You are on page 1of 22

ANALISIS PERILAKU CYBERBULLYING PADA BERITA VIDEO SYUR

ARTIS REBECCA KLOPPER DALAM JEJARING SOSIAL MEDIA


TWITTER DAN INSTAGRAM

Mata Kuliah : Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif

Dosen Pengampu : Novita Ika Purnamasari, S.I.Kom., M.A

Disusun Oleh :

Dhimas Arjuna 20.96.2209


Lovina Aprilia Ambarita 20.96.1837
Mohamad isnaini sazjali 20.96.1869
Fajar Cahyadi 20.96.1842

20 ILMU KOMUNIKASI 03
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS EKONOMI DAN SOSIAL
UNIVERSITAS AMIKOM YOGYAKARTA
TAHUN 2023
DAFTAR ISI
BAB 1 ................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 9
1.4 Batasan Penelitian ............................................................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 10
BAB II............................................................................................................................... 10
KAJIAN PUSTAKA ......................................................................................................... 10
2.1 Definisi Konseptual .................................................................................................... 10
2.1.1 Interaksi Simbolik ................................................................................................ 10
2.1.2 Instagram.............................................................................................................. 11
2.1.3 Twitter .................................................................................................................. 12
2.1.4 Analisis Data ................................................................................................. 13
2.1.5 Motif dan Dampak Cyberbullying ....................................................................... 13
2.1.6 Video Syur Rebecca Klopper ............................................................................... 14
2.2 Kajian Teori................................................................................................................. 15
2.2.1 Teori Interaksi Simbolik....................................................................................... 15
2.2.2 Penelitian Terdahulu............................................................................................. 16
BAB III ............................................................................................................................. 19
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................................ 19
3.1 Pendekaatan Penelitian ........................................................................................... 19
3.2 Objek Penelitian ...................................................................................................... 19
3.3 Data Primer dan Sekunder ...................................................................................... 19
3.3.1 Data Primer ......................................................................................................... 19
3.3.2 Data Sekunder ...................................................................................................... 19
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 20
3.4.1 Observasi.......................................................................................................... 20
3.4.2 Studi Pustaka .................................................................................................... 20
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 22
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang pesat pada saat ini, komunikasi manusia


menjadi semakin instan. Media sosial menjadi sarana utama dalam
berkomunikasi, memungkinkan orang untuk berinteraksi dengan siapa saja dan
di mana saja. Media sosial telah menggantikan peran media massa dalam
penyebaran informasi, dan terus berkembang seiring waktu. Media sosial
awalnya merupakan kelompok aplikasi berbasis internet yang memfasilitasi
pertukaran informasi antar anggota. Namun, seiring perkembangannya, media
sosial telah meningkatkan informasi dan interaksi di antara penggunanya.
Pengaruh media sosial dalam penyebaran informasi sangat besar, terutama
ketika isu-isu sensitif seperti agama, kejahatan, politik, dan pemerintahan
menjadi topik yang hangat diperbincangkan.Namun, penyebaran informasi
melalui media sosial juga memiliki dampak negatif. Informasi yang
disampaikan dapat tidak terverifikasi kebenarannya dan tidak ada tanggung
jawab atas keakuratan informasi tersebut. Beberapa media sosial populer saat
ini termasuk Facebook, WhatsApp, Instagram, dan Twitter.

Media sosial seharusnya menjadi tempat di mana seseorang dapat


berekspresi sesuai dengan norma-norma yang tertulis dalam UUD 1945 Pasal
28 ayat 2, yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak bebas dari perlakuan
bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak untuk mendapat
perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif itu". Selain itu, dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 19 Ayat 2 juga menyebutkan
bahwa "Setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi; hak ini termasuk
kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan
gagasan apa pun, terlepas dari batasan-batasan, baik secara lisan, tulisan, cetak,
seni, atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya". Dengan demikian,
seseorang seharusnya memiliki kebebasan berekspresi tanpa mengalami
perlakuan negatif seperti cyberbullying.
Twitter dan Instagram adalah salah satu media sosial online yang umum
digunakan. Media sosial ini adalah salah satu dari banyak yang saat ini diminati
masyarakat. Pengguna Twitter dan Instagram tidak dibatasi oleh usia, dari anak-
anak hingga orang dewasa menggunakan media sosial. Dengan kata lain,
kemajuan teknologi komunikasi dapat dipisahkan oleh jaringan internet.
Dengan Internet, orang-orang di seluruh dunia, memiliki akses ke semua
informasi yang Anda butuhkan Tidak dapat dipungkiri juga bahwa pada hampir
semua orang sangat peka terhadap kehadiran jejaring media sosial Twitter dan
Instagram. Penggunaan Twitter dan Instagram yang berlebihan juga akan
menyebabkan efek buruk lainnya pada pengguna, jejaring sosial mungkin
Pengguna dikatakan sangat bebas untuk berbagi apapun dalam hidup mereka
dan semua yang ingin dia lakukan Tidak heran jika hal tersebut memicu
terjadinya cyberbullying di tengah masyarakat Indonesia.

Dampak dari penyebaran informasi melalui media sosial dapat meliputi


perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Pengetahuan dapat berubah
melalui perubahan persepsi dan pendapat, sedangkan sikap dapat berubah
melalui evaluasi terhadap suatu objek. Selain itu, komunikasi merupakan
penyampaian informasi dan pengertian antara individu. Komunikasi yang
efektif terjadi ketika terdapat saling pengertian antara pengirim dan penerima
informasi. Media sosial dapat digunakan sebagai sarana penyebaran informasi
yang positif, seperti ajakan kepedulian sosial, sosialisasi agama, dan
kebangsaan. Namun, di balik itu semua, media sosial juga dapat menyebarkan
informasi negatif seperti hoaks, ujaran kebencian, dan pencemaran nama baik.
Oleh karena itu, penting untuk bijak dalam menggunakan media sosial dan
memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya.

Cyberbullying atau perundungan siber adalah salah satu dampak negatif dari
kemajuan teknologi dan penggunaan media sosial. Cyberbullying merujuk pada
tindakan mengunggah atau mengirimkan teks dan gambar yang kasar dan
merugikan melalui media digital atau internet (Feinberg & Robey, 2010:1).
Cyberbullying juga dapat diartikan sebagai penggunaan teknologi komunikasi
modern, seperti media sosial, dengan tujuan menghina, mempermalukan,
mempermainkan, atau mengintimidasi seseorang (Bauman, 2008:363). Dengan
akses internet dan media sosial yang luas di Indonesia, kasus-kasus
cyberbullying semakin sering terjadi di berbagai kalangan. Menurut Sekjen
APJII, Henri Kasyfi, hampir setengah dari populasi pengguna internet di
Indonesia pernah menjadi korban cyberbullying. Data tersebut didapatkan dari
survei yang dilakukan pada Maret hingga April 2019, dengan 5.900 responden,
yang menunjukkan bahwa 49 persen dari mereka mengaku pernah mengalami
bullying di media sosial (Yudha, 16 Mei 2019).

Bullying yang terjadi tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga terjadi
di kehidupan Dunia maya. lebih buruk lagi, bullying menyebar lebih cepat di
media sosial. kadang-kadang, sebuah berita tak terungkap bisa menyebabkan
kecemasan di mana-mana ketika menyebar melalui media sosial. Teknologi dan
gadget ibarat pedang bermata dua. Ini bisa bermanfaat, tapi bisa juga berbahaya
jika tidak digunakan dengan benar Kasus cyberbullying saat ini tidak lagi
dianggap sebagai hal yang aneh atau tabu oleh sebagian besar masyarakat
karena telah menjadi fenomena yang kerap dijumpai dalam media sosial. Mulai
kalangan anak-anak, remaja bahkan sampai publik figur pernah menjadi korban
cyberbullying. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kementerian
Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan UNICEF pada tahun 2011
hingga 2013 yang dirilis Februari 2014, menyatakan sebagian besar remaja di
Indonesia telah menjadi korban cyberbullying. Studi melibatkan 400 anak dan
remaja rentang usia 10 hingga 19 tahun. Dari ini juga terungkap bahwa sembilan
dari sepuluh siswa atau 89 persen responden berkomunikasi secara online
dengan teman-teman mereka, 56 persen berkomunikasi online dengan keluarga,
dan 35 persen berkomunikasi secara online dengan guru mereka. Sebanyak 13
persen responden mengaku menjadi korban cyberbullying dengan bentuk
hinaan dan ancaman.

Olowais (as cited in Kowalski et al., 2008:154) mencatat beberapa ciri-ciri


pelaku cyberbullying, seperti memiliki kepribadian dominan dan cenderung
memaksakan kehendak, mudah marah atau temperamental, memberikan reaksi
positif terhadap kekerasan, kesulitan dalam mengikuti aturan, memiliki empati
yang terbatas, dan sering terlibat dalam perilaku agresif. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini, peneliti akan menginvestigasi lebih lanjut pemahaman yang
dimiliki oleh pelaku untuk mengetahui keyakinan dominan yang mendasari
pandangan bahwa cyberbullying merupakan perilaku yang benar dan dapat
diterima, tanpa mempertimbangkan efek negatif yang timbul dari perilaku
tersebut.

Kowalski (2008:68) menjelaskan bahwa cyberbullying melibatkan


beberapa elemen dalam prosesnya. Pertama, pelaku (cyberbullies) memiliki
karakteristik sebagai individu yang dominan dan mudah melakukan kekerasan.
Mereka juga cenderung temperamental, mudah frustasi, dan sulit mematuhi
peraturan. Kedua, korban (victims) adalah individu yang berbeda dari
kelompoknya, seperti perbedaan ras, berat badan, cacat, agama, atau mereka
yang dianggap lemah dan pasif. Ketiga, saksi (bystander) adalah mereka yang
menyaksikan tindakan bullying terhadap korban. Saksi dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu mereka yang ikut terlibat dalam bullying atau mereka yang
hanya menyaksikan tanpa melakukan tindakan apapun.

Cyberbullying merupakan masalah serius yang terjadi di media sosial


seperti Twitter dan Instagram. Cyberbullying merujuk pada tindakan agresif,
pelecehan, atau intimidasi yang dilakukan melalui platform online. Pada
Twitter, bentuk cyberbullying yang umum meliputi penghinaan, ancaman, atau
serangan verbal terhadap seseorang secara publik. Karakteristik dari Twitter
yang memungkinkan pengguna untuk menyebarkan pesan dengan cepat dan
menyebarkan informasi kepada banyak orang, membuatnya menjadi platform
yang rentan terhadap penyebaran konten yang merugikan dan penindasan
online. Instagram, dengan fokusnya pada gambar dan visual, juga tidak terlepas
dari masalah cyberbullying. Pengguna dapat menjadi sasaran komentar yang
merendahkan, body shaming (menghina tubuh), atau komentar yang bersifat
seksual terhadap gambar-gambar individu. Selain itu, platform ini juga
menyediakan fitur-fitur seperti Direct Messages (DMs) yang dapat digunakan
untuk mengirim pesan kasar atau ancaman secara pribadi. Cyberbullying dapat
memiliki dampak serius terhadap kesejahteraan mental dan emosional individu
yang menjadi korban. Hal ini dapat menyebabkan stres, depresi, rendah diri,
bahkan dalam kasus yang ekstrem, berpotensi menyebabkan pikiran untuk
bunuh diri. Karena sifat viral dan permanen dari konten di media sosial, korban
cyberbullying seringkali kesulitan menghindari atau menghilangkan dampak
negatif yang ditimbulkan.

Dalam penelitian ini, fokus penelitiannya adalah fenomena cyberbullying


yang terjadi menggunakan teori komunikasi yang tepat adalah Teori Interaksi
Simbolik dan Teori Komunikasi Mediasi.
Teori Interaksi Simbolik berfokus pada bagaimana makna diberikan kepada
simbol-simbol dalam interaksi sosial. Dalam kasus cyberbullying, teori ini
dapat digunakan untuk memahami bagaimana pesan-pesan yang dikirimkan
oleh pelaku cyberbullying dan diterima oleh korban, serta bagaimana hal itu
mempengaruhi persepsi dan interaksi mereka. Teori Interaksi Simbolik juga
menekankan pentingnya pemahaman terhadap peran simbol-simbol dalam
membentuk identitas dan perilaku individu.

Sementara itu, Teori Komunikasi Mediasi menyoroti peran teknologi dalam


proses komunikasi. Dalam konteks cyberbullying, teori ini memfokuskan pada
bagaimana platform online dan media sosial digunakan sebagai alat untuk
melakukan tindakan intimidasi dan pelecehan. Teori ini mempertimbangkan
dampak teknologi dan lingkungan online terhadap dinamika kekuasaan,
konflik, dan komunikasi antarindividu. Dengan memahami kedua teori ini, kita
dapat lebih memahami fenomena cyberbullying, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya dan dampaknya terhadap individu yang terlibat.
Penting juga untuk mempertimbangkan pendekatan yang holistik dan
interdisipliner dalam mengatasi masalah cyberbullying, termasuk melibatkan
aspek psikologis, hukum, dan pendidikan untuk mencegah dan menangani
kasus-kasus tersebut.
Kasus yang peneliti angkat yakni dampak dari cyberbullying terhadap
Rebecca Klopper yang terjadi setelah video syur dirinya diunggah di media
sosial yang utamanya yaitu twitter, dan Instagram menjadi platform yang
banyak disorot oleh netizen Indonesia karena Rebecca Klopper sendiri
merupakan seorang publik figure yang memiliki banyak pengikut di akun
instagram miliknya sehingga menyebabkan kesehatan mental nya terganggu
dan dalam sekejap Rebecca Klopper menghilang dalam media sosial dan tidak
ada kabar sampai berminggu-minggu.

Dari gambar diatas dapat dilihat beberapa komentar yang merujuk


cyberbullying terkait video syur rebecca klopper yang mengakibitkan dirinya
mematikan kolom komentar pada beberapa postingannya.
Alasan pemilihan penelitian ini adalah karena kelompok kami sangat
tertarik dengan fenomena sosial yang sedang berkembang saat ini. Fenomena
tersebut adalah cyberbullying, yang melibatkan tindakan penghinaan,
pempermalukan, intimidasi, dan ancaman terhadap seseorang melalui media
elektronik. Akibat dari meningkatnya kasus
cyberbullying, baik korban maupun pelaku mengalami dampak negatif
terhadap kesehatan mental mereka. Generasi Z, dengan rentang usia antara 20-
25 tahun, menjadi kelompok yang rentan terlibat dalam cyberbullying. Banyak
dari pelaku sebenarnya dulunya merupakan korban cyberbullying. Banyak dari
mereka menyalurkan kekesalan mereka melalui tindakan balas dendam di
media sosial, seperti mencela, menghina, mencemarkan nama baik, dan
mengancam korban selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dijabarkan diatas, maka rumusan masalah


yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
Apa saja motif dan dampak dari perilaku cyberbullying tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti telah menginvestigasi secara mendalam kasus


cyberbullying yang ditujukan kepada transgender di media sosial. Peneliti
berusaha untuk memahami pola pikir yang menjadi latar belakang seseorang
melakukan tindakan cyberbullying dan proses komunikasi yang terjadi antara
pelaku cyberbullying dan transgender.
Untuk mengetahui motif dan dampak perilaku yang mendorong dalam
melakukan tindakan cyberbullying di dalam jejaring media sosial.

1.4 Batasan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas Adapun batasan masalah dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Data yang dapat diambil banyak yang tidak bisa dilihat karena adanya
pembatasan di akun Instagram objek yang kami ambil yakni Rklopper
1.5 Manfaat Penelitian

• Secara Teoritis
Secara teoritis peneliti berharap dapat memberikan kontribusi positif
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang jurnalistik. Baik
itu untuk referensi dalam melakukan penelitian dengan permasalahan
yang sama ataupun untuk menjadi bahan pembelajaran dalam materi
perkuliahan. Serta untuk mengaplikasikan teori yang telah diperoleh di
bangku kuliah selama menjalani proses mendapatkan ilmu di perguruan
tinggi. Serta Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan
rujukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis
tentang respons cyberbullying di sosial media.
• Secara Praktis
Secara praktis peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat menjadi
salah satu media untuk menambah penegtahuan dan wawasan berpikir
sebagai mahasiswa warga negara Indonesia dan umat beragama yang
baik dalam menghargai perbedaan. Serta Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi referensi dan rujukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian sejenis tentang respons cyberbullying di sosial media juga di
harapkan dapat memberikan informasi tentang hubungan bermedia
sosial tentunya Twitter dan Instagram dengan berbagai fenomena yang
ada pada Twitter dan Instagram. Dan mengapa bisa terjadinya simbolik
cyberbullying pada perempuan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Konseptual
2.1.1 Interaksi Simbolik

Cyberbullying adalah penggunaan teknologi untuk melecehkan, mengancam,


mempermalukan, atau menargetkan orang lain. Ancaman online dan teks, tweet,
kiriman, atau pesan yang kasar, menghina atau kasar menjadi target dan dapat
diulang. Hal yang sama berlaku untuk memposting informasi pribadi, gambar, atau
video yang dirancang untuk menyakiti atau mempermalukan orang lain.
Cyberbullying juga mencakup foto, pesan, atau halaman yang tidak dapat dihapus,
meskipun orang tersebut memintanya. Dengan kata lain, itu mengacu pada apa pun
yang diposting online yang dimaksudkan untuk menyakiti, melecehkan, atau
membuat marah orang lain. Ancaman atau komentar kasar tentang jenis kelamin,
agama, orientasi seksual, perbedaan ras atau fisik seseorang, dan lain-lain dianggap
sebagai diskriminasi.

“Fenomena Perilaku Cyberbullying di Dalam Jejaring Media Sosial Twitter dan


Instagram” dengan membahas tentang maraknya penggunaan jejaring sosial Twitter
dan Instagram dikalangan masyarakat modern saat ini tengah sangat popular.
Twitter dan Instagram membawa trend baru dalam masyarakat sebagai ajang untuk
melakukan tindakan penindasan secara online atau yang lebih dikenal dengan
sebutan cyberbullying. Pengguna twitter dengan mudah dapat melakukan
cyberbullying kepada pengguna twitter lainnya, pengguna dapat memposting
tulisan kejam atau mengunggah foto yang berhubungan dengan individu lain
dengan tujuan mengintimidasi dan merusak nama baik seseorang. Tujuan
cyberbullying dalam media twitter adalah untuk memenuhi kebutuhan dimana pada
hakikatnya semua orang selalu berjuang dalam usaha memenuhi kebutuhan –
kebutuhan pokoknya dalam hal kesehatan, keamanan, pengaruh, kekuasaan dan
kepuasaan hidupnya secara biologis, lahiriah maupun batiniah.

2.1.2 Instagram

Instagram adalah sosial media berbasis gambar yang memberikan layanan berbagi
foto atau video secara online. Instagram berasal dari pengertian dari keseluruhan
fungsi aplikasi ini. Kata "insta" berasal dari kata "instan", seperti kamera polaroid
yang pada masanya lebih dikenal dengan sebutan "foto instan". Instagram juga
dapat menampilkan foto-foto secara instan, seperti polaroid di dalam tampilannya.
Sedangkan untuk kata "gram" berasal dari kata "telegram" yang cara kerjanya untuk
mengirimkan informasi kepada orang lain dengan cepat. Sama halnya dengan
Instagram yang dapat mengunggah foto dengan menggunakan jaringan Internet,
sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat diterima dengan cepat. Oleh
karena itulah Instagram merupakan lakuran dari kata instan dan telegram. Pada
aplikasi Instagram, memungkinkan pengguna untuk mengunggah foto dan video ke
dalam feed yang dapat diedit dengan berbagai filter dan diatur dengan tag dan
informasi lokasi.

Unggahan dapat dibagikan secara publik atau dengan pengikut yang disetujui
sebelumnya. Pengguna dapat menjelajahi konten pengguna lain berdasarkan tag
dan lokasi dan melihat konten yang sedang tren. Pengguna dapat menyukai foto
serta mengikuti pengguna lain untuk menambahkan konten mereka masuk kepada
beranda. Melalui Instagram pengguna dapat mengunggah foto dan video pendek
kemudian membagikannya kepada pengguna lain. Pada gambar yang diunggah,
pengguna dapat menambahkan tag kepada orang tertentu dan penentuan lokasi.
Pengguna juga dapat mengatur akun mereka sebagai "pribadi", sehingga
mengharuskan mereka menyetujui setiap permintaan pengikut baru. Pengguna
dapat menghubungkan akun Instagram mereka ke situs jejaring sosial lain,
memungkinkan mereka untuk berbagi foto yang diunggah ke situs-situs tersebut.

2.1.3 Twitter

Twitter didirikan pada tahun 2006 oleh Jack Dorsey, Evan Williams, Biz Stone, dan
Noah Glass dengan tujuan untuk memperluaskan komunikasi dan berbagi informasi
secara instan dengan banyak orang sekaligus melalui pesan singkat atau yang
kemudian dikenal sebagai "tweet". Sejak diluncurkan, Twitter telah menjadi
salahsatu platform media sosial yang paling populer dan banyak digunakan di
seluruh dunia. Twitter memungkinkan pengguna untuk mengikuti akun lain dan
melihat tweet mereka di waktu nyata, serta mengirimkan tweet mereka sendiri
untuk dibagikan ke pengikut mereka.

Twitter adalah layanan jejaring sosial atau bisa juga dibilang mikroblog daring yang
memungkinkan pengguna untuk mengirim, membaca, dan membalas pesan teks
hingga 280 karakter (dikenal dengan sebutan kicauan (tweet)). Pada awalnya
Twitter hanya mengizinkan pengguna untuk mengirim tweet maksimal 140
karakter, namun pada tanggal 7 November 2017 twitter menambah jumlahnya
menjadi 280 karakter. Di Twitter, pengguna yang tidak terdaftar hanya dapat
membaca kicauan (tweet) pengguna lain, sedangkan pengguna terdaftar bisa
menulis, membagikan, dan menyukai kicauan (tweet) melalui user interface situs
web dan aplikasi smartphone Android dan iOS (iPhone). Kicauan (tweet) diartikan
ketika pengguna menulis dan membagikan tulisan (postingan). Sedangkan retweet
diartikan membagikan tulisan pengguna lain ke beranda profil kita. Twitter
memiliki banyak manfaat dalam segala aspek, namun ada beberapa hal yang
terkadang membuat kegaduhan sehingga masalah dimana-mana. Twitter banyak
dimanfaatkan sebagai media kampanye politik dengan mendukung pasangan
tertentu atau bahkan merendahkan pasangan lain, dijadikan sebagai sarana protes,
sarana pembelajaran, hingga media komunikasi darurat.

2.1.4 Analisis Data

Analisis data adalah proses pengolahan data dengan tujuan untuk menemukan
informasi yang berguna sebagai dasar pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah. Proses analisis ini meliputi kegiatan pengelompokan data berdasarkan
karakteristik data, melakukan pembersihan data, transformasi data, membuat model
data hingga menemukan informasi penting dari data. Jangan lupa bahwa data yang
melewati proses ini harus disajikan dalam bentuk yang menarik dan mudah
dipahami, biasanya dalam bentuk bagan atau grafik.

Pemanfaatan teknologi masa kini memengaruhi sebagian besar kegiatan kita.


Teknologi tersebut pastinya terkait dengan informasi yang akan terus berkembang
setiap waktu. Apabila informasi dibiarkan menumpuk, hal itu akan menjadi sia-sia
belaka. Meskipun informasi dapat diproses dan dimanfaatkan untuk memperoleh
data yang berguna. Karena itu, analisis informasi menjadi langkah yang amat
penting dalam pengolahan data. Ketika membahas analisis informasi, terdapat
banyak metode atau teknik yang berbeda yang dapat digunakan.

2.1.5 Motif dan Dampak Cyberbullying

Dorongan, alasan dasar dan pikiran dasar bagi seseorang merupakan sebuah
penggerak untuk mau bertindak memenuhi kebutuhannya, hal inilah yang
disebut sebagai motivasi, motif jika dihubungkan dengan konsumsi media
berarti segala alasan dan pendorong dalam diri manusia yang menyebabkan
seseorang menggunakan media. Penelitiannya bertujuan untuk memahami
motivasi pelaku dalam melakukan cyberbullying dijejaring sosial twitter dan
Instagram.

- Pelaku cyberbullying merasa lebih kuat dan berkuasa sehingga bisa


melakukan apapun yang diinginkannya.

- Pikiran cyberbullying dapat membuat mereka populer di komunitas.

- Cyberbullying percaya tindakan mereka dapat membantu meningkatkan harga


diri mereka. Oleh karena itu, pelaku perlu mencari jalan keluar atau pembenaran
dengan memaksakan keadaannya kepada orang lain.

- Para pelaku cyberbullying menganggap apa yang mereka lakukan hanyalah


iseng saja.

- Kepribadian cyberbullying mengalami kesulitan berempati dengan orang lain,


dan seringkali bahkan tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitar mereka.

- Cyberbullying membenarkan apa yang mereka lakukan karena semua orang


bebas untuk mengekspresikan diri.

Dampak dari perilaku remaja yang hanya memanfaatkan layanan internet untuk
chattingdi media sosial, memiliki kecenderungan terhadap penyalahgunaan
layanan media sosial tersebut, diantara bentuk penyimpangan
penyalahgunaan layanantersebut adalah Cyberbullying. Cyberbullying
merupakan tindakan perundungan yang dilakukan oleh seseorang dengan
menggunakan media internet, dengan berbasis pada situs atau platform jejaring
sosial.

2.1.6 Video Syur Rebecca Klopper

Popularitas sebuah video di platform Twitter dan TikTok saat ini sedang menjadi
fokus perhatian masyarakat. Rebecca Klopper menjadi perbincangan hangat setelah
munculnya kontroversi terkait video berdurasi 11 menit yang memuat adegan yang
tidak pantas dan menjadi viral, menarik perhatian dan rasa ingin tahu banyak orang.
Video tersebut kemudian memicu pencarian link telegram yang diduga memiliki
versi full durasi lebih lama. Dugaan ini didasarkan pada adanya petunjuk dalam
video yang menunjukkan keberadaan versi full.
Banyak yang menduga bahwa perempuan dalam video tersebut mirip dengan
Rebecca Klopper, sehingga spekulasi semakin berkembang dan menimbulkan
pertanyaan dari masyarakat mengenai siapa sebenarnya sosok dalam video tersebut.

Rebecca Klopper tengah menjadi topik hangat di berbagai platform media sosial,
sejak munculnya video yang kontroversial selama 47 detik yang diduga
menampilkan sosok yang mirip dengannya. Dugaan bahwa wanita dalam video
tersebut adalah Rebecca semakin kuat setelah ditemukan tanda lahir yang sama
dengan yang dimiliki oleh Rebecca di bagian kiri perutnya. Penampilan wanita
dalam video tersebut menunjukkan adanya tindik pada pusar, yang juga mirip
dengan milik Rebecca Klopper. Meskipun situasinya tengah menjadi perhatian
publik, Rebecca Klopper memilih untuk tidak memberikan respons apa pun terkait
hal ini.

2.2 Kajian Teori


2.2.1 Teori Interaksi Simbolik

Teori ini pada dasarnya memusatkan perhatiannya pada analisis perilaku individu
dengan individu lainnya dalam kelompok kecil. Teori ini tidak dimaksudkan untuk
menganalisis masyarakat dalam skala yang besar, seperti masyarakat adat atau
masyarakat umum. Lebih tepatnya, teori ini mempelajari perilaku komunitas kecil
yang memiliki keunikan tertentu dalam interaksi sosial di antara mereka.

Teks ini tidak bertujuan untuk menjelaskan teori ini secara rinci. Biasanya, dalam
perkuliahan sosiologi hukum, teori ini jarang dibahas, terutama karena skala
analisisnya yang terlalu mikro, sedangkan fenomena hukum lebih bersifat umum
dan abstrak. Padahal, kajian teoretis semacam ini sangat bermanfaat dalam
memahami kasus-kasus yang unik yang telah diputuskan oleh pengadilan. Teks ini
sendiri bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang teori ini dan
bagaimana ia dapat diterapkan pada sebuah fenomena sederhana.

Menurut teori Interaksionisme Simbolik, manusia adalah mahluk yang


menciptakan atau memproduksi simbol. Pemikiran ini mengingatkan kita pada
pernyataan filosof neo-kantian Ernst Cassirer bahwa manusia adalah "animal
symbolicum". Semua objek dalam kehidupan manusia memiliki makna simbolik.
Makna ini tidak muncul dengan sendirinya, melainkan diciptakan dan disepakati
sebagai simbol. Simbol di sini diartikan sebagai tanda yang memiliki makna yang
disepakati. Oleh karena itu, perilaku manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok, didasarkan pada makna simbolik dari objek-objek tersebut.

Sebagai contoh, kita dapat melihat tanda lalu lintas yang memiliki lingkaran berisi
huruf P yang dicoret di ujung tiangnya. Tanda itu adalah simbol yang disepakati
sebagai larangan untuk parkir di sekitar tempat tersebut. Kesepakatan ini diyakini
universal karena di berbagai negara, tanda lalu lintas yang bermakna Tanda
larangan parkir memiliki simbol yang sama dengan tanda lalu lintas yang melarang
parkir. Para pembentuk hukum, terutama di bidang lalu lintas dan angkutan jalan,
telah mengadopsi makna simbolik ini dan menganggapnya sebagai hasil
kesepakatan. Simbol ini kemudian disosialisasikan, diperkenalkan kepada anak-
anak sejak dini yang belajar tentang etiket berlalu lintas hingga saat mereka dewasa
dan mendapatkan surat izin mengemudi. Dengan demikian, makna simbolik dari
tanda larangan parkir telah diperkenalkan dalam interaksi sosial.

2.2.2 Penelitian Terdahulu

Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian sebelumnya sebagai


pembanding dan standar, serta memudahkan penulis dalam menyusun studi ini.
Tinjauan literatur menguraikan literatur yang relevan dengan bidang atau topik
tertentu secara lebih rinci untuk memastikan bahwa proses dan hasil penelitian yang
dilakukan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, mencegah duplikasi dan
pengulangan penelitian, atau kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh
peneliti sebelumnya. Pada bab ini terdapat beberapa penelitianterdahulu yang
penulisjadikan gambaran pada penelitia dengan kesamaan topik penelitian, yaitu
terkait tentang cyberbullying kejahatan di media sosial. Hal ini dilakukan agar
penelitian tersebut terhindar dari unsur plagiat serta sebagai perbandingan bagi
penelitian penulis.

No Judul dan Nama Teori Metodologi Penelitian Hasil


Pengarang
1 Aprian Putra,2017. Teori Penelitian ini Hasil dari penelitian ini menunjukan
Analisis Hyperpersonal menggunakan bahwa cyberbullying yang didapatkan
Cyberbullying di Model metode analisis Van oleh Ahmad Dhani disebabkan karena
Media Sosial Djik. Data yang cuitan-cuitan Ahmad Dhani yang
Twitter (Studi dianalisis dalam dianggap kasar dan kontrovesial. Bentuk
Pada Akun penelitian ini adalah bullying yang ditemukan pada penelitian
Twitter cuitan atau tweet-tweet ini terdiri dari Flaming, Dinegration, dan
@ahmaddhaniprast yang mengandungunsur Masquerade.
Periode Bulan cyberbullying. Teknik
Februari, Juni pengumpulan data
2016) menggunakan data
primer dan data
sekunder.
2 Reyvaldi Ryan Teori New Penelitian ini Hasil pada penelitian ini ditemukan adanya
Saputra 2022. Media menggunakan kekerasan yang dialami anak atau remaja yang
Perilaku metode jenis riset konten dilakukan teman seusianya melalui dunia cyber
Cyberbullying analisis atau internet. Bentukbentuk cyberbullying yang
Dalam Media Hasil pada penelitian ini ditemukan didalam penelitian Called Name.
Sosial Instagram ditemukan
@Sobahrajaaa_ adanya kekerasan yang
dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian ini
tidak
mencari atau
menjelaskan
hubungan, tidak menguji
hipotesis
atau prediksi, tapi
menitikberatkan
pada observasi. Metode
penggumpulan data
dilakukan dengan
observasi non partisipan.
3 Widyawati MP, Teori New Penelitian ini Hasil pada penelitian ditemukan bahwa
2017. Media menggunakan metode penyebab Laurentius Rando mendapatkan
Cyberbullying deskriptif kualitatif Cyberbillying dikarenakan dari masalah yang
dimedia dengan pendekatan ada pada Komunitas Beatbox Indonesia serta
Sosial Youtube pemecahan masalah sikap dari Laurentius Rando yang dianggap
(Analisis Interaksi berdasarkan data dan arogan dan sombong.
Sosial Laurentius hasil observasi. Teknik
Rando Terhadap pengumpulan data
haters) mencakup observasi,
dokumentasi, studi
pustaka, dan analisis isi
media sosial.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekaatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Beni Ahmad


Saebani dalam bukunya Metodelogi Penelitian, menjelaskan penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek ilmiah,
(sebagai lawannya eksperimen), yaitu peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada
generalisasi Pendekatan penelitian ini lebih tertuju pada analisa, Metode dengan
penelitian kualitatif memiliki tujuan untuk menjelaskan suatu fenomena dengan
mendalam dan juga dilakukan dengan mengumpulkan data.

3.2 Objek Penelitian

Komentar – komentar dan respon yang ada di Postingan Instagram


@rklopperr akan menjadi objek penelitian ini.

3.3 Data Primer dan Sekunder

Peneliti menggunakan sumber data sebagai acuan dalam pengerjaan pada


penelitian ini, data yang dijadikan rujuan yakni :

3.3.1 Data Primer

1. Data Primer

Data primer yang merupakan sumber data utama yang diperoleh secara
langsung oleh peneliti dengan mengamati komentar – komentar dan story postingan
yang ada pada Instagram @rklopperr

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data diperoleh peneliti dari sumber lain yakni jurnal
terkait yang kredibel dan pustaka lain memiliki keterkaitan dengan riset ini.
3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Observasi

Observasi merupakan salah satu Teknik dalam pengumpulan data dengan


melibatkan secara langsung terhadap subjek maupun situasi yang diamati.

Peneliti berfokus dengan meneliti, mengamati, melihat paparan dari


interaksi atau kejadian yang terjadi pada postingan atau unggahan mengenai video
syur Rebbeca Klopper di Media sosial Instagram dan Twitter.

3.4.2 Studi Pustaka

Studi dilakukan dengan mendokumentasikan dengan teknik screen capture


atau menduplikasikan foto percakapan pada kolom komentar yang tersedia
di media sosial Instagram dan Twitter yang berdasar pada teori interaksi simbolik.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam analisis data kualitatif, kita menggunakan teknik-teknik yang


beragam untuk mengambil kesimpulan yang deskriptif. Hal ini melibatkan
pemilahan, pemeriksaan, evaluasi, kategorisasi, sintesis, perbandingan, dan
penafsiran kode dan data yang telah direkam. Selain itu, juga dilakukan pengujian
terhadap data mentah yang telah tercatat.

Dalam riset ini karena Teknik yang digunakan peneliti menggunakan teori
interaksi simbolik. Teori interaksi simbolik fokus pada pemahaman tentang
bagaimana manusia memberikan makna dan berinteraksi dengan dunia mereka
melalui simbol-simbol. Dalam konteks analisis data kualitatif, teori ini digunakan
untuk memahami dan menganalisis makna yang terkandung dalam interaksi,
komunikasi, dan pengalaman yang diungkapkan oleh peserta penelitian melalui
observasi, dan kualitatif lainnya. Teknik analisis yang melibatkan teori interaksi
simbolik dapat membantu menggali pemahaman yang lebih mendalam tentang
pengalaman manusia dan interpretasi mereka terhadap dunia sekitar.

Dalam teori analisis simbolik, terdapat beberapa elemen utama, antara lain:
1. Simbol: Simbol merupakan bagian penting dalam teori ini. Simbol-simbol adalah
tanda atau representasi yang memiliki makna di dalam konteks sosial. Simbol-
simbol ini dapat berupa kata, gestur, tindakan, atau objek yang digunakan oleh
individu untuk berkomunikasi dan memberikan makna.

2. Interaksi: Teori analisis simbolik menekankan pentingnya interaksi antara


individu dalam membentuk pemahaman dan memberikan makna. Interaksi sosial
melibatkan pertukaran simbolik di antara individu-individu, baik secara langsung
maupun melalui komunikasi nonverbal.

3. Makna: Dalam teori ini, makna diberikan oleh individu melalui interpretasi
simbol-simbol dalam konteks sosial. Makna bersifat subjektif dan dapat bervariasi
antara individu atau kelompok. Analisis simbolik berfokus pada pemahaman dan
interpretasi makna yang diberikan oleh individu terhadap simbol-simbol dalam
interaksi sosial.

4. Tindakan: Tindakan merujuk pada perilaku atau aktivitas yang dilakukan oleh
individu dalam konteks interaksi sosial. Tindakan dapat berupa kata-kata yang
diucapkan, gerakan tubuh, atau bahkan penampilan fisik. Analisis simbolik
memperhatikan tindakan sebagai manifestasi dari interpretasi simbolik yang
diberikan oleh individu.

5. Konteks sosial: Konteks sosial merujuk pada lingkungan, norma, nilai-nilai, dan
struktur sosial yang mempengaruhi interpretasi simbolik dan interaksi antara
individu. Konteks sosial memberikan kerangka referensi bagi individu dalam
memberikan makna dan berinteraksi.

Dengan memperhatikan elemen-elemen ini, analisis simbolik bertujuan untuk


memahami bagaimana individu memberikan makna, berinteraksi, dan bertindak
dalam konteks sosial yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Putra, A. (2017). ANALISIS CYBERBULLYING DI MEDIA SOSIAL TWITTER


(Studi Pada Akun Twitter @ahmaddhaniprast Periode Bulan Februari-Juni 2016).
Skripsi, Universitas Lampung.

RizkyFitransyah, R., & Waliyanti, E. (2018). Perilaku Cyberbullying Dengan


Media Instagram Pada Remaja Di Yogyakarta. Indonesian Journal of Nursing
Practice, 2(1). https://doi.org/10.18196/ijnp.2177

MP, W. (2017). Cyberbullying di Media Sosial Youtube (Analisis Interaksi Sosial


Laurentius Rando Terhadap Haters). Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Retrieved from http://www.albayan.ae

You might also like