You are on page 1of 15

MAKALAH DIFTERI

Disusun Oleh:

Kelompok 1
Kelas A

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN

2022
KATA PENGANTAR
 
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul “difteri”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas
Keperawatan Komunitas 2.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu penulis selama proses penyelesaian tugas akhir ini
hingga selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada:

1. Ibu Hanim Nur Faizah, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen pengampu.


2. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Makalah yg kami buat ini dapat menjadi salah satu referensi untuk menambahkan
wawasan tentang sejarah teori-teori yang ada dalam keperawatan melalui makalah
yang kami buat, yang tentunya bisa membantu para pembaca untuk tahu lebih
lanjut mengenai sistem imunologi dan hematologi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat
banyak kesalahan serta kekurangan.
Oleh karena itu, penulis sangat menghargai kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
 

Tuban, 19 Desember 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan

imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diptheriae

strain toksin. Kuman ini menghasilkan racun yang dapat membahayakan atau

merusak jaringan dan organ tubuh manusia. Salah satu jenis difteri

mempengaruhi tenggorokan dan kadang kadang amandel. Kasus penyakit difteri

saat ini masih menjadi kejadian luar biasa (KLB) dan menyebabkan kematian.

Penyakit difteri pada umumnya menyerang anak-anak usia 1-10 tahun. Penyakit

difteri merupakan penyakit menular yang termasuk ke dalam penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Imunisasi adalah suatu upaya untuk

menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu

penyakit tertentu, sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut

tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Beberapa penyakit menular

yang termasuk ke dalam penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)

antara lain TBC, difteri, tetanus, hepatitis B, pertusis, campak, polio, radang

selaput otak, dan radang paru-paru. Imunisasi merupakan salah satu intervensi

kesehatan yang terbukti paling cost-effective (murah), karena dapat mencegah

dan mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I yang

diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya. Sasaran program ini adalah

bayi usia 2-12 bulan untuk vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT) sebagai
imunisasi dasar. Pada anak usia 6-7 tahun ( Sekolah Dasar kelas 1) pemberian

booster Difteri Toksoid (DT).

II. Tujuan

Setelah dilakukan pembahasan, mahasiswa mampu memahami:

1. Definisi dari difteri

2. Etiologi dari difteri

3. Patofisiologi dari difteri

4. Pathway dari difteri

5. Manifestasi Klinis dari difteri

6. Pemeriksaan penunjang dari difteri

7. Penanganan dari difteri

8. Konsep Asuhan Keperawatan

9. Asuhan Keperawatan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang sangat menular yang
terjadisecara loka pada mukosa saluran pernafasan atau kulit, yang
disebabkan bakteri Corynabacterium Diphteria, ditandai oleh terbentuknya
eksudatyang membentuk membran pada tempat infeksi, dan diikuti oleh
gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi
bakteritersebut (Sudoyo Aru,2009)
Difteri adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil gram positif (WHO).

2.2 ETIOLOGI
Disebabkan oleh Corynabacterium Diphteria, bakteri gram positif
yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, aerobik
dan dapat memproduksi eksotoksin (Sudoyo Aru,2009). Klasifikasi
penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya :
1. Difteri Nasal Anterior
2. Difteri Nasal Posterior
3. Difteri Fausial (Farinks)
4. Difteri Laryngeal
5. Difteri Konjungtiva
6. Difteri Kulit
7. Difteri Vulva / Vagina
Menurut tingkat keparahannya (Sudoyo Aru,2009) :
1. Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat pada
mokosa hidung dengan gejala hanya pilek dan gangguan
menelan
2. Infeksi sedang, apabila pseudomembrane telah menyerang
sampai faring dan laringsehingga keadaan pasien terlihat lesu
dan agak sesak.
3. Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan
adanya gejala-gejala yang ditimbulkan oleh eksotoksin
seperti miokarditis, paralisis dan nefritis

2.3 TANDA DAN GEJALA


Masa inkubasi dari bakteri Corynabacterium Diphteria umumnya
2-5 hari. (range 1-10 hari), pada difteri kutan adalah 7 hari sesudah infeksi
primer pada kulit. Tanda gejala pada pasien dengan difteri :
1. Demam dengan suhu sekitar 38Oc
2. Kerongkongan sakit dan suara parau
3. Perasaan tidak enak, mual muntah dan lesu
4. Sakit kepala
5. Rinorea, berlendir dan kadang-kadang bercampur darah
(Sudoyo Aru,2009)

2.4 KLASIFIKASI
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat
yaitu :
1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa
hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring
(dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan
pembengkakan pada laring.
3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan
gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung),
paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
Menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :

1. Difteri hidung bila penderita menderita pilek dengan ingus yang


bercampur darah. Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan
salah satu rongga hidung tersumbat dan terjadi ekskorisasi (ledes).
Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan kasus terbanyak. Toksin
dapat menyebabkan myocarditis dengan heart block dan kegagalan
jantung kongestif yang progresif, timbul satu minggu setelah gejala
klinis difteri. Gejala lain yang muncul belakangan antara lain neuropati
yang mirip dengan Guillain Barre Syndrome. Tingkat kematian kasus
mencapai 5-10% untuk difteri noncutaneus, angka ini tidak banyak
berubah selama 50 tahun. Bentuk lesi pada difteria kulit bermacam-
macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa
seperti atau merupakan bagian dari impetigo.
2. Difteri faring dan tonsil dengan gejala radang akut tenggorokan, demam
sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah,
nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini
juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor di daerah
rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut (faring).
3. Difteri laring dengan gejala tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi,
demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit
tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini
merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita
akibat gagal nafas.
4. Difteri kutaneus dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip sariawan
pada kulit dan vagina dengan pembentukan membran diatasnya. Namun
tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi
cenderung tidak terasa apa apa.

2.5 PATOFISIOLOGI
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana
basil akan menempel dimukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang
kulit, mata atau mukosa genital. Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman
dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-muladiabsorbsi oleh
membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa
proteinbersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim
penghancur terhadapNicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD).
Sehingga sintesa protein terputus karena enzimdibutuhkan untuk
memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang
rantaipolipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan
nekrosis jaringan danmembentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat,
produksi toksin kian meningkat dandaerah infeksi makin meluas akhirnya
terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang
berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang
tercampurdari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan
terjadi perdarahan danakhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat
menimbulkan beberapa dampak antara lainsesak nafas sehingga
menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderitatampak
lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.
2.6 PATHWAYS

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Bakteriologik, preparat apusan kuman difteri dari bahan asupan mukosa
hidung dan tenggorokan (nasofaringeal swab)
2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin
3. Urin lengkap : aspek, protein, dan sidimen
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinin (Bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6. EKG (Endo Kardio Gram)
7. Pemeriksaan radiografi torak untuk mengecek adanya hiperinflasi
8. Tes schick (Hidayat,2006)

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan
pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu
minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2
kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difter :
a. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-
turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
b. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari
sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan
trakeostomi ditambahkan kloramfeniko l75mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi
miokarditis yang sangat membahayakan, dengan memberikan
predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi
sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk
tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi
komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼
mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang
menderita difteria didasarkan kepada gejala klinis maka
antitoksin harus diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan
bakteriologis diambil tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan
bakteriologis tersebut. (Saat ini yang tersedia adalah antitoksin
yang berasal dari kuda).
d. Diphtheria Antitoxin (DAT) tersedia di CD-Atlanta sebagai
“investigational product”.

2. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup.
Petugas harus memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang
harus diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor
(jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien
juga harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan
ke luar ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan:
desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu kering (bila ada
tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk merendam alat
makan yang diisi dengan desinfektan.
Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis,
pneumonia. Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu
dirawat di rumah sakit karena potensial terjadi komplikasi yang
membahayakan jiwanya yang disebabkan adanya pseudomembran
dan eksotosin yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut.
a. Sumbatan jalan napas.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan
trakea serta adanya pseudomembran. Gejala sumbatan adalah
suara serak dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi
sesak napas, sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor :
2 Berikan O2
3 Baringkan setengah duduk.
4 Hubungi dokter.
5 Pasang infus (bila belum dipasang).
6 Hubungi orang tua beritahu keadaan anak dan bahaya yang dapat terjadi
miokarditis.
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil difteri jika diserap
oleh janutng akan menyebabkan terjadinya miokarditis yang
biasanya kelainan ini timbul pada minggu kedua sampai ketiga.
Untuk mencegah adanya miokarditis hanya dengan pemberian
suntikan ADS sedini mungkin. Tetapi untuk mengetahui gejala
miokarditis perlu observasi terus menerus dan pasien harus
istirahat paling sedikit 3 minggu atau sampai hasil EKG 2 kali
berturut-turut normal. Selama dirawat, pengamatan nadi,
pernapasan dan suhu dicatat dalam perawatan khusus. Bila tidak
ada alat EKG : Pemantauan nadi sangat penting dan harus
dilakukan setiap jam dan dicatat secara teratur. Bila terdapat
perubahan kecepatan nadi makin menurun (bradikardi) harus
segera menghubungi dokter.

Perawatan lain selain tanda vital dan keadaan umum :

a. Pasien tidak boleh banyak bergerak, tetapi sikap


berbaringnya harus sering diubah, misalnya setiap 3 jam
untuk mencegah terjadinya komplikasi brokopneumonia
(pneumonia hipostatik).
b. Jaga kulit pada bagian tubuh yang tertekan agar tidak
terjadi dekubitus (ingat pasien tirah baring selama 3
minggu, tidak boleh bangun).

2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul:
1. Infeksi
tumpangan oleh kuman lain Infeksi ini dapat disebabkan oleh
kuman streptokokus dan staphilokokus. Panas tinggi terutama
didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi tumpangan dengan
kuman streptokokus.
2. Obstruksi jalan napas
akibat membran atau oedem jalan nafas Obstruksi ini dapat
terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas. Obstruksi jalan
nafas dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan atelektasis.
3. Sistemik
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat
terjadi pada bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak
diperkirakan 10-20%. Faktor yang mempengaruhi terhadap niokarditis
adalah virulensi kuman.Virulensi makin tinggi komplikasi jantung.
Miokarditis dapat terjadi cepat pada minggu pertama atau lambatpada
minggu keenam. NeuritisTerjadi 5-10% pada penderita difteri yang
biasanya merupakan komplikasi dari difteri berat. Manifestasi klinik
ditandai dengan: Timbul setelah masa laten.Lesi biasanya bilateral
dimana motorik kena lebih dominan dari pada sensorik.Biasanya
sembuh sempurna.
4. Susunan saraf
Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi
yang mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik.
Paralysis ini dapat berupa:
- Paralysis palatum
Manifestasi saraf yang paling sering timbul pada minggu ketiga
dan khas dengan adanya suara dan regurgitasi hidung, tetapi
ada yang mengatakan suara ini timbul pada minggu 1-2
Kelainan ini biasanya hilang sama sekali dalam 1-2 minggu.
- Ocular palsy
Biasanya timbul pada minggu kelima atau khas ditandai oleh
paralysis dari otot akomodasi yang menyebabkan penglihatan
menjadi kabur. Otot yang kena ialah m. Rectus
externus.Paralysis diafragma.Dapat terjadi pada minus 5-7
Paralisis ini disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak
segera diatasi penderita akan meninggal.
- Paralysis anggota gerak
a. Dapat terjadi pada minggu 6-10
a. Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, refleks tendon
menghilang, cairan cerebrospinal menunjukan
peningkatan protein yang mirip dengan sindrom guillian
barre.
Prognosa:
Sebelum adanya antioksitoksin dan antibiotika, angka
kematian mencapai 30-50%. Dengan adanya antibiotik
dan antitoksin maka kematian menurun menjadi 5-10%.
Prognosa tergantung pada:
1. Usia
Makin rendah makin jelek prognosa.
2. Waktu pengobatan antitoksin
Sangat dipengaruhi oleh cepatnya pemberian
antitoksin. Nelson (1959) menyebutkan bahwa
pemberian antitoksin pada hari pertama sakit
mortalitasnya 0,3%; pada hari ketiga 4%; pada hari
keempat 12%; dan hari kelima dan seterusnya
mortalitasnya 25%.Pada saluran pernafasan terjadi
obstruktif jalan nafas dengan segala
akibatnya,bronkopneumonia,atelektasis.
b. Kardiovaskuler
Miokarditis yang dapat terjadi akibat toksin yang dibentuk
kuman diftera. Kelainan pada ginjal (nefritis).
c. Kelainan saraf
Kira-kira 10% pasien difteri mengalami komplikasi yang
mengenai susunan saraf terutama motorik.
a. Paralisis/ paresis palatum mole sehingga terjadi
rinolalia (suara sengau ),tersedak/sukar menelan.
Dapat terjadi pada minggu I-II.
b. Paralisis/ paresis otot-otot mata dapat menyebabkan
strabismus,gangguan akomodasi, dilatasi pupil, timbul
pada minggu III.
c. Paralisis umum yang dapat terjdi setelah minggu IV.
Kelainan dapat mengenai otot muka, leher, anggota
gerak dan yang paling berbahaya bila mengenai otot
pernapasan.

2.10 MANIFESTASI KLINIS


Gejala umum yang timbul berupa:
1. Demam tidak terlalu tinggi
2. Lesu dan lemah
3. Pucat
4. Anoreksia

Gejala khas yang menyertai:


1. Nyeri menelan
2. Sesak nafas
3. Serak

Gejala lokal : nyeri menelan, bengkak pada leher karena


pembengakakan pada kelenjar regional, sesak napas, serak sampai stridor
jika penyakit sudah pada stadium lanjut. Gejala akibat eksitoksin
tergantung bagian yang terkene, misalnya mengenai otot jantung terjadi
miokarditis dan bila mengenai saraf terjadi kelumpuhan. Bila difteria
mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah pasien difteria) gejala yang
timbul berupa pilek, sekret yang keluar bercampur darah yang berasal dari
pseudomembran dalam hidung. Biasanya penyakit ini akan meluas ke
bagian tenggorak pada tonsil, faring dan laring.

ASKEP TEORI
A. Pengkajian

Pada pengkajian penulis mengumpulkan data pasien dengan melakukan


wawancara dengan keluarga pasien, melakukan pemeriksaan fisik secara bertahap,
serta mendapatkan informasi dari perawat ruangan dan catatan medik pasien. Saat
dilakukan pengkajian didapat data subjektif dan data objektif dari pasien. Data
subjektif yaitu keluarga pasien mengatakan keluhan apa yang dialami pasien.
Sedangkan data objektif adalah data yang tampak pada diri pasien. Berdasarkan
teori yang ada pada tinjauan kasus, hasil pengkajian menunjukkan bahwa tidak
semua teori sesuai dengan kenyataan dilapangan.

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien


terhadap masalah Kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya,baik
berlangsung actual maupun potensial. Setelah data terkumpul, penulis kemudian
mengelompokkan data dan menganalisa data. Setelah itu, penulis merumuskan
diagnosa keperawatan berdasarkan hasil pengkajian dan studi kasus di lahan
penulisan. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien
individu,keluarga,dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
Kesehatan.

C. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah segala pengobatan yang dikerjakan oleh perawat


yang didasarkan pada pengetahuan dan 25 penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan. Dari masalah keperawatan yang muncul pada kasus,
selanjutnya dibuat rencana keperawatan sebagai tindakan untuk mencegah dan
mengatasi masalah keperawatan yang ada, kemudian menentukan tindakan yang
tepat. Rencana telah dilakukan sesuai dengan kondisi pasien namun intervensi di
teori belum sesuai dengan intervensi yang didapat di kasus.Dari keempat
perencanaan keperawatan untuk diagnosa yang ditegakkan penulis melakukan
perencanaan yang tidak jauh berbeda dari masing-masing diagnosa.

D. Implementasi
Dalam melaksanakan implementasi keperawatan, penulis melakukan sesuai
dengan rencana keperawatan, baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan tim
kesehatan lain. Dalam proses pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis tidak
dapat melaksanakan semua rencana tindakan keperawatan pada klien.Tindakan
keperawatan yang dilakukan penulis secara umum merupakan tindakan dari
rencana keperawatan yang telah disusun. Selama melaksanakan perencanaan,
penulis menemukan hambatan dengan pelaksanaan implementasi keperawatan,
penulis tidak dapat mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan dengan
lengkap pada klien selama 24 jam sehingga penulis tidak dapat mengetahui secara
penuh perkembangan klien. Namun hal tersebut dapat ditangani dengan
mendelegasikan kepada keluarga klien dan perawat ruangan.Selain itu buku status
klien membantu dalam pengontrolan penulis dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah


ditentukan,untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan. Evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan untuk mengukur keberhasilan dari rencana perawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien. Pada tahap ini penulis menilai sejauh mana tujuan
keperawatan sudah tercapai dan masalah keperawatan sudah teratasi dan tindakan
keperawatan dihentikan.

You might also like