Proyek Genom Manusia Indonesia
Proyek genom merupakan produk loncatan teknologi biomedis yang keberadaannya
merupakan keniscayaan. Proyek ini akan makin meluas dan berkembang. Bahkan, ia
akan menjadi program terintegrasi dalam layanan kesehatan.
Oleh IQBAL MOCHTAR - 6 Jul 2023 - 06:07 WIB
HERYUNANTO
llustrasi
Pemerintah tampaknya serius cawe-cawe dengan urusan genom. Beberapa hari
lalu, tim Institut Genom Beijing bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan. Mereka mendiskusikan kelanjutan
kolaborasi proyek genom di Indonesia.
Beberapa bulan sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendirikan
proyek genom nasional bernama Biomedical and Genome Initiative. Lewat proyek
ini, Kemenkes ingin mengembangkan penelitian berbasis genom dengan harapan
hasil penelitian nantinya bisa menghasilkan pengobatan lebih jitu dan spesifik
kepada masyarakat.
Untuk mendukung misi ini, proyek itu mendirikan biobank yang menyimpan
beragam spesimen biologis masyarakat, mengumpulkan metadata genetik, dan
melakukan penelitian genom yang melibatkan sejumlah rumah sakit. Proyek ini
mendapat bantuan dana dari sejumlah organisasi, termasuk Global Fund, Panin
Bank, dan East Venture.Mereka juga bekerja sama dengan sejumlah institusi, termasuk Ilumina dan
Institut Genom Beijing. Target proyek adalah terkumpulnya 10.000 genom
Indonesia dalam dua tahun ke depan.
Baca juga : Swasta Turut Berperan dalam Pengembangan Kesehatan
Berbasis Genomik
Studi genom
Meski isu genom terdengar relatif baru di Indonesia, studi genom manusia
sebenarnya telah berlangsung lama. Genom adalah kumpulan informasi genetik
suatu organisme. Ia merupakan pengendali dasar organisme; fungsinya mengatur
semua proses biologis tubuh, termasuk sintesis protein, regulasi genetik, dan
perkembangan organisme.
Genom dapat diibaratkan "buku panduan” yang memberi instruksi tentang
bagaimana sel-sel tubuh manusia berkembang dan berubah menjadi berbagai
organ, pembuatan elemen tubuh seperti hormon dan enzim, pengaturan
perkembangan embrio, dan sebagainya.
Basis studi genom dimulai saat konsep dasar genetika mulai dikembangkan oleh
Gregor Mendel tahun 1866-1900. Prototipe proyek genom manusia sendiri telah
dimulai tahun 1990 saat Amerika Serikat dan kolaboratornya mengembangkan
Human Genome Project.
Proyek ini bertujuan memetakan setiap gen dalam genom manusia, termasuk
pengumpulan informasi tentang susunan 3 miliar basis (letter) DNA yang
membentuk tubuh manusia. Pada 2001, pemetaan genom manusia berhasil.
Setelah ini, fokus studi-studi genom berubah jadi pendalaman pemahaman
tentang fungsi dan variasi genom manusia serta implikasinya terhadap penyakit
dan kesehatan. Studi genom pun booming dan terus berkembang hingga saat ini.
Sejak awal kemunculan proyek genom, perdebatan antara kelompok pro dan
kontra genom sudah terjadi. Kelompok pro berargumen bahwa proyek genom
sangat bermanfaat dalam peningkatan ketepatan diagnosis dan pengobatan
penyakit, pendeteksian mekanisme genetik penyakit, pengembangan obat baru,
dan pemahaman mendalam evolusi manusia.Kelompok kontra juga punya alasan. Proyek genom dianggap berbahaya karena
informasi sensitif genom dapat disalahgunakan, dan berujung pada pelanggaran
privasi, diskriminasi, dan eugenika negatif. Program genom juga dapat
berimplikasi serius pada aspek sosial, etika, dan keamanan, termasuk fenomena
desain bayi atau pembuatan senjata biologis.
Isu proyek genom
Argumen bahwa proyek genom bermanfaat tentu saja tidak keliru. Proyek ini
memang bermanfaat dalam bidang kesehatan, biomolekuler, dan genetik. Meski
demikian, proyek ini juga tak bebas dari kelemahan. Jika tidak diimplementasikan
secara tepat, proyek ini dapat menjadi tidak efektif, si:
menimbulkan katastrofe. Di Indonesia muncul beragam isu terkait program ini.
sia, atau bahkan berpotensi
Pertama, alokasi prioritas. Indonesia memiliki persoalan kesehatan krusial yang
membutuhkan perbaikan segera (immediate exit strategy). Profil kesehatan negeri
ini masih sangat tertinggal dibandingkan negara lain di ASEAN.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia saat ini adalah 305 per 100.000 kelahiran
hidup; sangat tinggi dibandingkan Malaysia dan Singapura yang hanya 29 dan 8
per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi Indonesia 24 per 1.000
kelahiran hidup, sementara Malaysia hanya 7 per 1.000 kelahiran hidup dan
Singapura 2 per 1.000 kelahiran hidup.
Target program kesehatan nasional pun banyak tertinggal. Capaian imunisasi
dasar bayi baru 63 persen, padahal targetnya 90 persen. Prevalensi tengkes masih
22 persen, jauh dari target 14 persen. Insiden penyakit tuberkulosis masih 354 per
100.000 populasi; padahal harapannya 297 per 100.000 populasi. Puskesmas
yang terakreditasi baru 56 persen dari target 100 persen.
Pada saat yang sama, tenaga standar puskesmas baru tercapai 56 persen dari
target 100 persen. Persoalan kesehatan dasar ini mestinya segera dibereskan
segera. Kemenkes mestinya fokus mengintensifkan program-program kesehatan
yang lebih riil dan tepat untuk meminimalkan persoalan serius di atas.
Menggelar proyek genom dalam kondisi seperti ini akan
mengganggu fokus program utama karena proyek ini jelas
memanfaatkan sumber daya Kemenkes.Menggelar proyek genom dalam kondisi seperti ini akan mengganggu fokus
program utama karena proyek ini jelas memanfaatkan sumber daya Kemenkes.
Akan terjadi misalokasi prioritas. Dalam periode 5-10 tahun, implementasi
program kesehatan yang adekuat dan tepat dapat memperbaiki profil-profil di
atas. Sebaliknya, dengan periode tersebut, kecil kemungkinan proyek genom akan
memberi perbaikan signifikan.
Kedua, meski biaya proyek genom bervariasi tergantung skala proyek, secara
prinsip proyek genom mahal dan membutuhkan investasi finansial yang besar.
Biaya ini diperlukan untuk pendirian laboratorium dengan peralatan memadai,
sequencing, dan analisis data.
Untuk proyek genomnya, AS pada 2015 menyediakan anggaran 215 juta dollar
AS, sedangkan China tahun 2016 menganggarkan 9,2 miliar dollar AS. National
Human Gen Research Institute menyebut dana awal yang diperlukan untuk proyek
genom berkisar 25 juta dollar AS hingga 50 juta dollar AS.
Negara-negara berkembang dan menengah sering kali memiliki anggaran terbatas
sehingga sulit bagi mereka mengalokasikan dana cukup untuk proyek genom.
Solusinya adalah mendanai proyek dengan dana pinjaman. Padahal, pinjaman
dana tentu punya konsekuensi dan kepentingan tertentu. Paling minimal
kepentingannya adalah perolehan bunga pinjaman yang besar.
Solusi lain adalah melakukan kerja sama dengan donatur dengan kompensasi
tertentu, termasuk kompensasi bisnis dan benefit-sharing. Selain itu, komitmen
donatur tentu terbatas.
KOMPAS/RIZA FATHONISelentingan menyebutkan komitmen donatur untuk proyek genom Indonesia ini
hanya dua tahun ke depan dengan target 10.000 genom. Jika komitmen ini
selesai, dari mana dana akan diambil untuk melanjutkan proyek ini?
Selain masalah pendanaan, tenaga ahli proyek genom Indonesia juga sangat
terbatas. Untuk menjamin kelangsungan proyek, perlu memperbanyak tenaga ahli
dengan menyekolahkan mereka. Alternatif lain, mendatangkan tenaga asing. Ini
tentu butuh biaya besar juga.
Ketiga, meski studi genom memiliki banyak manfaat, hal itu juga rentan terhadap
penyalahgunaan. Metadata informasi genetik mengandung hal-hal sangat
substansial, spesifik, dan privat.
Hal itu tidak hanya dapat digunakan untuk kemajuan dan ketepatan pengobatan,
tetapi juga dapat disalahgunakan dalam bentuk pelanggaran privasi, diskriminasi,
kejahatan siber, eugenika negatif, atau bahkan pembuatan senjata biologis.
Untuk meminimalkan kemungkinan ini, diperlukan regulasi dan pengawasan rigid
dan adekuat yang bisa menjamin program ini tidak bertabrakan dengan prinsip-
prinsip etis, perlindungan privasi, dan kepentingan masyarakat. Sayangnya, di
Indonesia belum ada regulasi adekuat demikian. Bahkan regulasi program
biomedis yang diusulkan dalam RUU Kesehatan saat ini justru membuka peluang
penyalahgunaan.
Dalam RUU terdapat pasal-pasal berisiko: pemanfaatan spesimen pasien bisa
tanpa persetujuan pasien apabila terkait kepentingan umum (Pasal 338),
penyimpanan spesimen dapat juga pada biobank swasta (339), bisa dilakukan
pengalihan dan penggunaan spesimen ke luar negeri (Pasal 340), dan penggunaan
spesimen dapat untuk kepentingan komersial (Pasal 343). Pasal-pasal ini
merupakan locus minoris resistansi bagi penyalahgunaan studi genom.
Lebih ironis lagi, Kemenkes telah berani menjalankan proyek genom ini, termasuk
dengan menargetkan 10.000 genom dalam dua tahun, sementara payung hukum
dan regulasi yang betul-betul adekuat dan protektif belum ada.Keniscayaan bersyarat ketat
Proyek genom merupakan produk loncatan teknologi biomedis yang
keberadaannya merupakan keniscayaan saat ini. Setuju atau tidak, proyek ini akan
makin meluas dan berkembang. Bahkan, boleh jadi, suatu saat nanti, ia akan
menjadi program yang terintegrasi dalam setiap layanan kesehatan.
Hingga saat ini, studi genom memang menorehkan sejumlah manfaat. Namun, di
sisi lain, hal itu merupakan proyek kompleks, krusial, dan sensitif. Saking
krusialnya, boleh jadi akan muncul banyak konflik kepentingan di dalamnya, baik
dalam skala nasional maupun internasional. Meski belum terjadi saat ini, dalam
perjalanannya, proyek ini bisa disalahgunakan tujuannya dan berubah menjadi
katastrofe. Di negara-negara berkembang dan menengah, seperti Indonesia,
implementasi proyek ini mesti dilakukan secara sangat hati-hati.
Proyek genom tidak hanya berisiko menggerus anggaran kesehatan dan
menimbulkan misalokasi prioritas pembangunan kesehatan, tetapi juga rentan
terhadap kebocoran, eksploitasi, serta penyalahgunaan data dan materi genetik
dan genom. Karena itu, sebelum program ini dijalankan, mutlak ada payung
hukum yang adekuat dan rigid yang bisa menjamin terjaganya kepentingan pasien
dan masyarakat.
Tanpa itu, proyek genom diibaratkan sebagai sebuah rumah yang ditinggalkan
pemiliknya dan pintunya dibiarkan terbuka tanpa penjagaan atau CCTV.
Iqbal MochtarPengurus PB IDI dan PP IAKMI. Ketua Perhimpunan Dokter
Indonesia Timur Tengah