Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 9 - Kelainan Cairan
Kelompok 9 - Kelainan Cairan
Penyusun :
1. Bhayanti Isdwara
2. Budi Prihandini
3. Christin Natalia Djami
4. Cicha Kartika Abriyanti
5. Dea Amanda Rossa Amelia
6. Debi Setiawati
7. Dentamira Anggata Rohmadona
8. Devi Permata Hati
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita, Amin.
Penyusun
ii
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................4
1.2 Tujuan............................................................................................................5
1.3 Manfaat..........................................................................................................5
1.4 Sistematika Penulisan....................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................6
2.1 Cairan Amnion..............................................................................................6
2.2 Oligohidramnion............................................................................................7
2.3 Poligohidramnion........................................................................................12
2.4 Ketuban Pecah Dini.....................................................................................14
2.5 Air Ketuban Keruh......................................................................................20
BAB 3 PENUTUP............................................................................................22
3.1 Kesimpulan..................................................................................................22
3.2 Saran............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
5
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini agar mahasiswa mampu
mengetahui dan memahami tentang kelainan cairan amnion
1.2.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui definisi tentang cairan amnion
2. Untuk mengetahui definisi tentang oligohidramnion
3. Untuk mengetahui definisi tentang polihidramnion
4. Untuk mengetahui definisi tentang ketuban pecah dini
5. Untuk mengetahui faktor penyebab ketuban pecah dini
6. Untuk mengetahui komplikasi dari ketuban pecah dini
7. Untuk mengetahui deteksi dini dari ketuban pecah dini
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan ketuban pecah dini
1.3 Manfaat Penulisan
a. Untuk menambah wawasan tentang cairan amnion
b. Untuk menambah wawasan tentang oligohidramnion
c. Untuk menambah wawasan tentang polihidramnion
d. Untuk menambah wawasan tentang ketuban pecah dini
e. Untuk menambah wawasan faktor penyebab ketuban pecah dini
f. Untuk menambah wawasan komplikasi dari ketuban pecah dini
g. Untuk menambah wawasan deteksi dini dari ketuban pecah dini
h. Untuk menambah wawasan penatalaksanaan ketuban pecah dini
1.4 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan. Berisi latar belakang, tujuan umum dan khusus, manfaat
penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan. Berisi tinjauan teori tentang konsep pengetahuan, konsep
singkat menepouse, konsep kesiapan menepouse, kategori persiapan
menepouse.
Bab III Penutup. Berisi kesimpulan dan saran dari penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
c) Steril;
d) Memiliki bau khas, sedikit manis dan amis;
e) Terdiri atas 98-99% air, 1- 2% gamma organik dan bahan organik
(protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa
dan sel-sel epitel;
f) Sirkulasi sekitar 500 cc/jam.
Air ketuban dapat digunakan untuk melakukan evaluasi tentang
kelainan kongenital janin, gangguan tumbuh kembang janin intrauteri,
kematangan paru, kemungkinan terjadi infeksi intrauteri, asfiksia janin
intrauteri-bercampur mekonium, cairan amnion diambil melalui
amniosentesis.
2.2 Oligohidramnion
1. Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang
dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Oligohidramnion adalah kondisi di
mana cairan ketuban terlalu sedikit, yang didefinisikan sebagai indeks
cairan amnion (AFI (amniotic fluid index)) di bawah persentil. Volume
cairan ketuban meningkat selama masa kehamilan, dengan volume sekitar
30 ml pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya sekitar 1 L di 34-36
minggu kehamilan (Manuaba, 2008)
2. Etiologi
Etiologi belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal
agenosis janin. Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena amnion
kurang baik pertumbuhannya dan etiologi sekunder lainnya, misalnya pada
ketuban pecah dini.(Rustam, 2005) Oligohidramnion biasanya dikaitkan
dengan salah satu kondisi berikut: (Fitramaya, 2006)
a) Pecahnya membran ketuban.
b) Masalah kongenital tidak adanya jaringan ginjal fungsional atau
uropati obstruktif seperti kondisi yang mencegah pembentukan urin
atau masuknya urin ke dalam kantung ketuban dan malformasi saluran
kemih janin.
c) Penurunan perfusi ginjal yang menyebabkan produksi urin berkurang.
8
d) Kehamilan post-term
e) Gangguan pertumbuhan pada janin
f) Kelainan ginjal bawaan pada janin sehingga produksi urinnya sedikit.
Padahal urin termasuk sumber utama air ketuban
g) Kehamilan lewat waktu sehingga fungsi plasenta atau ari-ari menurun
h) Penyakit ibu, seperti darah tinggi, diabetes, gangguan pembekuan
darah dan penyakit otoimun seperti lupus.
3. Patofisiologi
Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks
yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan
oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit). Fenotip Potter
digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana
cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim.
Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas
(wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka
anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan
terpaku pada posisi abnormal. (Varney,2006)
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan
paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru
tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan
yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan
pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit
lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan
normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih) dan tidak
adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma
Potter.(Varney, 2006)
Gejala Sindroma Potter berupa :(Varney, 2006)
a) Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus,
pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik
ke belakang).
b) > Tidak terbentuk air kemih
9
c) Gawat pernafasan,
Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion
yang tinggi :
a) Anomali kongenital (misalnya : agenosis ginjal, sindrom patter).
b) Retardasi pertumbuhan intra uterin.
c) Ketuban pecah dini (24-26 minggu).
d) Sindrom paska maturitas.
4. Gambaran Klinis / Gejala
a. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.
b. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
c. Sering berakhir dengan partus prematurus.
d. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar
lebih jelas.
e. Persalinan lebih lama dari biasanya.
f. Sewaktu his akan sakit sekali.
g. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar.
h. Janin mudah berpindah tempat.
i. Perlambatan tinggi fundus.(Saifudin, 2005)
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
a) USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal
janin atau ginjal yang sangat abnormal
b) Rontgen perut bayi
c) Rontgen paru-paru bayi
d) Analisa gas darah.
Cara mengeceknya :
Dengan memeriksa indeks cairan ketuban, yakni jumlah
pengukuran kedalaman gambaran air ketuban di empat sisi kuadran perut
ibu. Dilakukan lewat USG (ultrasonografi). Nilai nominalnya berkisar
antara 10-20 cm. Bila kurang dari 10 cm disebut air ketuban telah
10
2.3 Polihidramnion
1. Definisi Polihidramniom
Polihidramnion atau hidramnion merupakan keadaan dimana
jumlah air ketuban lebih banyak dari normal. Air ketuban yang paling
banyak pada minggu ke-38 ialah 1030 cc, pada akhir kehamilan tinggal
790 cc, dan terus berkurang sehingga pada minggu ke-43 hanya 240 cc.
Pada akhir kehamilan seluruh air ketuban diganti dalam 2 jam
berhubungan adanya produksi dan pengaliran. Apabila melebihi 2000 cc,
disebut polihidramnion atau dengan singkat hidramnion (Martaadisoebrata
dan Wirakusumah, 2005).
Polihidramnion merupakan keadaan dimana volume air ketuban
lebih dari 2000 cc, munculnya setelah kehamilan lebih dari 20 minggu.
Angka kejadiannya adalah 1 ; 150 - 200 kehamilan. Penyebabnya antara
lain adalah Rh isoimunisasi, diabetes mellitus gemeli, kelainan
koongenital, dan idiophatic. Diagnosis diantaranya adalah sering pada
trimester terakhir kehamilan, denyut jantung janin sulit didengar, dyspnoe,
orthopnea, dan oedema pada extremitas bawah (Kaban, 2007).
Ada dua macam polihidramnion, yaitu:
1. Hidramnion yang kronis yaitu penambahan air ketuban perlahan-
lahan, berangsur-angsur. Ini bentuk yang paling umum.
2. Hidramnion yang akut yaitu penambahan air ketuban terjadi dalam
beberapa hari. Biasanya terjadi pada kehamilan muda pada bulan ke-4
atau ke-5. Hidramnion sering terjadi pada :
13
aman untuk hamil dan melahirkan, karena pada keadaan tersebut dinding
uterus lebih kuat karena belum banyak mengalami perubahan, dan serviks
belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah
selaput ketuban dengan baik .Wanita yang telah melahirkan beberapa kali
akan lebih berisiko mengalami KPD, karena jaringan ikat selaput ketuban
mudah rapuh yang diakibatkan oleh vaskularisasi pada uterus mengalami
gangguan yang mengakibatkan akhirnya selaput ketuban mengalami pecah
spontan (Rahayu & Sari, 2017)
b. Usia
Usia ibu < 20 tahun tergolong usia yang terlalu muda dengan
kondisi rahim yang kurang matang untuk melahirkan, sehingga berisiko
mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan usia > 35 tahun tergolong usia
yang terlalu tua untuk melahirkan, terutama pada ibu yang berusia lanjut
dan berisiko tinggi mengalami ketuban pecah dini. Usia > 35 tahun juga
membuat kondisi dan fungsi rahim menurun. Salah satu penyebabnya
adalah jaringan rahim yang sudah tidak subur lagi, sedangkan dinding
rahim merupakan tempat melekatnya plasenta. Kondisi ini menimbulkan
kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel
pada tempat yang seharusnya. Apalagi jaringan rongga panggul dan otot-
ototnya semakin melemah seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini
membuat rongga panggul tidak lagi mudah untuk dihadapi dan mengatasi
komplikasi berat seperti pendarahan. Pada kondisi tertentu, kondisi
hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya.(Maryuni & Kurniasih,
2017)
c. Umur Kehamilan
Kehamilan aterm atau kehamilan ≥37 minggu sebanyak 8-10% ibu
hamil akan mengalami KPD, dan sebanyak 1% kejadian KPD pada ibu
hamil preterm Pada penelitian Susilowati dan Astuti bahwa sebagian besar
ibu bersalin dengan KPD yaitu antara umur kehamilan 37-42 minggu. Saat
mendekati persalinan terjadi peningkatan matrix metalloproteinase yang
cenderung menyebabkan KPD dan pada trimester akhir akan
menyebabkan selaput ketuban mudah pecah dikarenakan pembesaran
17
uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Hal ini juga menunjukkan
bahwa semakin tua umur kehamilan akan mengakibatkan pembukaan
serviks dan peregangan selaput ketuban yang berpengaruh terhadap
selaput ketuban sehingga semakin melemah dan mudah pecah
d. Pembesaran uterus
Over distensi dapat menyebabkan terjadinya KPD karena distensi
uterus atau over distensi yang membuat rahim lebih besar sehingga selaput
ketuban lebih tipis dan mudah pecah. Menurut Caughay bahwa over
distensi yang disebabkan oleh polihidramnion dan kehamilan kembar
mengakibatkan lebih tinggi resiko terjadi KPD. Wanita dengan kehamilan
kembar beresiko tinggi mengalami KPD. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan massa plasenta dan produksi hormon yang dap
memungkinkan ketegangan rahim meningkat sewaktu-waktu selaput
ketuban dapat pecah secara tiba-tiba yang dapat diidentifi kasi sebagai
KPD
e. Kelainan Letak
Kelainan letak pada janin dapat meningkatkan kejadian KPD
karena kelainan letak dapat memungkinkan ketegangan otot rahim
meningkat sehingga dapat menyebabkan KPD . Penelitian Suryaputri dan
Anjarwati bahwa tidak ada hubunganya antara kelainan letak dengan
kejadian KPD. Besar kecilnya janin dan posisi janin yang dikandung tidak
menyebabkan peregangan pada selaput ketuban seperti pada keadaan
normal, sungsang ataupun melintang, karena sebenarnya yang dapat
mempengaruhi KPD adalah kuat lemahnya selaput ketuban dalam
menahan janin . KPD bisa disebabkan karena Peningkatan apoptosis pada
selaput amnion berperan penting pada penipisan membran janin yang
mengakibatkan terjadinya KPD.
Ada hubungan letak susang dengan kejadian ketuban pecah dini,
ini disebabkan karena pada letak sungsang dimana bokong menempati
servik uteri dengan dengan keadaan ini pergerakan janin terjadi dibagian
terendah karena keberadaan kaki janin yang menempati daerah servik uteri
sedangkan kepala janin akan mendesak fundus uteri yang dapat menekan
18
diafragma dan keadaan ini menyebabkan timbulnya rasa sesak pada ibu
saat hamil
2.4.4 Komplikasi
a Komplikasi ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi
intrauterin. Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun
korioamnionitis yang berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian,
didapatkan 6,8% ibu hamil dengan KPD mengalami endomyometritis
purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak ada yang meninggal dunia.
Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada penelitian ini mendapatkan
terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele. Sehingga angka
mortalitas belum diketahui secara pasti. 40,9% pasien yang melahirkan
setelah mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa plasenta,,
4% perlu mendapatkan transfusi darah karena kehilangan darah secara
signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun
morbiditas dalam waktu lama. (POGI, 2016)
b Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan
lebih awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput
amnion sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara
terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada
sebuah studi besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien
akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan
analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien dengan preterm 1
minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten 4 minggu. Bila
KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami
sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion,
necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel,
dan sindrom distress pernapasan(POGI, 2016)
2.4.5 Deteksi Dini KPD
Deteksi dini KPD didapatkan dari pengumpulan data Subjektif dan
Objektif.
19
a. Data Subjektif
Mempunyai risiko terjadinya KPD : riwayat KPD atau persalinan
prematur, serviks tidak kompeten, riwayat tindakan pada serviks/
robekan serviks, infeksi serviks/ vagina, peningkatan PH vagina,
perdarahan selama persalinan, gemelli, polyhidramnion, kelainan
plasenta, prosedur saat prenatal (amniosentesis, chorionic Villus
sampling), kebiasaan merokok, penggunaan narkoba, hipertensi,
diabetes, malnutrisi, sosial ekonomi rendah.
Waktu terjadi pecah ketuban
Tanda dan gejala infeksi
Jumlah cairan yang keluar (menyembur, sedikit terus menerus,
perasaan basah pada celana dalam)
Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan latihan kegel
(untuk membedakan iknontinensia uteri dan KPD 6) Warna cairan
(jernih atau keruh, bercampur mekoneum atau lainnya)
Bau cairan (khas, membedakan dengan urine)
Hubungan seksual terakhir
b. Data Objektif
Pemeriksaan abdomen untuk menentukan volume cairan amnion
Pemeriksaan spekulum (inspekulo) : pengeluaran cairan dari
orifisium, dilatasi serviks, prolaps tali pusat)
Pemeriksaan laboratorium : Uji kertas nitrazin positif bila warna
kertas menjadi biru gelap (basa, PH amnion 7,0-7,5) dan USG
untuk mendeteksi oligohidramnio
2.4.6 Penatalaksanaan
20
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan.Keadaan normal cairan amnion antara
lain :Volume 1000-1500 cc pada kehamilan cukup bulan; Keadaan jernih sedikit
keruh; Steril; Memiliki bau khas, sedikit manis dan amis; Terdiri atas 98-99% air,
1- 2% gamma organik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan
rambut lanugo, verniks kaseosa dan sel-sel epitel; Sirkulasi sekitar 500 cc/jam.
Kelainan cairan ketuban meliputi Oligohidramnion, polihidramnion,
Ketuban Pecah Dini, serta air ketuban keruh. Oligohidramnion adalah suatu
keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.
Polihidramnion atau hidramnion merupakan keadaan dimana jumlah air ketuban
lebih banyak dari normal. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
persalinan mulai pada tahapan kehamilan manapun. Air ketuban keruh merupakan
air ketuban yang tidak jernih atau mengalami pewarnaan dikarenakan bercampur
dengan meconium atau darah.
3.2 SARAN
Bagi ibu hamil hendaknya makan makanan yang sehat dan bergizi
seimbang serta tingkatkan konsumsi cairan disertai istirahat yang banyak. Dan
juga diharapkan para petugas kesehatan terutama bidan menjadi seorang yang
professional dimana tanggap dalam menghadapi masalah yang patologis. Sebagai
bidan harus mengetahui tanda dan gejala awal dari masalah-masalah (kondisi
patologis), termasuk infeksi-infeksi yang dapat terjadi pada kehamilan dan
persalinan.
22
DAFTAR PUSTAKA
23