You are on page 1of 78

DRAFT 23/09/2022

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PERKOPERASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa koperasi merupakan bagian penting dari tata


penyelenggaraan ekonomi nasional untuk mewujudkan
demokrasi ekonomi Indonesia sehingga perlu disusun
system perekonomian nasional yang mengutamakan
usaha bersama dan asas kekeluargaan agar mampu
mengelola sumber daya ekonomi dalam rangka
melindungi, mencerdaskan, dan menyejahterakan
anggota maupun masyarakat secara mandiri dan
berkelanjutan, berlandaskan Pancasila dan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa berdasarkan tuntutan perubahan kondisi
masyarakat yang berkembang baik secara nasional
maupun global diperlukan keberpihakan kebijakan
demokrasi ekonomi yang memberikan kesempatan,
dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat melalui
koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian sebagai dasar pengembangan koperasi
perlu disesuaikan dengan kebutuhan hukum,
perkembangan kondisi masyarakat, dan kebijakan
regulasi saat ini sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perkoperasian.

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat
(4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor
XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka
Demokrasi Ekonomi;

Dengan Persetujuan Bersama


-2-

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Koperasi adalah asosiat orang yang bersatu secara sukarela dan bersifat
otonom untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan
budaya secara bersama melalui perusahaan yang diselenggarakan
secara demokratis berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong.
2. Perkoperasian adalah seluruh aspek yang menyangkut kehidupan
Koperasi.
3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
orang seorang.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan Koperasi.
5. Koperasi Syariah adalah Koperasi yang didirikan, dikelola, dan
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
6. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perkoperasian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
7. Anggota Koperasi yang selanjutnya disebut Anggota adalah orang
seorang atau Koperasi bagi Koperasi Sekunder.
8. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
9. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab
penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan
Koperasi.
10. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab
mengawasi kebijakan organisasi dan usaha.
11. Anggaran Dasar adalah aturan tertulis sebagai dasar pendirian dan
pengelolaan Koperasi yang disusun berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
12. Iuran Pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh Anggota
kepada Koperasi pada saat masuk menjadi Anggota.
13. Modal Anggota adalah sejumlah uang atau barang yang dapat dinilai
dengan uang yang dibayarkan oleh Anggota kepada Koperasi dengan
jumlah dan waktu tertentu, sebagai modal Koperasi.

14. Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang kepada Koperasi dengan
sukarela dan tidak mengikat sebagai modal Koperasi.
15. Surplus Hasil Usaha Koperasi adalah pendapatan Koperasi dalam 1
(satu) tahun buku setelah dikurangi beban pokok, beban operasional,
-3-

dan beban Perkoperasian.


16. Cadangan adalah kekayaan bersih yang disisihkan dari surplus hasil
usaha untuk menutup kerugian, mengembangkan usaha Koperasi,
dan/atau menjamin kesinambungan modal Koperasi.
17. Penyertaan adalah sejumlah uang dan/atau barang yang dapat dinilai
dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum
untuk menambah pendanaan kegiatan usaha tertentu Koperasi.
18. Restrukturisasi Koperasi adalah proses mengubah struktur Koperasi
untuk penyehatan usaha, pengembangan, dan/atau efisiensi Koperasi
yang mencakup usaha, kelembagaan, utang, dan modal sesuai dengan
kepentingan Anggota.
19. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu)
Koperasi atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Koperasi lain,
yang mengakibatkan hak dan kewajiban dari Koperasi yang
menggabungkan diri beralih kepada Koperasi yang menerima
Penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Koperasi yang
menggabungkan diri berakhir.
20. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua)
Koperasi atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan 1
(satu) Koperasi baru yang memperoleh hak dan kewajiban dari Koperasi
yang meleburkan diri dan selanjutnya status badan hukum Koperasi
yang meleburkan diri berakhir.
21. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Koperasi
untuk memisahkan kegiatan usaha yang mengakibatkan sebagian hak
dan kewajiban Koperasi beralih kepada 1 (satu) Koperasi atau lebih
sebagai hasil dari Pemisahan.
22. Pengintegrasian adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 3 (tiga)
Koperasi atau lebih yang mengintegrasikan diri dengan mendirikan 1
(satu) Koperasi Sekunder yang berfungsi sebagai induk usaha bersama
yang dapat memiliki 1 (satu) badan hukum lain atau lebih.
23. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan
Perkoperasian yang bersifat terpadu untuk memperjuangkan
kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi menuju tercapainya
cita-cita dan tujuan Koperasi.
24. Hari adalah hari kerja.
25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang Koperasi.
26. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
27. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3
Koperasi berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong.
-4-

Pasal 4
Koperasi bertujuan melindungi, mencerdaskan, dan memajukan
kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,
serta ikut mewujudkan demokrasi ekonomi.

Pasal 5
Peran Koperasi adalah:
a. membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi
Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, dan budaya;
b. aktif dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat;
c. memperkukuh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai pelaku
utama ekonomi nasional;
d. mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong
royong; dan
e. menjadi mitra Pemerintah Pusat, mitra Pemerintah Daerah, mitra sejajar
usaha swasta, serta mitra sejajar badan usaha milik negara dan badan
usaha milik daerah dalam rangka mempercepat penurunan tingkat
kesenjangan sosial dan ekonomi untuk mewujudkan keadilan sosial
dan ekonomi, meningkatkan peluang dan lapangan kerja, serta
meningkatkan pembangunan berkelanjutan.

BAB II
NILAI DAN PRINSIP

Pasal 6
(1) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Koperasi
melaksanakan dan mengembangkan kegiatan dan usaha berdasarkan
nilai dan prinsip Koperasi.
(2) Nilai Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menolong diri sendiri;
b. kemandirian;
c. kebersamaan;
d. gotong royong;
e. demokratis;
f. keterbukaan;
g. kebaruan;
h. keadilan; dan
i. tanggung jawab.
(3) Selain nilai Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Anggota
Koperasi juga menjunjung nilai-nilai etika:
a. kejujuran;
b. kesetaraan;
c. tanggung jawab bersama;
d. pengakuan; dan
e. kepedulian terhadap orang lain.
(4) Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
-5-

a. keanggotaan sukarela dan terbuka;


b. pengendalian oleh Anggota diselenggarakan secara
demokratis;
c. partisipasi ekonomi anggota;
d. otonomi dan kemandirian;
e. pendidikan, pelatihan, dan informasi;
f. kerja sama antar koperasi; dan
g. kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.

BAB III
STATUS, BENTUK, PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR, DAN PENGUMUMAN

Kesatu
Status dan Bentuk Koperasi

Pasal 7
(1) Koperasi merupakan badan hukum.
(2) Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya
disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum.

Pasal 8
Koperasi dapat berbentuk:
a. Koperasi Primer; atau
b. Koperasi Sekunder.

Pasal 9
Koperasi Sekunder menjalankan fungsi subsidiaritas untuk mendorong
peningkatan produktivitas dan efisiensi Anggotanya.

Bagian Kedua
Pendirian

Pasal 10
(1) Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 9 (sembilan) orang.
(2) Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi.

Pasal 11
(1) Pendirian Koperasi dilakukan melalui rapat pendirian yang dihadiri oleh
pendiri.
(2) Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan
dengan akta pendirian yang dibuat oleh notaris dalam bahasa
Indonesia.

Pasal 12
(1) Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang
berkaitan dengan pendirian Koperasi.
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan
-6-

pekerjaan bagi pendiri Koperasi Primer atau nama, tempat


kedudukan, dan alamat lengkap, serta nomor dan tanggal pengesahan
badan hukum Koperasi bagi pendiri Koperasi Sekunder; dan
b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan
pekerjaan Pengawas dan Pengurus yang pertama kali diangkat.

Pasal 13
(1) Akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2)
disampaikan oleh kuasa pendiri melalui notaris kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu
paling lama 14 (empat belas) Hari sejak akta pendirian ditandatangani.
(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
mengesahkan akta pendirian sebagai badan hukum dalam waktu paling
lama 3 (tiga) Hari sejak permohonan diterima.

Pasal 14
(1) Dalam hal setelah akta pendirian Koperasi disahkan, Anggota Koperasi
berkurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Koperasi
yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak dihapusnya
Anggota dari buku daftar Anggota.
(2) Koperasi wajib melaksanakan usaha dalam waktu paling lama 2 (dua)
tahun sejak tanggal pengesahan akta pendirian Koperasi.

Bagian Ketiga
Anggaran Dasar

Pasal 15
Anggaran Dasar memuat paling sedikit:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. nama dan domisili pendiri;
c. tujuan dan usaha Koperasi;
d. jangka waktu berdirinya Koperasi;
e. ketentuan mengenai Anggota, Pengurus, dan Pengawas;
f. ketentuan mengenai Rapat Anggota;
g. ketentuan mengenai Dewan Pengawas Syariah bagi Koperasi Syariah;
h. ketentuan mengenai model tata kelola organisasi Koperasi;
i. ketentuan mengenai jumlah modal dasar dan jumlah modal pendirian
Koperasi;
j. ketentuan mengenai pengelolaan aset, modal, dan utang Koperasi;
k. ketentuan mengenai pembagian surplus hasil usaha dan pembebanan
defisit hasil usaha;
l. ketentuan mengenai laporan pertanggungjawaban Pengurus dan
Pengawas;
m. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
n. ketentuan mengenai pembubaran, Penggabungan, Peleburan,
Pemisahan, dan Pengintegrasian;
o. ketentuan mengenai sanksi; dan
p. ketentuan mengenai pendidikan, pelatihan, dan informasi
Perkoperasian.
-7-

Pasal 16
(1) Koperasi tidak boleh memakai nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain;
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
dan/atau
c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga Pemerintah
Pusat, lembaga Pemerintah Daerah, atau lembaga internasional,
kecuali apabila mendapat izin dari lembaga yang bersangkutan.
(2) Nama Koperasi harus didahului dengan kata “Koperasi”.
(3) Nama Koperasi Sekunder harus didahului dengan kata ”Koperasi” dan
diakhiri dengan singkatan dalam tanda kurung ”(Skd)”.
(4) Sebelum mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian, pendiri
atau notaris terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan
nama Koperasi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.
(5) Setiap orang dilarang memakai kata “Koperasi” sebagai nama badan
usaha yang berbentuk selain badan hukum Koperasi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemakaian nama Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5)
serta tata cara pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Bagian Keempat
Perubahan Anggaran Dasar

Pasal 17
(1) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 hanya boleh
diubah oleh Rapat Anggota.
(2) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dalam rangka pengembangan usaha dan Restrukturisasi
Koperasi.
(3) Koperasi yang telah dicabut izin usahanya atau Koperasi dalam
pengawasan khusus tanpa persetujuan pejabat yang berwenang dilarang
melakukan Perubahan Anggaran Dasar.

Pasal 18
(1) Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dapat dilakukan terhadap:
a. nama Koperasi;
b. tujuan dan usaha Koperasi;
c. modal dasar dan/atau modal pendirian;
d. model tata kelola organisasi Koperasi;
e. Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, dan Pengintegrasian;
dan/atau
f. jangka waktu berdirinya Koperasi.
(2) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendapat pengesahan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.
(3) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.
-8-

(4) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai
berlaku sejak tanggal pengesahan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perubahan Anggaran Dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh Koperasi
dengan kriteria Klasifikasi Usaha diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 19
(1) Dalam hal perubahan Anggaran Dasar terkait dengan jangka waktu
berdirinya Koperasi, Pengurus berdasarkan keputusan Rapat Anggota
dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu berdirinya
Koperasi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang hukum.
(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) Hari
sebelum jangka waktu berdirinya Koperasi berakhir.
(3) Keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah
permohonan diterima dengan lengkap.
(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menteri yang menyelenggarakan urusan peme rintahan di bidang hukum
tidak memberikan keputusan, keputusan Rapat Anggota mengenai
perpanjangan jangka waktu berdirinya Koperasi dianggap sah.
(5) Dalam hal menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum tidak menetapkan keputusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), perubahan Anggaran Dasar mulai berlaku sejak 1 (satu)
Hari setelah keputusan Rapat Anggota dianggap sah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).

Pasal 20
(1) Perubahan Anggaran Dasar Koperasi selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1) harus diberitahukan kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak akta
perubahan Anggaran Dasar dibuat dan ditandatangani.
(2) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat pemberitahuan perubahan
Anggaran Dasar oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.

Pasal 21
Permohonan pengesahan atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ditolak apabila:
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
dan/atau
b. isi perubahan Anggaran Dasar bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau
kesusilaan.

Bagian Kelima
-9-

Pengumuman

Pasal 22
(1) Keputusan pengesahan akta pendirian Koperasi dan pengesahan akta
perubahan Anggaran Dasar diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Menteri.

Pasal 23
Koperasi dapat mengajukan permohonan pengumuman Anggaran Dasar
Koperasi dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia kepada
Menteri.

Pasal 24
Koperasi dalam menyelenggarakan tata organisasi, administrasi, dan
transaksi dapat berbasis elektronik dan digital sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 25
(1) Menteri menyelenggarakan daftar umum Koperasi.
(2) Daftar umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka
untuk umum.

Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pendirian, Anggaran
Dasar, perubahan Anggaran Dasar, dan pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 25 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 27
(1) Anggota terdiri atas orang seorang atau Koperasi yang bergabung secara
sukarela.
(2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan warga negara
Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi
Indonesia.
(3) Anggota merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa Koperasi.
(4) Setiap Anggota berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan
informasi Perkoperasian dari Koperasi.
(5) Keanggotaan Koperasi wajib dicatat dalam buku daftar Anggota.
(6) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.

Pasal 28
(1) Selain Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), Anggota
Koperasi dapat berupa kelompok pihak Anggota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi yang memiliki Anggota dalam
- 10 -

bentuk kelompok pihak Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 29
Ketentuan mengenai persyaratan, hak, dan kewajiban Anggota diatur dalam
Anggaran Dasar.

Pasal 30
(1) Koperasi menjatuhkan sanksi kepada Anggota yang:
a. tidak mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan
keputusan Rapat Anggota; atau
b. tidak berpartisipasi aktif dalam kepemilikan dan usaha yang
diselenggarakan oleh Koperasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar.

BAB V
PERANGKAT ORGANISASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 31
(1) Koperasi memiliki perangkat organisasi yang terdiri atas:
a. Rapat Anggota;
b. Pengurus; dan
c. Pengawas.
(2) Selain memiliki perangkat organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Koperasi Syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah.

Bagian Kedua
Rapat Anggota

Pasal 32
Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.

Pasal 33
Rapat Anggota wajib diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun.

Pasal 34
Rapat Anggota berwenang:
a. menetapkan kebijakan umum Koperasi;
b. menetapkan dan mengubah Anggaran Dasar;
c. memilih, mengangkat, memberhentikan, dan mengganti Pengurus dan
Pengawas;
d. mengangkat, menetapkan, dan memberhentikan dewan pengawas
syariah untuk Koperasi Syariah;
e. menetapkan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan
belanja Koperasi;
- 11 -

f. menetapkan rencana pendidikan, pelatihan, dan informasi


Perkoperasian;
g. menerima atau menolak pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas;
h. menetapkan perubahan modal dasar;
i. menetapkan pembagian surplus hasil usaha dan laba usaha serta
pembebanan defisit dan/atau rugi usaha;
j. menetapkan batas maksimum utang yang dapat dilakukan oleh
Pengurus untuk dan atas nama Koperasi;
k. menetapkan Penyertaan pada kegiatan usaha Koperasi;
l. menetapkan investasi Koperasi;
m. menetapkan Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, Pengintegrasian,
dan pembubaran Koperasi; dan
n. menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-
Undang ini.

Pasal 35
(1) Rapat Anggota diselenggarakan oleh Pengurus.
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh Anggota, Pengurus, dan Pengawas.
(3) Selain dihadiri oleh Anggota, Pengurus, dan Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Rapat Anggota Koperasi Syariah dihadiri oleh
dewan pengawas syariah.

Pasal 36
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk
mencapai mufakat.
(2) Dalam hal tidak diperoleh keputusan berdasarkan musyawarah untuk
mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
(3) Setiap Anggota memiliki 1 (satu) hak suara dalam Rapat Anggota.
(4) Hak suara Anggota Koperasi Sekunder diatur secara proporsional dalam
Anggaran Dasar berdasarkan jumlah Anggota masing-masing.
(5) Pada setiap penyelenggaraan Rapat Anggota harus dibuat berita acara
yang dilampiri risalah Rapat Anggota dan ditandatangani oleh pimpinan
rapat.

Pasal 37
(1) Koperasi menyelenggarakan Rapat Anggota dengan cara daring
dan/atau luring.
(2) Rapat Anggota dapat menetapkan pimpinan Rapat Anggota berikutnya,
dan berhak meminta Pengurus untuk menyelenggarakan Rapat Anggota
berikutnya.

Pasal 38
(1) Koperasi Primer yang jumlah Anggotanya paling sedikit 100 (seratus)
orang dan/atau yang mengalami kendala geografis dapat
menyelenggarakan Rapat Anggota melalui delegasi Anggota.
(2) Ketentuan mengenai Rapat Anggota melalui delegasi Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 39
(1) Rapat Anggota sah apabila:
- 12 -

a. dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari jumlah Anggota yang
tercatat dalam daftar Anggota; dan
b. dilaksanakan sesuai dengan persyaratan dan tata cara Rapat Anggota
yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Keputusan Rapat Anggota yang diselenggarakan untuk memutuskan
perubahan nama, tujuan, usaha, jangka waktu berdirinya Koperasi,
Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, Pengintegrasian, atau
pembubaran dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3
(dua per tiga) dari jumlah Anggota yang hadir.
(3) Keputusan Rapat Anggota di luar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dinyatakan sah apabila disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari
jumlah Anggota yang hadir.

Pasal 40
(1) Rapat Anggota yang diselenggarakan untuk meminta
pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas yang dilaksanakan 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun disebut dengan Rapat Anggota Tahunan.
(2) Rapat Anggota Tahunan Koperasi Primer diselenggarakan paling lama 3
(tiga) bulan terhitung sejak tahun buku Koperasi berakhir.
(3) Rapat Anggota Tahunan Koperasi Sekunder diselenggarakan paling lama
6 (enam) bulan terhitung sejak tahun buku Koperasi berakhir.
(4) Koperasi yang tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenai
sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis paling banyak 2 (dua) kali; dan/atau
b. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus atau
Pengawas Koperasi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan dan pelaksanaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Pasal 41
(1) Selain Rapat Anggota atau Rapat Anggota Tahunan, Koperasi dapat
menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa.
(2) Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan bila:
a. Pengurus tidak menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39; atau
b. Keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenang
pengambilannya ada pada Rapat Anggota.
(3) Penyelenggaraan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan atas:
a. prakarsa Pengurus atau
b. permintaan paling sedikit 1/5 (satu per lima) jumlah Anggota.
(4) Permintaan Anggota kepada Pengurus untuk menyelenggarakan Rapat
Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan
secara tertulis dengan disertai alasan dan daftar tanda tangan Anggota.
(5) Rapat Anggota Luar Biasa yang diselenggarakan atas permintaan
Anggota hanya dapat membahas masalah yang berkaitan dengan alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Dalam hal pengurus menolak dan/atau tidak menyelenggarakan Rapat
- 13 -

Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka atas
permintaan Anggota, Menteri dapat melakukan pemeriksaan atas
penolakan pengurus.
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
Menteri dapat memerintahkan Pengawas untuk membentuk panitia
Rapat Anggota Luar Biasa.
(8) Dalam hal pengawas menolak membentuk panitia Rapat Anggota Luar
Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) maka Anggota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, atas rekomendasi Menteri mengajukan
permintaan kepada Ketua Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan Koperasi.

Pasal 42
(1) Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (8) dapat
memberikan izin untuk membentuk panitia Rapat Anggota Luar Biasa
dan melaksanakan Rapat Anggota Luar Biasa.
(2) Dalam hal Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa
diselenggarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengadilan
dapat memerintahkan Pengurus dan/atau Pengawas untuk hadir.
(3) Apabila perintah Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak dilaksanakan, Ketua Pengadilan dapat memaksa Pengurus
dan/atau Pengawas untuk hadir.
(4) Penetapan Ketua Pengadilan mengenai pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan
terakhir.

Pasal 43
(1) Keputusan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dianggap sah apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga)
jumlah suara yang sah.
(2) Dalam hal kuorum Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tercapai, atas permohonan Pengurus kuorum
ditetapkan oleh Ketua Pengadilan.

Pasal 44
Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan
wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.

Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
penyelenggaraan Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
sampai dengan Pasal 44 diatur dalam Anggaran Dasar.

Bagian Ketiga
Pengurus

Pasal 46
(1) Pengurus dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat Anggota.
(2) Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan:
a. telah menjadi Anggota Koperasi paling sedikit 2 (dua) tahun dan aktif
- 14 -

sebagai Anggota;
b. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman tentang
pengelolaan organisasi dan usaha;
c. tidak pernah dinyatakan pailit;
d. tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi,
komisaris, atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah
karena menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu dinyatakan
pailit; dan
e. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan Koperasi, perusahaan, keuangan negara, dan/atau sektor
keuangan lain, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
f. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan/atau semenda
sampai derajat kedua dengan Pengawas.
(3) Dalam hal pendirian Koperasi baru, persyaratan Pengurus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dikecualikan.
(4) Masa jabatan Pengurus untuk 1 (satu) kali periode paling lama 5 (lima)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali periode
berikutnya.
(5) Pengurus dilarang merangkap jabatan sebagai Pengawas atau dewan
pengawas syariah pada Koperasi yang sama.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencalonan, pemilihan,


pengangkatan termasuk pengangkatan kembali, jangka waktu
kepengurusan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam
Anggaran Dasar.

Pasal 47
(1) Ketentuan mengenai susunan, pembagian tugas, dan wewenang
Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Remunerasi setiap Pengurus ditetapkan oleh Rapat Anggota.

Pasal 48
(1) Pengurus Koperasi Sekunder dipilih dari perwakilan Koperasi.
(2) Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengurus
yang diberi mandat untuk mewakili Koperasinya.

Pasal 49
(1) Pengurus bertugas:
a. mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran Dasar;
b. mendorong dan memajukan usaha Anggota;
c. menyusun rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan
belanja Koperasi;
d. menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas;
e. menyusun rencana dan menyelenggarakan pendidikan, pelatihan,
dan informasi Perkoperasian;
f. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara
tertib;
g. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien;
- 15 -

h. memelihara:
1. buku daftar Anggota;
2. buku daftar Pengawas;
3. buku daftar Pengurus;
4. buku daftar Iuran Pokok dan Modal Anggota;
5. risalah Rapat Anggota; dan
6. dokumen atau catatan penting yang berkaitan dengan kegiatan
Koperasi.
i. menyusun laporan pertanggungjawaban;
j. menyampaikan laporan perkembangan kelembagaan, usaha, dan
keuangan secara berkala kepada Menteri/gubernur/bupati/wali
kota/lembaga pengawas simpan pinjam;
k. melakukan upaya lain untuk kepentingan, kemanfaatan, dan
kemajuan Koperasi sesuai dengan wewenang dan/atau keputusan
Rapat Anggota;
l. memberikan keterangan kepada pihak yang melakukan pengawasan
eksternal jika diperlukan; dan
m. memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dapat berbentuk
fisik atau elektronik
(3) Pengurus berwenang:
a. memutuskan penerimaan dan penolakan Anggota baru serta
pemberhentian Anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran
Dasar;
b. mengangkat dan memberhentikan karyawan;
c. mewakili Koperasi di dalam maupun di luar pengadilan sesuai
dengan batasan yang ditetapkan Undang-Undang dan Anggaran
Dasar;
d. melakukan perjanjian kerja sama dengan Koperasi, badan usaha,
dan/atau lembaga lainnya;
e. menjatuhkan sanksi kepada Anggota sesuai dengan ketentuan
Anggaran Dasar; dan
f. memanfaatkan jasa audit dari akuntan publik.
(4) Wewenang Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
wewenang lainnya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(5) Laporan pertanggungjawaban Pengurus disusun berdasarkan
pelaksanaan tugas Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
wewenang Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
disampaikan kepada Rapat Anggota.

Pasal 50
(1) Pengurus yang tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 pada ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berupa:
a. teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;
b. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus Koperasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan dan pelaksanaan
sanksi administratif kepada Pengurus yang tidak melaksanakan
tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
- 16 -

Pasal 51
(1) Pengurus tidak berwenang mewakili Koperasi apabila:
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Koperasi dengan
Pengurus yang bersangkutan; atau
b. Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang
bertentangan dengan kepentingan Koperasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pihak yang berwenang mewakili
Koperasi dalam hal Pengurus tidak berwenang mewakili Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 52
(1) Pengurus melaksanakan tugas dengan iktikad baik dan penuh tanggung
jawab untuk kepentingan Koperasi.
(2) Pengurus bertanggung jawab atas kepengurusan Koperasi untuk
kepentingan dan pencapaian tujuan Koperasi kepada Rapat Anggota.
(3) Pengurus secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menanggung
kerugian yang diderita oleh Koperasi, akibat tindakan yang dilakukan
secara sengaja atau lalai, dengan harta pribadinya.
(4) Pengurus yang dengan sengaja atau lalai mengakibatkan kerugian pada
Koperasi dapat digugat ke pengadilan oleh Pengawas dan/atau sejumlah
Anggota yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) Anggota
atas nama Koperasi.

Pasal 53
(1) Pengurus harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat
Anggota dalam hal Koperasi:
a. mengalihkan aset atau kekayaan tetap Koperasi untuk nilai tertentu
yang diatur dalam Anggaran Dasar;
b. menjadikan jaminan utang atas aset atau kekayaan Koperasi;
c. mengajukan pinjaman;
d. menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;
e. melakukan investasi pada pihak lain yang berisiko dan nilainya
berpotensi mengganggu likuiditas Koperasi;
f. mendirikan Koperasi Sekunder;
g. mendirikan dan/atau memiliki perusahaan;
h. melakukan Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, Pembagian,
Pemecahan, dan Pengintegrasian; dan/atau
i. melakukan hal lain yang diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Ketentuan mengenai batasan pengalihan aset, jaminan utang atas aset
atau kekayaan, pengajuan pinjaman, penerbitan surat utang, dan
investasi paling banyak yang dapat menjadi wewenang Pengurus diatur
lebih lanjut dalam Anggaran Dasar.

Pasal 54
Pengurus dilarang mengatasnamakan segala bentuk aset Koperasi atas
nama pribadinya atau pihak lain.

Pasal 55
(1) Pengurus dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota
dengan disebutkan alasannya.
- 17 -

(2) Keputusan untuk memberhentikan Pengurus sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan
untuk membela diri dalam Rapat Anggota.
(3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan berakhirnya kedudukan sebagai Pengurus.

Bagian Keempat
Pengawas

Pasal 56
(1) Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota dalam Rapat Anggota.
(2) Persyaratan untuk dipilih menjadi Pengawas meliputi:
a. telah menjadi Anggota Koperasi paling sedikit 2 (dua) tahun dan aktif
sebagai Anggota;
b. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman tentang
pengawasan;
c. tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau
komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah
karena menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu dinyatakan
pailit;
d. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan Koperasi, perusahaan, keuangan negara, dan/atau sektor
keuangan lain, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan;
dan
e. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan/atau semenda
sampai derajat kedua dengan Pengurus.
(3) Dalam hal pendirian Koperasi baru, ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dapat dikecualikan.
(4) Masa jabatan Pengawas untuk 1 (satu) kali periode paling lama 5 (lima)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali periode
berikutnya.
(5) Pengawas dilarang merangkap sebagai Pengurus pada Koperasi yang
sama.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencalonan, pemilihan,
pengangkatan termasuk pengangkatan kembali, jangka waktu
kepengawasan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas diatur dalam
Anggaran Dasar.

Pasal 57
(1) Pengawas Koperasi Sekunder dipilih dari perwakilan Koperasi.
(2) Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengawas
yang diberi mandat untuk mewakili Koperasinya.

Pasal 58
(1) Pengawas bertugas:
a. melaksanakan pengawasan terhadap organisasi, usaha, dan
keuangan Koperasi;
b. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan
pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus;
c. melaporkan hasil pengawasan;
d. memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Pengurus;
- 18 -

e. menyusun laporan pertanggungjawaban; dan


f. memberikan keterangan kepada pihak yang melakukan pengawasan
eksternal jika diperlukan.
(2) Pengawas berwenang:
a. meminta keterangan yang diperlukan dari Pengurus serta pihak lain
yang terkait;
b. meminta laporan berkala tentang perkembangan dan kinerja
pengurus dalam aspek organisasi, usaha, dan keuangan;
c. memberikan persetujuan atas tindakan hukum tertentu yang
dilakukan oleh Pengurus yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
d. menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit terhadap Koperasi
atas temuan yang bersifat khusus;
e. mengusulkan diselenggarakannya Rapat Anggota jika ditemukan
adanya penyimpangan yang merugikan Koperasi;

f. memberikan teguran tertulis kepada Pengurus bila tidak


melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49; dan
g. mengusulkan pemberhentian Pengurus yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54 kepada Rapat
Anggota.
(3) Laporan pertanggungjawaban Pengawas disusun berdasarkan
pelaksanaan tugas Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
wewenang Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
disampaikan kepada Rapat Anggota.

Pasal 59
(1) Pengawas yang tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 pada ayat (1) dikenai sanksi administratif oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berupa:
c. teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;
d. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengawas Koperasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan dan pelaksanaan
sanksi administratif kepada Pengawas uang tidak melaksanakan
tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 60
(1) Pengawas wajib melaksanakan tugas dengan iktikad baik dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Koperasi.
(2) Pengawas bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenangnya
kepada Rapat Anggota.
(3) Pengawas bersama Pengurus secara tanggung renteng menanggung
kerugian yang diderita oleh Koperasi, akibat Pengawas tidak
melaksanakan tugas pengawasan.
(4) Pengawas secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menanggung
kerugian yang diderita oleh Koperasi, akibat tindakan yang melampaui
kewenangan secara sengaja atau lalai, dengan harta pribadinya.
(5) Pengawas yang dengan sengaja atau lalai mengakibatkan kerugian pada
Koperasi dapat digugat ke pengadilan oleh Pengawas dan/atau sejumlah
Anggota yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) Anggota
atas nama Koperasi.
- 19 -

Pasal 61
(1) Pengawas dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota
dengan disebutkan alasannya.
(2) Keputusan pemberhentian Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
membela diri dalam Rapat Anggota.
(3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan berakhirnya kedudukan sebagai Pengawas.

Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas
diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kelima
Tata Kelola Jenjang Tunggal

Pasal 63
(1) Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi usaha, maka Koperasi
dapat menggunakan jenjang tunggal dengan ketentuan:
a. Pengawas adalah pemegang mandat Rapat Anggota.
b. Pengurus dari kalangan profesional untuk mengelola organisasi dan
usaha Koperasi.
c. Pengurus diusulkan oleh Pengawas dan ditetapkan dalam Rapat
Anggota.
(2) Pengangkatan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
bersifat kontrak kerja untuk jangka waktu tertentu.
(3) Pengurus dapat diangkat kembali karena prestasi kerja dan disetujui
Rapat Anggota.
(4) Pengurus dapat diberhentikan oleh Pengawas.
(5) Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a selain
menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1)
dan memiliki wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2),
memiliki wewenang Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
ayat (3) huruf a dan huruf e.
(6) Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1)
dan memiliki wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3)
huruf b, huruf c dan huruf d.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola jenjang tunggal diatur dalam
Peraturan Menteri.

Bagian Keenam
Dewan Pengawas Syariah

Pasal 64
(1) Koperasi Syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah yang
mendapatkan rekomendasi dari lembaga yang memiliki kewenangan
- 20 -

dalam penetapan fatwa di bidang syariah.


(2) Dewan pengawas syariah diangkat, ditetapkan, dan diberhentikan dalam
Rapat Anggota.
(3) Koperasi dalam satu wilayah kabupaten/kota dapat membentuk Dewan
Pengawas Syariah bersama dalam rangka melaksanakan prinsip
kerjasama antar koperasi, standardisasi operasional, dan efisiensi.
(4) Dewan pengawas syariah bertugas memberikan nasihat dan saran
kepada Pengurus serta mengawasi kegiatan Koperasi Syariah agar sesuai
dengan Prinsip Syariah.

Pasal 65
(1) Koperasi Syariah yang tidak memiliki dewan pengawas syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis paling banyak 2 (dua) kali oleh Menteri; atau
b. pencabutan izin usaha Koperasi Syariah oleh lembaga yang
mengeluarkan izin usaha dan diumumkan di media massa;
(2) Pencabutan izin usaha dan pengumuman di media massa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, untuk Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah dilakukan oleh Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan dan pelaksanaan
sanksi administratif kepada Koperasi Syariah yang tidak ememiliki
dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai dewan pengawas syariah diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

BAB VI
MODAL DAN UTANG

Bagian Kesatu
Modal

Pasal 67
(1) Modal Koperasi terdiri atas:
a. Iuran Pokok;
b. Modal Anggota;
c. Penyetaraan Modal Anggota;
d. Selisih Hasil Usaha Yang Belum Dibagi;
e. Cadangan;
f. Hibah; dan
g. sumber lain yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Modal Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf
b, merupakan modal kontribusi Anggota yang dibayarkan kepada
Koperasi dan disertai dengan bukti pembayaran yang sah.

Pasal 68
(1) Iuran Pokok dibayar oleh Anggota pada saat yang bersangkutan diterima
- 21 -

sebagai Anggota, tidak dapat ditarik kembali dan menjadi milik Koperasi.
(2) Karakteristik Iuran Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. tanda bukti sah menjadi Anggota;
b. mempunyai hak suara;
c. tidak dapat ditarik; dan
d. tidak dapat dialihkan.
(3) Nilai Iuran Pokok dapat diubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan
modal dan usaha Koperasi.

(4) Perubahan nilai Iuran Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Rapat Anggota.

Pasal 69
(1) Modal Anggota wajib dibayar oleh Anggota selama masa keanggotaan
dengan jumlah dan waktu tertentu.
(2) Ketentuan mengenai jumlah paling sedikit Modal Anggota yang disetor
oleh Anggota ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(3) Karakteristik Modal Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. tidak mempunyai hak suara;
b. tidak dapat ditarik;
c. hanya dapat dialihkan sebagian atau seluruhnya oleh Koperasi;
d. memperoleh manfaat;
e. menanggung risiko; dan
f. dapat dinyatakan dalam suatu unit tertentu.
(4) Nilai Modal Anggota dapat diubah sesuai dengan perkembangan
kebutuhan modal dan usaha Koperasi.
(5) Perubahan nilai Modal Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Rapat Anggota.

Pasal 70
Penyetaraan Modal Anggota merupakan selisih hasil penyetaraan Modal
Anggota lama dengan Modal Anggota baru.

Pasal 71
(1) Selisih hasil usaha Koperasi dapat berasal dari surplus atau defisit hasil
transaksi anggota dan hasil transaksi dengan bukan anggota dalam
bentuk laba atau rugi usaha.
(2) Selisih hasil usaha Koperasi yang belum dibagikan kepada Anggota
dan/atau memiliki tujuan penggunaan merupakan komponen dari
modal internal Koperasi, yang dapat berfungsi untuk menanggung risiko
dan mengembangkan usaha koperasi.

Pasal 72
(1) Cadangan disisihkan dari selisih hasil usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 dengan tujuan untuk menutup kerugian, pengembangan
usaha dan menjamin kesinambungan modal koperasi, yang komposisi
persentasenya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Penyisihan Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara akumulatif sampai dengan mencapai paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari jumlah aset Koperasi.
(3) Dalam hal penyisihan Cadangan belum mencapai jumlah sebagaimana
- 22 -

dimaksud dalam ayat (2), maka Cadangan hanya dapat digunakan


untuk menutup kerugian.
(4) Dalam hal penyisihan Cadangan telah melebihi jumlah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Cadangan dapat digunakan untuk
mengembangkan usaha Koperasi, dan/atau menjamin kesinambungan
modal Koperasi.

Pasal 73
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penetapan Iuran
Pokok, Modal Anggota, Cadangan, penyetaraan Modal Anggota, dan sumber
lain yang memiliki karakteristik Modal Koperasi diatur dalam Anggaran
Dasar.

Pasal 74
(1) Koperasi dapat menerima Hibah sebagai modal usaha dari pihak ketiga
dari dalam dan/atau luar negeri.
(2) Hibah yang diterima dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dilaporkan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan.
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dibagikan
kepada Anggota, Pengurus, dan Pengawas Koperasi.
(4) Ketentuan mengenai Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Utang

Pasal 75

(1) Utang Koperasi merupakan kewajiban kepada pihak lain dengan


ketentuan jumlah, bunga atau imbal jasa, dan tenggat waktu tertentu
yang disepakati.
(2) Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari:
a. Anggota;
b. non-Anggota;
c. Koperasi lainnya;
d. Mitra usaha dan dunia usaha;
e. bank dan industri keuangan nonbank; dan/atau
f. pihak lainnya yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. Utang Dagang;
b. Simpanan Anggota;
c. Pinjaman;
d. Pembiayaan;
e. Surat utang jangka pendek atau menengah;
f. Obligasi; dan/atau
g. Instrumen utang lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 76
- 23 -

(1) Selain pendanaan dari modal dan utang Koperasi dapat menerima
pendanaan berupa Penyertaan.
(2) Penyertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
a. Anggota; dan
b. Non Anggota.
(3) Penyertaan dari Non Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berasal dari:
a. badan usaha;
b. badan lainnya;
c. masyarakat;
d. Pemerintah Pusat; dan
e. Pemerintah Daerah.
(4) Penyertaan mempunyai karakteristik:
a. membiayai usaha pada unit usaha atau lini usaha atau proyek
usaha Koperasi;
b. ada kelayakan usaha yang disetujui oleh Rapat Anggota;
c. mendapat pembagian laba usaha; dan
d. menanggung risiko kerugian usaha; dan
e. ada perjanjian antara Koperasi dengan pihak yang melakukan
Peenyertaan.
(5) Koperasi yang menyelenggarakan unit usaha atau lini usaha atau
proyek usaha yang dibiayai dari Penyertaan mendapatkan imbalan
berdasarkan kesepakatan.
(6) Ketentuan mengenai Penyertaan dari Anggota diatur dalam Anggaran
Dasar.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyertaan dari Non Anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 77
(1) Utang Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1)
memperhatikan kemampuan membayar, risiko, dan keseimbangan
struktur modal yang sehat.
(2) Dalam upaya pengendalian risiko utang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Koperasi dapat mengikuti program penjaminan kredit atau
pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 78
Dalam menghimpun modal dan utang, Koperasi Syariah wajib
menggunakan Prinsip Syariah.

Pasal 79
Ketentuan lebih lanjut mengenai modal dan utang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 78 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
- 24 -

BAB VII
USAHA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 80
(1) Koperasi melaksanakan usaha berdasarkan kesamaan tujuan dalam
pemenuhan kebutuhan anggota dan masyarakat sesuai dengan
lapangan usaha yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dalam
1 (satu) atau lebih lapangan usaha yang saling terkait dan menunjang.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 81
(1) Koperasi dapat menyelenggarakan kegiatan usaha melalui unit usaha
otonom, yang memiliki kekayaan, modal, dan utang dibukukan secara
terpisah.
(2) Unit usaha otonom dapat menerima pendanaan dari Anggota, Koperasi
lain, mitra usaha, dan pihak lain dalam bentuk Penyertaan.
(3) Laporan keuangan unit usaha otonom dikonsolidasikan dalam laporan
keuangan Koperasi.

Pasal 82
(1) Koperasi dikelompokkan berdasarkan skala usaha sesuai dengan
kebutuhan pengembangan pada lapangan usaha untuk maksud
pemberdayaan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai skala usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Koperasi Syariah

Pasal 83
(1) Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dapat dilaksanakan
berdasarkan Prinsip Syariah.
(2) Koperasi yang melaksanakan usaha berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berbentuk Koperasi Syariah.
(3) Koperasi Syariah melaksanakan usaha:
a. Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah; atau
b. lapangan usaha lainnya.
(4) Koperasi Syariah menjalankan fungsi sosial dalam bentuk baitulmal
melalui penghimpunan, pengelolaan, dan penyaluran dana zakat, infak,
sedekah, wakaf, serta dana kebajikan dan sosial lainnya untuk
pemberdayaan sosial ekonomi Anggota dan masyarakat berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 25 -

Pasal 84
Ketentuan lebih lanjut mengenai usaha Koperasi Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 83 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Koperasi Multi Pihak

Pasal 85
(1) Dalam hal untuk memenuhi kebutuhan Anggota, inovasi bisnis, dan
tanggap terhadap perkembangan perekonomian global:
a. Koperasi dapat melakukan pengelompokan Anggota berdasarkan jenis
atau kontribusi sumberdaya dan kepentingan usaha Anggota.
b. kelompok Anggota sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan
Kelompok Pihak Anggota.
c. Kelompok Pihak Anggota dapat merupakan orang dan/atau badan
hukum.
d. ketentuan, hak, kewajiban Kelompok Pihak Anggota diatur dalam
Anggaran Dasar.
(2) Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
Koperasi Multi Pihak.
(3) Koperasi Multi Pihak dapat berusaha di seluruh lapangan usaha kecuali
usaha simpan pinjam dan usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang Koperasi Multi Pihak diatur dengan
Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Koperasi Simpan Pinjam

Pasal 86
(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan oleh Koperasi Simpan
Pinjam.
(2) Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaksanakan usaha:
a. menghimpun dana dalam bentuk simpanan dari Anggota;
b. memberikan pinjaman kepada Anggota, Koperasi Sekundernya,
dan/atau Koperasi lain;
c. memberikan layanan pembayaran bagi Anggota;
d. memberikan jasa konsultasi keuangan dan pengembangan bisnis
kepada Anggota dan Koperasi lain; dan
e. menyelenggarakan layanan simpanan bagi anak untuk tujuan
pendidikan dan pembudayaan berkoperasi.
(3) Koperasi Simpan Pinjam dapat melaksanakan layanan kegiatan usaha
simpan pinjam kepada Anggota yang berbasis elektronik dan digital
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Koperasi Simpan Pinjam dapat menempatkan kelebihan dana dalam
bentuk:

a. penempatan dana di Koperasi Simpan Pinjam lain;


b. penempatan dana di lembaga keuangan bank;
- 26 -

c. pinjaman dana talangan kepada Anggota;


d. pinjaman sindikasi kepada Anggota Koperasi lain; dan/atau
e. instrumen portofolio keuangan di pasar modal.
(5) Koperasi Simpan Pinjam wajib melaksanakan ketentuan tata kelola yang
baik untuk Koperasi Simpan Pinjam;
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola yang baik untuk Koperasi
Simpan Pinjam diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 87
(1) Usaha simpan pinjam dilaksanakan sebagai satu-satunya usaha
Koperasi.
(2) Koperasi Simpan Pinjam wajib memiliki izin dari Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Koperasi Simpan PInjam wajib melindungi keamanan simpanan Anggota.

Pasal 88
Untuk mengembangkan kegiatan usaha simpan pinjam yang sehat, maka
Menteri menetapkan:
a. ketentuan modal minimal Koperasi Simpan Pinjam;
b. ketentuan batas maksimal pemberian pinjaman;
c. ketentuan batas minimal proporsi simpanan yang wajib disalurkan
sebagai pinjaman kepada Anggota;
d. ketentuan batas maksimal penempatan dana pada perbankan dan
lembaga keuangan, unit usaha Koperasi lain, atau pihak ketiga,
dan/atau proyek investasi Koperasi; dan
e. ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian usaha
Koperasi Simpan Pinjam berdasarkan skala usaha.

Pasal 89
Koperasi Simpan Pinjam dilarang menghimpun dana dalam bentuk
simpanan yang tidak berasal dari Anggotanya dan/atau memberikan
pinjaman tidak kepada Anggotanya, Koperasi Sekundernya, dan/atau
Koperasi lain.

Pasal 90
Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 sampai dengan Pasal 89 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Bagian Kelima
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah

Pasal 91
(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dilaksanakan
oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah.
(2) Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melaksanakan usaha:
a. menghimpun dana dalam bentuk simpanan dari Anggota;
b. memberikan pinjaman dan pembiayaan kepada Anggota, Koperasi
Sekundernya, dan/atau Koperasi lain;
c. memberikan layanan keuangan bagi Anggota;
- 27 -

d. memberikan jasa konsultasi keuangan dan pengembangan bisnis


kepada Anggota dan Koperasi lain;
e. layanan syariah lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
f. menyelenggarakan layanan simpanan bagi anak untuk tujuan
pendidikan dan pembudayaan berkoperasi.
(3) Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dapat melaksanakan
layanan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah kepada
Anggota yang berbasis elektronik dan digital sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dapat menempatkan
kelebihan dana dalam bentuk:
a. penempatan dana di Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah lain;
b. penempatan dana di lembaga keuangan bank syariah;
c. pembiayaan sindikasi kepada Anggota Koperasi Syariah lain;
dan/atau
d. instrumen portofolio keuangan syariah di pasar modal.
(5) Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib melaksanakan
ketentuan tata kelola yang baik untuk Koperasi Simpan Pinjam;
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola yang baik untuk Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah diatur dalam Peraturan
Menteri.

Pasal 92
(1) Usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah dilaksanakan sebagai
satu-satunya usaha Koperasi.
(2) Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib memiliki izin
dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib melindungi
keamanan simpanan Anggota.

Pasal 93
Untuk mengembangkan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan
syariah yang sehat, maka Menteri menetapkan:
a. ketentuan modal Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah;
b. ketentuan batas maksimal pemberian pembiayaan;
c. ketentuan batas minimal proporsi simpanan yang wajib disalurkan
sebagai pembiayaan kepada Anggota;
d. ketentuan batas maksimal penempatan dana pada perbankan dan
lembaga keuangan, unit usaha Koperasi lain, atau pihak ketiga,
dan/atau proyek investasi Koperasi; dan
e. ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian usaha
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah berdasarkan skala
usaha.

Pasal 94
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah dilarang menghimpun
dana dalam bentuk simpanan yang tidak berasal dari Anggotanya dan/atau
memberikan pinjaman dan pembiayaan tidak kepada Anggotanya, Koperasi
Sekundernya, dan/atau Koperasi lain.
- 28 -

Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 sampai
dengan Pasal 94 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Koperasi Sekunder dan Koperasi Sekunder Syariah

Pasal 96
Koperasi Sekunder atau Koperasi Sekunder Syariah menyelenggarakan
koordinasi, integrasi, simplifikasi, dan sinkronisasi kegiatan Anggota,
antara lain:
a. intermediasi pendanaan;
b. pengadaan sarana usaha;
c. manajemen risiko;
d. pendidikan, pelatihan, dan informasi Perkoperasian;
e. bimbingan dan konsultasi manajemen;
f. standardisasi manajemen dan sumber daya manusia;
g. standardisasi sistem akuntansi;
h. kepatuhan, pemeriksaan, dan pengawasan;
i. advokasi, supervisi, dan bantuan teknis; dan/atau
j. kegiatan sosial.

Bagian Ketujuh
Penjaminan Simpanan Anggota

Pasal 97
(1) Simpanan Anggota pada Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib mendapatkan penjaminan.
(2) Dalam rangka melaksanakan penjaminan simpanan Anggota,
Pemerintah Pusat membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Anggota
Koperasi.
(3) Lembaga Penjamin Simpanan Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penjamin Simpanan Anggota
Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Bagian Kedelapan
Penjaminan Pinjaman dan Pembiayaan

Pasal 98
Penjaminan Pinjaman dan pembiayaan yang disalurkan oleh Koperasi
Simpan Pinjam dan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
kepada Anggotanya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang penjaminan.
- 29 -

BAB VIII
RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA KOPERASI

Bagian Kesatu
Rencana Kerja

Pasal 99
(1) Pengurus dan Pengawas menyusun rencana strategis untuk jangka
waktu tertentu.
(2) Rencana strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Rapat Anggota untuk mendapatkan persetujuan.

Pasal 100
(1) Pengurus menyusun rencana kerja sebelum tahun buku berikutnya
dimulai.
(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Rapat Anggota untuk mendapatkan persetujuan.

Pasal 101
(1) Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 paling sedikit
memuat:
a. rencana kerja Pengurus; dan
b. rencana kerja Pengawas.
(2) Rencana kerja Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
paling sedikit memuat:
a. program, kegiatan, risiko dan mitigasi;
b. organisasi;
c. keanggotaan;
d. produk barang dan/atau jasa;
e. pendidikan, pelatihan, dan informasi Perkoperasian;
f. kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.

Bagian Kedua
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Pasal 102
(1) Pengurus menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja sebelum
tahun buku berikutnya dimulai.

(2) Rencana anggaran pendapatan dan belanja sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) disampaikan kepada Rapat Anggota untuk mendapatkan
persetujuan.

Pasal 103
Rencana anggaran pendapatan dan belanja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 102 paling sedikit memuat proyeksi:
a. pendapatan;
b. beban pokok, beban operasional, dan beban perkoperasian;
c. surplus hasil usaha dan/atau laba usaha; dan
- 30 -

d. investasi.

Pasal 104
Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) dan rencana
anggaran pendapatan dan belanja Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 103 menjadi tolok ukur untuk mengevaluasi kinerja organisasi,
kegiatan usaha, keuangan Koperasi, dan kinerja Pengurus dan Pengawas.

BAB IX
SELISIH HASIL USAHA

Pasal 105
(1) Pendapatan Koperasi berasal dari:
a. pelayanan kepada Anggota;
b. transaksi bisnis dengan non-Anggota; dan/atau
c. pendapatan lain.
(2) Pendapatan Koperasi dikurangi beban pokok, beban operasional, dan
beban Perkoperasian merupakan Selisih Hasil Usaha Koperasi.
(3) Selisih Hasil Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berasal
dari pelayanan kepada Anggota berupa surplus hasil usaha atau defisit
hasil usaha.
(4) Selisih Hasil Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berasal
dari transaksi bisnis dengan non-Anggota berupa laba usaha atau rugi
usaha.
(5) Pembagian surplus hasil usaha dan laba usaha serta pembebanan
defisit dan rugi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
diatur dalam Anggaran Dasar.
(6) Pelaporan dan pembukuan selisih hasil usaha mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 106
Surplus hasil usaha dan laba usaha setelah dikurangi pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan disisihkan terlebih dahulu
untuk Cadangan dan sisanya digunakan untuk keperluan lain yang
ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 107
(1) Surplus hasil usaha dan laba usaha Koperasi setelah dikurangi pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat
digunakan untuk:
a. Cadangan untuk menutup kerugian;
b. Cadangan untuk pengembangan usaha;
c. Cadangan untuk pengalihan Modal Anggota;
d. Anggota, sesuai kontribusinya secara proporsional;
e. Penggunaan lain yang diatur dalam Anggaran Dasar atau ditetapkan
Rapat Anggota.
(2) Pengurus mengusulkan kepada Rapat Anggota penggunaan surplus
hasil usaha dan laba usaha Koperasi pada tahun buku berjalan, dengan
- 31 -

mempertimbangkan kesinambungan dan pengembangan usaha


Koperasi, serta peningkatan loyalitas anggota.
(3) Komposisi persentase penggunaan surplus hasil usaha dan laba usajha
Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran
Dasar dan perubahannya dapat ditetapkan dalam Rapat Anggota.

Pasal 108
(1) Dalam hal terdapat defisit hasil usaha dan/atau rugi usaha, Koperasi
menggunakan Cadangan sebelum menggunakan sumber yang lain.
(2) Penggunaan Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Rapat Anggota.
(3) Dalam hal Cadangan yang ada tidak cukup untuk menutup defisit hasil
usaha dan/atau rugi usaha, defisit hasil usaha dan/atau rugi usaha
tersebut diakumulasikan dan dibebankan sebagai komponen biaya pada
anggaran pendapatan dan belanja Koperasi tahun berikutnya.

Pasal 109
Ketentuan lebih lanjut mengenai Selisih Hasil Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105 sampai dengan Pasal 108 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

BAB X
PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 110
(1) Pengawasan terhadap Koperasi terdiri dari:
a. pengawasan internal; dan
b. pengawasan eksternal.
(2) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan oleh Pengawas.
(3) Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/Instansi yang
berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 111
(1) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2)
dilaksanakan melalui pemantauan, pengendalian, dan pemeriksaan.
(2) Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (3)
dilaksanakan melalui pemantauan dan pemeriksaan.

Pasal 112
Dalam kegiatan pengawasan eksternal, Koperasi wajib memberikan:
a. laporan hasil pengawasan oleh Pengawas mengenai aspek organisasi,
usaha, dan keuangan;
b. laporan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang, keputusan Rapat Anggota, dan
dokumen terkait lainnya; dan/atau
c. keterangan langsung dari Pengurus, Pengawas, Anggota, dan/atau
- 32 -

karyawan,
d. kepada pejabat yang melakukan pengawasan eksternal.

Pasal 113
Kegiatan pengawasan eksternal melalui pemantauan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) dapat dilakukan melalui peninjauan
secara langsung.

Pasal 114
(1) Kegiatan pengawasan eksternal melalui pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) dilakukan dengan memeriksa
laporan dan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
berkala dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
(3) Kegiatan pengawasan eksternal melalui pemeriksaan sewaktu-waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap Koperasi
dalam hal terdapat dugaan:
a. tidak melaksanakan Rapat Anggota dalam waktu 2 (dua) tahun
berturut-turut;
b. tidak memiliki izin usaha dan/atau izin operasional;
c. menerbitkan produk yang menjanjikan keuntungan yang tidak wajar;
d. tidak mengelola administrasi keuangan secara benar; dan/atau
e. melakukan tindak pencucian uang.
(4) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
111 ayat (2), pengawas eksternal dapat menunjuk akuntan publik.
(5) Pengawas eksternal menyampaikan salinan laporan pemeriksaan
kepada Koperasi yang bersangkutan dan kepada pihak yang
berkepentingan.

Pasal 115
(1) Pengurus Koperasi wajib menindaklanjuti hasil pemantauan dan
pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas internal dan eksternal,
serta menindaklanjuti hasil pengendalian dari pengawas internal
sebagai dasar perbaikan kinerja Koperasi secara berkelanjutan.

(2) Pengurus dan Pengawas Koperasi wajib menggunakan hasil pengawasan


sebagai salah satu tolok ukur evaluasi kinerja Koperasi dan penilaian
kinerja Pengurus, pengelola dan karyawan Koperasi.
(3) Pengurus Koperasi wajib mengembangkan tata kelola Koperasi dan
sistem pengendalian manajemen Koperasi yang efektif untuk
melaksanakan saran dan rekomendasi dari Pengawas internal dan
eksternal.

Pasal 116
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan, pemantauan, dan
pemeriksaan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 sampai
dengan Pasal 115 diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam
- 33 -

Pasal 117
(1) Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah dilakukan oleh Otoritas Pengawas Koperasi Simpan
Pinjam.
(2) Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Otoritas Pengawas Koperasi Simpan
Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

BAB XI
RESTRUKTURISASI KOPERASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 118
(1) Restrukturisasi Koperasi dilakukan melalui instrumen Penyehatan
Usaha, Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, atau Pengintegrasian.
(2) Restrukturisasi Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
atas pertimbangan penyehatan, pengembangan, dan/atau efisiensi
usaha Koperasi sesuai dengan kepentingan Anggota.
(3) Restrukturisasi koperasi dapat dilakukan dengan cara:
a. Penyehatan usaha koperasi, tanpa melakukan perubahan badan
hukum koperasi.
b. Restrukturisasi koperasi yang diiringi dengan perubahan badan
hukum koperasi atau badan hukum koperasi lainnya.
(4) Sebelum melakukan restrukturisasi wajib memperhatikan laporan
pengawasan oleh Pengawas dan laporan kinerja Pengurus dalam
mengelola Koperasi, serta diputuskan dalam rapat gabungan Pengurus
dan Pengawas, dan rencana restrukturisasi disampaikan kepada Rapat
Anggota.

Pasal 119
(1) Penyehatan usaha koperasi dilakukan dengan cara melakukan:
a. Penggantian personil Pengelola dan atau Pengurus;
b. Perubahan struktur organisasi dan unit usaha koperasi;
c. Perubahan tata kelola usaha dan organisasi koperasi;
d. Penataan dan perbaikan kinerja dan efisiensi usaha dengan
melakukan penutupan atau pengembangan lini produk atau lini
usaha,
e. Penataan dan restrukturisasi modal dan kewajiban koperasi,
f. Mengundang mitra usaha untuk mengembangkan lini usaha baru
atau meningkatkan skala unit usaha yang ada, atau mengalih-
kelolaan lini usaha Koperasi kepada pihak lain.
(2) Penyehatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki
dampak besar terhadap pertanggungjawaban koperasi kepada pihak lain
wajib memperoleh persetujuan Rapat Anggota.
(3) Jenis tindakan Pengurus untuk penyehatan usaha koperasi yang
memerlukan persetujuan Rapat Anggota diatur dan ditetapkan dalam
- 34 -

Anggaran Dasar.

Pasal 120
(1) Restrukturisasi pada Pasal 118 ayat (3) butir b dapat dilakukan melalui
instrumen penggabungan, peleburan, pemisahan dan pengintegrasian.
(2) Sebelum melakukan Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, atau
Pengintegrasian, Pengurus dan Pengawas setiap Koperasi wajib
memperhatikan kepentingan:
a. Anggota;
b. karyawan;
c. kreditur; dan
d. pihak lainnya.
(3) Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, atau Pengintegrasian hanya
dapat dilakukan atas persetujuan Rapat Anggota.
(4) Penggabungan dan Peleburan Koperasi Syariah hanya dapat dilakukan
dengan Koperasi Syariah lainnya.

Bagian Kedua
Penggabungan

Pasal 121
(1) Penggabungan dilakukan oleh satu Koperasi atau lebih dengan Koperasi
lain sebagai Koperasi yang menerima penggabungan.
(2) Dalam hal Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. badan hukum Koperasi yang menggabungkan diri berakhir tanpa
proses Pembubaran;
b. badan hukum Koperasi yang menggabungkan diri sebagaimana
dimaksud dalam huruf a berakhir terhitung sejak disahkannya
perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang menerima Penggabungan;
c. Anggota Koperasi yang menggabungkan diri beralih menjadi Anggota
Koperasi yang menerima Penggabungan; dan
d. hak dan kewajiban Koperasi yang menggabungkan diri beralih kepada
Koperasi yang menerima Penggabungan.

Pasal 122
(1) Pengurus pada Koperasi yang akan menggabungkan diri menyusun
rancangan Penggabungan bersama dengan Pengurus pada Koperasi yang
menerima Penggabungan.
(2) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Rapat Anggota masing-masing Koperasi untuk
mendapatkan persetujuan.

Bagian Ketiga
Peleburan

Pasal 123
(1) Peleburan dilakukan oleh 2 (dua) Koperasi atau lebih dengan mendirikan
1 (satu) Koperasi baru.
(2) Dalam hal Peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. badan hukum Koperasi yang melebur berakhir tanpa Pembubaran;
b. badan hukum Koperasi yang melebur sebagaimana dimaksud dalam
- 35 -

huruf a berakhir terhitung sejak disahkannya Anggaran Dasar


Koperasi baru hasil peleburan;
c. hak dan kewajiban Koperasi yang melebur beralih kepada Koperasi
baru hasil peleburan;
d. Anggota Koperasi yang melebur menjadi Anggota Koperasi baru hasil
Peleburan; dan
e. Peleburan hanya dapat dilakukan oleh sesama Koperasi Primer atau
sesama Koperasi Sekunder.
f. Koperasi Sekunder yang melebur dengan Koperasi Primer, status
keanggotaan badan hukum Koperasi Sekunder hilang dan berubah
menjadi status keanggotaan Koperasi Primer.

Pasal 124
(1) Pengurus pada Koperasi yang akan melebur menyusun rancangan
Peleburan secara bersama-sama.
(2) Rancangan Peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Rapat Anggota masing-masing Koperasi untuk mendapatkan
persetujuan.

Bagian Keempat
Pemisahan

Pasal 125
(1) Pemisahan dilakukan oleh Koperasi terhadap 1 (satu) unit usaha atau
lebih menjadi 1 (satu) Koperasi baru atau lebih.
(2) Dalam hal Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. Koperasi yang unit usahanya dipisahkan tetap ada;

b. unit usaha Koperasi yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a berakhir terhitung sejak disahkannya Anggaran Dasar
Koperasi baru hasil Pemisahan;
c. hak dan kewajiban unit usaha Koperasi yang dipisahkan beralih
kepada Koperasi hasil Pemisahan;
d. selisih asset dan kewajiban unit usaha Koperasi yang dialihkan
kepada Koperasi hasil pemisahan dapat diperlakukan sebagai
penyertaan atau hibah Koperasi pada Koperasi hasil pemisahan; dan
e. Anggota pada Koperasi yang unit usahanya dipisahkan dapat menjadi
Anggota pada Koperasi hasil Pemisahan.

Pasal 126
(1) Pengurus pada Koperasi yang unit usahanya akan dipisahkan
menyusun rancangan Pemisahan.
(2) Rancangan Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Rapat Anggota untuk mendapatkan persetujuan.

Bagian Kelima
Pengintegrasian

Pasal 127
(1) Pengintegrasian dilakukan oleh 3 (tiga) Koperasi atau lebih.
- 36 -

(2) Pengintegrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan


Koperasi Sekunder yang berfungsi sebagai grup usaha yang
mengendalikan 1 (satu) atau lebih mandat anggota.
(3) Mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. pemenuhan kebutuhan modal;
b. riset dan pengembangan;
c. inovasi model bisnis;
d. tata kelola dan kepatuhan;
e. standardisasi produk dan layanan;
f. standardisasi pemasaran dan merek;
g. standardisasi teknologi;
h. pelaporan; dan
i. pemeringkatan.
(4) Koperasi yang melakukan Pengintegrasian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus mempunyai keterkaitan hubungan keanggotaan,
hubungan usaha, dan/atau hubungan penyertaan dan kepemilikan satu
sama lain.
(5) Koperasi sebagai grup usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
memiliki 1 (satu) badan hukum lain atau lebih yang mempunyai
keterkaitan hubungan usaha dan/atau hubungan penyertaan dan
kepemilikan satu sama lain.

Pasal 128
(1) Pengurus pada Koperasi yang melakukan Pengintegrasian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) menyusun rancangan
Pengintegrasian.
(2) Rancangan Pengintegrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Rapat Anggota tiap Koperasi yang melakukan
Pengintegrasian untuk mendapat persetujuan.

Pasal 129
Selain Pengintegrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127,
Pengintegrasian dapat dilakukan oleh Koperasi Primer yang berfungsi
sebagai induk usaha bersama yang memiliki 1 (satu) badan hukum lain
atau lebih.

Pasal 130
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan, Pemisahan,
dan Pengintegrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 sampai
dengan Pasal 129 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XII
KEPAILITAN, PEMBUBARAN DAN PENYELESAIAN

Bagian Kesatu
Kepailitan

Pasal 131
(1) Permohonan pernyataan pailit bagi Koperasi Simpan Pinjam dan
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah hanya dapat
diajukan oleh Menteri.
- 37 -

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara


permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Pembubaran

Pasal 132
Pembubaran Koperasi dilakukan oleh:
a. Rapat Anggota; atau
b. Menteri;

Pasal 133
(1) Pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 132 huruf a diajukan oleh Pengawas atau Anggota yang mewakili
paling sedikit 1/3 (satu pertiga) jumlah Anggota.
(2) Keputusan pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Rapat Anggota.
(3) Keputusan pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah jika
diambil berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,
Pasal 41, Pasal 42, dan Pasal 43.
(4) Rapat Anggota menunjuk Pengurus, Pengawas, dan/atau Anggota
sebagai kuasa Rapat Anggota dalam penyelesaian pembubaran Koperasi.
(5) Koperasi dinyatakan bubar pada saat ditetapkan dalam keputusan
Rapat Anggota.
(6) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan
secara tertulis oleh kuasa Rapat Anggota kepada Menteri, semua
kreditur, dan instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 134
Pembubaran Koperasi oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
132 huruf b dilakukan dalam hal Koperasi:
a. tidak memenuhi jumlah minimal Anggota dalam waktu 3 (tiga) bulan
sejak berkurangnya jumlah Anggota yang dibuktikan dalam buku daftar
Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1);
b. tidak melaksanakan usaha dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak
tanggal pengesahan akta pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (2);
c. tidak menyelenggarakan Rapat Anggota selama 2 (dua) tahun berturut-
turut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, setelah disampaikan
peringatan tiga kali untuk menyelenggarakan Rapat Anggota;
d. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap dan harta Koperasi tidak cukup untuk membayar biaya
kepailitan;
e. melaksanakan kegiatan yang bertentangan dengan ketertiban umum
dan/atau kesusilaan; dan/atau
f. berakhir jangka waktu berdirinya.

Pasal 135
- 38 -

(1) Pencabutan izin usaha Koperasi oleh lembaga yang membidangi


perizinan dan pengawasan usaha dilakukan dengan cara:
a. memberi peringatan tertulis;
b. mencabut izin usahanya;
c. meminta Rapat Anggota atau meminta Menteri untuk memproses
pembubaran;
d. menugaskan tim penyelesai untuk mengurus pembubaran Koperasi
kepada Menteri yang membidangi hukum;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencabutan usaha oleh lembaga yang
membidangi perizinan dan pengawasan usaha diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Pasal 136
Pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 tidak
mengakibatkan Koperasi kehilangan status badan hukum sampai dengan
selesainya pertanggungjawaban kuasa Rapat Anggota.

Bagian Ketiga
Penyelesaian

Pasal 137
(1) Untuk menyelesaikan pembubaran Koperasi harus dibentuk Tim
Penyelesai.
(2) Dalam menyelesaikan pembubaran Koperasi yang dilakukan oleh Rapat
Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 huruf a, maka Tim
Penyelesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh kuasa
Rapat Anggota.
(3) Dalam menyelesaikan pembubaran Koperasi yang dilakukan oleh
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 huruf b, Tim Penyelesai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh Menteri.
(4) Dalam menyelesaikan pembubaran Koperasi yang dilakukan oleh
lembaga yang membidangi perizinan dan pengawasan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135, maka Tim Penyelesai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditunjuk lembaga yang
membidangi perizinan dan pengawasan usaha.

Pasal 138
(1) Selama proses penyelesaian pembubaran, Koperasi tetap ada dengan
status ”Koperasi dalam penyelesaian”.
(2) Selama proses penyelesaian pembubaran, Koperasi tidak diperbolehkan
melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk memperlancar proses
penyelesaian.

Pasal 139
- 39 -

Dalam hal terjadi pembubaran pada Koperasi yang tidak mampu


melaksanakan kewajiban pembayaran, Anggota menanggung sebatas Iuran
Pokok dan Modal Anggota yang dimiliki.

Pasal 140
(1) Tim penyelesai bertugas:
a. melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan,
kewajiban, dan Ekuitas Koperasi;
b. melakukan penghitungan hak dan kewajiban keuangan Koperasi
terhadap pihak ketiga;
c. melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam eksekusi
penyelesaian kekayaan; dan
d. membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada kuasa Rapat
Anggota atau Menteri atau Otoritas yang menugaskan.
(2) Tim penyelesai berwenang:
a. memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan, Anggota, dan pihak lain
yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
b. mengalihkan kekayaan “Koperasi dalam penyelesaian” untuk biaya
penyelesaian;
c. membayarkan kewajiban Koperasi kepada kreditur “Koperasi dalam
penyelesaian”; dan
d. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada Anggota, dan/ atau
menyerahkan sisa hasil penyelesaian yang bersifat mutual fund
kepada koperasi lain yang diatur dalam Anggaran Dasar dan/atau
Rapat Anggota Pembubaran Koperasi.

Pasal 141
Tim penyelesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4) dapat diganti apabila tidak melaksanakan tugas dan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140.

Bagian Keempat
Penghapusan Status Badan Hukum

Pasal 142
(1) Pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 disampaikan
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum, dengan mengunggah:
a. penetapan pembubaran Koperasi oleh Menteri atau keputusan Rapat
Anggota; dan
b. berita acara penyelesaian.
(2) Berdasarkan penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
menghapus badan hukum Koperasi dari sistem administrasi badan
hukum.

Pasal 143
(1) Pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 dicatat
dalam daftar umum Koperasi.
(2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman
pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.
- 40 -

Pasal 144
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran,
penyelesaian, dan penghapusan status badan hukum Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 sampai dengan Pasal 143 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XIII
EKOSISTEM KOPERASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 145
(1) Pelaku utama ekosistem Koperasi adalah:
a. Koperasi
b. Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam;
c. Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah;
d. organisasi gerakan koperasi;
e. organisasi asosiasi koperasi; dan
f. lainnya

(2) Lembaga atau instansi pendukung ekosistem Koperasi adalah:


a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah; dan
c. lainnya

(3) Lembaga penunjang ekosistem Koperasi adalah:


a. lembaga pengembangan bisnis;
b. lembaga inkubator bisnis;
c. lembaga pemeringkat independent;
d. lembaga pendidikan dan pelatihan profesi;
e. lembaga sertifikasi profesi;
f. lembaga penyelenggara teknologi;
g. lmbaga pemasaran;
h. lembaga keuangan bank;
i. lembaga keuangan non bank;
j. Pasar Modal; dan
k. lainnya

(4) Profesi penunjang ekosistem Koperasi adalah:


a. notaris;
b. akuntan publik;
c. advokat dan penasihat hukum;
d. konsultan pajak; dan
e. profesi lainnya

Pasal 146
- 41 -

Pelaku utama, lembaga atau instansi pendukung, lembaga penunjang,


profesi penunjang sebagaimana dimaksud pada Pasal 145, dunia usaha,
dan masyarakat bersama-sama menciptakan ekosistem Koperasi yang baik.

Pasal 147
Menteri mengoordinasikan dan mengendalikan pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan Perkoperasian yang bersifat teknis untuk bidang usaha
yang dilaksanakan oleh menteri terkait.

Pasal 148
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran dan kegiatan masing-masing
lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 diatur dalam Peraturan
Menteri.

Bagian Kedua
Peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Pasal 149
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang
mendorong Koperasi tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan
tangguh.
(2) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mendukung penumbuhan,
pengembangan, dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan Anggota
dan masyarakat melalui pengembangan iklim usaha yang kondusif,
pemberian bimbingan, kemudahan, dan pelindungan kepada Koperasi.
(3) Pengembangan iklim usaha yang kondusif bagi koperasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui kebijakan fiskal,
perdagangan, investasi, perijinan dan kebijakan sektoral dan lintas
sektoral untuk menciptakan dan mengembangkan lingkungan usaha
yang mendorong pertumbuhan usaha koperasi, dalam bentuk:
a. memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada
koperasi;
b. meningkatkan dan memantapkan kemampuan koperasi agar menjadi
koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri;
c. mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan
antara koperasi dengan badan usaha lainnya, dan
d. membudayakan koperasi dalam masyarakat.
(4) Bimbingan dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dalam bentuk:
a. pengembangan kelembagaan, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan,
serta penelitian dan pengembangan keinovasian Koperasi;
b. konsultasi dan bantuan usaha Koperasi yang sesuai dengan
kepentingan ekonomi Anggota;
c. penguatan permodalan dan pembiayaan Koperasi;
- 42 -

d. pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling


menguntungkan antar-Koperasi dan/atau badan usaha lain;
e. konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang
dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar
Koperasi;
f. fasilitasi insentif fiskal bagi Koperasi dalam bidang usaha, lokasi, dan
waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan/atau
g. fasilitasi kerja sama kemitraan dengan berbagai pihak terkait sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan:
a. menetapkan bidang atau sektor usaha yang hanya boleh diusahakan
oleh Koperasi;
b. menetapkan bidang atau sektor usaha di suatu wilayah yang telah
berhasil diusahakan oleh Koperasi untuk tidak diusahakan oleh
badan usaha lainnya;
c. mengecualikan Koperasi dari ketentuan larangan praktik monopoli
dan praktik persaingan usaha yang secara khusus bertujuan untuk
melayani Anggotanya; dan
d. mengembangkan sistem penjaminan simpanan Koperasi bagi
Koperasi Simpan Pinjam.

Paragraf 1
Kelembagaan dan Usaha

Pasal 150
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan
kelembagaan dalam aspek:
a. pengesahan badan hukum;
b. perizinan;
c. partisipasi Anggota;
d. organisasi; dan
e. manajemen.
(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan
usaha Koperasi dalam aspek:
a. operasional, produksi, atau pelayanan usaha;
b. pemasaran dan jaringan usaha;
c. sumber daya manusia;
d. keuangan; dan
e. teknologi informasi dan komunikasi.

Paragraf 2
Pembiayaan

Pasal 151
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan
bagi Koperasi.
(2) Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dapat
menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang
dialokasikan kepada Koperasi dalam bentuk pemberian pinjaman,
penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
- 43 -

(3) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan dunia usaha dapat


memberikan hibah, penyertaan, mengusahakan bantuan luar negeri,
dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan serta tidak mengikat untuk
Koperasi.
(4) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif
dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif
sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan
pembiayaan bagi Koperasi.

Pasal 152
(1) Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Koperasi, Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan upaya:
a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan
industri keuangan bukan bank serta sumber pembiayaan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pengembangan lembaga keuangan Koperasi;
c. pemberian kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat,
tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. membantu Koperasi untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa atau
produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan
lembaga keuangan bukan bank.
e. pengembangan sistem penjaminan kredit atau pembiayaan bagi
Koperasi.
(2) Untuk meningkatkan akses Koperasi terhadap sumber pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151, Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah:
a. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga
keuangan bukan bank;
b. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan
lembaga penjamin kredit; dan
c. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan
untuk memperoleh pembiayaan.

Paragraf 3
Pendidikan, Pelatihan, Penyuluhan, dan Penelitian Perkoperasian

Pasal 153
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mendorong dan
memfasilitasi pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian
Perkoperasian.
(2) Untuk menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan
penelitian Perkoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan anggaran dari
alokasi anggaran pendidikan nasional.
(3) Untuk menjamin mutu pendidikan Perkoperasian, Pemerintah Pusat
membentuk majelis penjaminan mutu pendidikan Perkoperasian yang
beranggotakan unsur pemerintah, akademisi, Gerakan Koperasi, dan
masyarakat.
- 44 -

Pasal 154
Dalam mendorong dan memfasilitasi pendidikan dan pelatihan
Perkoperasian yang bertujuan untuk memberikan pemahaman ilmu
pengetahuan tentang Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
melakukan upaya:
a. penetapan ilmu pengetahuan tentang Perkoperasian sebagai mata
pelajaran dalam kurikulum pendidikan nasional sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. penumbuhan dan pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan
Perkoperasian;
c. peningkatan kapasitas sumber daya manusia penyelenggara pendidikan
dan pelatihan Perkoperasian; dan
d. penyelenggaraan akreditasi lembaga pendidikan dan pelatihan
Perkoperasian dan sertifikasi bagi sumber daya manusia pendidikan
Perkoperasian.

Pasal 155
(1) Dalam mendorong dan memfasilitasi pelatihan dan penyuluhan
Perkoperasian untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia
Koperasi baik Anggota, Pengurus, Pengawas, maupun karyawan
Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan upaya:
a. penyediaan kurikulum, silabus, dan bahan ajar yang komprehensif
sesuai dengan sasaran pelatihan dan penyuluhan Perkoperasian;
b. penyediaan infrastruktur dan sarana kelembagaan untuk pelatihan
dan penyuluhan Perkoperasian;
c. peningkatan kapasitas sumber daya manusia penyelenggara
pelatihan dan penyuluhan Perkoperasian;
d. penyelenggaraan akreditasi lembaga penyelenggara pelatihan dan
penyuluhan Perkoperasian;
e. penyelenggaraan sertifikasi bagi sumber daya manusia pelatihan dan
penyuluhan Perkoperasian; dan
f. penyelenggaraan evaluasi promosi dan penempatan alumni peserta
pelatihan dan penyuluhan.
(2) Dalam mendorong dan memfasilitasi penelitian Perkoperasian untuk
menumbuhkan dan mengembangkan peluang usaha, inovasi, teknologi,
daya saing, dan kinerja Koperasi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah melakukan upaya:
a. penyediaan infrastruktur penelitian;
b. kerja sama Koperasi dengan pusat penelitian perguruan tinggi, Badan
Riset Nasional, dunia usaha, media, dan Gerakan Koperasi;
c. peningkatan kapasitas sumber daya manusia penyelenggara
penelitian Perkoperasian; dan
d. diseminasi hasil penelitian.

Pasal 156
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan
Prakoperasi melalui:
a. pencatatan Prakoperasi; dan
b. peningkatan kapasitas pengurus Prakoperasi.
- 45 -

(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitasi


Prakoperasi yang memenuhi persyaratan untuk ditingkatkan menjadi
Koperasi.
(3) Dalam pembinaan Prakoperasi menjadi Koperasi, Prakoperasi difasilitasi
untuk mendapatkan badan hukum Koperasi.

Paragraf 4
Pengembangan Jaringan Usaha Koperasi

Pasal 157
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi kerja sama antar-
Koperasi dan/atau antara Koperasi dengan badan usaha lain dan
kemitraan dengan berbagai pihak terkait untuk:
a. mewujudkan kerja sama antar-Koperasi dan/atau antara Koperasi
dengan badan usaha lain;
b. mendorong hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan
transaksi usaha antar-Koperasi dan/atau antara Koperasi dengan badan
usaha lain;
c. mengembangkan kerja sama untuk meningkatkan posisi tawar Koperasi;
d. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya
persaingan usaha yang sehat dan melindungi kepentingan Koperasi;
e. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh
orang perseorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Koperasi;
dan
f. mengembangkan sentra dan kluster produk dan promosi Koperasi,
termasuk memfasilitasi tempat pemasaran dan produksi bersama.

Paragraf 5
Rencana Induk Pembangunan Perkoperasian Nasional

Pasal 158
(1) Dalam upaya mengoordinasikan pemberdayaan Koperasi agar Koperasi
menjadi pilar utama ekonomi nasional, Pemerintah Pusat menyusun
kebijakan tentang rencana induk pembangunan Perkoperasian nasional.
(2) Rencana Induk Pembangunan Perkoperasian Nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan pedoman bagi Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan pelaku Koperasi dalam perencanaan
pembangunan Perkoperasian untuk jangka waktu setiap 20 (dua puluh)
tahun.
(3) Rencana Induk Pembangunan Perkoperasian Nasional
mempertimbangkan kelestarian lingkungan, ketahanan pangan dan
energi nasional, kemajuan teknologi, penghormatan terhadap kekayaan
intelektual, dan kearifan lokal.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana induk pembangunan
Perkoperasian nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
- 46 -

Pasal 159
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 sampai dengan Pasal 156
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Gerakan Koperasi

Pasal 160
(1) Gerakan Koperasi mendirikan suatu organisasi gerakan Koperasi
Indonesia yang berfungsi sebagai wadah mandiri untuk
memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi
Koperasi, dalam rangka pemberdayaan Koperasi dan kerjasama
internasional.
(2) Nama, tujuan, keanggotaan, susunan organisasi, dan tata kerja
organisasi gerakan Koperasi Indonesia diatur dalam anggaran dasar.
(3) Organisasi gerakan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 161
(1) Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia menjunjung tinggi nilai dan
prinsip Koperasi.
(2) Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia bertugas:
a. memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b. melakukan supervisi dan advokasi dalam penerapan nilai dan prinsip
Koperasi;
c. meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
d. menyelenggarakan pendidikan Perkoperasian kepada Anggota dan
masyarakat secara swadaya;
e. menyelenggarakan sosialisasi dan konsultasi kepada Koperasi;
f. mengembangkan dan mendorong kerja sama antar-Koperasi dan
antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat lokal,
nasional, regional, maupun internasional;
g. mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi;
h. menyelenggarakan komunikasi, forum, dan jaringan kerja sama di
bidang Perkoperasian; dan
i. memajukan organisasi anggotanya.

Pasal 162
Pendanaan untuk melaksanakan tugas Organisasi Gerakan Koperasi
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 berasal dari:
a. iuran wajib anggota;
b. sumbangan dan bantuan yang tidak mengikat;
c. Hibah; dan/atau
d. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 163
- 47 -

(1) Dalam rangka mendukung kegiatan Organisasi Gerakan Koperasi


Indonesia, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengalokasikan
pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia bertanggung jawab penuh atas
penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengelolaan anggaran Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia
dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian, transparansi, efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas.

Pasal 164
(1) Untuk mendorong pengembangan Organisasi Gerakan Koperasi
Indonesia, dibentuk dana pembangunan Organisasi Gerakan Koperasi
Indonesia.
(2) Dana pembangunan Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia bersumber
dari anggota Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia dan pihak lain yang
sah dan tidak mengikat.
(3) Dana pembangunan Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia harus
diaudit oleh akuntan publik.
(4) Ketentuan mengenai dana pembangunan Organisasi Gerakan Koperasi
Indonesia diatur dalam Anggaran Dasar Organisasi Gerakan Koperasi
Indonesia.

Bagian Keempat
Dunia Usaha dan Masyarakat

Pasal 165
(1) Dunia usaha dan masyarakat yang memiliki kompetensi dapat
memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan pendidikan,
pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Perkoperasian.
(2) Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif melakukan
pengembangan Koperasi.
(3) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan
akses Koperasi terhadap pinjaman atau kredit dengan cara:
a. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha;
b. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau
pinjaman;
c. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial
usaha; dan
d. menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Koperasi dalam
bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan
lainnya oleh usaha besar nasional dan asing.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 166
Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan memakai kata “Koperasi”
sebagai nama badan usaha yang berbentuk selain badan hukum Koperasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) dipidana dengan pidana
- 48 -

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 167
Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam tanpa memiliki
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 168
Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 91 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 169
Koperasi Simpan Pinjam yang menghimpun dana dalam bentuk simpanan
yang tidak berasal dari Anggotanya dan/atau memberikan pinjaman tidak
kepada Anggotanya, Koperasi Sekundernya, dan/atau Koperasi lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 170
Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah yang menghimpun dana
dalam bentuk simpanan yang tidak berasal dari Anggotanya dan/atau
memberikan pinjaman tidak kepada Anggotanya, Koperasi Sekundernya,
dan/atau Koperasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 171
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167, Pasal
168, Pasal 169 dan Pasal 170 dilakukan oleh Koperasi, pidana dijatuhkan
kepada Koperasi dan/atau Pengurus yang bertindak untuk dan atas nama
Koperasi.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 172
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Koperasi yang telah memiliki status badan hukum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai Koperasi
berdasarkan Undang-Undang ini;
b. Koperasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib menyesuaikan
Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dalam
jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun;
- 49 -

c. Koperasi yang memiliki unit simpan pinjam yang sudah ada sebelum
Undang-Undang ini berlaku, dengan jumlah pinjaman diatas ketentuan
modal Koperasi Simpan Pinjam, wajib melakukan pemisahan unit
simpan pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam paling lama 4 (empat)
tahun;
d. Koperasi yang memiliki unit simpan pinjam dan pembiayaan syariah
yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, dengan jumlah
pinjaman dan pembiayaan syariah diatas ketentuan modal Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah, wajib melakukan pemisahan
unit simpan pinjam dan pembiayaan syariah menjadi Koperasi Simpan
Pinjam dan Pembiayaan Syariah paling lama 4 (empat) tahun;
e. Koperasi Simpan Pinjam wajib:
1. melaporkan rencana penyesuaian dengan ketentuan dalam pasal 86
Undang-Undang ini yang telah disetujui oleh Rapat Anggota kepada
Menteri paling lama 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-
Undang ini; dan
2. menyesuaikan dengan ketentuan dalam pasal 87 Undang-Undang ini
paling lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang
ini.
f. Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah wajib:
1. melaporkan rencana penyesuaian dengan ketentuan dalam pasal 91
Undang-Undang ini yang telah disetujui oleh Rapat Anggota kepada
Menteri paling lama 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-
Undang ini; dan
2. menyesuaikan dengan ketentuan dalam pasal 92 Undang-Undang ini
paling lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang
ini.
g. Akta pendirian Koperasi yang masih dalam proses pengajuan
pengesahan pendirian Koperasi, proses pengesahannya dilaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang ini; dan
h. Perubahan Anggaran Dasar yang masih dalam proses pengajuan
persetujuan, proses persetujuannya dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang ini.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 173
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku; dan
b. Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 174
- 50 -

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 2


(dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 175
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal ……………

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …………....

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...


- 51 -

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG PERKOPERASIAN

I. UMUM
Pengembangan koperasi di Indonesia merupakan bagian dari cita
cita pembentukan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang salah
satu tujuannya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum
sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 33 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan
bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan.
Selanjutnya dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Politik
Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi dinyatakan bahwa
“…koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional harus memperoleh
kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan
seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada
kelompok usaha ekonomi rakyat …”. Ketentuan ini menegaskan bahwa
perekonomian Indonesia dibangun sebagai usaha bersama, secara
gotong royong untuk mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud
pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sejalan dengan jatidiri
Koperasi sebagaimana rumusan International Cooperative Alliance (ICA)
dalam peringatan 100 tahun di Manchester tahun 1995. Jatidiri
koperasi tersebut mencakup definisi, nilai, dan prinsip koperasi.
Koperasi dimaknai sebagai sekumpulan orang yang bersatu secara
sukarela dan bersifat otonom, tidak ada paksaan ataupun diskriminasi.
Koperasi Indonesia diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dan
aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya melalui usaha bersama yang
diselenggarakan secara demokratis dan profesional. Setiap orang yang
menjadi Anggota, mempunyai kewajiban dan hak yang setara. Setiap
Anggota, memperoleh nilai tambah dan manfaat berkoperasi sesuai
dengan kontribusinya.
Disamping itu Koperasi sebagai bagian dari pelaku ekonomi
nasional diarahkan untuk menjadi bagian terpenting dalam
mewujudkan demokrasi ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya
saing tinggi sebagaimana ditegaskan dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998
Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
dinilai sudah tidak memadai untuk digunakan sebagai payung hukum
pembangunan Koperasi, terlebih tatkala dihadapkan kepada
perkembangan tata ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis
dan penuh tantangan. Oleh karena itu, perlu pembaharuan hukum
yang sesuai kebutuhan, perkembangan kondisi masyarakat, dan
- 52 -

kebijakan regulasi saat ini melalui penetapan landasan hukum baru


berupa Undang-Undang.
Sebagai pembaharuan hukum di bidang koperasi terhadap Undang
Undang sebelumnya, maka Undang-Undang ini memuat hal-hal baru,
antara lain mengenai:
a. asas Koperasi;
b. tujuan Koperasi
c. prinsip dan nilai Koperasi;
d. nilai Anggota
e. pendirian dan kewenangan pengesahan badan hukum;
f. keanggotaan;
g. perangkat organisasi;
h. usaha koperasi dan pengaturan mengenai koperasi syariah;
i. izin usaha simpan pinjam dan usaha simpan pinjam dan
pembiayaan syariah;
j. modal dan utang;
k. rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan dan belanja;
l. restrukturisasi Koperasi;
m. kepailian, pembubaran, dan penyerlesaian;
n. ekosistem Koperasi; dan
o. sanksi administratif dan sanksi pidana.
Undang-Undang ini secara keseluruhan memuat materi pokok yang
disusun secara sistematis sebagai berikut: ketentuan umum; nilai dan
prinsip; status, bentuk, pendirian, anggaran dasar, perubahan anggaran
dasar dan pengumuman; keanggotaan; perangkat organisasi; modal dan
utang; usaha; rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan dan
belanja Koperasi; selisih hasil usaha dan cadangan; pengawasan,
pemantauan dan pemeriksaan; restrukturisasi koperasi; pembubaran,
penyelesaian, dan penghapusan status badan hukum; ekosistem
Koperasi; ketentuan pidana; ketentuan peralihan; dan ketentuan
penutup.
Undang-Undang ini menjadi landasan hukum yang baru dan arah
bagi pembangunan Koperasi Indonesia untuk dilaksanakan secara
konsekuen dan konsisten guna menciptakan Koperasi yang terpercaya,
sehat, kuat, mandiri, dan tangguh yang bermanfaat bagi Anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta berkontribusi yang
signifikan dalam perekonomian nasional.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.
- 53 -

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “menolong diri sendiri” adalah Yang
dimaksud dengan “menolong diri sendiri” adalah semua
Anggota bergabung ke Koperasi memiliki motivasi untuk
memajukan dirinya dengan cara bersama-sama
menggunakan jasa Koperasi untuk memenuhi
kebutuhannya dan mempromosikan Koperasi sehingga
menjadi kuat, sehat, mandiri, tangguh, dan besar.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah berdiri sendiri
tanpa bergantung pada pihak lain dalam pengambilan
keputusan menjalankan usahanya yang dilandasi pada
pertimbangan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam
kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang
bertanggung jawab, otonomi, swakerta, swadaya,
swasembada, berani mempertanggungjawabkan perbuatan
sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri

Huruf c
Yang dimaksud dengan “kebersamaan” adalah setiap
Anggota Koperasi memiliki hak dan kewajiban yang sama
dalam melakukan transaksi dan mendapatkan manfaat
ekonomi dengan berkoperasi.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “gotong royong” adalah bekerja
bersama untuk mencapai hasil yang diharapkan, serta
untuk menumbuhkan jiwa dan semangat tolong menolong
sesuai dengan nilai dan budaya Indonesia.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “demokratis” adalah penilikan dan
pengendalian Koperasi dilakukan oleh semua anggota
melalui forum Rapat Anggota yang masing-masing memiliki
hak suara tanpa memperhatikan jumlah modalnya.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah sifat koperasi
yang menerima anggota tanpa memperhatikan latar
belakang ekonomi, sosial, dan budaya; dikelola secara
akuntabel dan transparan dengan akses seluas-luasnya
- 54 -

kepada anggota; bersedia bekerja sama dengan pihak lain


dengan prinsip saling menghormati dan memberikan
manfaat.

Huruf g
Yang dimaksud dengan “kebaruan” adalah sifat Koperasi
yang memiliki semangat dan menghormati kebaruan dan
pembaruan, serta kewirausahaan dan kewirakoperasian.

Huruf h
Yang dimaksud dengan “keadilan” adalah sifat Koperasi
yang memberikan manfaat kepada Anggota berdasarkan
perimbangan partisipasi masing-masing Anggota.

Huruf i
Yang dimaksud dengan “tanggung jawab” adalah segala
kegiatan usaha Koperasi harus dilaksanakan dengan prinsip
profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab,
efisiensi dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya
nilai tambah yang optimal bagi Koperasi

Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kejujuran” adalah sikap anggota
Koperasi yang amanah dan menjaga kepercayaan.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “kesetaraan” adalah sikap anggota
Koperasi yang mampu menerima keragaman anggota,
perbedaan pendapat, menghormati keputusan bersama, dan
memiliki kedudukan yang sama.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “tanggung jawab bersama” adalah
sikap anggota Koperasi yang mau dan mampu untuk
bertanggung jawab dan ikut menanggung risiko.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “pengakuan” adalah sikap anggota
Koperasi yang menghormati dan menjunjung tinggi
kepeloporan, talenta, dan pembaruan dalam Koperasi.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “kepedulian terhadap orang lain”
adalah sikap anggota Koperasi yang peduli terhadap anggota
lain dan masyarakat.

Ayat (4)
Huruf a
Koperasi merupakan organisasi swadaya dengan
- 55 -

keanggotaan secara sukarela, terbuka bagi semua orang


yang mampu dan membutuhkan memanfaatkan layanannya
dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa
diskriminasi atas dasar gender, sosial, ras, politik, atau
agama.

Huruf b
Koperasi merupakan organisasi demokratis yang diawasi
dan dikendalikan oleh Anggotanya. Anggota berpartisipasi
aktif dalam menentukan kebijakan dan membuat
keputusan. Anggota yang ditunjuk sebagai wakil Koperasi
dipilih dan bertanggung jawab kepada Anggota dalam rapat
Anggota. Setiap Anggota memiliki hak suara yang sama,
satu Anggota satu suara.

Huruf c
Selain sebagai pemilik Koperasi, Anggota Koperasi sekaligus
pengguna jasa atau pasar bagi koperasinya. Partisipasi aktif
dalam kegiatan ekonomi Koperasi merupakan sumber
kekuatan utama bagi kemajuan Koperasi.

Huruf d
Koperasi merupakan organisasi otonom dan swadaya yang
diawasi dan dikendalikan oleh Anggota. Jika Koperasi
mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk
Pemerintah atau menambah modal dari sumber lain,
mereka melakukan hal itu atas dasar syarat yang menjamin
tetap terselenggaranya pengawasan dan pengendalian
demokratis oleh Anggotanya dan tetap tegaknya otonomi
Koperasi.

Huruf e
Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi
Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawan dengan
maksud agar mereka dapat memberikan kontribusi secara
efektif bagi perkembangan Koperasi. Pemberian informasi
pada masyarakat, khususnya generasi muda dan pemuka
masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan
Koperasi adalah sangat prinsipil.

Huruf f
Koperasi melayani anggotanya secara efektif dan
memperkuat gerakan Koperasi dengan bekerja sama antar
Koperasi melalui struktur lokal, nasional, regional, dan
internasional.

Huruf g
Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan
melalui kebijakan yang disetujui oleh anggotanya.

Pasal 7
- 56 -

Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Yang dimaksud “fungsi subsidiaritas” adalah kegiatan untuk saling
memperkuat hubungan usaha antar Anggota Koperasi Sekunder,
yang tujuannya untuk memperkuat jaringan integrasi vertikal dan
horisontal.

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Koperasi dapat berupa Koperasi Primer dan/atau Koperasi
Sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan
efisiensi, Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh Koperasi:
a. tunggal atau serba usaha;
b. satu atau lebih bidang usaha; dan/atau
c. berbeda tingkatan.
Dalam hal Koperasi mendirikan Koperasi Sekunder dalam
berbagai tingkatan seperti yang selama ini dikenal sebagai
pusat, gabungan, dan induk maka jumlah tingkatan dan
penamaannya diatur sendiri oleh Koperasi.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
- 57 -

Bagi Koperasi yang tidak menetapkan jangka waktu


berdirinya maka dalam Anggaran Dasar disebutkan bahwa
Koperasi berdiri untuk jangka waktu tidak terbatas.

Huruf e
Ketentuan mengenai Anggota, Pengurus, dan Pengawas,
antara lain meliputi:
a. tata cara pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, dan
penggantian Pengurus dan Pengawas;
b. hak dan kewajiban Anggota, Pengurus, dan Pengawas;
dan
c. c. ketentuan mengenai syarat keanggotaan.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i
Cukup jelas.

Huruf j
Cukup jelas.

Huruf k
Cukup jelas.

Huruf l
Cukup jelas.

Huruf m
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
- 58 -

Cukup jelas.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang
perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Ayat (1)
“Daftar umum Koperasi” merupakan daftar yang memuat nama
Koperasi, nomor badan hukum Koperasi, dan alamat Koperasi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Anggota yang merupakan warga negara
- 59 -

Indonesia” adalah Anggota pada Koperasi Primer sedangkan


“Anggota yang merupakan Koperasi Indonesia” adalah Anggota
pada Koperasi Sekunder.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup Jelas

Pasal 29
Yang dimaksud dengan “persyaratan” adalah sejumlah ketentuan
yang harus dipenuhi orang perseorangan atau Koperasi pada saat
akan mendaftar menjadi Anggota Koperasi Primer atau Koperasi
Sekunder. Yang dimaksud dengan “hak” adalah setiap hal yang
wajib diperoleh atau diterima oleh Anggota dari Koperasi sebagai
bentuk partisipasi Anggota sebagai pengguna pelayanan Koperasi.
Yang dimaksud dengan “kewajiban” adalah setiap hal yang wajib
dipenuhi oleh Anggota kepada Koperasi sebagai bentuk partisipasi
Anggota sebagai pemilik Koperasi.

Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “tidak berpartisipasi aktif dalam
kepemilikan” adalah Anggota tidak atau kurang
berpartisipasi dalam pemodalan dan pengawasan Koperasi.
Yang dimaksud dengan “tidak berpartisipasi aktif dalam
usaha” adalah Anggota tidak atau kurang berpartisipasi
dalam memanfaatkan pelayanan Koperasi, berupa
penyediaan barang dan/atau jasa untuk atau dari Anggota.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 31
Ayat (1)
Pengurus dan Pengawas merupakan suatu institusi yang
mempunyai fungsi di bidang kepengurusan dan kepengawasan
kelembagaan dan usaha Koperasi.
- 60 -

Penamaan terhadap pelaksana fungsi kepengurusan dan


kepengawasan dapat menggunakan terminologi yang lazim
digunakan dalam dunia usaha, contohnya : untuk Pengurus bisa
dinamakan direksi sedangkan Pengawas bisa dinamakan
komisaris.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “secara proporsional” adalah pengaturan
hak suara berdasarkan perkalian jumlah Anggota.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kendala geografis” adalah lokasi domisili
Anggota dengan kantor Koperasi atau tempat penyelenggaraan
Rapat Anggota yang dipisahkan oleh pulau, gunung, atau sungai
yang membutuhkan waktu relatif lama untuk dijangkau.

Ayat (2)
Cukup jelas.
- 61 -

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Ayat (1)
Huruf a
Aset dapat berupa antara lain tanah, bangunan, kendaraan,
dan surat-surat berharga.

Huruf b
Cukup jelas.
- 62 -

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud “pendirian Koperasi baru” adalah Koperasi yang
baru pertama kali didirikan, bukan hasil dari Penggabungan,
Peleburan, Pemisahan, dan Pengintegrasian.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas.
- 63 -

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Pengawas dapat terlepas dari tanggung jawab menanggung
kerugian bila:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-
hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Koperasi;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan Pengurus yang
mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Materi muatan yang diatur dalam peraturan pemerintah antara lain
memuat mengenai persyaratan, pengangkatan, penetapan,
pemberhentian, tugas, wewenang, dan tanggung jawab dewan
- 64 -

pengawas syariah.

Pasal 67
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Sumber lain yang sah, antara lain hasil revaluasi, konversi
utang menjadi modal, dan pemanfaatan aset sebagai
sumber pendanaan seperti resi gudang, gadai piutang, anjak
piutang, dan sekuritisasi aset. Sumber lain ini diatur dalam
Anggaran Dasar.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
- 65 -

Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Layanan pembayaran antara lain pembayaran tagihan PLN,
Telkom, BPJS, cicilan, dan lainnya secara daring (payment
online system).

Huruf d
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup jelas.
- 66 -

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.

Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Layanan pembayaran antara lain pembayaran tagihan PLN,
Telkom, BPJS, cicilan, dan lainnya secara daring (payment
online system).

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
- 67 -

Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal 94
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasal 96
Cukup jelas.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Cukup jelas.

Pasal 101
Cukup jelas.

Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103
Cukup jelas.

Pasal 104
Cukup jelas.

Pasal 105
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “beban pokok” adalah nilai pokok
produksi atau nilai beli barang atau jasa.
- 68 -

Yang dimaksud dengan “beban operasional” adalah biaya


pelaksanaan operasional Koperasi baik secara langsung maupun
tidak langsung terkait dengan usaha Koperasi.
Komponen beban operasional berupa antara lain:
1. beban usaha, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh Koperasi
yang berkaitan langsung dengan usaha Koperasi, meliputi:
a. beban penjualan;
b. beban promosi;
c. beban distribusi; dan
d. beban penjualan lainnya.
2. beban administrasi dan umum, berupa antara lain:
a. beban gaji karyawan;
b. beban alat tulis kantor;
c. beban sewa;
d. beban premi asuransi;
e. beban transportasi;
f. beban perawatan dan perbaikan aset tetap;
g. biaya penyusutan dan amortisasi; dan
h. biaya listrik, telepon, dan air.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 106
Surplus hasil usaha dan laba usaha setelah dikurangi pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat digunakan
sesuai urutan perioritas sebagai berikut:
a. Cadangan Kerugian;
b. Cadangan Pengembangan Usaha;
c. Cadangan Kesinambungan Modal;
d. Anggota, sesuai kontribusinya secara proporsional;
e. Pengembangan Daerah Kerja;
f. Penggunaan lain yang diatur dalam Anggaran Dasar atau
ditetapkan Rapat Anggota.
Pengurus mengusulkan kepada Rapat Anggota penggunaan sisa
hasil usaha pada tahun buku berjalan, dengan mempertimbangkan
faktor kesinambungan dan pengembangan usaha Koperasi,
meningkatkan loyalitas anggota, dan meningkatkan kegairahan
masyarakat berkoperasi.
Komposisi persentase penggunaan sisa hasil usaha Koperasi,
pembagian surplus hasil usaha dan laba usaha serta pembebanan
defisit dan rugi usaha diatur dalam Anggaran Dasar.
- 69 -

Pasal 107
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Untuk menutup defisit hasil usaha dan/atau rugi usaha dapat
dibebankan lebih dari satu tahun anggaran pendapatan dan
belanja Koperasi.

Pasal 108
Cukup jelas.

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110
Cukup jelas.

Pasal 111
Cukup jelas.

Pasal 112
Cukup jelas.

Pasal 113
Cukup jelas.

Pasal 114

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “keuntungan yang tidak wajar”
adalah keuntungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan rata rata keuntungan Koperasi yang lain.
- 70 -

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 115
Cukup jelas.

Pasal 116
Cukup jelas.

Pasal 117
Cukup jelas.

Pasal 118
Cukup jelas.

Pasal 119
Cukup jelas.

Pasal 120
Cukup jelas.

Pasal 121
Ayat (1)
Rancangan Penggabungan memuat antara lain:
a. nama dan tempat kedudukan dari tiap Koperasi yang akan
melakukan Penggabungan;
b. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan
melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
c. tata cara penilaian aset, utang, dan konversi ekuitas Koperasi
yang menggabungkan diri terhadap aset, utang, dan konversi
ekuitas Koperasi yang menerima Penggabungan;
d. laporan keuangan paling sedikit 1 (satu) tahun buku terakhir
dari setiap Koperasi yang melakukan Penggabungan;
e. rancangan perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang
menerima Penggabungan;
f. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari
Koperasi yang melakukan Penggabungan;
g. neraca proforma Koperasi yang menerima Penggabungan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk
Koperasi;
h. cara penyelesaian status, hak, dan kewajiban Anggota,
Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi yang melakukan
- 71 -

Penggabungan diri;
i. cara penyelesaian hak dan kewajiban Koperasi yang
menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j. nama Pengurus dan Pengawas serta gaji, honorarium, dan
tunjangan bagi Pengurus dan Pengawas Koperasi yang
menerima Penggabungan;
k. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
l. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang
dicapai dari setiap Koperasi yang melakukan Penggabungan;
m. kegiatan utama setiap Koperasi yang melakukan
Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun
buku yang sedang berjalan; dan
n. perincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Koperasi yang
melakukan Penggabungan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 122
Cukup jelas.

Pasal 123
Ayat (1)
Rancangan Peleburan memuat antara lain:
a. nama dan tempat kedudukan dari tiap Koperasi yang akan
melakukan Peleburan;
b. nama dan tempat kedudukan dari Koperasi baru hasil
Peleburan;
c. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan
melakukan Peleburan dan persyaratan Peleburan;
d. tata cara penilaian aset, utang, dan konversi modal Koperasi
yang akan meleburkan diri;
e. laporan keuangan paling sedikit 1 (satu) tahun buku terakhir
dari setiap Koperasi yang akan melakukan Peleburan;
f. rancangan Anggaran Dasar Koperasi baru hasil Peleburan;
g. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari
Koperasi yang akan melakukan Peleburan;
h. neraca proforma Koperasi baru hasil Peleburan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk Koperasi;
i. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban Anggota,
Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi yang
meleburkan diri;
j. cara penyelesaian hak dan kewajiban Koperasi yang
meleburkan diri terhadap pihak ketiga;
k. nama Pengurus dan Pengawas serta gaji, honorarium, dan
tunjangan bagi Pengurus dan Pengawas Koperasi baru hasil
Peleburan;
l. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Peleburan;
m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang
dicapai dari setiap Koperasi yang akan melakukan Peleburan;
- 72 -

n. kegiatan utama setiap Koperasi yang akan melakukan


Peleburan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku
yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang
berjalan yang mempengaruhi kegiatan Koperasi yang akan
melakukan Peleburan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 124
Cukup jelas.

Pasal 125
Ayat (1)
Rancangan Pemisahan memuat antara lain:
a. nama dan tempat kedudukan dari Koperasi yang akan
melakukan Pemisahan;
b. nama dari unit Koperasi yang akan dipisah;
c. nama dan tempat kedudukan dari Koperasi baru hasil
Pemisahan;
d. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan
melakukan Pemisahan dan persyaratan Pemisahan;
e. tata cara pengalihan aset, kewajiban, dan ekuitas Koperasi
yang akan melakukan Pemisahan kepada Koperasi baru hasil
Pemisahan;
f. laporan keuangan paling sedikit 1 (satu) tahun buku terakhir
dari Koperasi yang akan melakukan Pemisahan dan unit bila
ada;
g. rancangan Anggaran Dasar Koperasi baru hasil Pemisahan;
h. neraca proforma Koperasi baru hasil Pemisahan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk
Koperasi;
i. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban Anggota,
Pengurus, Pengawas, dan karyawan Koperasi yang
memisahkan diri;
j. cara penyelesaian hak dan kewajiban Koperasi yang
memisahkan diri terhadap pihak ketiga;
k. nama Pengurus dan Pengawas serta gaji, honorarium, dan
tunjangan bagi Pengurus dan Pengawas Koperasi baru hasil
Pemisahan;
l. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pemisahan;
m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang
dicapai dari setiap Koperasi yang akan melakukan
Pemisahan;
n. kegiatan utama setiap Koperasi yang akan melakukan
Pemisahan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku
yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang
berjalan yang mempengaruhi kegiatan Koperasi yang akan
melakukan Pemisahan.
- 73 -

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 126
Cukup jelas.

Pasal 127
Ayat (1)
Rancangan Pengintegrasian memuat antara lain:
a. nama dan tempat kedudukan dari para pihak yang akan
melakukan Pengintegrasian;
b. alasan serta penjelasan Pengurus Koperasi yang akan
melakukan Pengintegrasian dan persyaratan Pengintegrasian;
c. tata cara penyelenggaraan hubungan induk usaha bersama
dengan para pihak yang akan melakukan Pengintegrasian;
dan
d. kegiatan utama para pihak yang melakukan Pengintegrasian
dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang
berjalan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 128
Cukup jelas.

Pasal 129
Cukup jelas.

Pasal 130
Cukup jelas.

Pasal 131
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133
Cukup jelas.
- 74 -

Pasal 134
Cukup jelas.

Pasal 135
Cukup jelas.

Pasal 136
Cukup jelas.

Pasal 137
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa hak dan kewajiban Koperasi
yang berstatus ”Koperasi dalam penyelesaian”, masih tetap ada
untuk menyelesaikan seluruh urusannya. Agar masyarakat
mengetahuinya, di depan kantor Koperasi dipasang
pengumuman yang memuat frasa ”Koperasi dalam penyelesaian”.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 138
Cukup jelas.

Pasal 139
Cukup jelas.

Pasal 140
Cukup jelas.

Pasal 141
Cukup jelas.

Pasal 142
Cukup jelas.

Pasal 143
Cukup jelas.

Pasal 144
Cukup jelas.

Pasal 145
Cukup jelas.

Pasal 146
- 75 -

Cukup jelas.

Pasal 147
Cukup jelas.

Pasal 148
Cukup jelas.

Pasal 149
Cukup jelas.

Pasal 150
Cukup jelas.

Pasal 151
Cukup jelas.

Pasal 152
Cukup jelas.

Pasal 153
Cukup jelas.

Pasal 154
Cukup jelas.

Pasal 155
Cukup jelas.

Pasal 156
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “prakoperasi” adalah unit usaha bersama
yang dibentuk oleh masyarakat yang dimaksudkan untuk
dibentuk menjadi Koperasi, telah dikelola sebagaimana
pengelolaan Koperasi, dan dalam proses memperoleh pengesahan
sebagai badan hukum Koperasi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 157
Cukup jelas.

Pasal 158
Cukup jelas.

Pasal 159
Cukup jelas.
- 76 -

Pasal 160
Ayat (1)
Pada saat diundangkan Undang-Undang ini, organisasi gerakan
koperasi yang telah ada dan berkembang adalah dewan Koperasi
Indonesia yang selanjutnya disingkat Dekopin dan merupakan
kelanjutan dari Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia
disingkat SOKRI, yang didirikan pada tanggal 12 Juli 1947 oleh
Kongres Koperasi Seluruh Indonesia yang pertama, yang
diselenggarakan di Tasikmalaya.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 161
Cukup jelas.

Pasal 162
Cukup jelas.

Pasal 163
Ayat (1)
Pengalokasian pendanaan dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
diberikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara
dan daerah.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 164
Cukup jelas.

Pasal 165
Cukup jelas.

Pasal 166
Cukup jelas.

Pasal 167
Cukup jelas.

Pasal 168
Cukup jelas.
- 77 -

Pasal 169
Cukup jelas.

Pasal 170
Cukup jelas.

Pasal 171
Cukup jelas.

Pasal 172
Cukup jelas.

Pasal 173
Cukup jelas.

Pasal 174
Cukup jelas.

Pasal 175
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

You might also like