You are on page 1of 7

BAB 4

ARTEFAK DAN FAKTOR-FAKTOR TEKNIS


Herjanto Poernomo

Mengerti dan mengenal artefak dan faktor-faktor teknis memegang peranan penting
dalam setiap pemeriksaan konduksi saraf dan elektromiografi (Tabel 4.1)
Tabel 4.1 Faktor-faktor teknis yang mempengaruni konduksi sarat dan EMG
Faktor fisiologis Temperatur
Umur
Tinggi badan
Segmen proksimal dibanding distal
Anomali inervasi
Faktor non-fisiologis Tahanan elektrode dan interferensi 60 Hz
Stimulus artefak
Filter
Posisi katode
Stimulasi supramaksimal
Ko-stimulasi saraf yang berdekatan
Penempatan elektrode
Perekaman antidromik dibanding
ortodromik
Jarak antara elektrode aktif dan saraf
yang diperiksa
Jarak antara elektrode aktif dan elektrode
referens
Posisi ekstremitas dan pengukuran jarak
Sweep speed dan sensitivitas

Bila tidak memahami faktor-faktor tersebut, akan menyebabkan kesulitan merekam


potensial aksi, membuang waktu, dan yang paling penting mengakibatkan salah
interpretasi. Sesuatu yang sebetulnya tidak ada gangguan, dianggap sebagai kelainan
patologis. Faktor fisiologis seperti temperatur ekstremitas dan umur, maupun faktor
non-fisiologis seperti tahanan elektrode dan desah (noise) elektris keduanya sama-
sama penting. Faktor-faktor fisiologis, jika tidak diperhitungkan sering menimbulkan
hasil yang berbeda dari satu pemeriksaan ke pemeriksaan berikutnya dan
menyebabkan salah interpretasi. Kegagalan memperhatikan faktor teknik non-
fisiologis dapat mengakibatkan artefak yang dapat mempengaruhi ketepatan hasıl dan
berikutnya akan salah interpretasi juga.

FAKTOR FISIOLOGIS
Temperatur
Temperatur mempengaruhi hampir semua parameter yang diukur dalam pemeriksaan
konduksi saraf, termasuk kecepatan hantar saraf, distal latensi, dan bentuk gelombang.
Suhu dingin mengakibatkan penurunan kecepatan hantar saraf, yang lebih menonjol
pada serabut besar bermielin dibanding serabut kecil. Oleh karena yang diperiksa
rutin adalah serabut saraf besar bermielin, maka perubahan temperatur akan sangat
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Kecepatan konduksi melambat linear dalam rentang fisiologis temperatur ekstremitas
normal (sekitar 21-34°C). Untuk kecepatan hantar saraf motoris dan sensoris,
kecepatan konduksi melambat antara 1,5 dan 2,5 meter/detik tiap penurunan 1°C, dan
distal latensi memanjang sekitar 0,2 mdet per derajat. Suhu dingin juga mempunyai
efek yang jelas pada morfologi CMAP dan SNAP. Untuk kedua potensial ini, suhu
dingin mengakibatkan peningkatan amplitudo dan pemanjangan durasi. Efek ini
sangat menonjol pada serabut sensoris.
Setiap pemeriksaan kanduksi saraf yang menunjukkan amplitudo yang
lebih besar, durasi yang panjang dengan kecepatan konduksi rendah
harus waspada pada kemungkinan pengaruh suhu dingin
Suhu dingin mempunyai: efek serupa pada Motor Unit Action Potential (MUAP) pada
EMG jarum. Durasi MUAP dan amplitudo meningkat pada temperatur lebih rendah,
disertai peningkatan jumlah fase (tabel 4.2).
Suhu ekstremitas distal harus diukur secara rutin pada tiap penderita,
dan idealnya dipertahankan antara 33-34° C.

Tabel 4.2 Pengaruh suhu dingin pada pemeriksaan konduksi saraf dan EMG
1. Memperlambat kecepatan konduksi saraf
2. Memperpanjang latensi distal
3. Meningkatkan amplitudo dan durasi potensial SNAP > CMAP
4. Meningkatkan durasi, amplitudo, dan fase MUAP
5. Penurunan decrement selama stimulasi saraf berulang (repetitive nerve stimulation)
6. Penurunan potensial fibrilasi

Umur
Umur mempengaruhi kecepatan konduksi saraf, tapi efek ini sangat menonjol
terutama pada tahun-tahun pertama kehidupan. Mietinisasi belum sempurna pada saat
lahir, dan mielinisasi ini berlanjut setelah beberapa tahun kemudian. Kecepatan hantar
saraf pada bayi baru lahir sekitar 50% dari nilai dewasa normal. Kecepatan konduksi
dengan cepat meningkat setelah kelahiran, dan mencapai sekitar 75% dewasa normal
pada umur satu tahun. Mielinisasi sempurna terjadi antara umur 3-5 tahun. Kecepatan
konduksi bertahan relatif menetap (plateau) sepanjang umur umur dewasa, tapi
cenderung menurun sedikit saat umur bertambah tua. Efek penurunan ini sebenarnya
mulai pada umur 20 tahun dan menjadi lebih jelas setelah umur 40 tahun. Secara
keseluruhan, kecepatan hantar saraf motoris dan sensoris menurun sekitar 0.5-4m/der
per dekade. Pengaruh ini sedikit lebih menonjol pada sensoris dibanding motoris.
Nilai normal untuk orang dewasa biasanya sesuai dengan rentang umur 10-60
tahun, oleh karena pada umur tersebut perubahan relatif kecil. Faktor koreksi
tambahan 0,5-4,0 m/det per dekade dapat digunakan untuk umur yang lebih tua.
Misalnya, kecepatan hantar saraf motoris n. medianus 46 m/det (batas bawah orang
normal adalah 49 m/det) pada penderita umur 90 tahun dapat dianggap normal. Umur
juga berpengaruh pada amplitudo CMAP dan SNAP Amplitudo SNAP berkurang
pada umur lanjut. Diperkirakan amplitudo SNAP berkurang sampai 50% dibanding
dewasa pada umur 70 tahun.
Pada usia lanjut, amplitudo SNAP yang sangat rendah atau nihil
pada ekstremitas bawah, harus diinterpretasikan dengan hati-hati,
dan jangan dianggap abnormal tanpa konfirmasi data yang lain.

Umur juga mempengaruhi beberapa parameter pada EMG jarum, Pengaruh yang
sangat menonjol adalah pada durasi MUAP. Pada awal kelahiran sampai usia anak-
anak, durasi meningkat sehubungan dengan peningkatan fisiologis dari serabut otot
dan ukuran motor unit saat pertumbuhan. Setelah umur sekitar 40 tahun, proses
penuaan normal mengakibatkan pengurangan motor unit secara perlahan-lahan.
Beberapa reinervasi normal timbul sebagai kompensasi, yang mengakibatkan durasi
motor unit sedikit memanjang. Berdasarkan alasan ini, maka penting membandingkan
durasi MUAP pada pemeriksaan EMG jarum dengan harga normal berdasarkan umur.

Tinggi Badan
Saraf yang lebih pendek berkonduksi lebih cepat dibandingkan saraf yang
panjang. Orang yang lebih tinggi biasanya mempunyai kecepatan hantar saraf lebih
lambat dibandingkan dengan orang yang lebih pendek. Pengaruh panjang saraf ini
juga tercermin pada keadaan normal, di mana konduksi saraf pada tungkai lebih
rendah dibanding lengan, oleh karena tungkai lebih panjang.
Ada dua faktor yang mempengaruhi tinggi badan atau panjang ekstremitas
pada kecepatan hantar saraf. Pertama, saraf sedikit demi sedikit akan semakin
mengecil, mengerucut pada bagian distal. Pada umumnya semakin tinggi semakin
panjang tungkai dan semakin kecil saraf distal. Oleh karena kecepatan hantar saraf
berbanding langsung dengan diameter saraf, semakin kecil diameter saraf pada orang
yang tinggi, konduksi akan semakin lambat Dengan alasan yang sama, KHS pada
tungkai akan lebih lambat dibanding lengan oleh karena tungkai lebih panjang. Kedua
tungkai lebih tinggi pada sisi distal dibanding proksimal, dan tungkai biasanya lebih
dingin dibanding lengan. Jadi penurunan kecepatan hantar saraf sehubungan dengan
suhu dingin biasanya lebih menonjol pada tungkai dibanding lengan.

Segmen Proksimal dan Segmen Distal


Kecepatan hantar saraf bervariasi antara segmen proksimal dan segmen distal,
sama halnya dengan perubahan pada diameter dan temperatur. Pada orang normal,
segmen proksimal cenderung berkonduksi sedikit lebih cepat dibanding segmen
distal. Misalnya segmen proksimal pada saraf medianus antara aksila dan siku sedikit
lebih cepat dibanding antara siku dan pergelangan tangan Ini disebabkan karena (1)
segmen distal lebih kecil sehingga berkonduksi lebih lambat dibanding segmen
proksimal, dan (2) segmen distal lebih dingin dibanding proksimal sehingga
berkonduksi lebih lambat

FAKTOR NON FISIOLOGIS


Tahanan Elektrode dan Desah (Noise)
Desah elektrik (electrical noise) didapatkan hampir pada semua laboratorium
EMG. Penyebab tersering adalah interferensi 60 Hz yang dibangkitkan oleh peralatan
elektronik lain (lampu, kipas angin, komputer, dan lain-lain). Desah ini dapat
menimbulkan masalah besar, terutama bila merekam potensial yang sangat kecil,
misalnya SNAP atau potensial fibrilasi Biasanya desah elektrik ini dapat dikurangi
dengan lebih memperhatikan tahanan elektrode dan masalah teknis (Tabel 4.2)
Tabel 4.2 Metode untuk mengurangi interferensi 60 Hz
1. Elektrode aktif dan referens sebaiknya menggunakan jenis kabel yang sama
2. Yakinkan bahwa semua terhubung dengan baik
3. Bersihkan kotoran dan minyak di kulit dengan alkohol atau aseton
4. Berikan jelly antara kulit dan elektrode
5. Eratkan elektrode dengan kulit menggunakan plester atau velcro straps
6. Taruh ground antara elektrode aktif dan stimulasi.

Artefak Stimulus
Artefak stimulus selalu timbul pada tiap pemeriksaan KHS, dan ini berguna
untuk mengetahui mulainya rangsangan timbul. sebagai tempat awal titik latensi
diukur Artefak stimulus akan menjadi masalah kalau tumpang-tindih dengan potensial
yang diukur, terutama potensial yang kecil (misalnya potensial sensoris), oleh karena
akan menyebabkan pengukuran latensi dan amplitudo tidak akurat. Ada beberapa cara
untuk mengurangi artefak stimulus (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Metode mengurangi stimulus artefak
1. Tempatkan ground di antara elektrode aktif dan elektrode stimulasi
2. Hindari ketidaksamaan tahanan antara kedua elektrode pencatat
3. Kurangi intensitas stimulasi
4. Putar anode dari stimulator sembari mempertahankan posisi katode
5. Tambah jarak antara elektrode stimulator dan elektrode pencatat
6. Yakinkan bahwa elektrode stimulator dan elektrode pencatat tidak menyilang.

Filter
Semua potensial yang direkam selama pemeriksaan konduksi saraf dan EMG
jarum berjalan melewati filter frekuensi rendah (low-frequency filter) dan filter
frekuensi tinggi (high-frequency filter) sebelum ditampilkan. Peranan dari filter-filter
ini adalah untuk mendapatkan sinyal yang diinginkan seraya meniadakan desah
elektrik frekuensi tinggi maupun rendah.
Untuk pemeriksaan konduksi motoris, filter dipasang antara 10 dan 10 kHz,
sedangkan untuk sensoris biasanya antara 20 dan 2 kHz Pemasangan filter ini juga
mengakibatkan berkurang atau berubahnya sinyal yang diinginkan. Misalnya saat
pengurangan filter frekuensi rendah, menyebabkan lebih banyak sinyal frekuensi
rendah lewat, dan durasi dari potensial akan sedikit meningkat. Demikian juga, jika
filter frekuensi tinggi dikurangi, lebih banyak sinyal frekuensi tinggi yang ditolak, dan
amplitudo dari potensial akan menurun.
Semua pemeriksaan sebaiknya menggunakan filter standar tertentu
dan potensialnya dibandingkan dengan harga normal sesuai dengan
pengaturan filter yang sama.

Posisi Katode
Bila saraf distimulasi, depolarisasi pertama timbul di bawah katode. Dengan
demikian, pengukuran jarak harus selalu antara katode dan elektrode aktif. Untuk
pemeriksaan konduksi saraf, posisi katode harus berhadapan dengan elektrode aktif.
Bila penempatan katode dan anode stimulator terbalik, ada dua efek yang timbul.
Pertama, depolarisasi yang terjadi di bawah katode terhalang oleh anode (anodal
block), sehingga potensial motoris atau sensoris yang timbul menjadi berkurang atau
nihil. Kedua, kesalahan pengukuran latensi. Bila anode dan katode terbalik, latensi
distal akan memanjang sekitar 0,3-0,4 mdet, sesuai perkiraan waktu yang dibutuhkan
saraf normal untuk berjalan 2,5-3 cm, jarak antara katode dan anode.

Keadaan ini menimbulkan dua hal. Pertama, pada saraf sensoris pemanjangan latensi
distal sekitar 0,3-0,4 mdet, mengakibatkan perlambatan KHS sensoris sekitar 10
m/det. Kedua, pada saraf motoris latensi distal motoris akan memanjang, tetapi KHS
motoris yang dihitung antara sisi distal dan proksimal tetap tidak berubah, karena
latensi distal tidak dimasukkan dalam perhitungan. Kalau hal ini tidak disadari, akan
diinterpretasikan salah sebagai polineuropati atau neuropati entrapment distal.

Stimulasi Supramaksimal
Semua pengukuran pada pemeriksaan konduksi saraf adalah berdasarkan
asumsi bahwa semua akson pada saraf tersebut telah mengalami depolarisasi. Untuk
meyakinkan bahwa semua akson betul- betul telah depolarisasi, harus dikerjakan
stimulasi supramaksimal. Untuk mencapai stimulasi supramaksimal, intensitas
rangsangan harus dinaikkan pelan-pelan sampai potensial tidak bertambah. Pada titik
ini intensitas dinaikkan lagi 20-25% untuk meyakinkan bahwa potensial tidak
bertambah lagi. Jika stimulasi pada sisi distal saraf tidak supramaksimal, akan timbul
salah interpretasi dianggap sebagai lesi aksonal. Jika pada sisi proksimal stimulasi
tidak supramaksimal, mungkin bisa salah interpretasi sebagai blok konduksi. Atau
mungkin juga disalah interpretasikan sebagai anomali inervasi.
Untuk mendapatkan stimulasi supramaksimal, intensitas harus
dinaikkan pelan-pelan sampai amplitudo tidak bertambah, kemudian
dinaikkan lagi 20-25%, tidak peduli berapa tinggi intensitas
rangsangan

You might also like