You are on page 1of 21

PEMBINAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

PENAGGULANGAN KEBAKARAN

Materi :
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 2
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................................ 2
1.2 TUJUAN PEMBELAJARAN ................................................................................................ 4
Melalui program pembelajaran ini anda diharapkan dapat : ............................................................ 4
BAB II POKOK BAHASAN............................................................................................................. 5
2.1 DEFINISI ............................................................................................................................. 5
2.2 DASAR HUKUM ................................................................................................................ 5
2.3 Pengertian Norma K3 Penanggulangan Kebakaran...................................................... 6
2.5 TEORI API ......................................................................................................................... 9
2.6 KLASIFIKASI KEBAKARAN ........................................................................................... 14
2.7 KLASIFIKASI HUNIAN.................................................................................................... 20

1
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi sehingga berdampak


terhadap kemajuan perkembangan di sektor industri yang berlangsung dengan
cepat dan membawa perubahan-perubahan dalam skala besar terhadap tata
kehidupan negara dan masyarakat. Namun kemajuan di sektor industri selain
membawa dampak positif terhadap perkembangan perekonomian dan kemakmuran
bangsa juga memiliki potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran atau ledakan dan pencemaran lingkungan. Potensi bahaya tersebut
dikarenakan penggunaan bahan kimia, proses dengan suhu, tekanan tinggi,
penggunaan alat-alat modern (mesin mekanik atau mesin listrik) tanpa diimbangi
kesiapan dan sistem untuk mengendalikannya.

Dari keadaan diatas dapat menimbulkan suatu situasi yang tidak normal atau
keadaan darurat, yang menuntut adanya kesiapsiagaan dalam menghadapi kondisi
tersebut, untuk mengurangi/meminimalisasi adanya kerugian. Kebakaran dapat
terjadi kapan saja dan dimana saja. Tidak ada tempat kerja yang dapat dijamin
bebas resiko dari bahaya kebakaran. Kebakaran ditempat kerja dapat membawa
konsekwensi yang berdampak merugikan banyak pihak baik bagi pengusaha,
tenaga kerja maupun masyarakat luas, maka perlu tindakan pencegahan dan perlu
diikuti juga dengan usaha-usaha pengamanan bagi industri itu sendiri maupun
karyawan-karyawannya. Salah satunya usaha pengamanan dari bahaya kebakaran.

Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa kebakaran ditempat kerja dapat


mengakibatkan korban jiwa, kerugian material, hilangnya lapangan kerja dan kerugian
lain yang langsung dan tidak langsung, apalagi kalau terjadi kebakaran pada obyek
vital maka dapat berdampak lebih luas lagi.

Informasi penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah data faktor penyebab
kebakaran adalah seperti digambarkan sbb :

2
Api Listrik 415 (37,19%)
Listrik 297 (26,6 %)

Pembakaran 80 (7.17%)

Peralaan panas 35 (3,14%)

Mekanik 24 (2,15%)

Kimia 15 (1,34%)

Proses biologi 5 (0,45%)

Alam 2 (0,18%)

Tidak dpt ditentukan 218 (19,53%)

Lain-lain 25 (0,24%)

Tabel. 1 Data faktor penyebab kebakaran

Data penyebab kebakaran diatas, adalah fakta lapangan yang dapat dijadikan sebagai referensi
bahwa ada dua faktor penyebab yang menonjol, yaitu api terbuka dan Iistrik.
Gambaran data diatas adalah sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi jajaran
pengawasan K3 khususnya dibidang penanggulangan kebakaran. Faktor-faktor penyebab
kegagalan perlu dikaji secara baik untuk diambillangkah yang tepat.
Faktor-faktor kegagalan dan kendala dapat karena faktor peralatan proteksi kebakaran yang
kurang memadai, sumber daya manusia yang tidak dipersiapkan, atau hambatan dari
manajemen. Disisi lain dapat pula disebabkan karena lemahnya sistem pembinaan dan
pengawasan dari instansi yang berwenang termasuk pengawasan terhadap peraturan
perundangan K3.
Peraturan perundangan K3 dibidang penanggulangan kebakaran walaupun masih terbatas,
namun hal yang mendasar sudah cukup memadai apabila ditunjang dengan kemampuan teknis
para Pegawai Pengawas.
Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan peraturan perundangan dan standar teknis
keselamatan dan kesehatan, termasuk masalah penanggulangan kebakaran, adalah menjadi
tugas dan tanggung jawab para Pegawai Pengawas dan karena itu pula para Pegawai
Pengawas dituntut memiliki kemampuan teknis yang cukup memadai.
Dari fakta lapangan yang ada, maka Pegawai Pengawas dalam kegiatan inspeksi dapat

3
diarahkan pada masalah yang menonjol. Dari sisi penyebab kebakaran ada dua hal yaitu api
terbuka dan listrik harus selalu menjadi perhatian, disamping faktor khusus yang ada disetiap
tempat kerja.
Penggunaan api terbuka pada umumnya dalam pelaksanaan pekerjaan yang
bersifat sementara, misalnya pekerjaan perbaikan dengan mesin las. Dalam K3 setiap
pekerjaan panas harus dikendalikan secara administratif dengan ijin kerja panas (Hot Work
Permit). Ijin ini diterbitkan oleh penanggung jawab K3 di setiap tempat kerja.
Hal kedua yang harus menjadi titik perhatian dalam pengawasan K3
penanggulangan kebakaran adalah masalah Iistrik. Banyak titik kelemahan pada instalasi
listrik yang dapat mendorong terjadinya kebakaran, yang secara awam disebut hubung
singkat, namun hubung singkat sendiri adalah merupakan akibat dari banyak faktor yang
mempengaruhi.
Pengawasan Norma K3 penanggulangan kebakaran ditujukan untuk mencegah
atau mengurangi tingkat resiko seminimal mungkin. Karena itu seorang Pegawai
Pengawas harus memiliki pengetahuan teknis K3 penanggulangan kebakaran, sehingga
mampu menilai kesesuaian sistem proteksi kebakaran pasif, aktif dan manajemen
penanggulangan kebakaran.

1.2 TUJUAN PEMBELAJARAN


1) Tujuan Pembelajaran Umum
Melalui program pembelajaran ini diharapkan anda dapat memahami ketentuan peraturan
perundangan tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di tempat Kerja, sehingga
diharapkan Peserta memahami tentang tugas dan tanggung Jawab setiap Personil yang
bertugas sebagai Unit Penanggulangan Kebakaran sesuai dengan Kepmenaker No.
186/Men/1999, pasal 2

2) Tujuan Pembelajaran Khusus


Melalui program pembelajaran ini anda diharapkan dapat :
a. Menjelaskan dasar hukum pengawasan K3 penanggulangan kebakaran
b. Menjelaskan fenomena kebakaran
c. Menjelaskan sistem proteksi kebakaran (Aktif & pasif)
d. Menjelaskan tentang Pembentukan Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
e. Menjelaskan tentang tugas dan tanggung jawab petugas peran kebakaran di tempat
kerja.

4
BAB II POKOK BAHASAN

2.1 DEFINISI
Tempat kerja adalah tiap ruantgan atau lapangan, tertutup atauterbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan
berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energy, pegadaan sarana proteksi kebakaran
dan sarana penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas
kebakaran
Unit penanggulangan kebakaran ialah unit kerja yang dibentuk dan ditugasi untuk menangani
masalah penanggulangan kebakaran di tempat kerja yang meliputi kegiatan administrasi,
identifikasi sumber – sumber bahaya, pemeriksaan, pemeliharaan dan perbaikan system
proteksi kebakaran.
Petugas peran penanggulangan kebakaran ialah petugas yang ditunjuk dan diserahi tugas
tambahan untuk mengidentifikasi sumber bahaay dan melaksanakan upaya penanggulangan di
unit kerjanya.
Regu penanggulangan kebakaran ialah satuan tugas yang mempunyai tugas khusus fungsional
dibidang penanggulangan kebakaran.
Ahli keselamatan kerja ialah tenaga teknis yang berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

2.2 DASAR HUKUM


Dasar hukum dalam pelatihan/ pembinaan K3 penanggulangan Kebakaran tingkat dasar I /
kelas D (Petugas Peran Kebakaran) antara lain :
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Keputusan Menteri Tenaga Nomor 186/Men/1999 tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran di Tempat Kerja
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 04/Men/1980 tentang
Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan APAR
Di dalam undang – undang no. 1 tahun 1970 BAB III tentang syarat – syarat keselamatan
kerja pasal 3 ayat 1 disebutkan :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. mencegah , mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
5
d. memberikan kesempatan atau jalan untuk menyelamalkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian – kejadian lain yang berbahaya
2.3 Pengertian Norma K3 Penanggulangan Kebakaran
Pengertian pengawasan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menilai
kesesuaian persyaratan yang telah ditentukan, yang dala hal ini adalah persyaratan K3
penanggulangan kebakaran yang bertujuan mencegah atau menekan resiko sampai pada
level yang memadai
Asas pengawasan K3 pada dasamya adalah pembinaan. sebagaimana yang
dinyatakan pada Pasal 4 Undang-Undang No 1 Tahun 1970. Pengertian pembinaan
menurut penjelasan Pasal 10 Undang Undang no. 14 adalah mencakup: pembentukan,
penerapan, pengawasan.
Beberapa pengertian dan istilah yang berkaitan dengan ruang lingkup tugas
pengawasan K3 dibidang penanggulangan kebakaran berikut ini harus anda pahami secara
baik yaitu antara lain:
1) Kebakaran, - adalah api yang tidak dikehendaki. Boleh jadi apiitu kecil, tetapi
apabila tidak dikehendaki adalah termasuk kebakaran. Hampir terbakarpun artinya adalah
kebakaran.
2) Mencegah kebakaran adalah segala upaya untuk menghindarkan terjadinya
kebakaran. Seorang pengawas harus mampu menetapkan rekomendasi syarat apa yang
sesuai dengan keadaan yang ditemukan dilapangan sewaktu inspeksi.
3) Resiko kebakaran, adalah perkiraan tingkat keparahan apabila terjadi kebakaran.
Besaran yang mempengaruhi tingkat resiko adalah ada 3 faktor yaitu :
a. tingkat kemudahan terbakarnya (flammablelity) dari bahan yang diolah atau
disimpan,
b. jumlah dan kondisi penyimpanan bahan tersebut sehingga dapat digambarkan
kira- kira kecepatan laju pertumbuhan atau menjalarnya api.

6
c. tingkat paparan seberapa besar nilai material yang terancam dan atau seberapa
banyak orang yang terancam. Tingkat resiko kebakaran seperti digambarkan pada grafik
dibawah :

Flammablelity Probability

Gambar 1. Fire Risk Matrix


Mengurangi resiko kebakaran, adalah pertimbangan syarat K3 untuk dapat menekan
resiko ke tingkat level yang lebih rendah. Seorang pengawas harus mampu menetapkan
rekomendasi syarat dan strategi apa yang diperlukan untuk meminimalkan tingkat
ancaman ke levelyang lebih rendah.
4) Memadamkan kebakaran, adalah suatu teknik menghentikan reaksi pembakaran/nyala api.
Nyala api adalah suatu proses perubahan zat menjadi zat yang baru melalui reaksi kimia
oksidasi eksotermal. Nyala yang tampak adalah gejala zat yang sedang memijar. Pada nyala api
yang sedang berlangsung, ada 4 elemen yang berinteraksi, yaitu : unsur 1 adalah bahan bakar
(Fuel) padat, cair atau gas umumnya mengandung karbon (C) dan atau hidrogen (H), unsur 2
adalah bahan pengoksidan yaitu Oksigen bisa berasal dari udara atau terikat pada bahan
tertentu (bahan oksidator), unsur 3 adalah sumber panas yang dapat berasal dari dalam sistem
maupun dari luar sistem, unsur 4 adalah rantai reaksi kimia.
memadamkan kebakaran, dapat dilakukan dengan prinsip menghilangkan salah satu atau
beberapa unsur dalam proses nyala api yaitu : pendinginan (Cooling), penyelimutan
(Smoothering), mengurangi bahan (Starvation), memutuskan rantai reaksi api (Breaking Chain
of Reaction) dan melemahkan (Dilution). Teknik pemadaman dilakukan dengan media
yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemadaman tersebut .

7
2.4 FENOMENA KEBAKARAN
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awaljadinya penyalaan
sampai kebakaran padam dapat diamati beberapa fase tertentu seperti dilukiskan pada
Gambar 4.
Temperature

Full fire 5)
3 -10 menit

Growth 3)
Decay 6)
Initiation 2)

Time
Source energy 1)

Gambar 2. Diagram Fenomena Kebakaran

Penjelasan :
1. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api kebakaran, tetapi yang pasti ada
sumber awal pencetusnya (source energy), yaitu adanya potensi energi yang tidak
terkendali
2. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat terbakar, maka
akan terjadi penyalaan tahap awal (initiation) bermula dari sumber api nyala yang relatif
kecil
3. Apabila pada periode awal kebakaran tidak terdeteksi, maka nyala api akan
berkembang lebih besar (growth) sehingga api akan menjalar bila ada media
disekelilingnya
4. Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas ke semua arah secara
konduksi, konveksi dan radiasi, hingga pada suatu saat kurang lebih sekitar setelah 3 - 10
menit atau setelah temperatur mencapai 300 °C akan terjadi penyalaan api serentak yang
disebut Flash Over, yang biasanya ditandai pecahnya kaca
5. Setelah flash over, nyala api akan membara yang disebut periode kebakaran mantap
(Stedy I full development fire). Temperatur pada saat kebakaran penuh (full fire) dapat
mencapai 600 -1000 °C. Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan runtuh pada
8
temperatur 700 °C. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang setelah terbakar lebih
dari 7 jam dianggap tidak layak lagi untuk digunakan
6. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan berkurang/surut dan
berangsur angsur akan padam), yang disebut periode surut (decay).

2.5 TEORI API


Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu adanya cahaya dan
panas dari suatu bahan yang sedang terbakar. Gejala lainnya yang dapat diamati adalah,
bila suatu bahan telah terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisiknya
maupun sifat kimianya. Keadaan fisik bahan yang telah terbakar akan berubah menjadi
arang, abu atau hilang menjadi gas dan sifat kimianya akan berubah pula menjadi zat baru.
Gejala perubahan tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan
secara kimia.

2.5.1 Teori Segitiga Api (Triangle Of Fire)


Unsur pokok terjadinya api dalam teori kelasik yaitu teori segitiga api (Triangle of fire)
menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya tiga
unsur pokok yaitu adanya unsur : bahan yang dapat terbakar (Fuel), oksigen (O2) yang
cukup dari udara atau dari bahan oksidator, dan panas yang cukup. Dengan teori itu maka
apabila salah satu unsur dari segitiga api tersebut tidak berada pada keseimbangan yang
cukup, maka api tidak akan terjadi. Bahan yang dapat terbakar jenisnya dapat berupa
bahan padat, cair maupun gas.

Gambar 3. Segitiga Api

Sifat penyalaan dari jenis-jenis bahan tadi terdapat perbedaan, yaitu gas lebih mudah
terbakar dibandingkan dengan bahan cair maupun padat, demikian juga bahan cair lebih
9
mudah terbakar dibandingkan dengan bahan padat, disini menggambarkan adanya tingkat
suhu yang berbeda pada setiap jenis bahan.
Mengambil sari uraian dalam buku Fire Investigation yang ditulis Paul L. Kirk dapat lebih
dijelaskan yang apa yang dimaksud "fire dynamic". Nyala api akan dapat berlangsung
apabila ada keseimbangan besaran angka-angka yang hubungan segitiga api. Besaran-
besaran angka fisika yang menghubungkan sisi-sisi pada segitiga api tersebut antara lain
"flash point, ignition temperature dan flammable range"1) yang dapat diterangkan seperti
pada gambar berikut :
Panas
(Heat Output)

Heat Oxygen Feed Back

FUEL

Source energy

Gambar 4Siklus Segitiga Api

10
"FLASH POINT", adalah suhu minimal yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah uap
minimal dari bahan bakar dan apabila uap tersebut diberi sumber nyala akan terbakar sesaat,
karena jumlah uap yang terbentuk belum cukup untuk terus menyala. "FLAMMABLE
RANGE" adalah persentasi uap bahan bakar diudara antara batas atas dan batas bawah
dimana pada batas itu uap tersebut dapat terbakar bila ada sumber pemicu nyala.
"IGNITION TEMPERATURE" adalah suhu terendah dimana suatu bahan akan terbakar
atau menyala sendiri tanpa diberikan sumber nyala.
Pada Gambar 6, dilukiskan hubungan segitiga api dan siklus panas yang membuat nyala api
dapat berlangsung terus menerus sepanjang masih daiam keseimbangan yang tepat.
Keseimbangan siklus panas yang sanggup membangkitkan generasi uap secara terus
menerus disebut "fire point".
Dari uraian di atas, pada intinya adalah bahwa hubungan sisi-sisi dalam segitiga api
terdapat besaran angka-angka yang menghubungkan ketiga unsur api tersebut, yaitu
"flash point, flammable range, fire point dan ignition temperature." Besaran angka tersebut
diatas dapat dijadikan indikator pada setiap tahapan proses sehingga terjadinya kebakaran
dapat dihindarkan. Prinsip segitiga api ini juga dapat diterapkan dalam teknik- teknik
pemadaman kebakaran, yaitu menghilangkan salah satu unsur atau lebih dari syarat-
syarat keseimbangannya.
2.5.2 TEORI PIRAMIDA BIDANG EMPAT (TETRAHEDRON OF FIRE)
Fenomena pada suatu bahan yang terbakar adalah terjadi perubahan bentuk dan sifat-
sifatnya yang semula menjadi zat baru, maka proses ini adalah perubahan secara kimia.
proses pembakaran ditinjau dengan teori kimia, adalah reaksi satu unsur atau satu
senyawa dengan oksigen yang disebut oksidasi atau pembakaran. Produk yang terbentuk
disebut oksida.
Oksidasi dapat berjalan lambat dan dapat berlangsung cepat. Oksidasi yang berjalan
lambat, panas yang timbul hampir tidak dapat terdeteksi oleh indera kita. Proses oksidasi
yang berlangsung cepat seperti pembakaran batubara, atau pembakaran dalam motor
bakar, disertai dengan pembentukan panas yang tinggi dan disertai cahaya. Temperatur
selama dalam proses pembakaran berlangsung disebut panas pembakaran, seperti
2)
beberapa contoh reaksi pembakaran seperti diterangkan Vollrath Hopp , berikut ini.
Dalam reaksi 1 mol karbon yaitu 12 gram karbon dengan 1 mol oksigen yaitu 32 gram
oksigen, akan terbentuk 1 mol carbondioksida yaitu 44 gram carbonmonoksida (CO) dan
dibebaskan sejumlah panas sebesar 393,5 kJ energi panas.
Persamaan reaksi karbon dan oksigen adalah :

11
2C + O2 → 2 CO + energi panas
24 g karbon 32 g oksigen 56 g karbonmonoksida

Karbonmonoksida (CO) dapat bereaksi dengan oksigen (O2) pada temperatur 700 ˚C akan
terbakar, menjadi karbondioksida (CO2) seperti dalam persamaan reaksi sebagai berikut :
2 CO + O2 → 2CO2 + energi panas

Karbonmonoksida oksigen karbondioksida


56g 32 g 88 g

Reaksi antara hidrogen dengan oksigen tidak akan terjadi pada suhu kamar, Untuk dapat
bereaksi molekul-molekul hidrogen dan oksigen terlebih dulu diaktifkan pada suhu sekitar
600 ˚C akan terbentuk reaksi gas letup.
2 H2+ O2 → 2 H20 (1) + energi panas hidrogen
oksigen karbondioksida
49 g32 g 36 g

Proses reaksi bahan bakar hidrocarbon sarna halnya dengan reaksi karbon dengan
oksigen menjadi karbondioksida, dan hidrogen dengan oksigen akan menjadi air akan
3)
menghasilkan energi panas Diterangkan oleh P.Thiery , Pada reaksi pembakaran Ethana
(C2 H6) dituliskan sebagai berikut :
C2H6 + 3,5 O2 + 3,5 x 0,882/0,118 x N2
→ 2 CO2 + 3 H2O + 3,5 X 0,882/0,118 x N2 + panas 1363 ˚C

12
Dalam persamaan reaksi bahan bakar hydrocarbon dengan oksigen akan menghasilkan
bentuk senyawa baru yaitu H 2O (uap air) dan CO2 (gas asam arang). Proses reaksi
tersebut melalui tahapan proses yang panjang dan diperlukan waktu tertentu walaupun
proses reaksinya berlangsung cepat.
Pada saat berlangsung nyala api, terjadi mata rantai reaksi yang panjang. Gambaran mata
rantai reaksi pembakaran seperti ditunjukkan dalam bagan reaksi pembakaran ethane (C 2
H6). dimana gugusan atom C2 H6 bila diberikan panas maka atom-atomnya akan bergetar
dan terlepas bebas dari ikatannya menjadi unsur dan senyawa seperti H*, OH*, HOO*, 0*.
Atom atom yang terlepas bebas dari ikatannya akan saling bereaksi, dan pada hakekatnya
adalah reaksi dari atom-atom bebas tersebut yang menjadikan berlangsungnya nyala api.

Dalam nyala api yang sedang berlangsung, terjadi proses saling bereaksi secara berantai,
misalnya dari 2 buah hydroxil radicals bebas yang berlambang OH* atau OH* dengan
Carbonmonoxide (CO), seperti dalam persamaan reaksi sebagai berikut:
OH* + OH* → 2H2O + O* + Panas (Exothermic) HO* + CO → CO2 + H* + Panas
(Exothermic) H* + O2 → HO* + O* (Regeneration)

2.5.3 PRINSIP TEKNIK MEMADAMKAN API


Dalam uraian bagian kedua diatas dapat ditarik tiga pemahaman penting yang
terkait dengan pembahasan tentang prinsip memadamkan api yaitu :
1) Pemahaman pertama
Berdasarkan teori Triangle of Fire ada 3 elemen pokok untuk dapat terjadinya nyala
api yaitu :
a. bahanbakar
b. oksigen dan
c. panas / sumber penyala

2) Pemahaman kedua
Dari ketiga elemen dalam segi tiga api, menuntut adanya persyaratan besaran fisika
tertentu yang menghubungkan sisi-sisi segitiga api itu, yaitu :
a. Flash point

13
b. Flammable range
c. Fire point
d. Ignition point
Dari besaran angka diatas maka tindakan pengendalian bahaya kebakaran
dapat dilakukan dengan penerapan sistem pengendalian dengan peralatan deteksi
besaran angka angka tersebut.
3) Pemahaman ketiga
Unsur-unsur terjadinya api seperti diterangkan dalam teori Tetrahedron of Fire
ada elemen keempat yaitu reaksi radikal bebas yang ternyata mempunyai peranan
besar dalam proses berlangsungnya nyala api.
Berdasarkan pemahaman teori diatas, maka teknik untuk memadamkan api dapat
dilakukan dengan cara empat prinsip yaitu:
a. Prinsip mendinginkan (Cooling), misalnya dengan menyemprotkan air
b. Prinsip menutup bahan yang terbakar (Starvation), misalnya menutup dengan busa
c. Prinsip mengurangi oksigen (Dilution), misalnya menyemprotkan gas CO2
d. Prinsip memutus rantai reaksi api (Breaking Chain of Reaction),dengan media kimia
Penerapan prinsip-prinsip pemadaman kebakaran diatas, tidak dapat
disamaratakan, akan tetapi harus diperhatikan jenis bahan apa yang terbakar,
kemudian baru dapat diterntukan metoda apa yang cocok untuk diterapkan dan
media jenis apa yang sesuai.

2.6 KLASIFIKASI KEBAKARAN


Setiap jenis bahan yang terbakar memiliki karakteristik yang berbeda, karena itu
harus dibuat prosedur yang tepat dalam me!akukan tindakan pemadaman dan jenis
media yang diterapkan harus disesuai dengan karakteristiknya, mengacu pada
standar.
Klasifikasi jenis kebakaran terdapat dua versi standar yang sedikit agak berbeda.
Klasifikasi jenis kebakaran menurut Standar Inggris yaitu LPC (Loss Prevention Comittee)
yang sebelumnya adalah FOC (Fire Office Comittee) menetapkan klasifikasi kebakaran

14
dibagi Kelas A, B.
C. D. E sedangkan Standar Amerika yaitu NFPA (National Fire Prevention Assosiation)
menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi kelas A. B. C. D. Pengklasifikasian jenis
kebakaran yang didasarkan menurut jenis material yang terbakar seperti dalam daftar
Tabel 2.
Tabel. 2 Klasifikasi kebakaran

Standar Amerika (NFPA) Standar Inggris (LPC)


Kelas Jenis Kebakaran Kelas Jenis Kebakaran
A Bahan padat kecuali logam, A Bahan padat kecuali logam,
seperti kayu, arang, kertas, tekstil, seperti kayu,
plastik dan sejenisnya arang, kertas, tekstil, plastik
dan sejenisnya
B Bahan cair dan gas, B Bahan cair, seperti bensin,
seperti bensin, solar, minyak solar, minyak tanah dan
tanah, aspal, gemuk alkohol gas sejenisnya
alam, gas LPG dan sejenisnya. *)
C Peralatan Iistrik yang bertegangan C Bahan gas, seperti
gas alam, gas
LPG,
D Bahan logam, seperti D Bahan logam, seperti
Magnesium, aluminium, kalium, Magnesium, aluminium,
dan lain-lain kalium, dan lain-lain
E - E Peralatan !istrik yang
bertegangan

*) Dalam standar NFPA bahan cair dan gas digolongkan dalam kelas yang sama
sedangkan menurut British klasifikasinya dibedakan.
Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu Standar NFPA, yang dimuat dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Sifat-sifat dari masing masing klasifikasi kebakaran diatas adalah:
a. Kelas A, terbakar sampai bagian dalam atau terdapat bara,
b. Kelas B (cair), terbakar pada permukaan,
c. Kelas B (gas), terbakar pada titik sumber gas mengalir,
d. Kelas C atau kelas E menurut Standar British, adalah ditinjau dari aspek bahaya

15
terkena aliran listrik bagi petugas;
e. Kelas D, pada kebakaran logam akan bertemperatur tinggi, sehingga bila dipadamkan
dapat terjadi peledakan karena perubahan fase media pemadam menjadi gas.

2.6.1 JENIS-JENIS MEDIA PEMADAM KEBAKARAN


Pertimbangan pertama dalam merencanakan sistem proteksi kebakaran adalah klasifikasi
potensi resika bahaya (hazard) dari jenis hunian yang akan dilindungi yang ditinjau dari
beberapa aspek, antara lain klasifikasi patensi bahaya, tingkat vitalitas, jenis bahan dan
peralatan, jumlah dan sifat penghuni. Pertimbangan klasifikasi ini sebagai dasar
menentukan sistem instalasi yang sesuai dan media pemadam yang tepat.
Media pemadam kebakaran yang umum digunakan adalah air, karena mempunyai efek
pendinginan yang baik, mudah diperoleh, murah dan dapat dirancang dengan teknik teknik
tertentu. Sistem instalasinya dapat dipasang permanen dan dirancang otomatik dan desain
bentuk pancarannya dapat bervariasi antara lain pancaran jet, spray, fog (embun).

Media pemadam air tidak dapat digunakan secara efektif dan aman untuk semua jenis
kebakaran. Jenis-jenis media pemadam kebakaran selain air antara lain berbentuk busa
(foam), serbuk kimia kering (dry chemical powder), Carbondioksida, Inergent, Halocarbon
(Halon) dan lain lain. Masing-masing dari jenis media pemadam tersebut memiliki
keunggulan dan kekurangan tertentu.

Sistem klasifikasi kebakaran membedakan karakteristik setiap jenis bahan yang terbakar,
dikaitkan pemilihan jenis media pemadam yang efektif daya pemadamannya dan
keselamatan bagi petugas yang melakukan pemadaman, dan menghindarkan kerusakan
peralatan dan material akibat penerapan media pemadam yang digunakan. Dengan
memahami klasifikasi kebakaran dan karakteristik tiap jenis media pemadam kebakaran,
maka dapat ditentukan jenis media pemadam yang sesuai. Jenis-jenis media pemadam
kebakaran dan aplikasinya seperti contoh dalam Tabel 2 .

16
Sistem peralatan pemadam kebakaran dapat dirancang dalam bentuk peralatan tabung
bertekanan (portable) atau dalam bentuk sistem instalasi yang dipasang permanen (fixed
sytem). Jenis jenis instalasi pemadam fixed system anatara lain sistem hidran (water
hydrant), sistem sprinkler (water spinkler) dan instalasi khusus lainnya dengan media busa,
serbuk kimia, C02. Halon dan sebagainya yang dapat dirancang secara manual, semi
otomatik, fully automatic integrated system.
Tipe rancangan instalasi pemadam kebakaran sistem permanen dapat dirancang otomatik
sistem perlindungan lokal (local aplication) atau sistem perlindungan total dengan pancaran
serentak (total flooding).
Tabel. 3 Jenis Media Pemadam Kebakaran dan Aplikasinya

Jenis media pemadam kebakaran


Kelasifika si Tipe basah Tipe kering
Jenis kebakaran
Gas Clean
Air Busa Powder
CO2 Agent

Kelas A Bahan padat seperti VVV V VV V VVV*)


Kayu
Bahan berharga XX XX VV**) VV VVV
Penting
Kelas B Bahan cair XXX VVV VV V VVV
Bahan gas X X VV V VVV
Kelas C Panel listrik, XXX XXX VV VV VVV
Kelas D Kalium,Iitium,magnes XXX XXX Khusus X XXX
Ium

Keterangan :

VVV : Sangat efektif X : Tidak tepat

VV : Dapat digunakan XX : Merusak

V : Kurang tepat/ tidak dianjurkan XXX : Berbahaya


*) : Tidak efisien **) : Kotor /
korosif

17
Dari data analisis aplikasi media pemadam kebakaran untuk ruangan khusus yang
menyimpan bahan dan material berharga yang paling sesuai adalah jenis Clean Agent.

1) Media pemadam jenis halocarbon (Halon)


Media pemadam api jenis halocarbon (halon), adalah bekerja secara kimia memotong
rantai reaksi pembakaran yaitu mengikat unsur-unsur carbon dan hydrogen yang berdiri
bebas, dan sifat ikatannya sangat kuat sehingga akan menghentikan rantai reaksi
pembakaran secara kimia. Sifat lain yang dimiliki pada bahan halogen adalah bersifat
radikal sehingga akan bereaksi secara berantai.
Halon 1211 (CF2 CI Br), mengandung unsur halogen F, CI dan Br, dapat diterangkan
proses reaksinya bahwa F, CI dan Br memiliki sifat radikal. Contoh reaksi Br* dengan unsur
hydrogen bebas (H*) dalam nyala api akan menjadi Hydrogen Bromide (HBr*). Pada fase
reaksi berikutnya akan muncul kembali Br yang bebas, seperti dalam reaksi sebagai
berikut :
H* + Br*  HBR
HO* + HBr  H2O + Br*
Br* + RH  HBr + R* (regeneration)

Rantai reaksi F* dengan unsur hydrogen (H*) dari bahan bakar adalah akan menjadi
Hydrogen Florida (HF*)
R-H + F*  R* + HF *
HF* + OH*  H2O + F*
Rantai reaksi Br* dengan unsur Carbon (C) dari bahan bakar adalah akan menjadi
Hydrogen Bromide (CH2Br*)
R-CH* + Br* + HOO*  R* + CHBr * + CHB
CH2Br* + HOO*  H20 + Br*
Rantai reaksi Cl* dengan unsur Radikal Hidrogen (H*) dari nyala api akan menghasilkan
sebuah Radikal dan HCI radikal dan HCl * bila bereaksi dengan OH* akan menghasilkan

18
air (H20) dan CI*
R-H + CI*  R* + HCl* HCl* + OH*  H2O + Cl*
Rantai reaksi CI* dengan unsur carbon (C*) dari bahan bakar akan membentuk
Carbontetraclorida (CCI4) atau gas phosgen yang sangat beracun.
Dari gambaran reaksi media halocarbon diatas, bahwa bahan halogen bereaksi secara
berantai, dimana selalu muncul kembali setelah bereaksi. Sifat inilah yang membuat daya
pemadaman menjadi sangat efektif.

2) Media pemadam kebakaran jenis Clean Agent


Media pemadam kebakaran kategori jenis clean agent sesuai persyaratan standar harus
memenuhi beberapa kriteria antara lain :
a. Bersih tidak meninggalkan berkas/noda
b. Tidak konduktif
c. Tidak korosif
Media pemadam kebakaran jenis clean agent sebagai alternatif pengganti Halon adalah
seperti dalam Tabel 3 yang dipublikasikan dalam NFPA 2001.

Tabel. 4
Media Pemadam Clean Agent
(Dikutip dari NFPA 2001)

FC-3-1-10 Perfluorobutane C4F10


HBFC-22B-1 Bromodifluoromethane CHF2Br
HCFC BlendA Dichlorotrifluoroethane HCFC-123 (4.75 %) CHCI2CF2
Chlorodifluoromethane HCFC-22 (82%) CHCIF2
Chlorotetrafluoroethane HCFC-124(9.5%) CHCIFCF3
Isopropenyl-1-methylcyclohexene 3. 75 %)
HCFC-124 Chlorotetrafluoroethane CHCIFCF3
HFC-125 Pentafluoroethane CHF2CF3
HFC-227 ea Heptafluoropropane CF3CHFCF3
HFC-23 T riflouromethane CHF3
IG-541 Nitrogen (52%) N2
Argon (40%) Ar CO2
Carbondioxide (8%)

19
Jenis-jenis media pemadam kebakaran clean agent seperti dalam daftar Tabel 3
yang telah direkomendasikan sebagai alternatif pengganti halon 1211 dan halon
1301. Bila dilihat dari unsur kimia yang terkandung pada semua jenis bahan diatas
masih menunjukan adanya unsur bahan halogen, yang patut dicurigai adanya efek
racun (toxic) yang dapat mernbahayakan. Karena itu pertimbangan utama adalah
faktor toxic dan lebih lanjut adalah kinerjanya.

2.7 KLASIFIKASI HUNIAN


Faktor faktor yang mempengaruhi sifat dan gejala kebakaran dan tingkat resiko
bahaya antara lain dipengaruhi oleh faktor faktor antara lain:
a. Peruntukan bangunan / Jenis kegiatan
b. Jenis konstruksi bangunan
c. Bahan bahan yang disimpan, diolah atau dikerjakan
d. Karakteristik penghuni
e. Lingkungan
Atas dasar pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas tingkat resiko bahaya
kebakaran dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan jenis hunian.
Pertimbangan dalam perencanaan penerapan sistem proteksi kebakaran didasarkan
atas klasifikasi resiko bahaya kebakaran jenis hunian yang akan dilindungi.
Klasifikasi hunian atau jenis usaha ditinjau dari resiko bahaya kebakaran dibagi
dalam tingkatan kategori sebagai berikut :
a. Hunian bahaya kebakaran ringan
b. Hunian bahaya kebakaran sedang, (Kategori I, /II dan /III)
c. Hunian bahaya kebakaran berat
Jenis-jenis hunian menururut klasifikasi tersebut diatas Iihat dalam lampiran
Keputusan Menteri T enaga Kerja No. Kep. 186/Men/1999.

You might also like