You are on page 1of 14

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS ARS

UJIAN AKHIR SEMESTER


Mata kuliah : Asuransi & Hukum Kesehatan
Hari, Tanggal : Jumat, 26 Januari 2023
Smt/Konsentrasi : II / Manajemen Rumah sakit
Waktu : Take Home
Dosen : Prof. Dr. Hj. Imas Rosidawati Wr, SH.,MH.

Nama Mahasiswa : Rahayu Dwi Retnaningsih


NIM : 71211091
Kelas : 7A

Dalam dunia kesehatan saat ini masalah hukum seringkali terjadi berkaitan dengan adanya
pengaduan maupun pelanggaran hukum dalam praktek kesehatan yang dialami baik oleh
pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun oleh tenaga kesehatan sebagai pihak
yang memberikan pelayanan medis. Berbagai regulasi perundang- undangan dan Peraturan
Menteri Kesehatan yang mengatur tentang pelaksnaan pelayanan kesehatan sudah
diberlakukan, antara lain :
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
- Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang PraktikKedokteran
- Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- PMK 269 /2008 tentang Rekam Medik
- PMK 290 /2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran ( Informed Consent)
Pertanyaannya :

1. Coba jelaskan kelima Prinsip dalam asuransi kaitannya dengan trilogi perundang-
undangan Tentang Hukum Kesehatan, Praktik Kedokteran dan Rumah Sakit , apakah
prinsip Subrograsi (Subrogration Principle) pengalihan hak untuk menuntut pihak ke 3
penyebab kerugian dapat diterapkan dalam perlindungan terhadap korban yang mengalami
mal praktek ?
Jawab
5 Prinsip dalam Asuransi, yaitu:
1. Insurable interest

Insurable interest adalah hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu
hubungan keuangan antara tertanggung dengan obyek yang diasuransikan dan  diakui
secara hukum (recognized at law), yang di asuransikan bukan objeknya tp suatu
hubungan keuangan

2. Indemnitas (indemnity),

Indemnity ialah mekanisme penggantian keuangan yang cukup untuk menggantikan


posisi Tertanggung pada posisi keuangan yang sama setelah terjadi kerugian
sebagaimana dia nikmati sesaat sebelum terjadinya kerugian

3. Kejujuran sempurna (utmost good faith),

asuransi satu ini “Merupakan kewajiban positif untuk secara sukarela mengungkapkan
semua fakta material secara akurat dan lengkap terhadap risiko yang diasuransikan
apakah diminta atau tidak”. Jadi, calon tertanggung harus menyampaikan kondisi yang
lengkap dan akurat

4. Subrogasi (subrogation)

Subrogasi merupakan “Hak setiap orang, setelah mengganti rugi Tertanggung dibawah
kewajiban hukum, untuk berdiri diposisi Tertanggung dan mengambil alih hak
Tertanggung dan guna mendapatkan ganti rugi dari  pihak lain (pihak lain yang
menyebabkan dan seharusnya bertanggung  jawab atas kerugian yang terjadi).

5. Kontribusi (contribution)

Contribution ialah Hak setiap Penanggung untuk memanggil Penanggung lainnya,


tetapi tidak harus bertanggung jawab secara sama terhadap biaya dari ganti rugi”.
Contribution (kontribusi) adalah prinsip asuransi yang berlaku jika suatu objek
pertanggungan dipertanggungkan kepada dua atau lebih penanggung

ANALISA : Kaitan kelima prinsip dalam asuransi dengan trilogi perundang-undangan


tentang Hukum Kesehatan (UU No. 23 Tahun 1992), Praktik Kedokteran (UU No. 29
Tahun 2004) d a n Rumah Sakit (UU No. 44 Tahun 2009) adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan UU no.23 Th 1992 tentang Kesehatan tercantum dalam bagian
kelima tentang Pembiayaan Kesehatan, khususnya Pasal 66 ayat 1-4 dimana
disebutkan bahwa : ayat (1) Pemerintah mengembangkan, membina, dan
mendorong jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagai cara, yang
dijadikan landasan setiap penyerlenggaraan pemeliharaan kesehatan yang
pembiayaannya dilaksanakan secara praupaya, berasaskan usaha bersama dan
kekeluargaan. Ayat (2) Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
merupakan cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dan pembiayaannya,
edikelola secara terpadu untuk tujuan meningkatkan derajat kesehatan, wajib
dilaksanakan olch setiap penyclenggara. Ayat (3) Penyelenggara jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat harus berbentuk badan hukum dan
memiliki izin operasional serta kepesertaannya bersifat aktif. Ayat (4)
Ketentuan mengenai penyclenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
b. Berdasarkan UU no.29 Th 2004 tentang Kedokteran, prinsip asuransi bisa
dikaitkan dengan peraturan dalam undang-undang ini yang tertuang di bab VII
tentang penyelenggaraan praktik kedokteran antara lain dokter harus memiliki
surat ijin praktik, pengaturan pelaksanaan praktik kedokteran, peraturan
pemberian pelayanan (standar pelayanan, persetujuan tindakan kedokteran,
rekam medis, rahasia kedokteran, kendali mutu dan kendali biaya, hak dan
kewajiban dokter serta hak dan kewajiban pasien)
c. Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit

 Bagian kedua : Hak Rumah Sakit Pasal 30 ayat 1 point b dan c :

- menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi,


insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
- melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan;

 Bagian Keempat : Hak Pasien Pasal 32 Setiap pasien mempunyai hak:


 Bagian Keenam: Perlindungan Hukum Rumah Sakit
- Pasal 44 (1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala
informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia
kedokteran.
- Pasal 45 (1) Rumah Sakit tidak bertanggungjawab secara hukum
apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya
penjelasan medis yang komprehensif. (2) Rumah Sakit tidak
dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.

 Bagian Ketujuh : Tanggung jawab Hukum

Pasal 46 Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap


semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

Apakah prinsip Subrograsi (Subrogration Principle) pengalihan hak untuk


menuntut pihak ke 3 penyebab kerugian dapat diterapkan dalam
perlindungan terhadap korban yang mengalami mal praktek?

Jadi dengan adanya prinsip Subrogasi, Tertanggung (korban) hanya berhak atas
ganti rugi (indemnitas), tetapi tidak lebih dari itu, dan pihak Penanggung
(Asuransi) berhak mengambil alih setiap keuntungan (profit) yang diperoleh
Tertanggung dari suatu kerugian yang dijamin polis, dan prinsip ini
memperbolehkan pihak penanggung melakukan tuntutan kepada pihak ketiga
(RS) yang bertanggung jawab atas kerugian yang dijamin polis dalam usaha
Penanggung untuk meminimize atau memperkecil kerugian yang terjadi, dengan
catatan bahwa tuntutan itu dilakukan Penanggung atas nama Tertanggung.

2. Coba analisis kedudukan BPJS Kesehatan dalam pembangunan kesehatan masyarakat


Indonesia yang berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, dan
keadilan.
BPJS Kesehatan merupakan salah satu bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang bertujuan menjamin hak dasar warga negara Indonesia. Keberadaan BPJS Kesehatan
secara khusus menjadi program unggulan di bidang Kesehatan guna dapat menjamin hak
dasar warga negara untuk dapat hidup sehat. Tentunya tidak ada kebijakan yang berbentuk
program akan berjalan sempurna tanpa cacat, begitu halnya BPJS Kesehatan masih
terdapat kekurangan dalam implementasinya. Akan tetapi, BPJS Kesehatan yang sejak
awal memang telah diatur sebagai program gotong-royong antar sesama warga negara
dengan adanya subsidi silang dari yang mampu kepada yang tidak mampu. Aspek
pembiayaan BPJS Kesehatan yang hari ini tidak hanya berasal dari APBN melainkan juga
Sebagian dari APBD memperlihatkan adanya upaya yang serius dari negara untuk
memanusiakan warga negaranya dengan jaminan kepada akses pelayanan Kesehatan.
Ditambah dengan upaya pemerintah menggenjot kepesertaan warga negara dalam BPJS
Kesehatan dengan program Universal Health Coverage (UHC) yang dibeberapa
Kota/Kabupaten menunjukkan angka yang cukup signifikan seperti Kota Bandung yang
sudah 96% warganya terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Kemanfaatan tentu
menjadi faktor yang dipertimbangkan dan harus terus ditingkatkan agar perlindungan
Kesehatan masyarakat dapat terwujud dan harapannya keadilan bagi masyarakat juga
terwujud. Walau demikian, saran utama yang harus disuarakan oleh semua orang adalah
BPJS Kesehatan tidak berorientasi pada mendapatkan keuntungan belaka mengingat
bahwa status badannya yang merupakan perseroan, melainkan harus mengedepankan dan
berorientasi pada peningkatan layanan dan jaminan Kesehatan seluas-luasnya bagi seluruh
warga negara Indonesia tanpa terkecuali.

3. Coba saudara perbandingkan dan analisis hak-hak pasien berdasarkan Pasal 52 UU No.29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan hak pasien berdasarkan UU No.8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Aturan dalam peraturan perundang-undangan yang menekankan pada adanya hak pasien
atas isi rekam medis diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu pasien, dalam menerima
pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
2. Meminta pendapat dokter atau tenaga medis lain;
3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. Menolak tindakan medis;
5. Mendapatkan isi rekam medis
Praktik Kedokteran dan hak pasien berdasarkan UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Hak dan Kewajiban Konsumen Pasal 4 Hak konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pada dasarnya pengaturan hak-hak pasien dalam Undang-Undang tentang Praktek


Kedokteran merupakan lex spesialis dari ketentuan hak-hak pasien dalam ketentuan
Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Hak pasien dalam praktek kedokteran
difokuskan pada hal-hal teknis layanan medis yang diterima pasien, sementara dalam
ketentuan perlindungan konsumen pada dasarnya hak-hak yang telah diatur tersebut juga
berlaku bagi para pasien di rumah sakit.

4. Silahkan analisis kasus Penyimpangan dalam praktik kedokteran/ Medical malpractice


berikut ini :
Contoh : Operasi tonsilektomi
- Korban meninggal di atas meja operasi setelah dilakukan operasi.
- Penyebab kematian karena dosis yang berlebihan dari erther ahli anasthesinya,
sedangkan indikasi untuk operasi sudah tepat.
Jawaban :
Malpraktik atau malpraktek adalah sebuah tindakan atas dasar kelalaian atau kesalahan
seorang dokter dalam menjalankan profesi, praktek, pengetahuan dan ketrampilannya
yang biasa digunakan dalam mengobati pasien sehingga menyebabkan kerusakan atau
kerugian bagi kesehatan atau kehidupan pasien karena tidak sesuai dengan standar profesi
medik serta menggunakan keahlian untuk kepentingan pribadi.
Sehingga malpraktik dapat diartikan melakukan tindakan atau praktik yang salah satu
menyimpang dari ketentuan atau prosedur yang baku. Dalam bidang kesehatan, malpraktik
adalah penyimpangan penanganan kasus atau masalah kesehatan (termasuk penyakit) oleh
petugas kesehatan, sehingga menyebabkan dampak buruk bagi penderita atau pasien
(Notoatmodjo, 2010).
Profesi tenaga medis mengandung risiko tinggi karena bentuk, sifat dan tujuan tindakan
yang dilakukan oleh seorang tenaga medis dapat berpotensi menimbulkan bahaya bagi
seseorang. Undang-undang memberikan kewenangan secara mandiri kepada tenaga medis
untuk melakukan dan bertanggung jawab dalam melaksanakan ilmu medis menurut
sebagian atau seluruh ruang lingkupnya serta memanfaatkan kewenangan tersebut secara
nyata. Seorang tenaga medis dinyatakan melakukan kesalahan profesional apabila
melakukan tindakan yang menyimpang atau lebih dikenal sebagai malpraktik.

Unsur-unsur Malpraktik 

a. Malpraktik merupakan kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam


menjalankan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan medik, sehingga pasien
menderita luka, cacat, atau meninggal dunia. Adapun unsur-unsur malpraktik adalah
sebagai berikut:
Adanya kelalaian.
Kelalaian adalah kesalahan yang terjadi karena kekurang hati-hatian, kurangnya
pemahaman, serta kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan akan profesinya,
padahal diketahui bahwa mereka dituntut untuk selalu mengembangkan ilmunya. 
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Tenaga Kesehatan
terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterampilan fisik, dan tenaga keteknisan medis.
Yang dimaksud tenaga medis adalah dokter atau dokter spesialis. 
c. Tidak sesuai standar pelayanan medik.
Standar pelayanan medik yang dimaksud adalah standar pelayanan dalam arti luas,
yang meliputi standar profesi dan standar prosedur operasional. 
d. Pasien menderita luka, cacat, atau meninggal dunia.
Adanya hubungan kausal bahwa kerugian yang dialami pasien merupakan akibat
kelalaian tenaga kesehatan. Kerugian yang dialami pasien yang berupa luka
(termasuk luka berat), cacat, atau meninggal dunia merupakan akibat langsung dari
kelalaian tenaga kesehatan.

Jenis-jenis Malpraktik 

Menurut Isfandyarie (2005), ditinjau dari etika profesi dan hukum, malpraktik dapat
dibedakan menjadi dua bentuk yaitu; malpraktik etik (ethical malpractice) dan malpraktik
yuridis (yuridical malpractice). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
a. Malpraktik Etik 
Malpraktik etik yaitu tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang
melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan
yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis,
prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan. Malpraktik etik adalah
dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran, sedangkan
etika kedokteran yang dituangkan di dalam KODEKI merupakan seperangkat
standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter.
b. Malpraktik Yuridis 
Malpraktik yuridis dibagi menjadi menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktik perdata
(civil malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktik
administratif (administrative malpractice). Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1) Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktik perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak
terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh
tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige
daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien. Dalam malpraktik
perdata yang dijadikan ukuran dalam melpraktik yang disebabkan oleh kelalaian
adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi
adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk
dalam malpraktik pidana. Contoh dari malpraktik perdata, misalnya seorang
dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam
tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudian
dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut.
Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak
menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.
2) Malpraktik Pidana
Malpraktik pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat
akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan
upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.
Malpraktik pidana ada tiga bentuk yaitu:

a) Malpraktik pidana karena kesengajaan (intensional), tenaga medis


tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa
tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat
keterangan yang tidak benar. Contoh : melakukan aborsi tanpa tindakan
medis.
b) Malpraktik pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya
melakukan tindakan yang tidak legeartis atau tidak sesuai dengan standar
profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis.
Contoh: Kurang hati-hatinya perawat dalam memasang infus yang
menyebabkan tangan pasien membengkak karena terinfeksi.
c) Malpraktik pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat
atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang
kurang hati-hati. Contoh: seorang bayi berumur 3 bulan yang jarinya
terpotong pada saat perawat akan melepas bidai yang dipergunakan untuk
memfiksasi infus.

3) Malpraktik Administratif 
Malpraktik administratif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan
pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya
menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin
yang sudah kadaluwarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan
medik.
Ketentuan Malpraktik dalam Hukum Indonesia 
Ketentuan mengenai malpraktik medis dalam hukum di Indonesia dapat dilihat dari KUHP,
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan Undang-undang No. 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran. Adapun penjelasan ketiganya adalah sebagai berikut:

a. KUHP
Tindak pidana malpraktik tidak diatur dengan jelas dalam KUHP. Pengaturan di dalam
KUHP lebih kepada akibat dari perbuatan malpraktik tersebut. Pengaturan Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat dilihat dari ketentuan Pasal 53 KUHP
yaitu terkait dengan percobaan melakukan kejahatan pasal ini hanya menentukan syarat-
syarat yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah
melakukan suatu percobaan.
Terkait dengan kealpaan yang menyebabkan mati atau luka-luka dapat dilihat dari
ketentuan Pasal 359 KUHP. Pasal ini terkait dengan penanggulangan tindak pidana
malpraktik kedokteran dapat didakwakan terhadap kematian yang diduga disebabkan
karena kesalahan dokter. Pasal 359 KUHP ini juga dapat memberikan perlindungan
hukum bagi pasien sebagai upaya preventif mencegah dan menanggulangi terjadinya
tindak pidana malpraktik kedokteran namun perlu juga solusi untuk menghindarkan dokter
dari rasa takut yang berlebihan dengan adanya pasal ini.
Pasal 360 KUHP menyebutkan tentang cacat, luka-luka berat maupun kematian yang
merupakan bentuk akibat dari perbuatan petindak sehingga dari sudut pandang subjektif
sikap batin petindak disini termasuk dalam hubungannya dengan akibat perbuatannya.
Pasal 361 KUHP yang merupakan pasal pemberatan pidana bagi pelaku dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencaharian dalam hal ini jabatan profesi sebagai dokter,
bidan dan juga ahli obat-obatan yang harus berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya
karena apabila mereka lalai sehingga mengakibatkan kematian bagi orang lain atau orang
tersebut menderita cacat maka hukumannya dapat diperberat 1/3 dari Pasal 359 dan Pasal
360 KUHP.
Pasal 304 KUHP, Pasal 306 ayat (2) KUHP kalau salah satu perbuatan yang diterangkan
dalam Pasal 304 mengakibatkan orang mati, si tersalah itu dihukum penjara paling lama
sembilan tahun. Terkait dengan kejahatan terhadap tubuh dan nyawa dapat dilihat dari
ketentuan Pasal 338, 340, 344, 345, 359, KUHP yang dapat dikaitkan dengan euthanasia,
apabila dihubungkan dengan dunia kesehatan sebagai upaya penanggulangan tindak
pidana malpraktik di Indonesia menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif
tanpa permintaan adalah dilarang. Termasuk juga dengan euthanasia aktif dengan
permintaan.

b.   Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


Adapun kebijakan formulasi hukum pidana terkait dengan penanggulangan tindak pidana
malpraktik medis dapat dilihat dari ketentuan Pasal 29 UU Kesehatan yang berkaitan
dengan dengan kelalaian, disebutkan bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga
melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan
terlebih dahulu melalui mediasi. Berkaitan dengan perlindungan pasien dapat dilihat dari
ketentuan Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58 UU Kesehatan.

c. Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 

Adapun ketentuan yang berkaitan dengan penanggulangan tindak pidana malpraktik


kedokteran pada Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dapat
dilihat dalam Pasal 51 UU Praktik Kedokteran mengenai kewajiban dari dokter dan dokter
gigi, Pasal 75, Pasal 77 UU Praktik Kedokteran yang berlaku bagi orang yang bukan
dokter yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah dokter yang telah memiliki SIP atau STR
(Surat izin praktik atau Surat Tanda Registrasi), Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80 UU Praktik
Kedokteran.
Pada Contoh kasus diatas : Operasi tonsilektomi
- Korban meninggal di atas meja operasi setelah dilakukan operasi.
- Penyebab kematian karena dosis yang berlebihan dari erther ahli anasthesinya,
sedangkan indikasi untuk operasi sudah tepat.
Saya simpulkan bahwa dokter anestesi tersebut melakukan tindak malpraktek pidana
karena kealpaan, sehingga terkait dengan kealpaan yang menyebabkan mati atau luka-luka
dapat dilihat dari ketentuan Pasal 359 KUHP. Pasal ini terkait dengan penanggulangan
tindak pidana malpraktik kedokteran dapat didakwakan terhadap kematian yang diduga
disebabkan karena kesalahan dokter. Pasal 359 KUHP ini juga dapat memberikan
perlindungan hukum bagi pasien sebagai upaya preventif mencegah dan menanggulangi
terjadinya tindak pidana malpraktik kedokteran namun perlu juga solusi untuk
menghindarkan dokter dari rasa takut yang berlebihan dengan adanya pasal ini. Pasal 304
KUHP, Pasal 306 ayat (2) KUHP kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam Pasal
304 mengakibatkan orang mati, si tersalah itu dihukum penjara paling lama sembilan
tahun.
5. Pada saat ini terdapat pergeseran paradigma dalam hubungan interpersonal di dalam
hukum kesehatan, yang sebelumnya berdasarkan pola hubungan vertikal paternalistik
menjadi pola hubungan horizontal kontaktual. Konsekwensi dari hubungan horizontal
kontaktual munculnya inspanning verbintenis yaitu adanya hubungan hukum antara 2
(dua) subyek hukum dan melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Adanya
Inspanning verbintenis dikarenakan objek transaksi adalah upaya penyembuhan yang
hasilnya tidak pasti dampaknya dan karenanya upaya tersebut dilakukan dengan kehati-
hatian.
Coba saudara jelaskan disertai contoh kasus.
Jawab :
Inspanning verbintenis adalah hubungan hukum antara dua subyek hukum yang ditandai
dengan adanya upaya dari salah satu pihak untuk mencapai tujuan tertentu, sementara
pihak lain mengambil resiko dari upaya tersebut. Dalam konteks hukum kesehatan,
inspanning verbintenis terjadi antara pasien dan dokter atau rumah sakit.
Inspanning verbintenis ini melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua pihak. Pasien
berhak atas penjelasan tentang kondisi kesehatannya dan tata laksana yang akan diterima,
serta berhak atas perlindungan privasi dan kerahasiaan informasi medis. Sedangkan
dokter atau rumah sakit berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang jelas dan benar
tentang kondisi kesehatan pasien dan tata laksana yang akan diterima, serta berkewajiban
untuk melakukan upaya dengan kehati-hatian dan profesional.
Pergeseran paradigma dari pola hubungan vertikal paternalistik menjadi pola hubungan
horizontal kontaktual ini merupakan perkembangan yang positif dalam hukum kesehatan,
karena memberikan perlindungan yang lebih adil bagi pasien dan memberikan tanggung
jawab yang lebih jelas bagi dokter atau rumah sakit dalam melakukan upaya
penyembuhan.
Contohnya, ketika pasien datang ke dokter atau rumah sakit dengan suatu kondisi
kesehatan, dokter atau rumah sakit akan melakukan upaya untuk menyembuhkan pasien.
Namun, karena hasil dari upaya tersebut tidak pasti, maka dokter atau rumah sakit harus
melakukan upaya dengan kehati-hatian dan pasien harus mengambil resiko dari upaya
tersebut. Dalam hal ini, terjadi inspanning verbintenis antara pasien dan dokter atau
rumah sakit.
6. Bagaimanakah menurut saudara perkembangan Hukum Kesehatan dewasa ini terutama di
Indonesia dikaitkan dengan pengaturan lex spesialis fokus ke norma keprofesian:
kompetensi, kewenangan, pelayanan kesehatan, pembinaan dan pengawasan.
Jawab :
Perkembangan hukum kesehatan di Indonesia saat ini dikaitkan dengan pengaturan lex
spesialis yang memfokuskan pada norma keprofesian, yaitu kompetensi, kewenangan,
pelayanan kesehatan, pembinaan, dan pengawasan.
a. Pengaturan lex spesialis dalam hukum kesehatan menekankan pada kompetensi
profesional bagi para pelaku kesehatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
persyaratan lisensi dan sertifikasi bagi dokter, perawat, dan profesi kesehatan
lainnya sebagai bukti kompetensi dan kelayakan untuk melakukan praktik
kesehatan.

b. Pengaturan lex spesialis mengatur kewenangan bagi para pelaku kesehatan.


Misalnya, dokter hanya diperbolehkan untuk melakukan tindakan medis yang
sesuai dengan bidang spesialisasinya dan tidak diperbolehkan untuk melakukan
tindakan yang melebihi kewenangan yang diberikan.

c. Pengaturan lex spesialis mengatur standar pelayanan kesehatan yang harus


diterapkan oleh pelaku kesehatan. Standar ini mencakup aspek kualitas, keamanan,
dan keselamatan pelayanan kesehatan yang harus dipenuhi oleh pelaku kesehatan.

d. Pengaturan lex spesialis mengatur pembinaan dan pengawasan bagi para pelaku
kesehatan. Pembinaan dilakukan untuk meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme para pelaku kesehatan, sementara pengawasan dilakukan untuk
memastikan pelaku kesehatan memenuhi standar kualitas dan etika yang
ditentukan.
Secara keseluruhan, perkembangan hukum kesehatan di Indonesia saat ini dikaitkan
dengan pengaturan lex spesialis yang memfokuskan pada norma keprofesian yang
mengatur tentang kompetensi, kewenangan, pelayanan kesehatan, pembinaan, dan
pengawasan yang harus dipenuhi oleh pelaku kesehatan.

Dengan adanya pengaturan ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan


profesionalisme pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat.

- Selamat Bekerja Semoga Sukses -

You might also like