You are on page 1of 15

REFFERAT

SKIZOFRENIA
F 20.10 Skizofrenia Hebefrenik Berlanjut

Oleh:

MUHAMMAD DANDY RIZALDI PUTRA


(5120021046)

Pembimbing:
dr. Hafid Algristian, SP.KJ

DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN JIWA


RSI JEMURSARI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
DAFTAR ISI ................................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB 1......................................................................... Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN ......................................................... Error! Bookmark not defined.
11 Latar Belakang ................................................................................................ 1
BAB 2....................................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 2
2.1 Definisi .......................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi.................................................................................................. 2
2.3 Etiologi .......................................................................................................... 3
2.4 Jenis jenis skizofrenia .................................................................................... 4
2.5 Tanda Gejala.................................................................................................. 4
2.6 Klasifikasi Skizofrenia hebefrenik .................................................................. 7
2.7 Pengertian NAPZA ......................................................................................... 8
2.9 Pengobatan ................................................................................................... 8
2.8 Keterlambatan Pengobatan .......................................................................... 8
BAB 3..................................................................................................................... 15
PENUTUP .............................................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………. 16

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis bervariasi, sangat mengganggu


psikopatologi yang mencakup kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain dari
perilaku. Ekspresi dari manifestasi ini bervariasi pada semua pasien dan dari waktu
ke waktu tetapi efek dari penyakit ini selalu berat dan biasanya berlangsung lama.
Untuk diagnosis skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III harus terdapat sedikitnya satu gejala mayor yang amat
jelas (1) thought echo / insertion atau withdrawal / broadcasting (2) delusion of
control / influence / passivity / perception (3) halusinasi auditorik (4) waham-
waham menetap lainnya. atau paling sedikit dua gejala minor dari (1) halusinasi
yang menetap dari pancaindra apa saja (2) arus pikiran yang terputus atau
mengalami sisipan (3) perilaku katatonik (4) gejala-gejala “negatif". Dimana gejala-
gejala khas tersebut telah berlangsung selama satu bulan atau lebih dan harus ada
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa
aspek perilaku pribadi.

Skizofrenia hebefrenik menurut Maramis (2008) sering timbul pada masa


remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang dominan adalah gangguan proses
berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor
seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini. Ciri utama
skizofrenia tipe ini adalah regresi yang primitif, terdapat gangguan pada pola pikir
yang jelas, penampilan yang berantakan. Penderita juga sering tertawa tanpa
alasan yang jelas dan perilaku dianggap sebagai suatu yang konyol (Sadock et al.,
2015).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Pedoman diagnostik skizofrenia hebefrenik yaitu memenuhi kriteria umum


diagnosis skizofrenia, diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan
pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15- 25 tahun). Kepribadian
premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri (solitary) namun tidak
harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini. Untuk
meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinyu selama 2 atau 3 bulan
lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang
benar bertahan seperti perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat
diramalkan serta mannerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri (solitary)
dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek pasien yang
dangkal (shallow) tidak wajar (inapropriate), sering disertai oleh cekikikan
(giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self
absorbed smiling) atau sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriaI dan ungkapan- ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases), dan proses pikir yang mengalami disorganisasi dan pembicaraan yang
tak menentu (rambling) dan inkoherens.

Gangguan afektif dan dorongan kehendak serta gangguan proses pikir


biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tetapi tidak menonjol
(fleeting and fragmentaty delusion and hallucinations), dorongan kehendak (drive)
dan yang bertujuan (determnation) hilang serta sasaran ditinggalkan sehingga
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose) tujuan
aimless dan tanpa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak
lainnya, makin mempersulit orang memahami jalan pikirannya.

2
Pada kasus ini penegakan diagnosis aksis I berdasarkan anamnesis dari pasien
dan keluarga, didapatkan beberapa gejala yaitu perilaku pasien yang sering
tertawa sendiri (giggling) dan disorganized behaviour serta adanya halusinasi yang
tidak khas sehingga didapatkan diagnosis skizofrenia hebefrenik.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat di


berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi secara kasar hampir sama di
seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya
onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Menurut Howard,
Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia prevalensi seumur hidup
skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar
0,2%-1,5%. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu
15-25 tahun, sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun.
Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur
36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih
banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila
dibandingkan dengan laki-laki (Durand, 2007)

2.3 ETIOLOGI

Skizofrenia dianggap sebagai gangguan yang penyebabnya multipel dan


saling berinteraksi. Diantara faktor multipel itu dapat disebut :

1) Keturunan

Penelitian pada keluarga penderita skizofrenia terutama anak kembar satu


telur angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7- 15%,
anak dengan salah satu orang tua menderita skizofrenia 7-16%. Apabila kedua

3
orang tua menderita skizofrenia 40-60%, kembar dua telur 2-15%. Kembar satu
telur 61-68%. Menurut hukum Mendel skizofrenia diturunkan melalui genetik
yang resesif. (Lumbantobing, 2007).

2) Gangguan Anatomik

Dicurigai ada beberapa bangunan anatomi di otak berperan, yaitu : Lobus


temporal, system limbic dan reticular activating system. Ventrikel penderita
skizofrenia lebih besar daripada kontrol. Pemeriksaan MRI menunjukkan
hilangnya atau 9 kemungkinan budaya atau adat yang dianggap terlalu berat bagi
seseorang dapat menyebabkan seseorang menjadi gangguan jiwa.

3) Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah


adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan koping
dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Anna, 2008). Factor
presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :

• Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk yang ada di dalam
otak, yang dapat mengakibatkan: Stress Lingkungan dan Sumber Koping

2.4 Jenis-jenis Skizofrenia

1) Skizofrenia simpleks

Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa pubertas.


Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan
proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terdapat. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada permulaan mungkin penderita

4
kurang memperhatikan keluarganya atau menarik diri dari pergaulan. Makin lama
ia semakin mundur dalam kerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi
pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia akan mungkin akan
menjadi “pengemis”, “pelacur” atau “penjahat” (Maramis, 2008).

2) Skizofrenia hebefrenik

Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut Maramis


(2008) permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah gangguan proses berfikir,
gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti
perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi
banyak sekali.

3) Skizofrenia katatonik Menurut Maramis (2008)

skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya pertama kali


antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres
emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

a. Stupor katatonik Pada stupor katatonik

penderita tidak menunjukan perhatian sama sekali terhadap


lingkungannya dan emosinya sangat dangkal. Secara tiba-tiba atau
perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai
berbicara dan bergerak.

b. Gaduh gelisah katatonik

Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik, tapi


tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh
rangsangan dari luar.

5
4) Skizofrenia Paranoid

Jenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan penyakit.


Hebefrenia dan katatonia sering lama-kelamaan menunjukkan gejala-gejala
skizofrenia simplek atau gejala campuran hebefrenia dan katatonia. Tidak
demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan
(Maramis, 2008).

5) Episode skizofrenia akut

Gejala skizofrenia ini timbul mendadak sekali dan pasien seperti keadaan
mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan
seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri berubah. Semuanya seakan-akan
mempunyai arti yang khusus baginya. Prognosisnya baik dalam waktu beberapa
minggu atau biasanya kurang dari enam bulan penderita sudah
baik.Kadangkadang bila kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul gejala-
gejala salah satu jenis skizofrenia yang lainnya (Maramis, 2008).

6) Skizofrenia residual

Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala


primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini
timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia (Maramis, 2008).

7) Skizofrenia skizoafektif Pada skizofrenia skizoafektif.

di samping gejala- gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan,


juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk
menjadi sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan (Maramis,
2008).

6
2.5 TANDA DAN GEJALA

Menurut Bleuler dalam Maramis (2008) gejala skizofrenia dapat dibagi


menjadi dua kelompok, yaitu :

1)Gejala primer.

Gejala primer terdiri dari gangguan proses berpikir, gangguan


emosi, gangguan kemauan serta autisme.

2) Gejala sekunder

Gangguan sekunder terdiri dari waham, halusinasi, dan gejala


katatonik maupun gangguan psikomotor yang lain.

2.6 Klasifikasi Skizofrenia Hebefrenic

Menurut PPDGJ-III DSM 5 ICD 11 yaitu:


• F20.x0 Berkelanjutan
• F20.x1 Episodik dengan kemunduran Progresif
• F20.x2 Episodik dengan kemunduran stabil
• F20.x3 Episodik berulang
• F20.x4 Remisi tak sempurna
• F20.x5 Remisi sempurna
• F20.x8 Lainnya
• F20.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun

2.7 Pengertian NAPZA


Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) adalah bahan atau zat
yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan
syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan menyebabkan

7
gangguan fisik, psikis/jiwa, dan fungsi sosial. Susunan syaraf pusat atau fungsi otak
merupakan bagian yang paling penting di dalam tubuh setiap manusia. Oleh
karena itu, kerja tubuh manusia diatur sebaik mungkin menggunakan otak.
Penyalahgunaan NAPZA menimbulkan dampak antara lain merusak hubungan
kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Menurut pada Pedoman Penggolongan dan Gangguan Jiwa (PPDGJ -III)


gangguan mental dan perilaku akibatsabu-sabu (metamfetamin) dikelompokkan
dalam gangguan perilaku akibat stimulansia lainnya. 1. Penggunaan sabu-sabu
(metamfetamin) dapat menginduksi psikosis.Insidensi psikosis yang diinduksi
metamfetaminsebesar 76- 92%. 2. Induksi skizofrenia akibat penggunaan
metamfetamin bahkan dapat terjadi meskipun tidak ada riwayat keluarga dengan
kelainan psikotik. 3. Prevalensi psikosis pada pengguna metamfetamin tanpa
riwayat psikosis sebelumnya adalah 27%.

2.8 PENATALAKSANAAN
A. Non-Farmakologi

Terapi nonfarmakologi pada pasien skizofrenia berupa pendekatan


psikososial. Intervensi psikososial merupakan bagian dari perawatan yang
komprehensif dan dapat meningkatkan kesembuhan jika diintegrasikan dengan
terapi farmakologis. Intervensi psikososial ditujukan untuk memberikan dukungan
emosional pada pasien.

Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali


beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban
bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama ini menjalani terapi psikososial
ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga
halnya waktu menjalani psikoterapi (Kaplan et al., 2010).

8
Berikut beberapa terapi psikososial dalam penyakit skizofrenia, yaitu :

- Terapi Kelompok

Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi
ini, beberapa penderita berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapi berperan
sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi
saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta
diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi,
sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan
berkomunikasi (Durand, 2007).

- Terapi Perilaku

Terapi perilaku merupakan aplikasi dari prinsip belajar untuk pencegahan


perilaku maladaptif. Orientasi terapi ini terletak pada minatnya untuk menangani
dengan tepat keluhan yang akan ditampilkan pasien, dan melatih pasien untuk
mendapat keterampilan baru untuk mengendalikan kehidupan agar lebih efektif
(Wiramihardja, 2012).

- Terapi Individual

Menegakan hubungan biasanya sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali


kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan. Adanya pengamatan
yang cermat dari jauh, kesabaran dan ketulusan hati lebih disukai daripada
merendahkan diri (Kaplan et al., 2010).

B. FARMAKOLOGI

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut


antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola pikir yang terjadi pada skizofrenia. Antipsikotik memiliki aktivitas yang hampir

9
sama terutama dalam mengeblok aktivitas dari neurotransmitter dopamin.
Namun, terdapat berbagai tipe skizofrenia yang menggambarkan penyebab
fisiologi yang berbeda maka dapat dikatakan antipsikotik ini memiliki tingkat
efektivitas yang berbeda untuk setiap pasien yang berbeda.

Terdapat 2 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik
tipikal dan antipsikotik atipikal (dipiro et al, 2014). Pemilihan jenis antipsikosik
mempertimbangkan gejala psikosik yang dominan dan efek samping obat. Bila
gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikotik
atipikal (golongan generasi kedua), sebaliknya jika gejala positif lebih menonjol
dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal (golongan generasi pertama).

Pada pasien diberikan pengobatan berupa kombinasi Risperidone,


Trihexyphenidyl dan Chlorpromazine. Obat yang dikonsumsi oleh pasien adalah
Risperidone 2x1mg, Trihexyphenidyl 2x2 mg dan Chlorpomazine 1x25 mg. Rencana
terapi yang diberikan saat ini yaitu, Risperidone 2x1mg selama 5 hari lalu dievaluasi
selama dua minggu mengenai kondisi pasien, naikkan hingga dosis maksimal lalu
dipertahankan sampai 8-12 minggu lalu diturunkan perlahan selama 2 minggu
dipertahankan selama 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Risperidone merupakan
antipsikosis atipikal atau antipsikosis golongan II. Antipsikosis golongan II
merupakan golongan obat yang memiliki lebih efek untuk mengurangi gejala
negatif (upaya pasien yang menarik diri dari lingkungan) maupun positif
(halusinasi, gangguan proses pikir) jika dibandingkan dengan antipsikosis golongan
I. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal sangat minimal

dibandingkan obat antipsikosis tipikal. Dosis anjurannya adalah 2-6 mg/hari.5

Pasien juga diberikan obat Chlorpromazine 1x25mg. Pada pemberian obat ini
bisa terjadi efek samping ekstrapiramidal. Selain itu, jika timbul efek samping
berupa sindrom ekstra piramidal yang timbul akibat pemberian anti psikotik
walaupun kemungkinanya kecil maka dapat diberikan Trihexyphenidyl 2 x 2 mg.
Menurut penelitian pengobatan tidak cukup hanya dengan pengobatan secara

10
farmakologi tetapi harus diiringi dengan lingkungan keluarga yang mendukung.
Pada pasien ini diperlukan dorongan dari keluarga dan lingkungan untuk
mengurangi faktor pencetus.

2.9 KETERLAMBATAN PENGOBATAN

Salah satu Kendala dalam mengobati skizofrenia optimal adalah


keterlambatan penderita dating keklinik pengobatan. Kelambatan penanganan ini
akan berdampak buruk. Kekambuhan menjadi sering, pengobatan menjadi semakin
sulit dan akhirnya akan mengantar penderita pada keadaan kronis berkepanjangan.
Penderita skizofrenia yang terlambat berobat akan cenderung “kebal” dengan obat-
obat, menggunakan obat dengan dosis yang lebih tinggi serta perawatan di rumah
sakit yang lebih lama. Pada akhirnya akan meningkatkan biaya dan beban ekonomi
keluarga (Irmansyah, 2008).

Kekambuhan yang dialami pasien disebabkan ketidak patuhan pasien yang


mengalami pengobatan.untuk itu, perlu adanya dukungan dari keluarga, orang-
orang terdekat dan juga lingkungan sekitar. Melalui pengawasan secara intensif ke
pada penderita skizofrenia, maka kepatuhann yauntuk selalu mengkonsumsi obat
bisa juga, sehingga pasien merasa memiliki tambahan kekuatan dari keluarga dan
orang terdekatnya (Nurjanah, 2004).

Berdasarkan data yang diperoleh dari rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L
Ratumbuysang Manado data 2 tahun terakhir pada pasien rawat jalan dari tahun
2013 - 2014 terdapat penderita yang mengalami ke kambuhan yang dipengaruhi
oleh ke tidak patuhan dalam menjalani pengobatan pada tahun 2013 sebanyak 1000
dan tahun 2014 sebanyak 800 penderita.

BAB III

PENUTUP
3.1 SIMPULAN

Skizofrenia hebefrenik sering timbul pada masa remaja atau antara 15–25 tahun.
Gejala yang dominan adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya

11
depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-kanakan sering terdapat
pada jenis ini. Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah regresi yang primitif, terdapat
gangguan pada pola pikir yang jelas, penampilan yang berantakan. Penderita juga sering
tertawa tanpa alasan yang jelas dan perilaku dianggap sebagai suatu yang konyol
(NAPZA) merupakan bahan atau zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan
mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana
disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa, dan fungsi sosial.
Susunan syaraf pusat atau fungsi otak merupakan bagian yang paling penting di
dalam tubuh setiap manusia. merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan
kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk.

12
DAFTAR PUSTAKA

DEPKES. RI. 2000. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa


III(PPDGJ-III). Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI.

Hendarsyah F. Diagnosis dan tatalaksana skizofrenia paranoid dengan gejala-gejala


positif dan negatif. J Medula Unila. 2016; 4(3):58-63

Kusumawardhani A, Husain AB, et al. Buku ajar psikiatrik. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.

Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi II. Surabaya: FK Unair; 2010

KEMENKES. Data dan Informasi Kesehatan (Gambaran Umum Penyalahgunaan


NAPZA di Indonesia). Jakarta: Kemenkes RI, 2014.

13

You might also like