You are on page 1of 25

TUGAS MATA KULIAH FETOMATERNAL

MAKALAH KELAINAN CAIRAN AMNION

Dosen Pengampu : Evi Yunita N, SST., M.Keb.

Penyusun :

1. Bhayanti Isdwara
2. Budi Prihandini
3. Christin Natalia Djami
4. Cicha Kartika Abriyanti
5. Dea Amanda Rossa Amelia
6. Debi Setiawati
7. Dentamira Anggata Rohmadona
8. Devi Permata Hati

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL TENAGA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu.

Makalah ini merupakan tugas kelompok bagi mahasiswa Program studi


Sarjana Terapan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya untuk memenuhi tugas
mata kuliah Kesehatan Menopause. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih kepada :

1. Dwi Wahyu Wulan S, SST.,M.Keb., selaku ketua jurusan kebidanan


Kampus Poltekkes Kemenkes Surabaya
2. Uswatun Khasanah, M. Keb selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Bidan Poltekkes Kemenkes Surabaya., selaku ketua prodi Sarjana
Kebidanan Kampus Poltekkes Kemenkes Surabaya
3. Evi Yunita N, SST., M.Keb, selaku dosen pengampu mata kuliah
Fetomaternal Kampus Poltekkes Kemenkes Surabaya.
4. Seluruh pihak yang turut membantu dan bekerja sama dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kelainan Cairan Amnion”

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita, Amin.

Surabaya, 24 Juli 2023

Penyusun

ii
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................4
1.2 Tujuan............................................................................................................5
1.3 Manfaat..........................................................................................................5
1.4 Sistematika Penulisan....................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................6
2.1 Cairan Amnion..............................................................................................6
2.2 Oligohidramnion............................................................................................7
2.3 Poligohidramnion........................................................................................12
2.4 Ketuban Pecah Dini.....................................................................................14
2.5 Air Ketuban Keruh......................................................................................20
BAB 3 PENUTUP............................................................................................22
3.1 Kesimpulan..................................................................................................22
3.2 Saran............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Cairan amnion mempunyai peranan penting dalam menunjang proses


kehamilan dan persalinan. Di sepanjang kehamilan normal. Kompartemen dari
cairan amnion menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan
berkembang. Tanpa cairan amnion rahim akan mengerut dan menekan janin,
pada kasus–kasus dimana tejadi kebocoran cairan amnion pada awal trimester
pertama janin dapat mengalami kelainan struktur termasuk distrorsi muka,
reduksi tungkai dan cacat dinding perut akibat kompresi rahim. Menjelang
pertengahan kehamilan menjadi semakin penting untuk perkembangan dan
pertumbuhan janin, antara lain perkembangan paru-parunya, bila tidak ada
cairan amnion yang memadai selama pertengahan kehamilan janin akan sering
disertai hipoplasia paru dan berlanjut pada kematian.
Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin
untuk tumbuh, bergerak, dan berkembang. Tanpa cairan amnion, uterus akan
berkontraksi dan menekan janin. Jika terjadi pengurangan volume cairan
amnion pada awal kehamilan, janin akan mengalami berbagai kelainan seperti
gangguan perkembangan anggota gerak, cacat dinding perut, dan sindroma
Potter, suatu sindrom dengan gambaran wajah berupa kedua mata terpisah
jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang
rendah dan dagu yang tertarik ke belakang. Pada pertengahan usia kehamilan,
cairan amnion menjadi sangat penting bagi perkembangan paru janin. Tidak
cukupnya cairan amnion pada pertengahan usia kehamilan akan menyebabkan
terjadinya hipoplasia paru yang dapat menyebabkan kematian.
Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin, cairan
ini mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat
pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi patogen. Selama proses persalinan
dan kelahiran cairan amnion terus bertindak sebagai medium protektif pada
janin untuk memantau dilatasi servik. Cairan amnion juga dapat
digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya kelainan-

4
5

kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin


dengan melakukan kultur sel. Jadi cairan amnion memegang peranan
yang cukup penting dalam proses kehamilan dan persalinan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini agar mahasiswa mampu
mengetahui dan memahami tentang kelainan cairan amnion
1.2.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui definisi tentang cairan amnion
2. Untuk mengetahui definisi tentang oligohidramnion
3. Untuk mengetahui definisi tentang polihidramnion
4. Untuk mengetahui definisi tentang ketuban pecah dini
5. Untuk mengetahui faktor penyebab ketuban pecah dini
6. Untuk mengetahui komplikasi dari ketuban pecah dini
7. Untuk mengetahui deteksi dini dari ketuban pecah dini
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan ketuban pecah dini
1.3 Manfaat Penulisan
a. Untuk menambah wawasan tentang cairan amnion
b. Untuk menambah wawasan tentang oligohidramnion
c. Untuk menambah wawasan tentang polihidramnion
d. Untuk menambah wawasan tentang ketuban pecah dini
e. Untuk menambah wawasan faktor penyebab ketuban pecah dini
f. Untuk menambah wawasan komplikasi dari ketuban pecah dini
g. Untuk menambah wawasan deteksi dini dari ketuban pecah dini
h. Untuk menambah wawasan penatalaksanaan ketuban pecah dini
1.4 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan. Berisi latar belakang, tujuan umum dan khusus, manfaat
penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan. Berisi tinjauan teori tentang konsep pengetahuan, konsep
singkat menepouse, konsep kesiapan menepouse, kategori persiapan
menepouse.
Bab III Penutup. Berisi kesimpulan dan saran dari penulis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cairan Amnion


Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum,
kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar dicairan
amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung
banyak sel janin (lanugo, vernik kaseosa). Fungsi cairan amnion yang juga
penting ialah menghambat bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan
seng (Prawirohardjo, 2010:155).
Air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma maternal dan
dibentuk oleh sel amnionnya. Pada trimester II kehamilan, air ketuban
dibentuk oleh difusi ekstraseluler melalui kulit janin sehingga komposisinya
mirip dengan plasma janin. Selanjutnya, setelah trimester II, terjadi
pembentukan zat tanduk kulit janin dan menghalangi difusi plasma janin
sehingga sebagian besar air ketubannya dibentuk oleh:
1) Sel amnionnya
2) Air kencing janin
Fungsi cairan amnion menurut Khumaira (2012) :
a. Proteksi, berfungsi untuk melindung janin terhadap trauma dari luar
b. Mobilisasi, berfungsi untuk memungkinkan ruang gerak bagi janin
c. Homeostasis, berfungsi untuk menjaga keseimbangan suhu dan
lingkungan asam-basa (pH) dalam rongga amnion. Hal ini berfungsi
agar kondisi lingkungan optimal bagi janin
d. Mekanik, berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan dalam
seluruh ruangan intrauteri (terutama pada persalinan)
e. Pada persalinan, berfungsi untuk membersihkan atau melicinkan jalan
lahir dengan cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan
infeksi jalan lahir.
Keadaan normal cairan amnion antara lain :
a) Volume 1000-1500 cc pada kehamilan cukup bulan;
b) Keadaan jernih sedikit keruh;

6
7

c) Steril;
d) Memiliki bau khas, sedikit manis dan amis;
e) Terdiri atas 98-99% air, 1- 2% gamma organik dan bahan organik
(protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa
dan sel-sel epitel;
f) Sirkulasi sekitar 500 cc/jam.
Air ketuban dapat digunakan untuk melakukan evaluasi tentang
kelainan kongenital janin, gangguan tumbuh kembang janin intrauteri,
kematangan paru, kemungkinan terjadi infeksi intrauteri, asfiksia janin
intrauteri-bercampur mekonium, cairan amnion diambil melalui
amniosentesis.

2.2 Oligohidramnion
1. Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang
dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Oligohidramnion adalah kondisi di
mana cairan ketuban terlalu sedikit, yang didefinisikan sebagai indeks
cairan amnion (AFI (amniotic fluid index)) di bawah persentil. Volume
cairan ketuban meningkat selama masa kehamilan, dengan volume sekitar
30 ml pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya sekitar 1 L di 34-36
minggu kehamilan (Manuaba, 2008)
2. Etiologi
Etiologi belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal
agenosis janin. Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena amnion
kurang baik pertumbuhannya dan etiologi sekunder lainnya, misalnya pada
ketuban pecah dini.(Rustam, 2005) Oligohidramnion biasanya dikaitkan
dengan salah satu kondisi berikut: (Fitramaya, 2006)
a) Pecahnya membran ketuban.
b) Masalah kongenital tidak adanya jaringan ginjal fungsional atau
uropati obstruktif seperti kondisi yang mencegah pembentukan urin
atau masuknya urin ke dalam kantung ketuban dan malformasi saluran
kemih janin.
c) Penurunan perfusi ginjal yang menyebabkan produksi urin berkurang.
8

d) Kehamilan post-term
e) Gangguan pertumbuhan pada janin
f) Kelainan ginjal bawaan pada janin sehingga produksi urinnya sedikit.
Padahal urin termasuk sumber utama air ketuban
g) Kehamilan lewat waktu sehingga fungsi plasenta atau ari-ari menurun
h) Penyakit ibu, seperti darah tinggi, diabetes, gangguan pembekuan
darah dan penyakit otoimun seperti lupus.
3. Patofisiologi
Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks
yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan
oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit). Fenotip Potter
digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana
cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim.
Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas
(wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit, maka
anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan
terpaku pada posisi abnormal. (Varney,2006)
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan
paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru
tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan
yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan
pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit
lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan
normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih) dan tidak
adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma
Potter.(Varney, 2006)
Gejala Sindroma Potter berupa :(Varney, 2006)
a) Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus,
pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik
ke belakang).
b) > Tidak terbentuk air kemih
9

c) Gawat pernafasan,
Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion
yang tinggi :
a) Anomali kongenital (misalnya : agenosis ginjal, sindrom patter).
b) Retardasi pertumbuhan intra uterin.
c) Ketuban pecah dini (24-26 minggu).
d) Sindrom paska maturitas.
4. Gambaran Klinis / Gejala
a. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada
ballotemen.
b. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
c. Sering berakhir dengan partus prematurus.
d. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar
lebih jelas.
e. Persalinan lebih lama dari biasanya.
f. Sewaktu his akan sakit sekali.
g. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar.
h. Janin mudah berpindah tempat.
i. Perlambatan tinggi fundus.(Saifudin, 2005)
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
a) USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal
janin atau ginjal yang sangat abnormal
b) Rontgen perut bayi
c) Rontgen paru-paru bayi
d) Analisa gas darah.
Cara mengeceknya :
Dengan memeriksa indeks cairan ketuban, yakni jumlah
pengukuran kedalaman gambaran air ketuban di empat sisi kuadran perut
ibu. Dilakukan lewat USG (ultrasonografi). Nilai nominalnya berkisar
antara 10-20 cm. Bila kurang dari 10 cm disebut air ketuban telah
10

berkurang. Jika kurang dari 5 cm, inilah yang disebut oligohidramnion.


(Saifudin, 2005)
6. Komplikasi oligohidramnion
Menurut Manuaba, dkk. (2007:500) Komplikasi oligohidramnion dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1) Dari sudut maternal
Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali
akibat persalinannya oleh karena:
a. Sebagian persalinannya dilakukannya dengan induksi
b. Persalinan dilakukan dengan tindakan secsio sesaria
Dengan demikian komplikasi maternal adalah trias komplikasi
persalinan dengan tindakan perdarahan, infeksi, dan perlukaan jalan
lahir.
2) Komplikasi terhadap janinya
a) Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung terhadapat
janinnya:
(1) Deformitas janin adalah:
(a) Leher terlalu menekuk-miring
(b) Bentuk tulang kepala janin tidak bulat
(c) Deformitas ekstermitas
(d) Talipes kaki terpelintir keluar
(2) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan
fetal distress
(3) Fetal distress menyebabkan makin terangsangnya nervus vagus
dengan dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air
ketuban
(a) Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir
terjadi kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami
hipoplasia sampai atelektase paru
(b) Sirkulus yang sulit diatasinya ini akhirnya menyebabkan
kematian janin intrauterine
b) Amniotic band
11

Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan terjadinya


hubungan langsung antara membran dengan janin sehingga dapat
menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin intrauterin. Dapat
dijumpai ektermitas terputus oleh karena hubungan atau ikatan
dengan membrannya.
7. Diagnosis oligohidramnion
Untuk mengetahui oligohidramnion dengan jelas dapat dilakukan tindakan
“Amnioskopi” dengan alat khusus amnioskop.Indikasi amnioskopi adalah:
1) Usia kehamilan sudah diatas 37 minggu
2) Terdapat preeklamsia-berat atau eklampsia
3) Bad Obstetrics History
4) Terdapat kemungkinan IUGR
5) Kelainan ginjal
6) Kehamilan post date
Hasil yang diharapkan adalah:
1) Kekeruhan air ketuban
2) Pewarnaan dengan mekonium
Komplikasi tindakan amnioskopi adalah:
1) Terjadi persalinan prematur
2) Ketuban pecah-menimbulkan persalinan prematur
3) Terjadi perdarahan-perlukaan kanalis servikalis
4) Terjadi infeksi asendens
Tehnik diagnosis oligohidramnion dapat mempergunakan Ultrasonografi
yang dapat menentukan:
1) Amniotic Fluid Index (AFI) kurang dari 5 cm
2) AFI kurang dari 3 cm disebut Moderate Oligohidramnion
3) AFI kurang dari 2-1 cm disebut Severe Oligohidramnion
8. Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan
pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin
yang tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi
pada oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio caesarea
12

merupakan pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion (Khumaira,


2012:189).
Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010:233) Penatalaksanaan pada ibu
dengan oligohidramnion yaitu :
1) Tirah baring
2) Hidrasi dengan kecukupan cairan
3) Perbaikan nutrisi
4) Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)
5) Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion

2.3 Polihidramnion
1. Definisi Polihidramniom
Polihidramnion atau hidramnion merupakan keadaan dimana
jumlah air ketuban lebih banyak dari normal. Air ketuban yang paling
banyak pada minggu ke-38 ialah 1030 cc, pada akhir kehamilan tinggal
790 cc, dan terus berkurang sehingga pada minggu ke-43 hanya 240 cc.
Pada akhir kehamilan seluruh air ketuban diganti dalam 2 jam
berhubungan adanya produksi dan pengaliran. Apabila melebihi 2000 cc,
disebut polihidramnion atau dengan singkat hidramnion (Martaadisoebrata
dan Wirakusumah, 2005).
Polihidramnion merupakan keadaan dimana volume air ketuban
lebih dari 2000 cc, munculnya setelah kehamilan lebih dari 20 minggu.
Angka kejadiannya adalah 1 ; 150 - 200 kehamilan. Penyebabnya antara
lain adalah Rh isoimunisasi, diabetes mellitus gemeli, kelainan
koongenital, dan idiophatic. Diagnosis diantaranya adalah sering pada
trimester terakhir kehamilan, denyut jantung janin sulit didengar, dyspnoe,
orthopnea, dan oedema pada extremitas bawah (Kaban, 2007).
Ada dua macam polihidramnion, yaitu:
1. Hidramnion yang kronis yaitu penambahan air ketuban perlahan-
lahan, berangsur-angsur. Ini bentuk yang paling umum.
2. Hidramnion yang akut yaitu penambahan air ketuban terjadi dalam
beberapa hari. Biasanya terjadi pada kehamilan muda pada bulan ke-4
atau ke-5. Hidramnion sering terjadi pada :
13

a. Cacat janin terutama pada anensefal dan atresia esofagus.


b. Kehamilan kembar.
c. Beberapa penyakit, seperti diabetes, preeklampsi, eklampsi,
eritroblastosis fetalis.
2. Etiologi
Etiologi hidramnion belum jelas. Secara teori hidramnion bisa
terjadi karena :
1. Produksi air ketuban bertambah. Diduga menghasilkan air ketuban
ialah epitel amnion, tetapi air ketuban dapat juga bertambah karena
cairan lain masuk ke dalam ruangan amnion, misalnya air kencing
anak atau cairan otak pada anensefal.
2. Pengaliran air ketuban terganggu. Air ketuban yang telah dibuat
dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran
ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus dan dialirkan ke plasenta,
akhirnya masuk ke dalam peredaran darah ibu. Jalan ini kurang
terbuka kalau anak tidak menelan, seperti pada atresia esofagus,
anensefal, atau tumor- tumor plasenta (Martaadisoebrata dan
Wirakusumah, 2005).
3. Gejala-Gejala
Gejala-gejala disebabkan oleh tekanan oleh uterus yang sangat
besar pada alat sekitarnya maka timbul :
1. Sesak napas.
2. Edema labia, vulva, dan dinding perut.
3. Regangan dinding rahim sendiri menimbulkan nyeri. Gejala-gejala
lebih menonjol pada hidramnion yang akut.
4. Palpasi anak sulit.
5. Bunyi jantung sulit terdengar (Martaadisoebrata dan Wirakusumah,
2005).
4. Diagnosis
Hidramnion harus dibedakan dari asites, kista ovarium, dan mola
hidatidosa. Untuk membantu diagnostik dan untuk mencari etiologi dibuat
14

foto rontgen atau ultrasonogram yang dapat memperlihatkan anensefal dan


kehamilan ganda (Martaadisoebrata dan Wirakusumah, 2005).
5. Prognosis
Untuk anak kurang baik walapun pada foto rontgen tidak tampak
kelainan. Penyebab prognosis yang kurang baik, yaitu :
1. Cacat bawaan.
2. Persalinan kurang bulan.
3. Prolapsus tali pusat.
4. Eritroblastosis, preeklampsia. dan diabetes.
Bahaya yang perlu diperhatikan, dapat terjadi :
1. Solusio plasenta.
2. Inersia uteri.
3. Perdarahan pacapersalinan.
6. Pengobatan
Hidramnion yang ringan tidak memerlukan terapi, dapat diberi
sedatif dan diet pantang garam kalau perlu. Apabila ada dispneu dan
pasien sukar berjalan sebaiknya ia dirawat. Di rumah sakit ia diberikan
istirahat rebah dan sedatif serta apabila pasien sangat menderita dan
kurang tertolong dengan usaha-usaha tersebut di atas dapat dilakukan
punksi selaput janin melalui serviks atau dinding perut. Cairan hendaknya
dikeluarkan dengan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya solusio
plasenta. Punksi biasanya disusul dengan persalinan (Martaadisoebrata dan
Wirakusumah, 2005).
7. Rencana Asuhan
a) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki fasilitas SC.
b) Dampingi ibu dan berikan ibu semangat/dukungan (Damayanti et al.,
2015).

2.4. Ketuban Pecah Dini


2.4.1. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan
mulai pada tahapan kehamilan manapun (Arma, dkk 2015). Sedangkan
menurut (Sagita, 2017) Berdasarkan waktunya, KPD dapat terjadi pada
15

kehamilan preterm atau kehamilan kurang bulan terjadi sebelum minggu


ke-37 usia kehamilan, sedangkan pada kehamilan aterm atau kehamilan
cukup bulan terjadi setelah minggu ke-37 dari usia kehamilan. KPD pada
ibu hamil primi jika pembukaan kurang dari 3 cm dan kurang dari 5 cm
pada ibu hamil multipara.(Sepduwiana, 2014)
Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM)
adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal
pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥
37 minggu (POGI, 2016)
2.4.2 Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
pada daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput
ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi
karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada
selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada
korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas (Mamede dkk, 2012). Selaput
ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan. Perubahan struktur,
jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah
dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Pada daerah di sekitar pecahnya
selaput ketuban diidentifikasi sebagai suatu zona “restriced zone of exteme
altered morphologi (ZAM)” (Rangaswamy, 2012).
2.4.3 Faktor Penyebab KPD
a. Paritas
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali maka akan lebih
berisiko tinggi mengalami KPD pada kehamilan berikutnya. Menurut
Sumadi dan Ariyani KPD banyak terjadi pada multipara. Kehamilan yang
terlalu sering dapat memengaruhi embriogenesis, selaput ketuban lebih
tipis sehingga mudah pecah sebelum waktunya dan semakin banyak
paritas semakin mudah terjadi infeksi amnion karena rusaknya struktur
servik pada persalinan sebelumnya . Wanita dengan paritas kedua dan
ketiga pada usia reproduktif biasanya relative memiliki keadaan yang lebih
16

aman untuk hamil dan melahirkan, karena pada keadaan tersebut dinding
uterus lebih kuat karena belum banyak mengalami perubahan, dan serviks
belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah
selaput ketuban dengan baik .Wanita yang telah melahirkan beberapa kali
akan lebih berisiko mengalami KPD, karena jaringan ikat selaput ketuban
mudah rapuh yang diakibatkan oleh vaskularisasi pada uterus mengalami
gangguan yang mengakibatkan akhirnya selaput ketuban mengalami pecah
spontan (Rahayu & Sari, 2017)
b. Usia
Usia ibu < 20 tahun tergolong usia yang terlalu muda dengan
kondisi rahim yang kurang matang untuk melahirkan, sehingga berisiko
mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan usia > 35 tahun tergolong usia
yang terlalu tua untuk melahirkan, terutama pada ibu yang berusia lanjut
dan berisiko tinggi mengalami ketuban pecah dini. Usia > 35 tahun juga
membuat kondisi dan fungsi rahim menurun. Salah satu penyebabnya
adalah jaringan rahim yang sudah tidak subur lagi, sedangkan dinding
rahim merupakan tempat melekatnya plasenta. Kondisi ini menimbulkan
kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel
pada tempat yang seharusnya. Apalagi jaringan rongga panggul dan otot-
ototnya semakin melemah seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini
membuat rongga panggul tidak lagi mudah untuk dihadapi dan mengatasi
komplikasi berat seperti pendarahan. Pada kondisi tertentu, kondisi
hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya.(Maryuni & Kurniasih,
2017)
c. Umur Kehamilan
Kehamilan aterm atau kehamilan ≥37 minggu sebanyak 8-10% ibu
hamil akan mengalami KPD, dan sebanyak 1% kejadian KPD pada ibu
hamil preterm Pada penelitian Susilowati dan Astuti bahwa sebagian besar
ibu bersalin dengan KPD yaitu antara umur kehamilan 37-42 minggu. Saat
mendekati persalinan terjadi peningkatan matrix metalloproteinase yang
cenderung menyebabkan KPD dan pada trimester akhir akan
menyebabkan selaput ketuban mudah pecah dikarenakan pembesaran
17

uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Hal ini juga menunjukkan
bahwa semakin tua umur kehamilan akan mengakibatkan pembukaan
serviks dan peregangan selaput ketuban yang berpengaruh terhadap
selaput ketuban sehingga semakin melemah dan mudah pecah
d. Pembesaran uterus
Over distensi dapat menyebabkan terjadinya KPD karena distensi
uterus atau over distensi yang membuat rahim lebih besar sehingga selaput
ketuban lebih tipis dan mudah pecah. Menurut Caughay bahwa over
distensi yang disebabkan oleh polihidramnion dan kehamilan kembar
mengakibatkan lebih tinggi resiko terjadi KPD. Wanita dengan kehamilan
kembar beresiko tinggi mengalami KPD. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan massa plasenta dan produksi hormon yang dap
memungkinkan ketegangan rahim meningkat sewaktu-waktu selaput
ketuban dapat pecah secara tiba-tiba yang dapat diidentifi kasi sebagai
KPD
e. Kelainan Letak
Kelainan letak pada janin dapat meningkatkan kejadian KPD
karena kelainan letak dapat memungkinkan ketegangan otot rahim
meningkat sehingga dapat menyebabkan KPD . Penelitian Suryaputri dan
Anjarwati bahwa tidak ada hubunganya antara kelainan letak dengan
kejadian KPD. Besar kecilnya janin dan posisi janin yang dikandung tidak
menyebabkan peregangan pada selaput ketuban seperti pada keadaan
normal, sungsang ataupun melintang, karena sebenarnya yang dapat
mempengaruhi KPD adalah kuat lemahnya selaput ketuban dalam
menahan janin . KPD bisa disebabkan karena Peningkatan apoptosis pada
selaput amnion berperan penting pada penipisan membran janin yang
mengakibatkan terjadinya KPD.
Ada hubungan letak susang dengan kejadian ketuban pecah dini,
ini disebabkan karena pada letak sungsang dimana bokong menempati
servik uteri dengan dengan keadaan ini pergerakan janin terjadi dibagian
terendah karena keberadaan kaki janin yang menempati daerah servik uteri
sedangkan kepala janin akan mendesak fundus uteri yang dapat menekan
18

diafragma dan keadaan ini menyebabkan timbulnya rasa sesak pada ibu
saat hamil
2.4.4 Komplikasi
a Komplikasi ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi
intrauterin. Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun
korioamnionitis yang berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian,
didapatkan 6,8% ibu hamil dengan KPD mengalami endomyometritis
purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak ada yang meninggal dunia.
Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada penelitian ini mendapatkan
terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele. Sehingga angka
mortalitas belum diketahui secara pasti. 40,9% pasien yang melahirkan
setelah mengalami KPD harus dikuret untuk mengeluarkan sisa plasenta,,
4% perlu mendapatkan transfusi darah karena kehilangan darah secara
signifikan. Tidak ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun
morbiditas dalam waktu lama. (POGI, 2016)
b Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan
lebih awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput
amnion sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara
terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada
sebuah studi besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien
akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan
analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien dengan preterm 1
minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten 4 minggu. Bila
KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami
sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion,
necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel,
dan sindrom distress pernapasan(POGI, 2016)
2.4.5 Deteksi Dini KPD
Deteksi dini KPD didapatkan dari pengumpulan data Subjektif dan
Objektif.
19

a. Data Subjektif
 Mempunyai risiko terjadinya KPD : riwayat KPD atau persalinan
prematur, serviks tidak kompeten, riwayat tindakan pada serviks/
robekan serviks, infeksi serviks/ vagina, peningkatan PH vagina,
perdarahan selama persalinan, gemelli, polyhidramnion, kelainan
plasenta, prosedur saat prenatal (amniosentesis, chorionic Villus
sampling), kebiasaan merokok, penggunaan narkoba, hipertensi,
diabetes, malnutrisi, sosial ekonomi rendah.
 Waktu terjadi pecah ketuban
 Tanda dan gejala infeksi
 Jumlah cairan yang keluar (menyembur, sedikit terus menerus,
perasaan basah pada celana dalam)
 Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan latihan kegel
(untuk membedakan iknontinensia uteri dan KPD 6) Warna cairan
(jernih atau keruh, bercampur mekoneum atau lainnya)
 Bau cairan (khas, membedakan dengan urine)
 Hubungan seksual terakhir
b. Data Objektif
 Pemeriksaan abdomen untuk menentukan volume cairan amnion
 Pemeriksaan spekulum (inspekulo) : pengeluaran cairan dari
orifisium, dilatasi serviks, prolaps tali pusat)
 Pemeriksaan laboratorium : Uji kertas nitrazin positif bila warna
kertas menjadi biru gelap (basa, PH amnion 7,0-7,5) dan USG
untuk mendeteksi oligohidramnio
2.4.6 Penatalaksanaan
20

2.5 Air Ketuban Keruh


Air ketuban normal berwarna putih, agak keruh, serta mempunyai bau
yang khas, agak amis dan manis. Air ketuban keruh merupakan air ketuban
yang tidak jernih atau mengalami pewarnaan.
a. Air Ketuban Mekonium
AK meconium ditandai dengan warnakehijauan atau kecoklatan
menunjukkan bahwa neonatus telah mengeluarkan mekonium (kotoran
yang terbentuk sebelum lahir, pada keadaan normal keluar setelah lahir
saat pergerakan usus yang pertama kali). Hal ini dapat menjadi petanda
bahwa neonatus dalam keadaan stres. Keadaan hipoksia menyebabkan
peristaltik usus dan relaksasi otot sfingter ani, maka mekonium dapat
keluar melalui anus. Secara normal AK tidak dikeluarkan dengan
21

pergerakan usus sampai neonatus dilahirkan, dalam keadaan tertentu dapat


ditemukan pergerakan usus tersebut sebelum lahir. (Kosim, 2016)
Jika didapatkan mekonium selama proses persalinan dan kelahiran,
harus diamati lebih cermat tanda gawat janin atau posisi janin letak
sungsang. Adanya pewarnaan mekonium dalam AK bukan berarti
neonatus mengalami gawat janin. Maka apabila ditemukan mekonium
berwarna, tim penolong persalinan dan kelahiran sebaiknya mencari tanda-
tanda yang lain. Dijumpainya mekonium di dalam AK meninggalkan
bekas atau sejumlah bukti. Apabila mekonium berada selama empat jam
atau lebih di dalam AK, maka dasar kuku (nail bed) janin akan berwarna
dan kalau berada di dalam AK duapuluh empat jam atau lebih verniks
kaseosa akan ikut berwarna. Selaput ketuban dan tali pusat pun akan
berwarna oleh mekonium dalam waktu tiga jam dan makrofag dalam
satu(Kosim, 2016)
b. Air ketuban Bercampur darah
Air ketuban ini disebabkan karena adanya pewarnaan dari darah.
Hal ini disebbakan karena adanya pendarahan. Salah satu penyebab
pendarahan adalah solutio plasenta.  Solusio plasenta adalah
pelepasan plasenta dari tempat implantasi normalnya di rahim sebelum
kelahiran dan merupakan salah satu penyebab perdarahan ibu. Plasenta
memiliki banyak pembuluh darah yang membawa nutrisi dari ibu ke bayi
yang sedang berkembang. Jika plasenta terlepas dari tempat implantasi
maka pembuluh darah ini akan pecah sehingga darah bercampur dengan
air ketuban.(Cedars-Sinai, 2021)
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi
sekaligus menunjang pertumbuhan.Keadaan normal cairan amnion antara
lain :Volume 1000-1500 cc pada kehamilan cukup bulan; Keadaan jernih sedikit
keruh; Steril; Memiliki bau khas, sedikit manis dan amis; Terdiri atas 98-99% air,
1- 2% gamma organik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan
rambut lanugo, verniks kaseosa dan sel-sel epitel; Sirkulasi sekitar 500 cc/jam.
Kelainan cairan ketuban meliputi Oligohidramnion, polihidramnion,
Ketuban Pecah Dini, serta air ketuban keruh. Oligohidramnion adalah suatu
keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.
Polihidramnion atau hidramnion merupakan keadaan dimana jumlah air ketuban
lebih banyak dari normal. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
persalinan mulai pada tahapan kehamilan manapun. Air ketuban keruh merupakan
air ketuban yang tidak jernih atau mengalami pewarnaan dikarenakan bercampur
dengan meconium atau darah.

3.2 SARAN
Bagi ibu hamil hendaknya makan makanan yang sehat dan bergizi
seimbang serta tingkatkan konsumsi cairan disertai istirahat yang banyak. Dan
juga diharapkan para petugas kesehatan terutama bidan menjadi seorang yang
professional dimana tanggap dalam menghadapi masalah yang patologis. Sebagai
bidan harus mengetahui tanda dan gejala awal dari masalah-masalah (kondisi
patologis), termasuk infeksi-infeksi yang dapat terjadi pada kehamilan dan
persalinan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Cedars-Sinai. (2021). Placental Abruption. Retrieved February 2, 2022, from


Cedars-Sinai website: https://www.cedars-sinai.org/health-library/diseases-
and-conditions/p/placental-abruption.html
Kosim, M. S. (2016). Infeksi Neonatal Akibat Air Ketuban Keruh. Sari Pediatri,
11(3), 212. https://doi.org/10.14238/sp11.3.2009.212-8
Maryuni, & Kurniasih, D. (2017). Risk factors of premature rupture of membrane.
Kesmas, 11(3), 133–137. https://doi.org/10.21109/kesmas.v11i3.1153
POGI. (2016). KETUBAN PECAH DINI Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia. Clinical Characteristics and Outcome of Twin Gestation
Complicated by Preterm Premature Rupture of the Membranes.
Rahayu, B., & Sari, A. N. (2017). Studi Deskriptif Penyebab Kejadian Ketuban
Pecah Dini (KPD) pada Ibu Bersalin. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia,
5(2), 134. https://doi.org/10.21927/jnki.2017.5(2).134-138
Sepduwiana, H. (2014). Faktor Terjadinya Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin
di Rumah Sakit Umum Daerah Rokan Hulu 2011 Factor. Jurnal Maternity
and Neonatal, 1(3), 144–150.

23

You might also like

  • Langkah PS
    Langkah PS
    Document14 pages
    Langkah PS
    sarjana terapan kebidanan'19
    No ratings yet
  • Kelompok 9 - Kelainan Cairan Amnion
    Kelompok 9 - Kelainan Cairan Amnion
    Document18 pages
    Kelompok 9 - Kelainan Cairan Amnion
    sarjana terapan kebidanan'19
    No ratings yet
  • Patient Safety
    Patient Safety
    Document2 pages
    Patient Safety
    sarjana terapan kebidanan'19
    No ratings yet
  • Remaja
    Remaja
    Document14 pages
    Remaja
    sarjana terapan kebidanan'19
    No ratings yet
  • Meno Fix
    Meno Fix
    Document13 pages
    Meno Fix
    sarjana terapan kebidanan'19
    No ratings yet
  • KB Fix
    KB Fix
    Document14 pages
    KB Fix
    sarjana terapan kebidanan'19
    No ratings yet
  • Neo Fix
    Neo Fix
    Document12 pages
    Neo Fix
    sarjana terapan kebidanan'19
    No ratings yet
  • Analisis Jurnal TIM 5
    Analisis Jurnal TIM 5
    Document5 pages
    Analisis Jurnal TIM 5
    sarjana terapan kebidanan'19
    No ratings yet