You are on page 1of 7

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 1

Nama Mahasiswa : ANANDA NIBRAS KHAIRUNNISA

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044839859

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4203

Kode/Nama UPBJJ : UPBJJ SEMARANG

Masa Ujian : 2022/23.1 (2022.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA


1. Berdasarkan bentuknya Hukum Pidana dibagi menjadi dua yakni, Hukum Pidana
Tertulis dan Hukum Pidana Tidak tertulis.
a. Hukum Pidana Tertulis adalah peraturan hukum pidana yang dikeluarkan oleh
lembaga negara yang berwenang membuat peraturan. Di Indonesia Hukum Pidana
berupa KUHP, KUHAP serta Undang-Undang yang ada diluar keduanya.
b. Hukum Pidana Tidak Tertulis atau hukum adat merupakan hukum yang terdapat di
masyarakat berupa norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tersebut.
Salah satu contoh hukum adat atau hukum tidak tertulis adalah tidak boleh
menikahkan anak pertama dan anak ketiga. Hal ini tidak tertulis di dalam ranah hukum
manapun karena hukum ini bersumber dari adat istiadat / kepercayaan para leluhur
masyarakat Jawa. Hukum Adat tentang pernikahan ini juga tidak dianut oleh seluruh
umat manusia atau masyarakat Indonesia, melainkan dipatuhi oleh sebagian besar
masyarakat etnis Jawa yang masih memegang teguh budaya jawa dalam
melaksanakan pernikahan.
Berkaitan dengan salah satu asas Legalitas pada Hukum yang mana didalamnya
terkandung prinsip Lex Scripta (harus tertulis), bukan berarti bahwasannya hukum
tidak tertulis tidak berlaku dan diakui oleh masyarakat. Hukum tidak tertulis akan terus
berjalan dan diikuti serta dipatuhi oleh sekelompok masyarakat terkait yang sepakat
dengan hukum tersebut dikarenakan hukum tidak tertulis berkaitan dengan identitas
masyarakat tersebut. Hal tersebut dapat dari contoh yang sudah disebutkan diatas
tentang bagaimana hukum pernikahan yang dianut oleh Sebagian besar masyarakat
etnis jawa. Selain itu walaupun dalam prinsip Lex Scripta pada Asas Legalitas dalam
Hukum juga tidak bisa menjustifikasi bahwa Hukum Tidak tertulis memiliki kualitas
hukum yang tidak sebaik Hukum Tertulis. Hal ini dikeranekan Hukum apapun itu
bertujuan untuk menegakkan keadilan, tertulis atau tidak hanya terkait bentuknya saja.
Maka dari itu penggunaan hukum tertulis juga tidak serta merta menghilangkan
bekerjanya “hukum” yang tidak tertulis begitu saja, seperti tradisi, kebiasaan atau
praktek-praktek tertentu karena hukum tidak tertulis kebanyakan dipercaya, dipatuhi
oleh penganutnya karena merupakan bagian dari pembentuk identitasnya. Hukum
tertulis dan hukum tidak tertulis bukan untuk dibandingkan melainkan kedua bentuk
hukum yang memang berjalan secara berdampingan di masyarakat untuk
mewujudkan keadilan yang sudah disepakati dan disesuaikan dengan nilai-nilai
moralitas agar mencapai kehidupan yang harmonis dalam masyarakat tersebut. Selain
itu Hukum tidak tertulis sifatnya bisa dilaksanakan oleh masyarakat selama tidak
berlawanan dengan Hukum tertulis. Di Indonesia hukum adat tidak tertulis dikuatkan
oleh Pasal 18 B dalam UUD 1945 bahwa “Negara Menyatakan  dan Menghormati
Kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat Serta Hak-hak Tradisonalnya sepanjang
Masih Hidup dan Sesuai dengan Prinsip Masyarakat dan Prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang Diatur dalam Undang-Undang (UU)”.

Sumber :
Dr. Fitri Wahyuni, S. M. (2017). DASAR - DASAR HUKUM PIDANA DI INDONESIA.
Tangerang Selatan: PT. Nusantara Persada Utama.
Drs. Adam Chazawi, S. (2014). Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Depok: Rajawali Pers.
Prof. Satjipto rahardjo, S. (2006). Ilmu Hukum. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti.

2. Menurut para ahli berikut adalah definisi hukum pidana :


a. Menurut W.L.G.Lemaire, Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi
keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-
undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa
hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan
terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu di mana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu)
dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta
hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan tindakan tersebut.
b. Menurut Mezger Hukum Pidana materiil adalah aturan hukum yang mengikatkan
kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat
berupa pidana.
c. Menurut Van Hamel, hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan
aturan-aturan yang ditaati negara (atau masyarakat hukum umum lainnya) yang
mana mereka adalah pemelihara ketertiban hukum umum telah melarang
perbuatan-perbuatan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan
pelanggaran terhadap aturan-aturan dengan suatu penderitaan bersifat khusus
berupa pidana.
d. Menurut Moljatno, hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang
berlaku dari suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk:
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu
bagi barangsiapa melanggar larang tersebut.
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
3) menentukan dengan cara yang bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.
Berdasarkan pengertian hukum pidana yang telah didefiniskan oleh para pakar
tersebut, dapat disimpulkan bahwa agar Hukum Pidana dapat berjalan dengan
baik, efektif serta efisien harus didefinisikan menjadi dua bagian yakni Hukum
Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil. Hukum Pidana Materiil dan Hukum
Pidana Formil merupakan dua hal yang memiliki tujuan yang sama (mewujudkan
Hukum Pidana di masyarakat) namun dengan sudut pandang yang berbeda tetapi
keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Hukum Pidana
Materiil sebagai dasar untuk menjustifikasi dan menjelaskan tentang konsekuensi
dari sebuah perbuatan bisa dikatakan salah karena sudah melanggar norma serta
harus menerima konsekuensi berupa hukuman yang telah ditetapkan dan
disepakati oleh negara, sedangkan Hukum Pidana Formil merupakan Hukum
Pidana yang mengatur tentang bagaimana pemerintah / penegak hukum
menindaklanjuti perilaku yang telah melanggar norma-norma tersebut.
Di Indonesia Hukum Pidana Materiil dikodifikasi dalam bentuk KUHP (Kitab
Undang Undang Hukum Pidana). KUHP terdiri dari 3 Buku, 49 Bab, dan 569 Pasal
sedangkan untuk hukum pidana formil dikodikasi dalam bentuk KUHAP (Kitab
Undang – Undang Hukum Acara Pidana) yang terdiri dari 22 bab dan 286 pasal.
Berdasarkan kasus yang ada pada Curi Sepeda Motor, Pelaku Ditangkap Unit
Reskrim Polsek Tanjung Balai Utara - Bratapos.com. Berdasarkan Hukum Pindana
Materiil, Perbuatan Kiki dan Anas (Mencuri motor) melanggar Pasal 363 KUHP
serta ditambah perbuatan Anas (menjual hasil barang curian kepada orang lain
atau bisa dikatakan penadahan) juga melanggar pasal 480 KUHP. Selain itu
dimulai dari Polisi yang menindaklanjuti laporan dari pencurian kemudian
memutuskan untuk melakukan investigasi yang setelah ditemukan berbagai
barang bukti dan saksi-saksi lalu Polisi melakukan Penangkapan tersangka
merupakan wujud dari Hukum Pidana Formil yang mana prosedur tersebut sesuai
diatur dalam KUHAP No. 8 Tahun 1981.

Sumber :

Dr. Fitri Wahyuni, S. M. (2017). DASAR - DASAR HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Tangerang Selatan:
PT. Nusantara Persada Utama.

Drs. Adam Chazawi, S. (2014). Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Depok: Rajawali Pers.

Effendi, E. (2021). Hukum Acara Pidana Perspektif KUHAP dan Peraturan Lainnya . Bandung: Refika
Aditama.
Prof. Satjipto rahardjo, S. (2006). Ilmu Hukum. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti.

Sofyan, A., & Asis, A. (2014). Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group.

3. Kasus yang dilansir pada laman Curi Sepeda Motor, Pelaku Ditangkap Unit Reskrim
Polsek Tanjung Balai Utara - Bratapos.com dapat diuraikan secara mendetail terkait
pasal yang dilanggar serta pasal prosedur yang diterapkan kemudian unsur-unsur
hukum pidana yang terkandung akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Jenis Pasal yang dilanggar
Diketahui bahwasannya terdapat Warga melakukan pelaporan pencurian motor
di Tanjung Balai Utara pada tanggal 22 Agustus 2020 di Polsek Tanjung Balai
Utara. Pelaporan yang dilakukan warga sesuai dengan Pasal 1 angka 24 BAB I
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Setelah mendapat Laporan, Unit Reskrim Polsek Tanjungbalai Utara
melakukan pengembangan kasus dengan menggali informasi untuk
mendapatkan saksi serta barang bukti dalam rangka menentukan tersangka
untuk mendapatkan dasar penangkapan tersangka. Anggota Reskrim Polsek
Tanjung Balai Utara ditetapkan sebagai penyelidik sesuai dengan Pasal 4
BAB IV Bagian Kesatu Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Selaku penyelidik dan Penyidik melakukan pengembangan kasus dengan
mencari keterangan saksi, dan barang bukti dalam rangka menentukan
tersangka sebagai dasar penangkapan tersangka sesuai dengan Pasal 5 –
Pasal Pasal 9 BAB IV Bagian Kesatu Undang Undang No 8 Tahun 1981 pada
KUHAP. Setelah itu Polisi menentukan tersangka, penyelidik atas perintah
penyidik melakukan penangkapan tersangka yang mana prosedur tersebut
sesuai dengan Pasal 16 - Pasal 19 pada BAB V bagian Kesatu Undang
Undang No 8 Tahun 1981 pada KUHAP. Berdasarkan bukti dan saksi yang
telah didapatkan dan tersangka yang telah ditetapkan dan ditangkap, Reskrim
Polsek Tanjung Balai Utara memberikan penjelasan atas kronologi kejadian
dapat dideskripsikan bahwasannya Kiki dan Anas melakukan pencurian yang
mana melanggar hukum yang telah diatur dalam Pasal 363 Ayat 1 ke-4 Bab
XXII Buku Kedua KUHP (termasuk kategori Pencurian yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih), ditambah terdapat sebuah bukti dari saksi dan korban
bahwa Anas melakukan penawaran penjualan sepeda motor tanpa dokumen
yang mana dapat dikatakan melanggar pasal 480 Ke-1 KUHP (Penadahan).
Namun apabila tersangka Kiki melakukan pencurian seorang diri tanpa
bersekongkol dengan siapapun maka ia disebut melanggar Pasal 362 Bab
XXII Buku Kedua KUHP.
b. Unsur-Unsur Hukum Pidana
Berdasarkan kasus yang dilansir pada laman Curi Sepeda Motor, Pelaku
Ditangkap Unit Reskrim Polsek Tanjung Balai Utara - Bratapos.com, dinyatakan
bahwa Kiki melanggar 362 KUHP (POV : Kiki mengakui bahwa ia melakukan
pencurian sendiri). Pasal 362 KUHP berbunyi, ”Barangsiapa mengambil barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.
Dari bunyi pasal 362 KUHP tersebut bisa ditarik bahwa terdapat 4 unsur yakni :
1) Perbuatan mengambil
Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan mengambil
barang. Kata mengambil dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan
tangan dan jari-jari memegang barangnya, dan mengalihkannya ke
tempat lain. Berarti berdsarkan uraian tersebut dapat kita ketahui bahwa
perbuatan mengambil itu hanyalah apabila barang tersebut diambil oleh
orang yang tidak berhak terhadap barang tersebut. Berdasarkan kasus
tersebut Kiki mengambil motor milik korban.
2) Yang diambil harus sesuatu barang
Kita ketahui bersama bahwa sifat tindak pidana pencurian ialah
merugikan kekayan si korban, maka barang yang diambil haruslah
berharga. Harga ini tidak selalu bersifat ekonomis. Yang dimaksudkan
berupa barang ini tentu saja barang yang dapat dinikmati oleh orang yang
membutuhkannya. Berdasarkan kasus tersebut sepeda motor
merupakan salah satu alat transportasi yang penting dan tergolong
kebutuhan sekunder yang memiliki nilai berharga bagi korban
(dibuktikan karena sepeda motor penggunaannya pun harus
memiliki SIM serta terdapat surat-surat kepemilikan khusus BPKB
dan STNK serta merupakan barang yang terkena Pajak setiap
tahunnya)
3) Barang yang diambil harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain
Yang dimaksudkan kepunyaan orang lain dalam hal ini dimaksudkan
bahwa barang yang diambil itu haruslah kepunyaan orang lain atau selain
kepunyaan orang yang mengambil tersebut. Berdasarkan kasus
tersebut, Sepeda motor merupakan sepenuhnya kepemilikan korban
sedangkan Kiki tidak memiliki kepemilikan sedikitpun atas sepeda
motor tersebut.
4) Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki
barang itu dengan melawan hukum
Dalam hal ini dimaksudkan bahwa timbulnya timbulnya perbuatan itu
haruslah berdasarkan adanya keinginan dari si pelaku untuk memiliki
barang tersebut dengan cara melawan hukum, dimana letak perbuatan
melawan hukum dalam hal ini adalah memiliki barang orang dengan cara
mencuri atau mengambil barang orang lain tanpa sepengetahuan
pemiliknya. Dalam kasus tersebut berdasarkan keterangan saksi,
disebutkan bahwa Kiki mencuri motor kemudian akan dijual kepada
orang lain dan diambil secara illegal karena menggunakan cara-cara
tertentu agar pemilik sepeda motor tidak tahu bahwa barangnya
diambil (ditemukan barang bukti berupa obeng untuk membobol
kunci).

Sumber :

Abidin, Z. (2004). Hukum Pidana Dalam Skema. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prodjodikoro, W. (2006). Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia . Bandung: Eresco.

Prof. Satjipto rahardjo, S. (2006). Ilmu Hukum. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti.

Soesilo, R. (2004). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Penjelasannya. Bogor: Politeia.

You might also like