungkapkan bahwa ia membuat 6,000 akun gaji palsu selama beberapa tahun dan
menggelapkan uang tersebut setelah disetor perusahaan. Kepala internal audit
perusahaan membuat identitas pelanggan dan tagihan palsu untuk meningkatkan total
pendapatan perusahaan. Ia juga memalsukan persetujuan board untuk mendapatkan
pinjaman atas nama perusahaan hingga akhirnya perusahaan mempunyai saldo kas
yang sangat besar. Pengungkapan mengenai adanya kelemahan pada pengendalian
internal perusahaan juga tidak diungkapkan oleh PwC selaku auditor Satyam..
2) Prinisp 6 OECD: Prinsip Tanggungjawab Dewan di Satyam
Jika menelaah komposisi dewan pada Satyam, dimana Satyam memiliki enam direktur
non-manajemen, tetapi empat diantaranya akademisi dan satu adalah seorang mantan
sekretaris kabinet pada pemerintahan. Hanya satu anggota dewan yang sebelumnya
pernah menjabat eksekutif puncak di suatu perusahaan teknologi. Dari komposisi ini
terlihat bahwa dewan direksi Satyam kurang memiliki keahlian ekonomi. Selain itu,
Satyam juga tidak memenuhi persyaratan terkait direktur independen, dimana hal ini
berlawanan dengan praktik-praktik good corporate governance.
Terkait dengan posisi chairman dan CEO, meskipun di Satyam posisi tersebut
dipegang oleh dua orang yang berbeda, namun keduanya merupakan saudara. Bisnis
yang dipegang oleh hubungan kekeluargaan seperti ini seringkali akan menyebabkan
pihak-pihak dalam perusahaan akan menyelaraskan kepentingan mereka. Seperti pada
Satyam, dewan mengajukan kandidat untuk keanggotaan dewan dan membuat
rancangan kebijakan atas hal-hal seperti mempekerjakan keluarga, kompensasi dan
kepemilikan saham. Selain itu, dewan tidak memiliki kepemimpinan dewan
independen. Indiependensi dewan merupakan masalah utama dalam kelanjutan
skandal Satyam.
Terkait dengan peran komite audit, termasuk di dalamnya internal audit dan
eksternal audit, dimana pada kasus ini, internal audit membantu Raju untuk
memanipulasi laporan keuangan. Sedangkan eksternal audit, yaitu PwC, gagal
mendeteksi penipuan pada Satyam, padahal telah mengaudit Satyam selama 9 tahun.
ditambah dengan besar audit fee yang dibayarkan Satyam ke PwC mengalami
peningkatan tiga kali lipat. Audit fee ini jauh lebih tinggi dari audit fee yang
dibayarkan perusahaan lain yang sejenis. Sehingga hal ini menyababkan motivasi
auditor eksternal menjadi beralih pada motivasi ekonomi, dan mengenyampingkan
independensi dan profesionalitasnya. Hal ini tentunya tidak mencerminkan tata kelola
yang baik.

Dari 6 orang non executive board, empat diantaranya adalah akademisi, satu orang
adalah mantan sekretaris kabinet dari pemerintah India, dan satu orang yang
merupakan mantan CEO dari perusahaan teknologi. Dua dari independent directors
Satyam mempunyai jabatan sebagai anggota board dalam 8 perusahaan lain.
Referensi:
IAI. 2015. Modul Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat. Jakarta: IAI.

You might also like