Professional Documents
Culture Documents
Karya Tulis Ilmiah Typhoid.2
Karya Tulis Ilmiah Typhoid.2
(STUDI KASUS)
DISUSUN OLEH:
NIM: P032114401008
2023
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
NIM : P032114401008
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tulisan dalam Karya Tulis Ilmiah ini merupakan hasil
pemikiran saya sendiri, bukan pengutipan tulisan dari hasil karya oranglain yang saya akui sebagai tulisan
atau hasil pemikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah kasil kutipan pemikiran oranglain,
saya bersedia menerima sanksi atas tindakan tersebut.
Mengetahui
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan
hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul : “Asuhan
Keperawatan Hipertermi Pada Pasien Typhoid Di Ruang Siti Fatimah RSI Ibnu Sina Bukittinggi”. Tujuan
dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah salah satu persyaratan menyelesaikan program pendidikan
Diploma III Keperawatan. Sehubungan dengan selesainya Karya Tulis Ilmiah ini, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
Bella Putri Prasylia Salmaningsih (2023). Karya Tulis Ilmiah Kasus Asuhan Keperawatan Hipertermi
Pada Pasien Di Ruang Siti Fatimah RSI Ibnu Sina Bukittinggi. Program Studi DIII Keperawatan
Pekanbaru, Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Riau.
Demam thypoid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi salmonella thypii ada usus kecil dan
aliran darah. Bakteri ini tercampur di dalam air kotor atau susu dan makanan yang terinfeksi. Pada usus
kecil akan timbul tukak, dan bakteri kemudian masuk ke aliran darah. Tujuan dalam studi kasus ini adalah
untuk mengetahui asuhan keperawatan anak thypoid dengan masalah keperawatan hipertermi meliputi
pengkajian (analisa), membuat diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
Asuhan keperawatan anak thypoid dengan masalah keperawatan hipertermi dilakukan di RSI Ibnu Sina
Bukittinggi selama 3 hari pada bulan Februari 2023. Metode yang digunakan adalah proses
keperawatan.Hasil pengkajian didapatkan bahwa ibu pasien mengatakan badan pasien panas. Tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah hipertermi antara lain menjelaskan penyebab
terjadinya panas kepada keluarga atau pasien, menganjurkan pasien untuk banyak istirahat dan
mengurangi aktivitas, memberikan pasien banyak minum, memberikan kompres air hangat, memberikan
pasien pakaian yang mudah menyerap keringat, memonitor tanda vital, memonitor input dan output cairan
serta berkolaborasi dengan medis untuk pemberian obat antibiotik.Hasil evaluasi pada An. S dengan
masalah hipertermi teratasi dengan kriteria pasien sudah tidak panas, nadi dan respirasi normal, tidak
pusing. Asuhan keperawatan ini diharapkan mampu mengedukasi tenaga kesehatan maupun keluarga
pasien tentang teknik farmakologi dengan pemberian obat antipiretik seperti paracetamol dan
nonfarmakologi dengan kompres hangat serta minum air yang banyak untuk mengatasi masalah
hipertermi pada pasien thypoid.
Bella Putri Prasylia Salmaningsih (2023). Scientific Writing on Cases of Nursing Care of Hyperthermia in
Patients in the Siti Fatimah Room, RSI Ibnu Sina Bukittinggi. Pekanbaru Nursing DIII Study Program,
Department of Nursing, Riau Ministry of Health Health Polytechnic.
Typhoid fever is a disease caused by infection with salmonella typhi in the small intestine and
bloodstream. These bacteria are mixed in dirty water or milk and infected food. Ulcers develop in the
small intestine, and the bacteria then enter the bloodstream. The purpose of this case study is to determine
nursing care for typhoid children with hyperthermia nursing problems including assessment (analysis),
making nursing diagnoses, interventions, implementation and evaluation of nursing. Nursing care for
typhoid children with hyperthermia nursing problems was carried out at RSI Ibnu Sina Bukittinggi for 3
days in February 2023. The method used was the nursing process. The results of the study found that the
patient's mother said the patient's body was hot. Nursing actions taken to overcome the problem of
hyperthermia include explaining the causes of heat to the family or patient, advising the patient to get
plenty of rest and reduce activity, giving the patient plenty to drink, giving warm water compresses,
giving the patient clothing that easily absorbs sweat, monitoring vital signs, monitoring fluid input and
output as well as collaborating with medical personnel for administering antibiotics. Evaluation results on
An. S with the problem of hyperthermia resolved with the criteria of the patient having no fever, normal
pulse and respiration, no dizziness. This nursing care is expected to be able to educate health workers and
the patient's family about pharmacological techniques by administering antipyretic drugs such as
paracetamol and non-pharmacological with warm compresses and drinking lots of water to overcome the
problem of hyperthermia in typhoid patients.
PENDAHULUAN
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi
(Balentine, 2005). Kuman Salmonella Typhi ini terdapat di dalam kotoran, urine manusia dan
juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat (Prabu, 1996).
Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya penderita demam typhoid adalah tingkat
pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang pencegahan penyakit tersebut dan masih
rendahnya status sosial ekonomi masyarakat serta masih banyaknya pembawa kuman (carier) di
masyarakat (Sabdoadi, 1991). Hasil penelitian sebelumnya di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta selama tahun 2009, terdapat 300 kasus demam typhoid. Antibiotik
yang sering digunakan adalah cefotaxim sebanyak 47 peresepan (49,47%). Persentase
penggunaan antibiotik golongan sefalosporin sebanyak 67,79%, Fluoroquinolon (Ciprofloxasin)
sebesar 11,8%, Penisilin dan Kloramfenikol sebanyak 6,78%, aminoglikosida 4,23%, dan
golongan lain-lain sebanyak 1,63%. Kajian penggunaan antibiotik terdapat 100% tepat indikasi,
pasien sebanyak 98,95%, yang mengalami tepat obat sebanyak 96,84%, dan yang mengalami
tepat dosis sebanyak 82,10%. (Rakhma, 2010).
Pengobatan demam typhoid sampai saat ini masih dianut tiga penatalaksanaan, salah satunya
yaitu didominasi oleh berbagai jenis antibiotik seperti kloramfenikol, amoksisilin, kotrimoksazol,
ampicillin dan tiamfenikol(Widodo, 1996). Seiring perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
farmasi, maka banyak obat-obat baru yang diproduksi, khususnya antibiotik. Penggunaan
antibiotika secara benar dan rasional memang harus diberikan. Rasional di sini maksudnya
adalah harus sesuai dengan indikasi penyakitnya, sesuai dosisnya, sesuai cara pemberiannya dan
tetap memperhatikan efek sampingnya. Sehingga diharapkan masyarakat menjadi rasional dan
tidak berlebihan dalam menggunakan antibiotika sesuai dengan badan kesehatan dunia (WHO,
2003). Lebih dari 50% obat-obatan antibiotik demam typhoid di Sukoharjo diresepkan dan
diberikan tidak sesuai terapi (Rudi, 2010).
Demam typhoid merupakan penyakit yang memerlukan pengobatan serius sehingga penderita
demam typhoid lebih memilih untuk berobat kerumah sakit. Melihat gambaran yang telah
diuraikan di atas maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui berbagai macam
antibiotik yang digunakan dan bagaimana pola pengobatan yang diberikan pada penderita
demam typhoid yang berobat ke rumah sakit, serta kesesuaiannya dengan standar terapi yang
digunakan. Penelitian ini diadakan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta karena
berdasarkan data rekam medik pada tahun 2010, kasus demam typhoid di rumah sakit tersebut
angka kejadiannya nomor satu dalam sebelas besar penyakit infeksi yaitu sekitar 517 pasien
dengan diagnosis demam typhoid dari 2.876 pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Hipertermi Pada Pasien Typhoid Di Ruang Siti Fatimah
RSI Ibnu Sina Bukittinggi.
1.3 Tujuan
Melakukan Asuhan Keperawatan Hipertermi Pada Pasien Typhoid Di Ruang Siti Fatimah RSI
Ibnu Sina Bukittinggi.
Sebagai pengembangan ilmu keperawatan atau sebagai bahan kajian terhadap materi asuhan
keperawatan serta referensi bagi mahasiswa dalam memahami pelaksanaan asuhan keperawatan
Hipertermi Pada Pasien Typhoid Di Ruang Siti Fatimah RSI Ibnu Sina Bukittinggi.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam merawat angggota
keluarga subyek penelitian yang mengalami Hipertermi Pada Pasien Typhoid.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan studi di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Riau serta memberikan asuhan keperawatan Hipertermi Pada Pasien Typhoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Typhoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi, yang banyak dijumpai secara luas diberbagai negara berkembang terutama yang terletak di
daerah tropis dan subtropis. Gejala yang muncul 1-3 minggu setelah terkena, dan mungkin
ringan atau berat. Gelanya meliputi demam tinggi atau hipertermia pada malam hari, yang
berkepanjangan, kenaikan suhu pada minggu pertama, menurun pada pagi hari dan meningkat
pada sore dan malam hari, sakit kepala, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sembelit, atau
diare, disertai bintik-bintik merah muda didada (Rose spots), dan pembesaran limpa dan hati
(Inawati, 2017).
Thypoid tidak hanya terjadi pada kalangan orang dewasa saja namun juga pada usia anak-anak.
Anak merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap penularan bakteri atau virus yang
disebarkan melalui proses pencernaan makanan (food borne diseases). Food borne diseases
merupakan suatu penyakit karena adanya bakteri yang masuk dalam tubuh manusia melalui
proses pencernaan makanan.
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus di kalangan masyarakat
adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonela typhi yang menyerang
saluran pencernaan. Kuman ini masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang
tercemar, baik saat memasak ataupun melalui tangan dan alat masak yang kurang bersih.
Selanjutnya, kuman itu diserap oleh usus halus yang masuk bersama makanan, lantas menyebar
ke semua organ 25 tubuh, terutama hati dan limpa, yang berakibat terjadinya pembengkakan dan
nyeri. Setalah berada di dalam usus, kuman tersebut terus menyebar ke dalam peredaran darah
dan kelenjar limfe, terutama usus halus. Dalam dinding usus inilah, kuman itu membuat luka
atau tukak berbentuk lonjong. Tukak tersebut bisa menimbulkan pendarahan atau robekan yang
mengakibatkan penyebaran infeksi ke dalam rongga perut. Jika kondisinya sangat parah, maka
harus dilakukan operasi untuk mengobatinya. Bahkan, tidak sedikit yang berakibat fatal hingga
berujung kematian. Selain itu, kuman Salmonela Typhi yang masuk ke dalam tubuh juga
mengeluarkan toksin (racun) yang dapat menimbulkan gejala demam pada anak. Itulah
sebabnya, penyakit ini disebut juga demam tifoid (Fida & Maya 2012).
Phylum : Proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Species : S. enterica
Serovar : Typhi
Penyebab demam tifoid S.typhi adalah bakteri Gram (-), tanpa memiliki spora, tidak mempunyai
simpai, fimbria, dengan tipe flagel adalah flagel peritrik. Sifat bakteri ini antara lain dapat
bergerak (motil), dapat tumbuh pada suasana aerob dan anaerob fakultatif, memberikan hasil
positif pada reaksi fermentasi manitol dan sorbitol,dan memberikan hasil negatif pada reaksi
indol, DNAse, VP, dan reaksi fermentasi sukrosa dan laktosa. S.typhi tumbuh pada suhu 15-41
„C dengan suhu pertumbuhan optimum adalah 37,5‘C dengan pH media berkisar antara 6-8.
Dalam media pembenihan SSAgar, Endo agar, dan Mac Conkey koloni S.typhi akan berwarna
hitam. S.typhi akan mengalami kematian pada suhu 56 „C dan pada keadaan kering. Di dalam
air, S.typhi dapat bertahan selama 4 minggu (Radji,2010).
2.2 Hipertermi
Hipertermi merupakan salah satu tanda gejala pada Thypoid fever. Hipertermi merupakan suatu
kondisi dimana suhu tubuh mengalami peningkatan lebih dari 37,5 C. Pasien Thypoid akan
mengalami hipertermi sampai 40 C. Apabila hipertermi ini terjadi pada anak – anak akan
menyebabkan kejang, penurunan kesadaran bahkan sampai kematian. hipertermi merupakan
gejala yang paling sering muncul pada penyakit anakanak. Sebagian besar hipertermi pada anak
di sebabkan oleh infeksi, peradangan dan gangguan metabolik. Hal ini menyebabkan perubahan
pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus. Jika hipertermi tidak segera diatasi dapat
menimbulkan efek yang berbahaya pada anak seperti dehidrasi, kejang demam sampai kematian
(Karra, Anas, Hafid, & Rahim, 2020).
Hipertermi pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang berbeda bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi
hipertermi tidak tepat dan lambat maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan
anak terganggu. Hipertermi dapat membahayakan keselamatan anak, jika tidak ditangani dengan
cepat dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang dan penurunan
kesadaran. Hipertermi yang mencapai suhu 41°C angka kematiannya mencapai 17%, dan pada
suhu 43°C akan koma dengan kematian 70%, dan pada suhu 45°C akan meninggal dalam
beberapa jam (wasihun et al., 2015).
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 22
juta per tahun di dunia dan menyebabkan 216.000 – 600.000 kematian. Studi yang dilakukan di
daerah urban di beberapa negara Asia pada anak usia 5–15 tahun menunjukkan bahwa insidensi
dengan biakan darah positif mencapai 180–194 per 100.000 anak, di Asia Selatan pada usia 5–15
tahun sebesar 400–500 per 100.000 penduduk, di Asia Tenggara 100–200 per 100.000 penduduk,
dan di Asia Timur Laut kurang dari 100 kasus per 100.000 penduduk. Komplikasi serius dapat
terjadi hingga 10%, khususnya pada individu yang menderita tifoid lebih dari 2 minggu dan tidak
mendapat pengobatan yang adekuat (Purba, Wandra, Nugrahini, Nawawi, & Kandun, 2016)
Di Indonesia, Thypoid Fever harus mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, karena
penyakit ini bersifat endemis dan mengancam kesehatan masyarakat. Angka kesakitan Thypoid
Fever di Indonesia pada tahun 2015 dilaporkan sebesar 81,7 per 100.000 penduduk, dengan
sebaran menurut kelompok umur 0,0/100.000 penduduk (0–1 tahun), 148,7/100.000 penduduk
(2–4 tahun), 180,3/100.000 (5-15 tahun), dan 51,2/100.000 (≥16 tahun). Angka ini menunjukkan
bahwa penderita terbanyak adalah pada kelompok usia 2-15 tahun. Berdasarkan data dinas
kesehatan Jawa Timur tahun 2018 angka kejadian Thypoid Fever sebanyak 3.365 kasus (Karra et
al., 2020).
a. Dehidrasi.
f. Respon trauma.
g. Aktivitas berlebihan.
h. Penggunaan incubator
Kuman salmonella thypi masuk ke tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan
makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kuman, sebagian kuman di musnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke dalam usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak
peyer di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Bila terjadi komplikasi pendarahan dan
perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia, kemudian masuk ke aliran limped dan
mencapai kelenjar limpe mesentrial dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus. Salmonella
thypi lain dapat mencpai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella thypi bersarang di
plak peyeri, limfa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotelial. Endotoksin salmonella
thypi berperan dalam proses inflamasi local pada jaringan tempat kuman tersebut
berkembangbiak. Salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam / hipertermi (Arif
Mansjoer, 2003).
2.3.1 Pengkajian
Teori pengkajian pada anak demam thypoid menurut (Rekawati, Nursalam, 2013) yaitu :
a. Identitas
1) Pengkajian identitas anak berisi tentang : nama, anak yang ke, tanggal lahir/umur, jenis
kelamin, dan agama.
2) Pengkajian identitas Orang tua berisi tentang : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,agama,
dan alamat.
b. Alasan Dirawat
1) Keluhan utama seperti perasaan tidak enak badan, lesu, pusing, nyeri kepala dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan menurun (teutama pada saat masa inkubasi).
b) Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang bersifat menular dan menurun.
a. Riwayat Anak
1) Bernafas : bagaimana suara nafas anak, ada tidaknya kesulitan bernafas yang dialami oleh
anak, serta keluhan lain yang dirasakan anak.
2) Pola Nutrisi (makan dan minum) : tanyakan pada pasien atau keluarga berapa kali makan
dan minum dalam satu hari.
3) Eliminasi (BAB/BAK) : kaji pola BAB dan BAK pad anak. Pada BAB tinjau konsistensi, warna,
bau, dan ada atau tidaknya darah. Pada BAK tinjau volume, warna, bau.
4) Aktifitas : kaji permainan yang paling disukai pada anak, dan kapan waktu bermainnya.
6) Istirahat dan tidur : kaji pola tidur anak pada siang dan malam hari, dan berapa lama. Ada
tidaknya kesulitan tidur yang dialami oleh anak.
7) Kebersihan diri : kaji berapa kali anak mandi dalam 1 hari, ada membantu atau tidak.
Bagaiman dengn kebersihan kuku atau rambut.
8) Pengaturan suhu tubuh : Suhu anak diukur apakah normal, hipotermi ataukah mengalami
hipertermi.
9) Rasa nyaman : kaji kondisi dan keadaan anak saat mengobrol dengan orang lain.
10) Rasa aman : kaji lingkungan tempat anak bermain, apakah sudah aman dari benda-benda
tajam dan berbahaya. Bagaimana pengawasan orang tua ketika anak sedang bermain.
11) Belajar (anak dan orang tua) : kaji pengetahuan orang tua dalam merawat dan mendidik
anak.
12) Prestasi : kaji bagaimana pencapaian dan kemampuan anak mengenai tingkah laku social,
gerak motoric harus, bahasa, dan perkembangan motoric kasar
13) Hubungan sosial anak : kaji bagimana hubungan anak dengan orang tua, keluarga lain serta
teman-temannya. Siapakah orang yang paling dekat dengan anak.
14) Melaksanakan ibadah (kebiasaan, bantuan yang diperlukan terutama saat anak sakit) : apa
agama yang dianut dan bagaimana pelaksanaan ibadah yang dilakukan oleh anak.
c. Pengawasan Kesehatan
1) Status Imunisasi Anak (1-5 tahun) Status imunisasi anak adalah dimana anak pernah
mendapatkan imunisasi seperti BCG, difteri, pertussis, tetanus, polio dan campak atau
tambahan imunisasi lainnya yang di anjurkan oleh petugas.
d. Penyakit Yang Pernah Diderita Pada poin ini yang perlu dikaji adalah jenis penyakit, akut /
kronis / menular / tidak, umur saat sakit, lamanya, dan pertolongan.
e. Kesehatan Lingkungan : kaji bagaimana keadaan lingkungan tempat tinggal anak mengenai
ketersediaan air bersih dan sanitasi/ventilasi rumah.
f. Perkembangan Anak (0-6 tahun) Perkembangan anak dilakukan untuk mengkaji keadaan
perkembangan anak usia 1 bulan – 72 bulan, dapat dilakukan dengan menggunakan Kuisioner
Pra Skrining Perkembangan (KPSP), untuk menilai dalam 4 sektor perkembangan pada anak
yang meliputi : motoric kasar, motoric halus, bicara / bahasa dan sosialisasi / kemandirian
(Kementerian kesehetan RI, 2016). Interprestasi hasil KPSP dapat dihitung dengan cara
menghitung jumlah „Ya‟, yaitu dengan cara :
1) Jumlah jawaban „Ya‟ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan tahap
perkembangannya.
i. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum yang meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah, warna kulit, tonus otot,
turgor kulit, udema.
a) Kepala : kaji mengenai bentuk kepala, ada tidaknya lesi, kebersihan kulit kepala, jenis
rambut, tekstur rambut, warna rambut dan pertumbuhan rambut.
b) Mata : kaji bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva, keadaan kornea,
sclera, bulu mata, ketajaman penglihatan, dan reflex kelopak mata.
d) Telinga : Kaji kebersihan, keadaan alat pendengaran, dan kelainan yang mungkin ada.
e) Mulut, terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecahpecah. Lidah
tertutup selaput kotor yang biasanya berwarna putih, sementara ujung tepi lidah berwarna
kemerahan.
f) Leher : kaji adanya pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk, pergerakan leher.
g) Thoraks : kaji mengenai bentuk dada, irama pernafasan, tarikan otot bantu pernafasan,
serta adanya suara nafas tambahan.
i) Persarafan : kaji reflek fisiologis atau reflek patologis yang dilakukan oleh anak.
j) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisanya terjadi konstipasi, atau diare
dan bahkan bisa saja normal, kulit teraba hangat dan kemerahan.
k) Ekstremitas : kaji tentang pergerakan, kelainan bentuk, reflex lutut dan adanya edema.
l) Pemeriksaan Genetalia
2) Anus : kaji mengenai keadaan dan kebersihan, ada tidaknya lesi da nada tidaknya infeksi.
k. Antropometri (ukuran pertumbuhan) Pengukuran antopometri meliputi berat badan, tinggi
badan, lingkar kepala, lingkar dada, dan lingkar lengan.
l. Pemeriksaan Penunjang
2) Biakan empedu basil salmonella thyphosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu
pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine dan faeces.
3) Pemeriksaan widal. Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat
anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang
progresif.
m. Hasil Observasi Tuliskan respon umum anak dengan keluarganya serta hal-hal baru yang
diberikan kepadanya, bentk interaksi kepada orang lain, cara anak mengungkapkan
keinginannya, serta kontradiksi prilaku yang mungkin ditunjukan anak.
Diagnosa Keperawatan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan
atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Sesuai dengan perumusan diagnosa keperawatan melalui PES yaitu : P : Hipertermia, E : Proses
Penyakit (Infeksi bakteri salmonella typhosa) dan S : Suhu tubuh diatas normal, kulit merah,
kejang, takikardi, takpinea. Jadi, diagnosa keperawatan pada penelitian ini adalah Hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit (infeksi bakteri salmonella typhossa) yang ditandai
dengan suhu tubuh diatas normal, kulit kemerahan, kejang, takikardi, dan takipnea (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016).
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), diagnosa keperawatan mengenai demam thypoid
pada anak dengan hipertermi yaitu :
Tabel 1
2.3.3.Implementasi Keperawatan
Tahapan pelaksanaan terdiri atas tindakan mandiri dan kolaborasi yang mencangkup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Agar kondisi pasien cepat membaik diharapkan bekerjasama dengan keluarga pasien dalam
melakukan pelaksanaan agar tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang sudah dibuat dalam
intervensi (Nursalam, 2016). Implementasi yang dilakukan pada kasus demam thypoid dengan
hipertermi adalah Manajemen Hipertermia, yang meliputi memonitor suhu tubuh,
menyediakan lingkungan yang dingin, melonggarkan atau melepaskan pakaian, membasahi dan
mengipasi permukaan tubuh, memberikan cairan oral, menganjurkan tirah baring, dan
memberikan cairan dan elektrolit intravena. Implementasi kedua yang dapat dilakukan adalah
Regulasi Temperatur, yang meliputi memonitor suhu tubuh anak tiap dua jam, memonitor
warna dan suhu kulit, memonitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi , meningkatkan
asupan cairan dan nutrisi yang adekuat, serta memberikan antipiretik.
2.3.4.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang meliputi
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi yang dilakukan pada asuhan
keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assessment, planning)
(Asmadi, 2008).
Adapun komponen soap yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien
yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang
berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien yang
dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A (Assessment) adalah interpretasi dari data
subjektif dan data objektif, P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan
dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang
telah ditentukan sebelumnya (Rohmah Nikmatur & Saful, 2012). Tujan dan evaluasi yang akan
dicapai pada kasus ini antara lain yaitu, menggigil menurun, kulit merah menurun, pucat
menurun, suhu tubuh membaik (36,50C – 37,50C), suhu kulit membaik, dan tekanan darah
membaik (117/77 mmHg).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1