You are on page 1of 6

1.

Bagaimana membangun sistem ketahanan kesehatan daerah yang dapat


merespon adanya perubahan kesehatan global dan nasional dengan
konsep “ one health” seperti pandemik, bencana, terbatasnya sdm
kesehatan dan minimnya keuangan yang tersedia di daerah ? Serta
faktor – faktor yang mempengaruhi hal tersebut ?

“Konsep One Health” merupakan tantangan tersendiri , dengan


kecepatan penyebaran baik informasi maupun penyakit serta dampaknya
yang tanpa batas Negara, seperti Pandemi maupun Bencana. Daerah juga
dihadapkan dengan keterbatasan SDM Kesehatan dan minimnya Keuangan
yang tersedia di daerah. Daerah harus mampu membangun Sistem Ketahanan
Kesehatan Daerah yang tepat dan efektif efisien dalam merespon perubahan
global dan nasional dengan kearifan local spesifik di daerah tersebut dan
dengan mengerahkan segenap sumber daya yang dimiliki daerah tersebut.

Dalam kasus pandemi COVID-19 kemarin yang dapat menyebabkan


berbagai kerugian bagi kita semua terutama di sektor kesehatan dan ekonomi
hal ini karena cara penularannya yang cepat antar manusia lewat droplet.
Sektor kesehatan dan sektor-sektor lainnya sama pentingnya dalam
penanganan pandemi COVID-19 sehingga kita tidak dapat mengesampingkan
sektor kesehatan demi dapat melanjutkan aktivitas ekonomi kita. Pengalaman
yang sangat hebat tersebut telah membuka mata kita secara lebih lebar agar
dapat menyiapkan diri dalam menghadapi hal-hal yang tak terduga termasuk
segala kemungkinan krisis kesehatan di masa akan datang, seperti kejadian
pandemi COVID-19 yang melanda negara-negara di dunia. Di sisi lain,
Indonesia merupakan negara yang berada di kawasan tropis dengan jumlah
penduduk yang banyak, mobilitas penduduk yang sangat tinggi, serta
memiliki kekayaan biodiversitas yang melimpah termasuk kekayaan dengan
keanekaragaman satwa.

Dengan kondisi itu, Indonesia berisiko menjadi sumber penularan


penyakit zoonosis baru yang bersumber dari satwa liar. Pengelolaan sumber
daya hutan dan hewan yang tidak terkendali juga dapat menyebabkan
Indonesia menjadi hot spot atau sumber wabah zoonosis. Dengan demikian,
sebagai salah satu negara rawan bencana, Indonesia tidak terlepas dari risiko
terjadinya bencana diakibatkan ledakan kasus penyakit menular
dan kedaruratan kesehatan lainnya yang mengancam kesehatan masyarakat
seperti wabah, bencana epidemi, dan pandemi.

Dengan adanya dampak perubahan iklim, risiko bencana dan


penyebaran penyakit menular dapat meningkat, termasuk kejadian bersama
beberapa bencana pada saat epidemi atau pandemi, sehingga diperlukan
penanganan khusus untuk mengatasinya. Bencana epidemi merupakan
bencana non-alam yang tidak memiliki bentuk fisik dan menyebar secara
cepat serta sporadis. Akibat eskalasi krisis kesehatan yang cepat, bencana
tersebut menunjukkan kegagalan pengelolaan risiko secara sistemik,
menyebabkan jatuhnya korban jiwa, dan memberi dampak tidak hanya pada
sector kesehatan, tetapi juga pada lintas sektor. Oleh karenanya, eskalasi
penyakit menular yang menjadi wabah, bencana epidemi, kedaruratan
masyarakat yang meresahkan dunia dan pandemi, memerlukan penanganan
dan kerja sama lintas sektor.

Oleh karena itu, sebagai salah satu negara yang rawan bencana,
Indonesia tentu tidak terlepas dari risiko terjadinya bencana diakibatkan
ledakan kasus penyakit menular dan kedaruratan kesehatan lainnya yang
mengancam kesehatan masyarakat seperti wabah, bencana epidemi, dan
pandemi. Lebih lanjut, dengan adanya dampak perubahan iklim, risiko
bencana dan penyebaran penyakit menular akan meningkat, termasuk
kejadian bersama beberapa bencana pada saat epidemi atau pandemi,
sehingga diperlukan penanganan khusus untuk mengatasinya. Bencana
epidemi merupakan bencana non-alam yang tidak memiliki bentuk fisik dan
menyebar secara cepat serta sporadis. Akibat eskalasi krisis kesehatan yang
cepat, bencana tersebut menunjukkan kegagalan pengelolaan risiko secara
sistemik, menyebabkan jatuhnya korban jiwa, dan memberi dampak tidak
hanya pada sector kesehatan, tetapi juga pada lintas sektor.

Eskalasi penyakit menular yang menjadi wabah, bencana epidemi,


kedaruratan masyarakat yang meresahkan dunia dan pandemi, memerlukan
penanganan dan kerja sama lintas sektor. Sebagai respons mitigasi
kebencanaan dan belajar dari kasus pandemi COVID- 19, Badan
Standardisasi Nasional (BSN) mengembangkan dan menetapkan SNI
9050:2022 Sistem Penanganan Bencana Epidemi. Menurut Kepala Badan
Standardisasi Nasional (BSN) Deputi Bidang Penerapan Standar dan
Penilaian Kesesuaian Badan Standarisasi Nasional (BSN), Zakiyah
menjelaskan, standar SNI 9050 2022 adalah bagaimana kita melakukan
penyiapan mulai dari pra, bencana maupun pada saat tanggap darurat
bencana. Dan sebagai antisipasi terhadap kondisi bencana epidemi, sudah
terdapat beberapa mekanisme mobilisasi sumber daya lintas sektor yang
dialokasikan pada sumber pembiayaan negara, maupun dana dari masyarakat
dan mitra pembangunan lainnya yang dapat digunakan oleh masing-masing
sektor terkait. Namun secara umum, pada saat pandemi COVID-19 mulai
melanda, Indonesia belum memiliki standar yang dapat memayungi secara
sistematis dan menjamin kepastian upaya pengurangan risiko dan tanggap
darurat terhadap berbagai ancaman kesehatan pada lintas sektor.

Kejadian pandemi COVID-19 yang terjadi di seluruh dunia yang


terjadi sejak 2019 juga menjadi pembelajaran penting untuk dapat
mengantisipasi berbagai risiko kedaruratan kesehatan lainnya di masa yang
akan datang, termasuk gelombang berikutnya dari COVID-19 dan penyakit
lain yang berpotensi menimbulkan kondisi bencana epidemi dan pandemi.
Irisan antara sektor kesehatan dan sektor-sektor lain dalam penanganan
pandemi COVID-19 menjadi dorongan kuat bagi pemerintah Indonesia untuk
menyusun standar pengurangan risiko dan tanggap darurat bencana terhadap
berbagai variasi risiko wabah, bencana epidemi, dan pandemi. Hal itu melatar
belakangi lahirnya SNI 9050:2022.

Penerapan standar ini bertujuan untuk memudahkan para


penanggulangan bencana dalam melakukan koordinasi lintas sector
mengantisipasi berbagai risiko kedaruratan kesehatan lainnya di masa yang
akan datang," kata Kukuh.

SNI tersebut menetapkan penyelenggaraan sistem penanganan bencana


epidemi, tidak termasuk pandemi yang bersifat lintas negara dan wabah
penyakit hewan, karena masih bersifat sektoral. Sistem penanganan bencana
epidemic termasuk keseluruhan tahap prabencana dan keadaan darurat
bencana. Standar itu dapat diterapkan dan dijadikan tolok ukur performa
tindakan setiap kementerian/lembaga pemerintah, pemerintah daerah serta
lembaga non-pemerintah berbadan hukum untuk meningkatkan kapasitas
pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat terhadap bencana epidemi baik
di lingkungan masing-masing secara mandiri maupun kolaboratif lintas
sektor.

Saat ini SNI 9050:2022 masih dalam tahap diseminasi para pemangku
kepentingan, khususnya di daerah yang komit untuk menjadi panutan
desa/kelurahan tangguh bencana (Destana). Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 1 Tahun 2012, Desa Tangguh
Bencana adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi
dan menghadapi ancaman bencana, serta segera dari dampak bencana yang
merugikan. Diharapkan masing-masing kementerian, lembaga dan
pemerintah daerah menggunakan SNI tersebut sebagai panduan dan diacu
dalam peraturan perundang-undangan sampai ke tingkat pemerintah daerah.

Diharapkan setiap negara bisa memiliki kemampuan mandiri untuk


beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan
segera dari dampak bencana yang merugikan. Diharapkan masing-masing
kementerian, lembaga dan pemerintah daerah menggunakan SNI tersebut
sebagai panduan dan diacu dalam peraturan perundangundangan sampai ke
level pemerintah daerah. Menurut Deputi Bidang Pengembangan Standar
BSN Hendro Kusumo, pendekatan kebijakan berbasis risiko untuk
memitigasi ancaman bencana di Indonesia dapat menjadi platform para
pengambil kebijakan di pusat dan daerah. Mitigasi bencana sejak dini
diharapkan dapat meminimalkan dampak buruk dan korban seminimal
mungkin. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam penerapan SNI
9050:2022, diantaranya eskalasi bahaya penyakit menular dan bencana
epidemi, terutama terkait dengan penetapan daerah terjangkit wabah, dan
tahapan penanganan bencana epidemi, baik pra-bencana maupun saat tanggap
darurat bencana.

Kemudian, juga memperhatikan pengakhiran status keadaan darurat


bencana epidemi, serta kriteria dan indikator pemenuhan SNI tersebut dengan
mengacu pada konsep manajemen berbasis hasil. Tahapan penanganan
bencana epidemi pada prabencana meliputi pencegahan dan kesiapsiagaan,
deteksi dan peringatan dini, serta penanganan dini bencana epidemi.

Sementara tahapan terkait tanggapan darurat bencana epidemic


mencakup manajemen pembatasan penularan/penyebaran penyelamatan dan
evakuasi, komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat, dukungan sumber
daya penanganan kedaruratan bencana epidemi, serta audit internal.
Status keadaan darurat bencana epidemi ditetapkan oleh presiden atau kepala
daerah berdasarkan beberapa indikator yang menggambarkan kapasitas
daerah. Indikator tersebut meliputi ketersediaan sumber daya yang dapat
dimobilisasi untuk penanganan keadaan darurat bencana, kemampuan
pemerintah daerah untuk mengaktivasi sistem komando penanganan keadaan
darurat bencana, serta kemampuan melakukan penanganan awal keadaan
darurat bencana. Dalam penerapannya, pada masing-masing level wilayah
administratif, status keadaan darurat bencana dapat terdiri dari status tanggap
darurat dan status transisi darurat ke pemulihan. Status tanggap darurat
mengacu pada keadaan di mana wabah/KLB sudah ditetapkan sebagai
bencana epidemi. Sedangkan status transisi darurat ke pemulihan mengacu
pada keadaan di mana eskalasi bencana epidemi menurun/mereda atau telah
berakhir, namun gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masih tetap
berlangsung.

Dengan menerapkan SNI 9050: 2022 diharapkan akan tersedia


panduan yang seragam bagi para pemangku kepentingan dalam
mengantisipasi berbagai risiko kedaruratan kesehatan di masa yang akan
datang. Melalui penerapan SNI itu, para pelaku penanggulangan bencana
akan lebih mudah dalam melakukan koordinasi lintas sektor untuk mobilisasi
sumber daya secara efektif dan sistematis. Implementasi SNI tersebut juga
diharapkan dapat menjamin kepastian mutu upaya pengurangan risiko dan
tanggap darurat bencana terhadap berbagai risiko ancaman kesehatan yang
terjadi.

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi

Dalam keseharian, ada banyak faktor sosial yang mempengaruhi derajat


kesehatan manusia. Faktor-faktor tersebut dapat berkontribusi dalam
terjadinya ketidakseimbangan kesehatan diantara kelompok sosial. Faktor-
faktor tersebut juga dapat mempengaruhi kesehatan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Semua faktor ini saling terkait satu sama lain dan
dapat berakumulasi sepanjang kehidupan manusia. Faktor-faktor sosial yang
berpengaruh dalam kesehatan ini disebut dengan istilah social determinants
of health (SDH). Social determinants of health, menurut WHO, adalah
kondisi sosial yang mempengaruhi kesempatan seseorang untuk memperoleh
kesehatan. Faktorfaktor seperti kemiskinan, kekurangan pangan, ketimpangan
sosial dan diskriminasi, kondisi masa kanak-kanak yang tidak sehat, serta
rendahnya status pekerjaan merupakan penentu penting dari terjadinya
penyakit, kematian, dan ketidakseimbangan kesehatan antar maupun di dalam
sebuah negara. Dalam SDH, ada dua hal berbeda yang dapat menggambarkan
ketimpangan sosial terkait derajat kesehatan masyarakat yaitu inequality dan
inequity. Inequality in health merupakan konsep normatif dan merujuk pada
ketidakseimbangan yang dianggap tidak adil sebagai hasil dari berbagai
proses sosial. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap health
inequalities adalah: 1) faktor sosial ekonomi atau faktor materi seperti
anggaran belanja pemerintah dan distribusi pendapatan serta sumber daya
lain di masyarakat, 2) faktor psikologi seperti stres, keterasingan, hubungan
sosial dan dukungan sosial, dan 3) faktor perilaku dan gaya hidup.

2. Peran leadership ( kepimimpinan ) Daerah seperti apa yang diperlukan


untuk membangun dan berkelanjutan ketangguhan sistem kesehatan di
daerah yang siap merespon segala perubahan yang terjadi ?

Keberhasilan dari sebuah kepemimpinan adalah kemampuannya


memberikan perubahan positif terhadap lingkungannya. Sebagai pemimpin
harus mampu berpikir bagaimana menghadapi dan memenangi suatu
perubahan. Kapabilitas seorang pemimpin merupakan tonggak suksesnya
organisasi maupun tim dalam meraih tujuan bersama. Pengalaman dari
beberapa kejadian bencana di Indonesia, bahwa masyarakat terdampak
bencana mampu melewati masa-masa krisisnya tidak terlepas dari kehadiran
seorang pemimpin untuk menghentikan situasi krisis. Tanggung jawab
Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
meliputi:
a. Penyusunan rencana program pembangunan Pemerintah Daerah dengan
memperhatikan peta risiko bencana;
b. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena
bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum;
c. Pelindungan masyarakat dari dampak bencana;
d. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana
dengan program pembangunan daerah;
e. Pengalokasian dana Penanggulangan Bencana dalam anggaran
pendapatan belanja daerah yang memadai;
f. Pengalokasian anggaran Penanggulangan Bencana dalam bentuk dana
siap pakai; dan
g. Pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan
dampak bencana.
Untuk menghindari kerugian, Pemerintah Daerah dapat
mengasuransikan aset Pemerintah Daerah. Wewenang Pemerintah Daerah
dalam penyelenggaraan Penanggulangan Bencana meliputi:
a. Penetapan kebijakan Penanggulangan Bencana pada wilayahnya selaras
dengan kebijakan pembangunan daerah;
b. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur
kebijakan Penanggulangan Bencana;
c. Pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam Penanggulangan Bencana dengan
provinsi dan/atau kabupaten/kota lain;
d. Pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber
ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya;
e. Perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber
daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya; dan
f. Pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang
berskala provinsi, kabupaten/kota.

You might also like