Professional Documents
Culture Documents
Kelopmpok Viii
Kelopmpok Viii
Perekonomian Indonesia
Yang diampu oleh Andi Tonra Lipu,S.E.,M.M
i
DAFTAR ISI
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................................2
BAB II ......................................................................................................................3
PEMBAHASAN ......................................................................................................3
ii
PENUTUP ..............................................................................................................13
A. Kesimpulan .................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan mengenai Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter (MTKM)
masih merupakan topik yang menarik dan menjadi perdebatan, baik di kalangan
akademis maupun para praktisi di bank sentral. Menariknya MTKM selalu
dikaitkan dengan dua pertanyaan. Pertama, apakah kebijakan moneter dapat
mempengaruhi ekonomi riil di samping pengaruhnya terhadap harga. Kedua, jika
jawabannya ya, maka melalui mekanisme transmisi apa pengaruh kebijakan
moneter terhadap ekonomi riil tersebut terjadi (Bernanke dan Blinder : 1992) dan
Taylor (1995). Sejatinya penelitian MTKM memberikan penjelasan mengenai
bagaimana perubahan (shock) instrument kebijakan moneter dapat mempengaruhi
variabel makroekonomi lainnya hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan
moneter. Seberapa besar pengaruhnya terhadap harga dan kegiatan di sektor riil,
semuanya sangat tergantung pada perilaku atau respons perbankan dan dunia
usaha lainnya terhadap shock instrumen kebijakan moneter yaitu Suku Bunga
Sertifikat Bank Indonesia (rSBI). Meskipun telah banyak dilakukan studi
mengenai efektivitas MTKM, baik secara parsial maupun terintegrasi, namun
karena adanya faktor ketidakpastian dan kecenderungan-kecenderungan baru yang
dapat mempengaruhi MTKM, maka penelitian lanjutan untuk masalah tersebut
tetap relevan untuk dilakukan.
Efektivitas MTKM diukur dengan dua indikator yaitu (1). Berapa besar
kecepatan atau berapa tenggat waktu (time lag) dan (2). Berapa kekuatan variabel-
variabel dalam merespons adanya shock instrument kebijakan moneter (rSBI) dan
variabel lainnya hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter. Kedua
indikator tersebut diperoleh dari hasil Uji Impulse Response Function (IRF) dan
Uji Variance Decomposition (VD). Mengacu pada uraian-uraian tersebut, maka
peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Empiris
1
Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Melalui Jalur
Suku Bunga Periode 1990:2-2007:1.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Kebijakan Moneter ?
2. Tentang apa perdebatan antara Rules Vs Discreation ?
3. Apa perdebatan dari Moneterist Vs Keynesians ?
4. Bagaimana Kerangka Kerja Kebijakan Moneter ?
5. Bagaimana Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang kebijakan moneter
2. Untuk mengetahui tetentang perdebatan Rules Vs Keynesians
3. Untuk mengetahui perdebatan antara Moneteris Vs Keynesians
4. Untuk mengetahui bagaimana kerangka kerja kebijakan moneter
5. Untuk mengetahui Koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kebijakan Moneter
Secara umum kebijakan moneter adalah proses yang dilakukan oleh
otoritas moneter (bank sentral) suatu Negara dalam mengontrol atau
mengendalikan jumlah uang beredar (JUB). Melalui pendekatan kuantitas dan /
atau pendekatan tingkat suku bunga yang bertujuan untuk mendorong stabilitas
dan pertumbuhan ekonomi, sudah termasuk didalamnya stabilitas harga dan
tingkat pengangguran yang rendah.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang
bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro,
yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja,
kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter
dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan
moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian
ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan
kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas
Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan
persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh
dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan
antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut
yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan
sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami
kesulitan likuiditas.
3
B. Tujuan Kebijakan Moneter
BI sebagai bank sentral di Indonesia dalam operasi kebijakan moneternya
bisa menggunakan pendekatan kuantitas atau pendekatan suku bunga/harga.
Pilihan mengenai pendekatan apa yang akan digunakan sangat tergantung pada
efektivitas di antara kedua pendekatan tersebut dan sifat dari tujuan akhir
kebijakan moneter, apakah bertujuan jamak (ganda) atau tunggal (single).
a. Tujuan Jamak (ganda)
Kebijakan moneter yang bertujuan jamak atau ganda adalah kebijakan
moneter yang tujuan akhirnya lebih dari satu untuk membantu mecapai sasaran
makro ekonomi yaitu:
1. Memperluas Kesempatan Kerja
2. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
3. Stabilitas Harga
4. Stabilitas Tingkat Suku Bunga
5. Stabilitas Pasar Uang
6. Stabilitas Pasar Valuta Asing
4
c. Politik cash ratio (penurunan cadangan kas)
d. Politik kredit selektif (pemberian kredit longgar)
5
D. Perdebatan Tentang: Rules Vs Discretion
Perdebatan tersebut bermula dari perbedaan cara pandang diantara aliran
Klasik mengenai penetuan inflasi (melalui teori Kuantitas Uang yaitu: MV=PT)
dan aliran Keynesians mengenai penetuan output melalui model IS=LM. Kedua
aliran ini berbeda dalam hal harga atau inflasi.
Aliran Klasik: Menganggap bahwa perkembangan harga sangat fleksibel
dan inflasi terjadi hanya karena bertambahnya JUB: untuk alasan itu, maka
kebijakan moneter harus dilaksanakan secara ketat mengikuti aturan (rule) yang
secara konsisten diikuti.
Aliran Keynesians: menganggap bahwa perkebangan harga sangat kaku
dan inflasi terjadi bukan karena bertambahnya jumlah uang yang melebihi jumlah
barang, tapi lebih disebabkan karena adanya ketidak seimbangan antara
permintaan dan penawaran. Untuk alasan itu, kebijakan moneter diarahkan untuk
menjamin keseeimbangan antara sisi permintaan dan penawaran, oleh karena itu
kebijakan moneter harus dilakukan secara bijaksana (discreation) sesuai dengan
perkembangan yang ada.
6
Aliran monetarist juga berpendapat bahwa uang hanya berpengaruh pada
tingkat inflasi dan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena itu,
kebijakan moneter harus diarahkan hanya untuk pengendalian inflasi dan tidak
diarahkan untuk memengaruhi kegiatan ekonomi riil.
Sebaliknya aliran Keynesians berpendapat bahwa uang berpengaruh, baik
terhadap ekonomi riil maupun terhadap inflasi. Implikasinya adalah kebijakan
moneter dapat dipergunakan secara aktif memengaruhi naik turunnya kegiatan
ekonomi riil.
7
dapat digunakan oleh bank sentral untuk mengontrol indikator sedemikian rupa
sehingga target yang ditetapkan dapat dicapai. Hubungan ketiganya digambarkan
sebagai berikut.
8
kredibilitas kebijaan moneter yang pada gilirannya ekspektasi inflasi masyarakat
sesuai dengan sasaran yang ditetapkan BI.
Ada sejumlah alasan mengapa menggunakan jangkar nominal dengan ITF.
o ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan sasaran inflasi secara
eksplisit masyarakat akan memahami arah inflasi. Sebaliknya dengan
sasaran base money, apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak jelas,
masyarakat lebih sulit mengetahui arah inflasi kedepan.
o ITF yang memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter
sesuai dengan mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia.
o ITF bersifat forward looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi
yang memerlukan time lag.
o ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter
mendorong kredibilitas kebijakan moneter. Aspek transparansi dan
akuntabilitas serta kejelasan akan tujuan ini merupakan aspek-aspek good
governance dari sebuah bank yang telah diberikan independensi.
o ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar,
output dan inflasi. Sebaliknya, ITF merupakan pendekatan yang lebih
komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah variabel informasi
tentang kondisi perekonomian.
9
dengan cara menjual sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau membeli surat berharga
di pasar modal.
I. Sasaran Operasional
Sasaran operasional atau sasaran kerja merupakan sasaran yang ingin
segera dicapai oleh bank sentral dalam operasi moneternya. Variabel sasaran
operasional digunakan untuk mengarahkan sasaran antara dalam upaya
mewujudkan sasaran akhir (sasaran antara hanya digunakan pada pendekatan
Kuantitas).
10
J. Sasaran Antara (Intermediate Target)
Hubungan antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter
bersifat tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan time lag yang panjang.
Untuk alasan itu, para ahli moneter dan praktisi Bank Sentral mendesain simple
rule untuk membantu pelaksanaan kebijakan moneter dengan cara menambahkan
indikator yang disebut sebagai sasaran antara. Sasaran tersebut merupakan
indikator untuk menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter, sasaran ini dipilih
dari varibel-variabel yang memiliki keterkaitan stabil dengan sasaran akhir,
cakupannya luas, dapat dikendalikan oleh bank sentral, tersedia relatif cepat,
akurat dan tidak sering direvisi. Variabel sasaran antara meliputi:: agregat moneter
(M1dan M2), kredit perbankan dan nilai tukar (Bofinger, 2001:125).
11
Rapat Koordinasi untuk membahas perkembangan ekonomi terkini. Di sisi lain,
Bank Indonesia juga kerap diundang dalam Rapat Kabinet yang dipimpin oleh
Presiden RI untuk memberikan pandangan terhadap perkembangan
makroekonomi dan moneter terkait dengan pencapaian sasaran inflasi. Koordinasi
kebijakan fiskal dan moneter juga dilakukan dalam penyusunan bersama Asumsi
Makro di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibahas
bersama di DPR. Selain itu, Pemerintah juga berkoordinasi dengan Bank
Indonesia dalam melakukan pengelolaan Utang Negara.
Ditataran teknis, koordinasi antara Pemerintah dan BI telah diwujudkan
dengan membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan
Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri
dari Bank Indonesia dan departmen teknis terkait di Pemerintah seperti
Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian,
Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008 pembentukan TPI
diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah dan BI
diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun
daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara
pada pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang
bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan
eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan
ekonomi makro.
2. Bank sentral di Indonesia dalam operasi kebijakan moneternya bisa
menggunakan pendekatan kuantitas atau pendekatan suku bunga/harga.
3. Bagi aliran klasoik bahwa kebijakan moneter harus dilaksanakan secara
ketat mengikuti aturan (rule) yang secara konsisten diikuti. Sedangkan
bagi aliran Keynesians kebijakan moneter seharusnya diarahkan untuk
menjamin keseeimbangan antara sisi permintaan dan penawaran, oleh
karena itu kebijakan moneter harus dilakukan secara bijaksana
(discreation) sesuai dengan perkembangan yang ada.
4. Kerangka kerja kebijakan moneter terdiri dari 4(empat) komponen utama
yaitu:
o Instrumen-instrument kebijakan moneter
o Sasaran oprasional
o Sasaran antara
o Sasaran akhir kebijakan moneter
5. Kerjasaama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan
makroekonomi yang terintegrasi sangatlah diperlukan
13
Daftar Pustaka
https://aeyogy.wordpress.com/tag/kerangka-umum-kebijakan-moneter/ (diakses:
pada hari Sabtu, 24 Oktober 2015)
http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-jenis-tujuan-moneter-macam-
macam.html (diakses: pada hari Sabtu, 24 Oktober 2015)
14