Professional Documents
Culture Documents
Makalah Difteri
Makalah Difteri
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Kelas A
PRODI S1 KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul “difteri”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas
Keperawatan Komunitas 2.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu penulis selama proses penyelesaian tugas akhir ini
hingga selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada:
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan
strain toksin. Kuman ini menghasilkan racun yang dapat membahayakan atau
merusak jaringan dan organ tubuh manusia. Salah satu jenis difteri
saat ini masih menjadi kejadian luar biasa (KLB) dan menyebabkan kematian.
Penyakit difteri pada umumnya menyerang anak-anak usia 1-10 tahun. Penyakit
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Imunisasi adalah suatu upaya untuk
penyakit tertentu, sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Beberapa penyakit menular
yang termasuk ke dalam penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
antara lain TBC, difteri, tetanus, hepatitis B, pertusis, campak, polio, radang
selaput otak, dan radang paru-paru. Imunisasi merupakan salah satu intervensi
dan mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I yang
diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya. Sasaran program ini adalah
bayi usia 2-12 bulan untuk vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT) sebagai
imunisasi dasar. Pada anak usia 6-7 tahun ( Sekolah Dasar kelas 1) pemberian
II. Tujuan
9. Asuhan Keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang sangat menular yang
terjadisecara loka pada mukosa saluran pernafasan atau kulit, yang
disebabkan bakteri Corynabacterium Diphteria, ditandai oleh terbentuknya
eksudatyang membentuk membran pada tempat infeksi, dan diikuti oleh
gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi
bakteritersebut (Sudoyo Aru,2009)
Difteri adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil gram positif (WHO).
2.2 ETIOLOGI
Disebabkan oleh Corynabacterium Diphteria, bakteri gram positif
yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, aerobik
dan dapat memproduksi eksotoksin (Sudoyo Aru,2009). Klasifikasi
penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya :
1. Difteri Nasal Anterior
2. Difteri Nasal Posterior
3. Difteri Fausial (Farinks)
4. Difteri Laryngeal
5. Difteri Konjungtiva
6. Difteri Kulit
7. Difteri Vulva / Vagina
Menurut tingkat keparahannya (Sudoyo Aru,2009) :
1. Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat pada
mokosa hidung dengan gejala hanya pilek dan gangguan
menelan
2. Infeksi sedang, apabila pseudomembrane telah menyerang
sampai faring dan laringsehingga keadaan pasien terlihat lesu
dan agak sesak.
3. Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan
adanya gejala-gejala yang ditimbulkan oleh eksotoksin
seperti miokarditis, paralisis dan nefritis
2.4 KLASIFIKASI
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat
yaitu :
1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa
hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring
(dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan
pembengkakan pada laring.
3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan
gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung),
paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
Menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :
2.5 PATOFISIOLOGI
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana
basil akan menempel dimukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang
kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman
dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-muladiabsorbsi oleh
membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa
proteinbersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim
penghancur terhadapNicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD).
Sehingga sintesa protein terputus karena enzimdibutuhkan untuk
memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang
rantaipolipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan
nekrosis jaringan danmembentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat,
produksi toksin kian meningkat dandaerah infeksi makin meluas akhirnya
terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang
berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang
tercampurdari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan
terjadi perdarahan danakhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat
menimbulkan beberapa dampak antara lainsesak nafas sehingga
menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderitatampak
lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.
2.6 PATHWAYS
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan
pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu
minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2
kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difter :
a. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-
turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
b. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari
sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan
trakeostomi ditambahkan kloramfeniko l75mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi
miokarditis yang sangat membahayakan, dengan memberikan
predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi
sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk
tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi
komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼
mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang
menderita difteria didasarkan kepada gejala klinis maka
antitoksin harus diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan
bakteriologis diambil tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan
bakteriologis tersebut. (Saat ini yang tersedia adalah antitoksin
yang berasal dari kuda).
d. Diphtheria Antitoxin (DAT) tersedia di CD-Atlanta sebagai
“investigational product”.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup.
Petugas harus memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang
harus diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor
(jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien
juga harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan
ke luar ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan:
desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu kering (bila ada
tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk merendam alat
makan yang diisi dengan desinfektan.
Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis,
pneumonia. Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu
dirawat di rumah sakit karena potensial terjadi komplikasi yang
membahayakan jiwanya yang disebabkan adanya pseudomembran
dan eksotosin yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
a. Sumbatan jalan napas.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan
trakea serta adanya pseudomembran. Gejala sumbatan adalah
suara serak dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi
sesak napas, sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor :
2 Berikan O2
3 Baringkan setengah duduk.
4 Hubungi dokter.
5 Pasang infus (bila belum dipasang).
6 Hubungi orang tua beritahu keadaan anak dan bahaya yang dapat terjadi
miokarditis.
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil difteri jika diserap
oleh janutng akan menyebabkan terjadinya miokarditis yang
biasanya kelainan ini timbul pada minggu kedua sampai ketiga.
Untuk mencegah adanya miokarditis hanya dengan pemberian
suntikan ADS sedini mungkin. Tetapi untuk mengetahui gejala
miokarditis perlu observasi terus menerus dan pasien harus
istirahat paling sedikit 3 minggu atau sampai hasil EKG 2 kali
berturut-turut normal. Selama dirawat, pengamatan nadi,
pernapasan dan suhu dicatat dalam perawatan khusus. Bila tidak
ada alat EKG : Pemantauan nadi sangat penting dan harus
dilakukan setiap jam dan dicatat secara teratur. Bila terdapat
perubahan kecepatan nadi makin menurun (bradikardi) harus
segera menghubungi dokter.
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul:
1. Infeksi
tumpangan oleh kuman lain Infeksi ini dapat disebabkan oleh
kuman streptokokus dan staphilokokus. Panas tinggi terutama
didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi tumpangan dengan
kuman streptokokus.
2. Obstruksi jalan napas
akibat membran atau oedem jalan nafas Obstruksi ini dapat
terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas. Obstruksi jalan
nafas dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan atelektasis.
3. Sistemik
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat
terjadi pada bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak
diperkirakan 10-20%. Faktor yang mempengaruhi terhadap niokarditis
adalah virulensi kuman.Virulensi makin tinggi komplikasi jantung.
Miokarditis dapat terjadi cepat pada minggu pertama atau lambatpada
minggu keenam. NeuritisTerjadi 5-10% pada penderita difteri yang
biasanya merupakan komplikasi dari difteri berat. Manifestasi klinik
ditandai dengan: Timbul setelah masa laten.Lesi biasanya bilateral
dimana motorik kena lebih dominan dari pada sensorik.Biasanya
sembuh sempurna.
4. Susunan saraf
Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi
yang mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik.
Paralysis ini dapat berupa:
- Paralysis palatum
Manifestasi saraf yang paling sering timbul pada minggu ketiga
dan khas dengan adanya suara dan regurgitasi hidung, tetapi
ada yang mengatakan suara ini timbul pada minggu 1-2
Kelainan ini biasanya hilang sama sekali dalam 1-2 minggu.
- Ocular palsy
Biasanya timbul pada minggu kelima atau khas ditandai oleh
paralysis dari otot akomodasi yang menyebabkan penglihatan
menjadi kabur. Otot yang kena ialah m. Rectus
externus.Paralysis diafragma.Dapat terjadi pada minus 5-7
Paralisis ini disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak
segera diatasi penderita akan meninggal.
- Paralysis anggota gerak
a. Dapat terjadi pada minggu 6-10
a. Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, refleks tendon
menghilang, cairan cerebrospinal menunjukan
peningkatan protein yang mirip dengan sindrom guillian
barre.
Prognosa:
Sebelum adanya antioksitoksin dan antibiotika, angka
kematian mencapai 30-50%. Dengan adanya antibiotik
dan antitoksin maka kematian menurun menjadi 5-10%.
Prognosa tergantung pada:
1. Usia
Makin rendah makin jelek prognosa.
2. Waktu pengobatan antitoksin
Sangat dipengaruhi oleh cepatnya pemberian
antitoksin. Nelson (1959) menyebutkan bahwa
pemberian antitoksin pada hari pertama sakit
mortalitasnya 0,3%; pada hari ketiga 4%; pada hari
keempat 12%; dan hari kelima dan seterusnya
mortalitasnya 25%.Pada saluran pernafasan terjadi
obstruktif jalan nafas dengan segala
akibatnya,bronkopneumonia,atelektasis.
b. Kardiovaskuler
Miokarditis yang dapat terjadi akibat toksin yang dibentuk
kuman diftera. Kelainan pada ginjal (nefritis).
c. Kelainan saraf
Kira-kira 10% pasien difteri mengalami komplikasi yang
mengenai susunan saraf terutama motorik.
a. Paralisis/ paresis palatum mole sehingga terjadi
rinolalia (suara sengau ),tersedak/sukar menelan.
Dapat terjadi pada minggu I-II.
b. Paralisis/ paresis otot-otot mata dapat menyebabkan
strabismus,gangguan akomodasi, dilatasi pupil, timbul
pada minggu III.
c. Paralisis umum yang dapat terjdi setelah minggu IV.
Kelainan dapat mengenai otot muka, leher, anggota
gerak dan yang paling berbahaya bila mengenai otot
pernapasan.
ASKEP TEORI
A. Pengkajian
B. Diagnosa
C. Intervensi
D. Implementasi
Dalam melaksanakan implementasi keperawatan, penulis melakukan sesuai
dengan rencana keperawatan, baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan tim
kesehatan lain. Dalam proses pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis tidak
dapat melaksanakan semua rencana tindakan keperawatan pada klien.Tindakan
keperawatan yang dilakukan penulis secara umum merupakan tindakan dari
rencana keperawatan yang telah disusun. Selama melaksanakan perencanaan,
penulis menemukan hambatan dengan pelaksanaan implementasi keperawatan,
penulis tidak dapat mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan dengan
lengkap pada klien selama 24 jam sehingga penulis tidak dapat mengetahui secara
penuh perkembangan klien. Namun hal tersebut dapat ditangani dengan
mendelegasikan kepada keluarga klien dan perawat ruangan.Selain itu buku status
klien membantu dalam pengontrolan penulis dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.
E. Evaluasi