Professional Documents
Culture Documents
Pedoman Uji Coba Perhitungan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Pedoman Uji Coba Perhitungan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
1. Pendahuluan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan
dana kepada masyarakat memiliki kewajiban untuk melaporkan neraca dan perhitungan laba rugi
beserta penjelasannya, serta laporan berkala lainnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam
waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam pasal
34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dalam rangka menyajikan laporan keuangan yang
wajar, akurat, dan memberikan manfaat dalam pengambilan keputusan, sesuai dengan POJK
Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR dan SEOJK Nomor
39/SEOJK.03/2019 sebagaimana telah diubah dengan SEOJK Nomor 16/SEOJK.03/2019 tentang L,
BPR wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi yang
berlaku. Standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi BPR saat ini adalah Standar Akuntansi
Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Meskipun BPR merupakan entitas
dengan akuntabilitas publik signifikan, BPR dapat menggunakan SAK ETAP sepanjang otoritas
berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK ETAP. SAK ETAP yang saat ini berlaku
di Indonesia merupakan adopsi dari Exposure Draft of International Financial Reporting Standards
for Small and Medium-Sized Entities (IFRS for SMEs) tahun 2009 dengan beberapa penyesuaian.
Pada 30 Juni 2021, DSAK IAI telah mengesahkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat
(SAK EP) yang merupakan adopsi dari IFRS for SMEs tahun 2015 yang diterbitkan oleh
International Accounting Standards Board (IASB) dengan mempertimbangkan kondisi di
Indonesia. SAK EP akan menggantikan SAK ETAP dan berlaku efektif pada 1 Januari 2025.
Penerapan dini diperkenankan untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari
2022.
Sesuai SAK EP yang diterbitkan IAI, terdapat beberapa perbedaan antara SAK ETAP dan SAK
EP yang berdampak signifikan pada industri BPR, yaitu penerapan impairment menggunakan
incurred loss concept atau biasa dikenal dengan konsep cadangan kerugian penurunan nilai
(CKPN). Saat ini perhitungan impairment BPR mengacu pada POJK No. 33/POJK.03/2018 tentang
Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif BPR (POJK KAP
PPAP BPR) yang dihitung sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan
kualitas aset produktif (regulatory approach).
Secara umum, penerapan impairment dengan menggunakan incurred loss concept sesuai SAK
EP (accounting approach) akan mendukung BPR antara lain untuk memperoleh gambaran tingkat
risiko kredit sesuai dengan kerugian yang dialami. Konsep pencadangan dengan incurred loss
concept memerlukan antara lain ketersediaan data historis yang terstruktur, lengkap, dan reliable,
metode pencatatan dan dokumentasi yang memadai oleh BPR.
11.22. Bukti objektif bahwa aset keuangan atau kelompok aset mengalami penurunan nilai
mencakup data observasian, yang menjadi perhatian pemegang aset, mengenai peristiwa
kerugian berikut:
a) kesulitan keuangan signifikan dari penerbit atau obligor;
b) pelanggaran kontrak, seperti gagal bayar atau keterlambatan dalam pembayaran bunga atau
pokok;
c) kreditor memberikan konsesi kepada debitur, yang tidak akan dipertimbangkan oleh kreditur
jika bukan, karena alasan ekonomik atau legal yang terkait dengan kesulitan keuangan
debitur;
d) terdapat kemungkinan besar debitur akan mengalami kebangkrutan atau melakukan
reorganisasi keuangan lainnya; atau
e) data observasian mengindikasikan adanya penurunan yang dapat diukur dalam estimasi arus
kas masa depan dari kelompok aset keuangan sejak pengakuan awal aset tersebut, walaupun
penurunan belum dapat diidentifikasikan dengan aset keuangan individual dalam kelompok,
seperti kondisi ekonomik nasional atau lokal yang memburuk atau perubahan yang
memburuk dalam kondisi industri.
11.23. Faktor lain dapat juga menjadi bukti penurunan nilai, termasuk perubahan signifikan
dengan dampak merugikan yang terjadi dalam teknologi, pasar, lingkungan ekonomik atau legal
di mana penerbit beroperasi.
11.24. Entitas menilai aset keuangan berikut secara individual untuk penurunan nilainya:
a) seluruh instrumen ekuitas tanpa memperhatikan signifikansinya; dan
b) aset keuangan lainnya yang secara individual signifikan. Entitas menilai aset keuangan lain
untuk aset keuangan baik secara individual atau kelompok berdasarkan karakteristik risiko
kredit serupa.
biaya perolehan), atau paragraf 74 (untuk aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kelompok
tersedia untuk dijual) untuk menentukan jumlah kerugian dari penurunan nilai tersebut.
66. Aset keuangan atau kelompok aset keuangan diturunkan nilainya dan kerugian penurunan
nilai telah terjadi, jika dan hanya jika, terdapat bukti yang objektif mengenai penurunan nilai
tersebut sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal aset
tersebut (peristiwa yang merugikan), dan peristiwa yang merugikan tersebut berdampak pada
estimasi arus kas masa depan atas aset keuangan atau kelompok aset keuangan yang dapat
diestimasi secara andal. Sulit untuk mengidentifikasi satu peristiwa tertentu yang menyebabkan
penurunan nilai. Penurunan nilai pada dasarnya disebabkan oleh dampak kombinasi dari
beberapa peristiwa. Kerugian yang diperkirakan timbul akibat peristiwa di masa depan tidak dapat
diakui, terlepas hal tersebut sangat mungkin terjadi. Bukti objektif bahwa aset keuangan atau
kelompok aset keuangan mengalami penurunan nilai meliputi data yang dapat diobservasi yang
menjadi perhatian dari pemegang aset tersebut mengenai peristiwa-peristiwa yang merugikan
berikut ini:
a) kesulitan keuangan signifikan yang dialami penerbit atau pihak peminjam;
b) pelanggaran kontrak, seperti terjadinya wanprestasi atau tunggakan pembayaran pokok atau
bunga;
c) pihak pemberi pinjaman, dengan alasan ekonomi atau hukum sehubungan dengan kesulitan
keuangan yang dialami pihak peminjam, memberikan keringanan (konsesi) pada pihak
peminjam yang tidak mungkin diberikan jika pihak peminjam tidak mengalami kesulitan
tersebut;
d) terdapat kemungkinan bahwa pihak peminjam akan dinyatakan pailit atau melakukan
reorganisasi keuangan lainnya;
e) hilangnya pasar aktif dari aset keuangan akibat kesulitan keuangan; atau
f) data yang dapat diobservasi mengindikasikan adanya penurunan yang dapat diukur atas
estimasi arus kas masa depan dari kelompok aset keuangan sejak pengakuan awal aset
dimaksud, meskipun penurunannya belum dapat diidentifikasi terhadap aset keuangan secara
individual dalam kelompok aset tersebut, termasuk:
i. memburuknya status pembayaran pihak peminjam dalam kelompok tersebut (misalnya
meningkatnya tunggakan pembayaran atau meningkatnya jumlah pihak peminjam kartu
kredit yang mencapai batas kreditnya dan hanya mampu membayar cicilan bulanan
minimal); atau
ii. kondisi ekonomi nasional atau lokal yang berkorelasi dengan wanprestasi atas aset dalam
kelompok tersebut (misalnya bertambahnya tingkat pengangguran di area geografis pihak
peminjam, turunnya harga properti untuk kredit properti di wilayah yang relevan,
turunnya harga minyak untuk pinjaman yang diberikan kepada produsen minyak, atau
memburuknya kondisi industri yang memengaruhi pihak peminjam dalam kelompok
tersebut).
70. Jika terdapat bukti objektif bahwa kerugian penurunan nilai telah terjadi atas pinjaman yang
diberikan dan piutang atau investasi dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo yang dicatat
pada biaya perolehan diamortisasi, maka jumlah kerugian tersebut diukur sebagai selisih antara
nilai tercatat aset dengan nilai kini estimasi arus kas masa depan (tidak termasuk kerugian kredit
di masa depan yang belum terjadi) yang didiskonto menggunakan suku bunga efektif awal dari
DPNP-2022
aset tersebut (yaitu suku bunga efektif yang dihitung pada saat pengakuan awal). Nilai tercatat
aset tersebut dikurangi, baik secara langsung maupun menggunakan pos cadangan. Jumlah
kerugian yang terjadi diakui pada laba rugi.
71. Entitas pertama kali menentukan bahwa terdapat bukti objektif mengenai penurunan nilai
secara individual atas aset keuangan yang signifikan secara individual, dan untuk aset keuangan
yang tidak signifikan secara individual terdapat bukti penurunan nilai secara individual atau
kolektif (lihat paragraf 66). Jika entitas menentukan tidak terdapat bukti objektif mengenai
penurunan nilai atas aset keuangan yang dinilai secara individual, terlepas aset keuangan
tersebut signifikan atau tidak, maka entitas memasukkan aset tersebut ke dalam kelompok aset
keuangan yang memiliki karakteristik risiko kredit yang serupa dan menilai penurunan nilai
kelompok tersebut secara kolektif. Aset yang penurunan nilainya dinilai secara individual, dan
untuk itu kerugian penurunan nilai diakui atau tetap diakui, tidak termasuk dalam penilaian
penurunan nilai secara kolektif.
5. Tujuan Kegiatan
Pelaksanaan uji coba bertujuan agar BPR dapat memperoleh gambaran perhitungan pencadangan
sesuai dengan accounting standard. Melalui uji coba, BPR diharapkan dapat mengidentifikasi
permasalahan yang dihadapi sehingga pada saat efektifnya pemberlakuan ketentuan,
implementasi dapat berjalan dengan baik. Secara teknis, BPR harus:
a) Menghitung CKPN secara individual, kolektif, dan total.
b) Membandingkan CKPN dengan PPAP yang wajib dibentuk sesuai dengan ketentuan.
c) Dampak terhadap kinerja BPR terutama rasio KPMM, ROA, dan BOPO.
3) debitur dengan plafon nominal tertentu (misal: kredit dengan plafon di atas 500 juta,
1 Milyar, dll)
• Kriteria penurunan nilai ditentukan oleh masing-masing BPR dengan memperhatikan data
historis yang ada dan definisi penurunan nilai sesuai SAK EP. Contoh kredit yang
mengalami penurunan nilai antara lain:
1) Kredit dengan tunggakan lebih dari 90 hari
2) Kredit yang direstrukturisasi karena penurunan kapasitas membayar
• BPR harus meyakini bahwa kredit yang akan dievaluasi secara individual adalah kredit
yang signifikan secara individual dan memenuhi kriteria penurunan nilai.
• Menghitung suku bunga efektif awal.
• Membuat table angsuran baru berdasarkan kondisi debitur dengan mencantumkan
potensi arus kas yang dapat dikembalikan oleh debitur sampai dengan kredit tersebut
jatuh tempo.
• Estimasi jumlah kerugian kredit didasarkan pada seluruh informasi yang dimiliki
berdasarkan KYC dan experienced credit judgement, antara lain: faktor finansial dan
kemamuan debitur untuk membayar kembali (repayment capacity), sumber
pembayaran, prospek usaha debitur di masa depan, keberadaan jaminan (nilai
agunan, asuransi, dll). Estimasi arus kas harus dilakukan secara andal untuk
menghindari kesalahan perhitungan mengingat faktor estimasi arus kas merupakan
komponen utama dalam Teknik ini.
• Melakukan present value atas arus kas yang telah diestimasi.
• Membandingkan present value atas arus kas dengan nilai tercatat kredit pada posisi
laporan.
• CKPN dibentuk apabila nilai present value atas arus kas lebih rendah dengan nilai
tercatat kredit pada posisi laporan.
• (Lihat Kertas Kerja pada sheet Individual)
b) Kolektif
BPR dapat menggunakan beberapa pendekatan dalam menetapkan tingkat kerugian kredit
yang dievaluasi secara kolektif. Untuk kepentingan uji coba, pendekatan yang digunakan
adalah statiscal model analysis. Terdapat 3 komponen utama dalam yang digunakan dalam
perhitungan penurunan nilai secara kolektif.
CKPN= PD * LGD * EAD
1) Probability of Default (PD)
Merupakan tingkat kemungkinan kegagalan Debitur dalam memenuhi kewajibannya yang
dapat diukur dengan beberapa pendekatan yaitu antara lain Migration Analysis, Roll
Rate/Net Flow, atau Vintage Analysis.
Langkah perhitungan Roll Rate/Net Flow
DPNP-2022
9. Kebutuhan Data
Untuk mendukung perhitungan CKPN, paling sedikit diperlukan data sebagai berikut:
• Rincian lengkap kredit
• Rincian hapus buku kredit dan penerimaan hapus buku
• Rincian hasil realisasi penjualan agunan dan ganti rugi asuransi
• Rincian nilai taksiran agunan dalam rangka penyelesaian kredit